Anda di halaman 1dari 1

Ngonthel dikadali Dhemit Pekik

Ini kejadian nyata, atau true story. Dialami pak Rubiyo (bukan nama sebenarnya). Dia
pekerja serabutan. Siapapun yang membutuhkan tenaganya, asal bisa dilakoni dia bersedia
mengerjakan. Upahnya seringkali seikhlasnya. Dia jarang sekali menyebut nominalnya.
Karena keikhlasannya itulah ia kerap dipanggil banyak orang untuk bekerja. Banyak rejeki
pula jadinya. Meski istrinya hanyalah seorang tukang pijat tapi hidup mereka tampak ayem
tenteram dan berkecukupan.

Suatu kali Pak Rubiyo diminta tolong oleh Pak Carik untuk mengantarkan undangan
pernikahan. “Tolong diantarkan ke rumah Pak Kapolsek ya Rub. Kalau bisa kamu segera
berangkat sore ini, biar tidak kemalaman pulang ke rumah,” kata Pak Carik sambil
menyerahkan selembar undangan. “Nggih Pak. Siiapp,” Pak Rubiyo sudah ngonthel
sepedanya menuju ke rumah Pak Kapolsek yang letaknya lumayan jauh. Di sangat hapal
jalan menuju ke rumah komandan sektor kepolisian itu. Dari Celungan, dia lalu membelok
ke arah timur menuju Klewonan. Sampai di rumah Pak Carik Sidorejo, lalu membelok ke
kanan.

Untuk sementara perjalanannya lancar-lancar saja. Perjalanannya kemudian


menyususri pinggiran sungai pematang sawah yang kecil kemudian perlahan masuk ke jalan
kampung. Sampai di pertigaan Jombaran lalu ke selatan. Setelah melewati bentut lalu
sampai desa Pare Empat. Terus lurus lalu melewati wilayah Pare Tegal. Nah samapai di Pare
Tegal Pak Rubiyo kebingungan. “Lho jalan menuju ke pekik (rumah pak Kapolsek) kok tidak
ada?” Lebih mengeharankan lagi, ditengah jalan menuju ke kanan itu terdapat pohon yang
sangat besar.

Pak Rubiyo lalu mengambil jalan ke sebelah kiri. Terus dan terus akhirnya sampai di
kuburan Preh. Di tempat itu dia bertemu Lik Muji, saudaranya. “Lho kok lewat sini kamu
mau kemana?” tanya Lik Muji. Pak Rubiyo lalu menyampaikan maksudnya.

“Woooooo, jalan yang kamu ambil keliru. Mestinya kamu ke kanan, lalu lewat rumah
Mbah Dukun, baru kemudian sampai di rumah Pak Kapolsek.”

“Jalan menuju ke sana tadi tertutup pohon yang sangat besar, Lik. Saya juga heran,
dulu pohon itu tidak ada. Lalu siapa yang menanam?” kelu Pak Rubiyo. Lik Muji bisa
memahami karena belum lama ada kejadian serupa. “Waduh ternyata kamu juga ikut-ikutan
dikadali dhemit Pekik. Coba sekarang kamu kembali lagi ke jalan itu.... Pasti pohonnya sudah
tidak ada.”

Anda mungkin juga menyukai