Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

“PRIAPISMUS”

Pembimbing:
Dr. Lutfi Bagus, SpU

Disusun oleh:
Aswan Bagastoro
1102014045

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. 1 RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 23 JUNI – 31 AGUSTUS 2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya,
penulis berhasil menyelesaikan penulisan referat yang berjudul “Priapismus”.

Referat ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di
bagian SMF Bedah Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I Said Soekanto Kramat Jati. Penulisan
referat ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Lutfi Bagus, SpU,
yang membimbing selama menjalani kepaniteraan klinik Ilmu Bedah.

Dalam penulisan referat ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan
dan masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi isi. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk
memperbaiki presentasi kasus ini. Penulis berharap referat ini dapat membawa manfaat bagi
semua pihak. Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu. Aamiin ya rabbal’alamin.

Wassalammualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 22 Juli 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL .................................................................................................................. 1
DAFTAR ISI......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 4


BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Anatomi Genitalia Laki ..................................................................... 5
2.2 Fisiologi Ereksi.................................................................................. 10
2.3 Definisi .............................................................................................. 19
2.4 Etiologi .............................................................................................. 19
2.5 Epidemiologi ..................................................................................... 19
2.6 Klasifikasi .......................................................................................... 20
2.7 Faktor Risiko ...................................................................................... 20
2.8 Patogenesis ......................................................................................... 20
2.9 Gejala Klinis ...................................................................................... 22
2.10 Pemeriksaan Fisik ............................................................................ 24
2.11 Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 24
2.12 Diagnosis Diferensial ....................................................................... 27
2.13 Penatalaksanaan ............................................................................... 27
2.14 Komplikasi ....................................................................................... 34
2.15 Prognosis .......................................................................................... 34
2.16 Pencegahan ...................................................................................... 35

BAB III KESIMPULAN....................................................................................... 36


DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 37

3
BAB I

PENDAHULUAN

Priapismus adalah suatu gangguan berupa ereksi penis yang terjadi terus-
menerus dalam waktu lebih dari 4 jam. Ereksi yang berkepanjangan ini terjadi
tanpa adanya rangsangan seksual dan sering disertai dengan rasa nyeri. Keadaan
ini jelas merupakan gangguan, bukan sesuatu yang layak dibanggakan. Istilah
priapismus berasal dari kata Yunani priapus yaitu nama dewa kejantanan pada
Yunani kuno.1
Beberapa tahun terakhir ini, kejadian priapismus di Indonesia cukup sering
dan penyebabnya sama, yaitu pada umumnya setelah menerima suntikan pada
penis. Fenomena ini cukup menarik perhatian karena sebelumnya sangat jarang
terjadi, bahkan tidak pernah diberitakan. Fenomena ini menjadi semakin menarik
kalangan kedokteran karena dikaitkan dengan suntikan pada penis dalam upaya
untuk mengatasi disfungsi ereksi atau impotensi.1
Priapismus merupakan salah satu kedaruratan di bidang urologi karena jika
tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat menimbulkan kecacatan yang
menetap berupa disfungsi ereksi.2
Sebanyak 60% kasus priapismus merupakan idiopatik yang belum jelas
penyebabnya sedangkan 40% kasus dihubungkan dengan keadaan lekemia, sickle
cell disease, tumor pelvis, infeksi pelvis, trauma penis, spinal cord trauma,
pemakaian obat- obatan tertentu (trazodone, alkohol, psikotropik, dan
antihipertensi) ataupun pasca injeksi intrakavernosa dengan zat vasoaktif. Tujuan
penanganan pasien priapismus adalah untuk terjadinya detumesensi dan
mempertahankan fungsi ereksi.1,2

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Genitalia Laki


Sistem reproduksi laki-laki terdiri dari sepasang testis, ductus excretorius beserta
glandula accessorius, dan penis. Ductus excretorius pada masing-masing sisi adalah
epididymis, ductus deferens, dan ductus ejaculatorius. Glandula accessorius adalah sepasang
vesicular seminalis, Sepasang glandula bulbourethralis, dan glandula Prostata. Organ-organ
genitalia externa terdiri atas penis dan scrotum. 1,2

Scrotum

Scrotum adalah sebuah kantong yang menonjol keluar dari bagian bawah dinding
anterior abdomen. Scrotum berisi testis, epididymis, dan ujung bawah funiculus spermaticus.

Dinding scrotum mempunyai lapisan sebagai berikut:

 Kulit: Kulit scrotum tipis, berkerut, berpigmen dan membentuk kantong tunggal.
Sedikit peninggian di garis tengah menunjukkan garis persatuan dari kedua penonjolan
labioscrotalis. (Pada perempuan penonjolan ini tetap terpisah dan membentuk labium
majus). 1,2

5
 Fascia superficialis: Fascia ini melanjutkan diri sebagai panniculus adiposus dan
stratum membranosum dinding anterior abdomen. Akan tetapi panniculus adiposus
diganti oleh otot polos yang dinamakan tunica dartos. Otot ini disarafi oleh serabut saraf
simpatik dan berfungsi untuk mengkerutkan kulit di atasnya. Stratum membranosum
fascia superficialis (fascia Collesi) di depan melanjutkan diri
sebagai stratum membranosum dinding anterior abdomen (fascia Scarpae), di belakang
melekat pada corpus perietale dan pinggir posterior membrana perinei ). Di
sampingnya, fascia superficialis melekat pada rami ischiopubica. Kedua lapisan fascia
superficialis berperan membentuk sekat median yang menyilang scrotum dan
memisahkan testis satu dengan yang lain . 1,2
 Fasciae spermaticae: Fasciae tiga lapis ini terletak di bawah fascia superficialis dan
berasal dari tiga lapis dinding anterior abdomen masing-masing sisi. Musculus
cremaster di dalam fascia cremasterica dapat dibuat kontraksi dengan menggores kulit
sisi medial paha. Hal ini disebut refleks cremaster. Serabut aferen lengkung refleks ini
berjalan pada ramus femoralis nervi genitofemoralis (L1 dan 2) dan serabut eferen
motorik berjalan pada ramus genitalis nervi genitofemoralis. 1,2
 Tunica vaginalis: Tunica vaginalis terletak di dalam fasciae spermaticae dan meliputi
permukaan anterior, media, dan lateralis masing-masing testis. Tunica vaginalis
merupakan perluasan ke bawah processus vaginalis peritonei, dan biasanya sesaat
sebelum lahir menutup dan memisahkan diri dari bagian atas processus vaginalis
peritonei dan cavitas pertonealis. Dengan demikian tunica vaginalis merupakan
kantong tertutup, diinvaginasi dari belakang oleh testis. 1,2

Testis

Testis adalah sepasang organ berbentuk lonjong dengan ukuran panjang lebih kurang 2
inci (5 cm) dan sedikit pipih sisi ke sisi. Masing-masing testis merupakan organ kuat yang
mudah bergerak, terletak di dalam scrotum. Testis sinistra biasanya terletak lebih rendah
dibandingkan testis dextra. Kutub atas kelenjar sedikit miring ke depan. Masing-masing testis
dikelilingi oleh capsula fibrosa yang kuat, yaitu tunica albuginea. Dari permukaan dalam
capsula terbentang banyak septa fibrosa yang membagi bagian dalam organ testis menjadi
lobules-lobulus. Di dalam setiap lobulus terdapat satu sampai tiga tubulus seminiferus yang
berkelok-kelok. Tubulus seminiferus bermuara ke dalam jalinan saluran yang dinamakan rete
testis. Di dalam setiap lobulus di antara tubulus seminiferus terdapat jaringan ikat lembut dan
kelompok sel-sel bulat interstitial (sel-sel Leydig) yang menghasilkan hormon seks laki-laki

6
testosteron. Rete testis dihubungkan oleh ductuli efferentes yang kecil ke ujung atas
epididymis. 1,2

Epididymis

Epididymis merupakan struktur kuat yang terletak posterior terhadap testis, dengan
ductus deferens terletak pada sisi medialnya. Epididymis mempunyai ujung atas yang melebar,
caput, corpus, dan cauda yang arahnya ke inferior. Di lateral, terdapat sulcus nyata di antara
testis dan epididymis,nyang diliputi oleh lapisan viscerale tunica vaginalis dan dinamakan
sinus epididymis. Epididymis merupakan saiuran yang sangat berkelok-kelok, panjangnya
hampir 20 kaki (6 m), tertanam di dalam jaringan ikat. Saluran ini berasal dari cauda epididymis
sebagai ductus deferens dan masuk ke dalam funiculus spermaticus. 1,2

Ductus Deferens

Ductus deferens merupakan saluran berdinding tebal dengan panjang sekitar 18 inci (45
cm),yang menyalurkan sperma matang dari epididymis ke ductus ejaculatorius dan urethra.
Ductus deferens berasal dari uiung bawah atau cauda epididymis dan berjalan melalui canalis
inguinalis. Ductus deferens keluar dari anulus inguinalis profundus dan berjalan di sekitar
pinggir lateral arteria epigastrica inferior. Kemudian ductus deferens berjalan ke bawah dan
belakang pada dinding lateral pelvis dan menyilang ureter pada daerah spina ischiadica. Ductus
deferens kemudian berjalan ke medial dan bawahpada permukaan posterior vesica

7
urinaria.Bagian terminal ductus deferens melebar membentuk ampulla ductus deferens. Ujung
bawah ampulla menyempit dan bergabung dengan ductus vesiculae seminalis membentuk
ductus ejaculatorius. 1,2

Vesicula Seminalis

Vesicula seminalis adalah dua buah organ yang berlobus dengan panjang kurang lebih
2 inci (5 cm) dan terletak pada permukaan posterior vesica urinaria. Ujung atasnya terletak
agak berjauhan dan ujung bawahnya saling berdekatan. Pada sisi medial masing-masing
vesicula seminalis terdapat bagian terminal ductus deferens. Di posterior, vesicula seminalis
berbatasan dengan rectum.Ke inferior, masing-masing vesicular seminalis menyempit dan
bersatu dengan ductus deferens sisi yang sama untuk membentuk ductus ejaculatorius.
Masing-masing vesicula seminalis mengandung saluran melengkung yang tertanam di dalam
jaringan ikat. 1,2

Ductus Ejaculatorius

Panjang masing-masing ductus ejaculatorius kurang dari satu inci (2.5 cm) serta
dibentuk oleh penyatuan ductus deferens dan ductus vesicula seminalis. Ductus ejaculatorius
menembus facies posterior dinding prostat dan bermuara ke urethra pars prostatica, dekat
pinggir utriculus prostaticus. Fungsinya adalah mengalirkan cairan vesicula seminalis ke
urethra pars prostatica. 1,2

Prostat

Prostat merupakan organ glandula fibromuskular yang mengelilingi urethra pars


prostatica. Panjang prostat kurang lebih 1,25 inci (3 cm) dan terletak di antara collum vesicae
di atas dan diaphragma urogenitale di bawah. Prostat dikelilingi oleh capsula fibrosa. Diluar
capsula terdapat selubung fibrosa yang merupakan bagian dari lapisan visceral fascia pelvis.
Prostat yang berbentuk kerucut mempunyai basis yang terletak di superior dan berhadapan
dengan collum vesicae; dan apex prostatae yang terletak di inferior berhadapan dengan
diaphragma urogenitaie. Kedua ductus ejaculatorius menembus bagian atas facies posterior
prostat untuk bermuara ke urethra pars prostatica pada pinggir lateral utriculus prostaticus.

8
Batas-Batas

 Ke superior: Basis prostatae berlanjut dengan collum vesicae urinaria, otot polos
berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain. Urethra masuk ke pusat basis
prostatae.
 Ke inferior: Apex prostatae terletak pada facies superior diaphragma urogenitale.
Urethra meninggalkan Prostat tepat di atas apex facies anterior.
 Ke anterior: Facies anterior prostatae berbatasan dengan symphisis pubis, dipisahkan
oleh lemak ektraperitoneal yang terdapat di dalam cavum retropubicum (cavum
Retzius).Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan aspek posterior os pubis oleh
ligamentum puboprostaticum. Ligamentum ini terletak di samping kanan dan kiri linea
mediana dan merupakan penebalan fascia pelvis.
 Ke posterior: Facies posterior prostatae berhubungan erat dengan facies anterior
ampulae recti dan dipisahkan dari rectum oleh septum rectovesicale (fascia
Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh penyatuan dinding ujung
bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang awalnya meluas ke bawah sampai ke
corpus perineale.
 Ke lateral: Facies lateralis prostatae difiksasi oleh serabut anterior musculus levator ani
pada saat serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis .

Struktur Prostat

Kelenjar-kelenjar prostat yang jumlahnya banyak, tertanam di dalam campuran otot


polos dan jaringan ikat dan ductusnya bermuara ke urethra prostatica. Prostat secara tidak
sempurna terbagi dalam lima lobus. Lobus anterior terletak di depan urethra dan tidak
mempunyai jaringan kelenjar. Lobus medius atau lobus medianus adalah kelenjar berbentukk
baji yang terletak di antara urethra dan ductus ejaculatorius. Facies superior lobus medius
berhubungan dengan trigonum vesicae, bagian ini mengandung banyak kelenjar. Lobus
posterior terletak di belakang urethra dan di bawah ductus ejaculatorius dan juga mengandung
jaringan kelenjar. Lobus lateralis dexter dan sinister terletak di samping urethra dan dipisahkan
satu dengan yang lain oleh alur vertikal dangkal yang terdapat pada permukaan posterior
prostat. Masing-masing lobus lateralis mengandung banyak kelenjar. 1,2

9
Urethra Pars Prostatica

Urethra pars prostatica panjangnya kurang lebih 1,25 inci (3 cm) dan mulai dari
collumvesicae. Urethra berjalan melalui prostat dari basis sampai ke apex di tempat ini
berlanjut sebagai urethra pars membranacea. Urethra pars prostatica merupakan bagian paling
lebar dan paling luas dari seluruh urethra. Pada dinding posterior terdapat peninggian
longitudinal yang disebut crista urethralis. Di samping crista terdapat alur yang disebut sinus
prostaticus; kelenjar-kelenjar prostat bermuara pada sinus ini. Pada puncak crista pubica
terdapat cekungan utriculus prostaticus, yang analog dengan uterus dan vagina pada
perempuan. Pada pinggir utriculus terdapat muara kedua ductus ejaculatorius. 1,2

Glandula Bulbourethralis

Glandula bulbourethralis atau kelenjar cowper merupakan dua kelenjar kecil yang
terletak di bawah musculus sphincter urethrae. Ductusnya menembus membrana perinealis
(lapisan fascia inferior diaphragma urogenitale) dan bermuara ke urethra pars spongiosa.
Sekretnya dikeluarkan ke urethra sebagai akibat stimulasi erotik. 1,2

10
Diapraghma Urogenital

Diaphragma urogenitale adalah diaphragma musculofasciale berbentuk segitiga yang


mengisi celah arcus pubis. Diaphragma ini dibentuk oleh musculus sphincter urethrae dan
musculus transversus perinei profundus yang terletak di antara lamina superior dan lamina
inferior fascia diaphragm urogenitale. Lamina inferior fascia diaphragma urogenitale sering
disebut sebagai membrana perinealis. Anterior terhadap diaphragma urogenitale terdapat celah
kecil di bawah symphisis pubis, yang dilalui oleh vena dorsalis penis. 1,2

Spatium Profundum Peritonei

Ruang tertutup yang terletak di dalam diaphragma urogenitale, diantara lapisan superior
fascia dan membrane perinealis, dikenal sebagai spatium profundum perinei. Spatium
produndum perinei berisi urethra pars membranacea, musculus sphincter urethrae, glandula
bulbourethralis, musculus transversus perinei profundus, arteria dan vena pudenda interna
dan cabang-cabangnya, dan nervus dorsalis penis. 1,2

Spatium Superciale Peritonei

Spatium superficiale perinei dibatasi dimembranosa fascia superficialis dan dibawah


oleh lapisan atas oleh diaphragma urogenitale.Di belakang ditutup oieh penyatuan dinding atas

11
dan bawalmya. Ke lateral, spatium ini ditutupi oleh perlekatan lapisan membranosa fascia
superficialis dan diaphragma urogenitale ke pinggir arcus pubis. Ke anterior, spatium
berhubungan bebas dengan rongga potensial yang terletak di antara fascia superficialis dinding
anterior abdomen dan otot-otot abdomen anterior. Spatium superficiale perinei berisi struktur-
struktur yang membentuk radix penis disertai otot-otot yang meliputinya, yaitu
musculus bulbospongiosus dal musculus ischiocavemosus. Di samping itu ramus perinealis
nervi pudenda pada setiap sisi beiakhir di dalam spatium dengan mensarafi otot dan kulit yang
terletak di atasnya. 1,2

12
Penis

Penis mempunyai radix yang terfiksasi dan corpus yang tergantung bebas.

Radix Penis

Radix penis dibentuk oleh tiga massa jaringan erektil yang dinamakan bulbus penis dan
crus penis dextrum dan sinistrum. Bulbus penis terletak digaris tengah dan melekat pada
permukaan bawah diaphragm urogenitale. Bulbus dilewati oleh urethra dan permukaan luamya
dibungkus oleh musculus bulbospongiosus. Masing-masing crus penis melekat pada pinggir
arcus pubis dan permukaan luarnya diliputi oleh musculus ischiocavernosus. Bulbus
melanjutkan diri ke depan sebagai corpus penis dan membentuk corpus spongiosum penis. Di
anterior kedua crus penis saling mendekati dan di bagian dorsal corpus penis terletak
berdampingan membentuk corpus cavernosum penis. 1,2

Corpus Penis

Corpus penis pada hakekatnya terdiri dari tiga jaringan erektil yang diliputi sarung
fascia berbentuk tubular (fascia Buck). Jaringan erektil dibentuk oleh dua corpora cavernosa
yang terletak di dorsal (yang saling berhubungan satu dengan yang lain) dan satu corpus
spongiosum yang terletak pada permukaan ventralnya. Pada bagian distal corpus spongiosum
melebar membentuk glans penis, yang meliputi ujung distal corpora cavernosa. Pada ujung
glans penis terdapat celah yang merupakan muara dari urethra disebut meatus urethrae
externus. Preputium merupakan lipatan kulit seperti kerudung yang menutupi glans penis.

13
Preputium dihubungkan dengan glans penis oleh lipatan yang terdapat tepat di bawah muara
urethra dan dinamakan frenulum. Corpus penis disokong oleh dua buah fascia profunda yang
terkondensasi, yang berjalan ke bawah dari linea alba dan symphisis pubis untuk melekat pada
fascia penis. 1,2

Musculi Penis

 Musculus Bulbospongiosus terletak di kanan dan kiri garis tengah, meliputi bulbus
penis dan bagian posterior corpus spongiosum penis. Fungsinya adalah menekan
urethra pars spongiosa dan mengosongkan sisa urin atau semen. Serabut-serabut
anterior juga menekan vena dorsalis penis, jadi menghambat aliran vena dari jaringan
erektil dan membantu proses ereksi penis.
 Musculus lschiocavernosus meliputi crus penis masing-masrng sisi. Fungsi masing-
masing otot ini menekan crus penis dan membanlu proses ereksi penis.

Pendarahan Penis

Corpora cavernosa penis didarahi oleh arteria profunda penis corpus spongiosum penis
didarahi oleh arteria bulbi penis. Sebagai tambahan, ada arteria dorsalis penis. Semua
arteri di atas adalah cabang dari arteria pudenda interna. Vena-vena bermuara ke venae
pudendae internae. 1,2

14
2.2 Fisiologi Ereksi

Pada dasarnya mekanisme ereksi terjadi melalui proses neurologis dan


hemodinamik yang dikontrol oleh faktor psikologis. Sehingga penyebab disfungsi
ereksi dibagi menjadi faktor psikologis dan faktor organik yang dapat disebabkan
oleh kelainan pada pembuluh darah (vaskulogenik), persarafan (neurogenik) dan
hormon (endokrinologik). Rangsangan seksual akan diolah pada susunan saraf
pusat di beberapa tempat terutama di jaras supra spinal yaitu area preoptik medial
(MPOA) dan nukleus paraventrikularis (PVN) dihipotalamus dan hippokampus
yang merupakan pusat integrasi fungsi seksual dan ereksi. 2,3
Rangsangan dari susunan saraf pusat akan dilanjutkan pada tingkat medula
spinalis yang mempunyai dua pusat persarafan ereksi, sistem persarafan
parasimpatis yang merupakan pusat rangsangan terjadinya ereksi (erektogenik)
terletak pada segmen sakrum (S2 - S4) pada manusia nukleus parasimpatis
terutama terdapat di saraf preganglion parasimpatis pada columna intermedio
lateral medula spinalis sakrum S3. Akson parasimpatis akan melalui nervus
pelvikus menuju pleksus pelvis dan bersinap dengan persarafan post ganglion
dimana akson menujun ke nervus cavernosus. Sistem persarafan simpatis yang
terutama menghambat ereksi (erektolitik) pusatnya terletak pada kolumna
intermedio lateral dan komisura dorsal abu abu pada segmen torakolumbal (T11 –
L2) medula spinalis. 2,3
Penis di persarafi oleh sistem persarafan otonom (simpatis dan parasimpatis)
pada daerah pelvis kedua saraf bersatu membentuk nervus kavernosus yang masuk
ke dalam korpus kavernosus, korpus spongiosum dan gland penis untuk pengaturan
aliran darah selama ereksi dan detumesen. Sistem persarafan somatis yaitu nervus
pundendus berperan sebagai sensorik penis dan kontraksi dan relaksasi otot otot
lurik bulbokavernosus dan isciokavernosus. 2,3
Sistem persarafan tersebut bertanggung jawab terhadap terjadinya tiga macan
tipe ereksi : psikogenik, refleksogenik dan nokturna. Ereksi psikogenik yang
terjadi karena rangsangan pendengaran, penciuman dan fantasi yang diolah pada
susunan saraf pusat akan dilanjutkan pada pusat ereksi di medula spinalis (T11-L2
dan S2-S4) sehingga terjadi ereksi. Ereksi refleksogenik yang terjadi karena
rangsangan perabaan pada organ genital dan sekitarnya, akan menuju pusat ereksi
di medula spinalis yang akan menimbulkan persepsi sensoris yang akan

15
mengaktifkan sistem saraf otonom untuk menyampaikan rangsangan pada nervus
kavernosus sehingga terjadi ereksi. Tipe ereksi ini akan tetap terjadi pada pasien
dengan cedera medula spinalis diatas segmen sakrum 2. Ereksi nokturna umumnya
terjadi selama tidur rapid eye movement (REM). Selama tidur REM akan
mengaktifkan sistem saraf kolinergik yang terletak pada tegmentum pontin lateral,
sehingga terjadi peningkatan ketegangan penis. 2,3

Fase-fase ereksi
Ereksi terjadi melalui rangkaian fisiologis dan biokimiawi yang kompleks,
melibatkan hormon dan syaraf. Ereksi biasanya dimulai dari rangsangan eksotik,
yang menyebabkan melepasnya zat di daerah dinding pembuluh darah penis. Zat
tersebut akan merangsang enzim guanilat siklase sehingga meningkatkan kadar
siklik guanisin monofosfat (cGMP). Mekanisme ereksi terdiri dari beberapa fase,
yaitu :

16
1. Fase permulaan dalam keadaan masih lemas (flasid)

Penis flaccid dibawah pengaruh saraf simpatis. Arteri inflow rendah (dibawah 15
cm/detik) dan otot polos trabekula berkontraksi. Sinusoid kosong dan gas darah
sama dengan darah vena.2,3

2. Fase pengisian darah (filling)

Stimulasi saraf parasimpatis memnyebabkan dilatasi arteri dengan arteri flow


meningkat drastis lebih dari 30 cm / detik. Relaksasi trabekula menyebabkan
pengisiang sinusoid tanpa peningkatan secara signifikan tekanan intrakavernosa. 2,3

3. Fase pembesaran (tumesensi)

Tekanan intrakevernosa mulai meningkat. Tekanan meningkat diatas tekanan


diastolik tekanan darah, flow arteri terus meningkat hanya selama fase sistolik.
Sinusoid membesar dan beberapa menekan pleksus vena subtunika. Penis
memanjang dan membesar ke kapasitas maksimal. 2,3

4. Fase tegak (ereksi)

Tekanan intrakavernosa terus meningkat sekitar 90 % tekanan darah sistolik.


Aliran darah arteri ke dalam penis menurun tetapi masih lebih besar dari selama
fase flaccid. Pembesaran tekanan sinusoid pada pleksus vena subtunika mengurang
aliran ke vena eminen. Pada saat ini gas darah sama dengan gas darah arteri. 2,3

5. Fase tegak dan keras (rigid)

Dibawah pengaruh saraf pudenda, kontraksi otot ischiokavernosa, memeras krura


dan meningkatkan tekanan intrakavernosa diatas tekanan darah sistolik. Penis
menjadi kaku dan tegak. Otot ischiokavernosa dapat berkontraksi volunter atau
dibawah pengaruh reflek bulbokavernosa (yang maintain kekakuan selama
penetrasi). Arteri inflow tidak dapat masuk lagi dan vena eminen menutup
sempurna. Ketika otot rangka menjadi lelah terjadi penurunan tekanan
intrakavernosa kembali ke level fase ereksi penuh, mengikuti sirkulasi kembali ke
jaringan kavernosa. 2,3

17
6. Fase pelemasan kembali (detumensensi)

Sedikit peningkatan tekanan intrakevernosa, mungkin diinduksi oleh stimulasi


simpathetik yang menutup outflow vena. Kontraksi otot polos trabekula, arteri
helisina berkontriksi dan tekanan intrakavernosa menurun, terjadi penurunan
tekanan vena subtunika dan peningkatan outflow vena. Stimulasi simpatetik
menurun secara cepat arteri inflow dan tekanan intrakavernosa, dengan
peningkatan outflow dalam vena dan detumesen cepat. 2,3

18
2.3 Definisi

Priapismus adalah suatu keadaan involunter, ereksi yang memanjang dan tidak
berhubungan dengan stimulasi seksual dan tidak dapat berhenti dengan ejakulasi
yang terjadi lebih dari 4 jam. Priapismus merupakan salah satu kedaruratan di
bidang urologi karena jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat
menimbulkan kecacatan yang menetap berupa disfungsi ereksi.2,4

2.4 Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, priapismus dibagi menjadi primer dan sekunder.


Primer yaitu tidak diketahui penyebabnya (idiopatik) dan sekunder yaitu dari
penyakit lain. Dapat juga disebabkan pengobatan untuk disfungsi ereksi. Pada
pasien anak penyebab tersering adalah sickle cell disease (SCD) (65% kasus),
leukimia, trauma dan idiopatik (10% kasus), priapismus yang diinduksi
farmakologi (5% kasus).1,2,3,4

Penglepasan hemoglobin extraseluler dan arginase pada kasus hemolysis


melibatkan penurunan bioavabilitas dari nitric oxide. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Kato, 2012 menunjukan mencit dengan produksi nitric oxide yang
rendah menunjukan keadaan priapismus. 2

2.5 Epidemiologi

Data tentang insidensi priapismus di Indonesia cukup rendah karena pasien


tidak tercatat dengan baik. Menurut Eland dkk. Pada penelitiannya tentang
insidensi priapismus didapatkan sekitar 1,5 per 100.000 laki-laki pertahun. Pada
individu dengan usia >40 tahun, insidensinya meningkat 2,9 per 100.000 laki-laki
pertahun. Di AS, pemakaian obat-obatan yang diinjeksikan intrakavernosa
(misalnya obat untuk mengatasi disfungsi ereksi) menyebabkan 21-80% kejadian
priapismus. Priapismus terjadi sekitar 89% pada individu dengan sikle cell disease,
dan ⅔ pasien anak dengan sikle cell disease mengalami ini. Rata-rata pasien
priapismus pada usia aktif seksual yaitu 20-50 tahun.1,3

19
2.6 Klasifikasi
 Low blood flow (ischemic) priapism – tipe yang paling sering dan kondisi
yang sangat serius, biasa terjadi karena kurangnya aliran darah melalui penis
 High blood flow (non-ischemic) priapism – tipe yang jarang terjadi dan biasa
disebabkan trauma daerah genital atau perineum
 Recurrent or intermittant (stuttering) priapism - mirip dengan priapism tipe
iskemik tetapi ditandai dengan ereksi yang rekuren, terjadi sangat lama, dan
sangat nyeri yang berakhir setelah 2-3 jam.5

2.7 Faktor Risiko

Pada pasien dengan:


 Tromboemboli
 Kelainan neurologic
 Kelainan neoplastik
 Penggunaan obat-obatan
 Trauma genitourinary 2,4,5

2.8 Patogenesis

Priapismus dibagi menjadi 2 berdasarkan mekanisme dasarnya:


1. Priapismus karena gagalnya aliran darah balik pada vena, disebut juga priapismus
tipe low flow atau priapismus tipe iskemik. Pada tipe low flow, penis mengalami
ereksi terus menerus karena kegagalan aliran darah balik pada vena, sehingga
menyebabkan ereksi terus menerus karena penumpukkan darah yang stasis pada
penis.2,3
2. Priapismus karena aliran darah masuk pada arteri yang berlebihan, disebut juga tipe
high flow atau priapismus tipe non iskemik. Pada tipe high flow, penis mengalami
aliran darah masuk yang berlebihan, sehingga menyebabkan ereksi terus menerus
karena peningkatan volume darah yang dinamis pada penis. 2,3

20
Patofisiologi Priapismus
Priapismus terjadi akibat kegagalan penis untuk kembali kepada keadaan
flaccid. Secara umum, dibedakan menjadi 2 yaitu karena kegagalan aliran darah
balik vena atau aliran darah arteri yang berlebihan. Pada dasarnya, mekanisme yang
terjadi adalah ketidakseimbangan antara aliran darah yang keluar dan yang masuk.
Beberapa faktor yang telah teridentifikasi berperan dalam ketidakseimbangan ini
adalah darah, pembuluh darah, otot polos pada pembuluh darah dan saraf yang
terkait pada penis. 2,3

Pada priapsimus tipe low flow, salah satu dari beberapa faktor yang telah
teridentifikasi dapat mencetuskan ereksi yang tidak dapat kembali kepada keadaan
flaccid.
1. Pelepasan neurotransmitter yang berlebihan
2. Kelumpuhan sistem saraf
3. Gangguan pada drainase venula
a. Gangguan pada pembuluh darah
b. Gangguan pada darah
4. Relaksasi otot polos berlebihan

Apabila terdapat gangguan pada salah satu faktor tersebut, vena akan
mengalami kegagalan dalam mengangkut darah pada penis, sehingga terjadi
penumpukkan darah pada penis yang bersifat stasis, dengan demikian akan
menyebabkan iskemia. Iskemia yang terjadi akan menimbulkan nyeri dan
kerusakan jaringan pada otot polos pada sinus yang terletak dalam korpus
kavernosum, yang akan digantikan dengan jaringan ikat. Keadaan darah yang stasis
pada priapismus tipe low flow akan menyebabkan thrombosis arteri pada korpus
kavernosum. Adanya kerusakan jaringan, jaringan ikat yang terbentuk pada korpus
kavernosum dan thrombosis arteri pada korpus kavernosum akan menyebabkan
ereksi yang tidak efektif.
Pada studi dengan mikroskop cahaya, apabila priapismus tidak ditangani akan
menyebabkan korpus kavernosum yang menebal, bengkak, kemudian fibrosis.
Kerusakan yang terjadi berbanding lurus dengan jumlah vena yang mengalami
gangguan dan durasi berlangsungnya gangguan. 2,3

21
Pada studi dengan mikroskop elektron, didapatkan edema pada trabekula
interstitial pada 12 jam pertama. Pada priapismus lebih dari 24 jam didapatkan
kerusakan endothel sinus kavernosum, membrana basalis yang terpapar bebas, dan
adhesi thrombosit. Pada priapismus lebih dari 48 jam didapatkan thrombi pada
ruang di sinus, otot polos sinus yang mengalami nekrosis dan digantikan dengan
jaringan ikat. Priapismus menyebabkan kegagalan ereksi permanen apabila terjadi
lebih dari 24 jam. 2,3
Pada priapismus tipe high flow, penyebab utama adalah ruptur arteri kavernosa
sehingga terjadi kebocoran terus menerus dengan adanya fistula dari arteri
kavernosa menuju korpus spongiosum. Penyebab utama dari ruptur adalah trauma
pada daerah penis dan trauma langsung mengenai pembuluh darah arteri pada
penis. 2,3
Apabila terjadi priapismus tipe high flow, aliran darah pada arteri akan
berlebih pada penis, sehingga menyebabkan volume darah berlebihan pada penis
yang bersifat dinamis, sehingga tidak menyebabkan iskemia, dengan demikian
akan menyebabkan nyeri yang minimal atau tidak nyeri karena tidak terjadi
iskemia.

2.8 Gambaran Klinis

Gejala klinik pada priapismus dibagi menjadi 2, yaitu gejala pada tipe low flow
dan gejala pada tipe high flow.2,3,5,6

 Pada priapismus tipe low flow, gejala berupa penis mengalami ereksi selama
lebih dari 4 jam atau tidak berhubungan dengan stimulasi seksual, nyeri yang
bersifat progresif, dan batang penis mengalami ereksi dan kaku total (fully
rigid) tetapi glans teraba empuk. Nyeri pada priapismus tipe low flow dapat
menghilang pada prolonged priapism karena terjadi kerusakan pada serabut
saraf di penis. Pada keadaan ini, oksigenasi jaringan bersifat inadekuat. 2,3,5,6

 Pada priapismus tipe high flow, gejala berupa penis mengalami ereksi selama
lebih dari 4 jam atau tidak berhubungan dengan stimulasi seksual, tidak
disertai rasa nyeri atau nyeri yang minimal karena distensi kulit oleh penis
yang mengalami bengkak oleh ereksi, dan batang penis mengalami ereksi

22
tetapi tidak kaku total. Pada keadaan ini, oksigenasi jaringan bersifat adekuat.
2,3,5,6

Diagnosis dari priapismus bersifat self-evident pada pasien yang tidak


ditangani. Evaluasi daari priapismus berfokus terhadap mendiferensiasi bentuk dari
priapismus iskemik dan non iskemik. Setelah diferensiasi ini dibuat maka
penanganan yang sesuai dapat ditentukan dan diinisiasi. Evaluasi dari pasien
dengan priapismus ada tiga komponen yaitu : riwayat pasien, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang secara laboratorium dan radiologis. Secara garis besar
evaluasi diagnosis priapismus ditunjukkan pada tabel 1. 2,3,5,6

Mengerti tentang riwayat dari episode priapismus itu penting karena dapat
menentukan etiologi dan penanganan yang paling efektif. Hal-hal yang harus
diidentifikasi dalam riwayat pasien adalah :
 Durasi dari ereksi
 Derajat rasa nyeri (Priapismus iskemik itu nyeri sedangkan priapismus non
iskemik tidak nyeri)
 Riwayat Priapismus sebelumnya dan penanganan sebelumnya
 Penggunaan obat-obatan yang diasosiasikan dengan priapismus antara lain,
antihipertensi, antikoagulan, antidepresant, zat psikoaktif (alkohol,
marijuana, kokaine dan yang lainya) dan agen vasoaktif yang digunakan
untuk injeksi intracavernosa sebagai terapi alprostadil, papaverine,
prostaglandin E1, phentolamine, dll.
 Riwayat dari trauma pelvis, genital, dan perineum terutama straddle injury

23
 Riwayat dari penyakit sickle cell anemia dan abnormalitas hematologis
lainya.

2.9 Pemeriksaan Fisik


Pada Permeriksaan fisik pada status generalis dapat ditemukan tanda-tanda
trauma dan keganasan pada regio abdomen, pelvis, dan perineal yang mengarah
pada priapismus yang non iskemik. Dapat pula ditemukan tanda-tanda trauma pada
tulang vertebra. Dapat pula ditemukan tanda-tanda penyakit hematologi seperti
leukemia, sickle cell anemia, dan thalasemia. Hal ini dapat membantu dalam
mencari tanda-tanda yang mengacu pada etiologi priapismus tertentu.
Pada status regional genitalia dapat ditemukan bagian corpora cavernosa
yang menjadi rigid tanpa disertai peningkatan rigiditas corpus spongiosum dan
glans penis. Pada prapismus iskemik corpora cavernosa tampak sangat rigid
sedangkan pada priapismus non iskemik corpora cavernosa membengkak tetapi
tidak sepenuhnya rigid.4,5,6

2.10 Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium harus diperiksa darah lengkap


atau complete blood count (CBC) dengan perhatian kusus terhadap jumlah leukosit,
dan jumlah trombosit. Hal ini terutama untuk mengidentifikasi kelainan berupa
infeksi akut atau abnormalitas darah (sickle cell anemia, leukemia, abnormalitas
trombosis). Pemeriksaan darah lain yang dapat dilakukkan adalah jumlah hitung
retikulosit (meningkat pada sickle cell anemia), Hemoglobin elektrophorosis
(thalasemia). Pada keadaan emergensi skrining untuk sickle cell anemia dapat
menggunakan tes sikledex dan pemeriksaan darah tepi. Skrining untuk obat
psikoaktif dan toksikologi urin dapat dilakukan (jika dicurigai) dapat menyebabkan
priapismus. 4,5,6

Analisa gas darah dari corpora cavernosam dan color duplex


ultrasonography adalah metode diagnostik yang paling dapat diandalkan untuk
membedakan priapismus iskemik dan non iskemik. Darah dari corpus cavernosum
pada patien dengan priapismus iskemik bersifat hipoksik sehingga berwarna gelap,
sedangkan pada pasien priapismus non iskemik berwarna merah terang karena

24
teroksigenasi baik. Pada pasien dengan priapismus iskemik dapat ditmukan
penurunan PO2, peningkatan PCO2, dan penurunan pH, sedangkan dengan pasien
dengan priapismus noniskemik sama dengan hasil analisa gas darah dari darah
arteri. Pada penis yang flacid hasil analisa gas darah hampir sama pada darah vena
yang tercampur (arteri pulmonalis). Nilai gas darah ditunjukkan pada tabel dua. 4,5,6

Color duplex ultrasonography dapat dipakai sebagai alternatif dalam


membedakan priapismus iskemik dan nonsikemik. Pasien dengan priapismus
iskemik menunjukkan sedikit atau tidak sama sekali ada darah yang mengarih ke
arteri cavernosa, sedangkan pasien dengan priapismus noniskemik menunjukkan
aliran darah yang normal/tinggi ke arteri cavernosa. Pemeriksaan ini juga dapat
digunakan untuk melihat abnormalitas anatomis seperti fistula arteri cavernosa dan
pseudoaneurisma pada pasien dengan priapismus non iskemik.Abnormalitas ini
paling sering disebabkan karena straddle injury atau trauma scrotum secara
langsung sehingga paling sering ditemukan di porsi perineum dari corpora
cavernosa. Color duplex ultrasonography harus dilakukkan pada posisi litotomi
mulai dari perineum hingga sepanjang penis. 4,5,6

25
Arteriografi penis dapat digunakan sebagai studi tambahan untuk
mengidentifikasi keberadaan dan tempat dari fistula arteri cavernosa.Karena color
duplex ultrasonography dapat mendiagnosis fistula arteri cavernosa maka
arteriografi biasanya digunakan sebagai bagian dari proses prosedur embolisasi.
Kesimpulan dapat dilihat dari gambar dibawah ini :

26
Priaprismus Rekuren atau Intermiten

Priapismus rekuren atau intermiten mirip dengan priapismus iskekmik


dan jika tidak dilakukkan penanganan dapat menyebabkan kerusaka yang
signifikan pada jaringan penis. Penyebab tersering adalah sickle cell anemia,
namun dapat pula bersifat idiopatik atau karena gangguan neurologis. Pada
Priaprismus intermiten ditemukan :

 Riwayat pasien : Terdapat riwayat ereksi berkepanjangan yang berulang.


Diantara periode ereksi berkepanjangan terdapat periode detumescence atau
penis normal/flacid. Durasi dari episode iskemik lebih pendek daripada
priapismus iskemik. Onset biasa terjadi selama tidur dan periode
detumescence tidak terjadi walau pasien bangun. Biasanya nyeri.
 Pemeriksaan fisik : Ereksi sakit dan penis rigid seperti pada priapismus
iskemik, antara durasi penyakit penis normal. Dapat ditemukan tanda fibrosis.
 Pemeriksaan laboratorium : Secara prinsip mengikuti alur dari priapismus
iskemik dan non iskemik.
 Penile imaging : Tidak ada temuan spesifik pada priapismus intermitten atau
rekuren. 4,5,6

2.11 Diferential Diagnosis

 Priapismus iskemik
 Priapismus non-iskemik
 Priapismu rekuren

2.12 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang tepat untuk priapismus, bergantung pada jenis


priapismus yang terdapat pada pasien yaitu Low-flow (Ischaemic) atau High-flow
(non-ischaemic).7

27
 Low-Flow (ischaemic) Priapism
Acute ischaemic priapism merupakan kondisi gawatdarurat. Tujuan dari
penatalaksanaan adalah untuk mengembalikan penile flaccidity, tanpa rasa nyeri,
untuk mencegah kerusakan dari corpora cavernosa. 7

28
First-line treatments/ penatalaksanaan lini pertama
First-line treatments pada priapisme iskemik dengan durasi > 4 jam sangat
disarankan sebelum penatalaksanaan dengan operasi. 7
1. Penile anaesthesia/systemic analgesia
Hal ini memungkinkan untuk melakukan aspirasi darah dan injeksi intracavernosal
dengan agen sympathomimetic tanpa menggunakan anestesi. Namun, anestesi
mungkin diperlukan apabila terdapat nyeri pada penis yang berat.
Terapi pilihan pengobatan untuk anestesi penis/analgesia sistemik yaitu :
 Dorsal nerve block
 Circumferential penile block
 Subcutaneous local penile shaft block
 Oral conscious sedation (untuk pasien anak)

2. Aspirasi atau irigasi dengan 0.90% saline solution


Intervensi pertama untuk episode priapismus yang berlangsung > 4 jam terdiri dari
corporal aspiration untuk drain/ mengalirkan stagnant blood dari corporal bodies.
Aspirasi darah dapat dilakukan dengan akses intracorporeal melalui glans atau
melalui akses jarum percutaneous dengan menggunakan angiocatheter 16G/ 18G
atau jarum butterfly.5,6,7

3. Aspirasi atau irigasi dengan 0.90% saline solution dengan agen farmakologi
Kombinasi ini dianggap sebagai standar perawatan pada pengobatan priapismus
iskemik. Agen farmakologi meliputi obat sympatomimetik atau agonis alfa-
adrenergik. Pilihan untuk agen sympatomimetik intracavernosal meliputi
phenylephrine, etilephrine, efedrin, epinephrine, norephinephrine dan metaraminol
dengan tingkat resolusi hingga 80%.5,6,7
 Phenylephrine
Merupakan obat pilihan saat ini karena selektivitas yang tinngi untuk reseptor alfa-
1-adrenergik, tanpa efek jantung inotropic dan kronotropik yang dimediasi beta.
Phenylephrine biasanya diberikan sebanyak 200 μg setiap 3-5 menit langsung pada
corpus cavernosum. Dosis maximumnya adalah 1 mg dalam 1 jam. Konsentrasi
atau volume rendah diberikan pada anak dan pasien dengan kelainan
cardiovascular berat. 5,6,7

29
Penggunaan Phenylephrine memiliki efek samping cardiovascular dan
direkomendasikan untuk memonitoring tekanan darah dan nadi setiap 15 menit
pada 1 jam setelah penyuntikan. 5,6,7
 Etilephrine
Etilephrine merupakan agen sympathomimetic kedua yang sering digunakan,
dengan menyuntikan pada intracavernosal pada konsentrasi 2.5 mg dalam 1-2 ml
saline normal. 5,6,7
 Methylene blue
Methylene blue merupakan inhibitor guanilat siklase, yang memiliki potensial
inhibitor terhadap endothelial-mediated cavernous relaxation. Efek samping yang
dapat ditimbulkan berupa transient burning sensation dan blue discolouring of the
penis. 5,6,7
 Adrenaline
Adrenalin intracavernosal telah digunakan pada priapismus iskemik.
 Oral terbutaline
Oral terbutaline merupakan beta-2-agonis dengan efek minor beta-1 dan sebagian
aktivitas alpha-agonist. Dosis 5 mg disarankan untuk mengobati ereksi yang
berlangsung lebih dari 2.5 jam, setelah peyuntikan secara intracavernosal dengan
agen vasoaktif. Oral terbutaline harus digunakan dengan hati-hati pada pasien
coronary artery disease, increased intravascular fluid volume, oedema and
hypokalaemia. 5,6,7

30
Second-line treatments/ pengobatan lini kedua
Intervesi lini kedua biasanya mengarah pada intervesi pembedahan yaitu penile
shunt surgery. 5,6,7
Penile shunt surgery memiliki tujuan untuk menghasilkan jalan keluar untuk
perdarahan iskemik dari corpora cavernosa dengan demikian terjadi perbaikan
sirkulasi yang normal pada struktur ini.
Dilaporkan terdapat empat kategori shunt yaitu :
1. Percutaneous distal (corpora-glanular) shunts
 Winter’s procedure : prosedur ini menggunakan trucut biopsy needle untuk
membuat fistula diantara glans penis dan tiap bagian dari corpora cavernosa.
 Ebbehoj’s technique : teknik meliputi multiple tunical incision windows
antara glans dan tiap bagian dari corpus cavernosum dengan ukuran 11 pisau
scalpel. 5,6,7
 T-shunt : teknik ini meliputi prosedur dengan menggunakan pisau scalpel
berukuran 10 yang ditempatkan secara vertical melalui glans sampai corpus
cavernosum. 5,6,7

31
2. Open distal (corpora-glanular) shunts5,6,7
 Al-Ghorab’s procedure : prosedur ini dengan eksisi bilateral terbuka pada
circular cone segment dari distal tunika albuginea melalui glans penis.
 Burnett’s technique : merupakan modifikasi dari Al-Ghorab

3. Open proximal (corporospongiosal) shunts5,6,8


 Quackles’s technique : membuat jalur antara corpus cavernosum dan corpus
spongiosum.

32
4. Vein anastomoses/shunts5,6,8
 Grayhack’s procedure : mobilisasi dari saphenous vein di bawah dari
junction dari femoral vein dan anastomosis vena pada corpus cavernosum.

Immediated surgical prosthesis implantation

Indikasi :
o Iskemik yang berlangsung lebih dari 36 jam
o Kegagalan aspirasi dan penyuntikan sympatomimetik intracavernous
o Kegagalan dari shunting distal dan proximal
o MRI atau corporal biopsy menunjukan nekrosis dari corporal smooth muscle

 High-flow (non-ischaemic) priapism5,6,8


Pengobatan pada high-flow priapism bukan merupakan kondisi gawatdarurat
karena penis tidak mengalami iskemik. Pengobatan definitive dapat
dipertimbangkan dan harus di diskusikan dengan pasien sehingga pasien dapat
mengerti risiko dan komplikasi yang dapat timbul dari pengobatan.
1. Conservative management
Pada bagian ini dapat menggunakan ice pada perineum atau kompresi pada bagian
spesifik di perineal.

33
2. Selective arterial embolisation
Selective arterial embolisation dapat dilakukan dengan menggunakan bekuan darah
autologous, gel foam atau gelatin sponge, atau lebih banyak zat permanen seperti
microcoils atau acrylic glue.

3. Surgical management
Dapat dilakukan surgical ligation of the fistula. Namun, potensial timbulnya
komplikasi pada prosedur ini termasuk impotensi.

2.14 Komplikasi
Priapismus iskemik dapat menyebabkan komplikasi yang serius. Darah
yang terperangkap dalam penis menjadi beracun terhadap jaringan. Jika ereksi
berlangsung lebih dari 4 jam, darah yang kekurangan oksigen akan mulai merusak
jaringan penis. Sehingga dapat mengakibatkan : 2,8
 Disfungsi ereksi, ketidakmampuan penis menjadi atau bertahan untuk ereksi
dengan rangsangan seksual
 Impotensi
 Nekrosis jaringan penis
 Hidronefrosis

2.15 Prognosis
Apabila priapismus dapat diatasi dalam waktu 12 – 24 jam biasanya tidak
menimbulkan kerusakan jaringan yang serius. Namun, apabila priapismus
berlangsung lebih dari 24 jam dapat menyebabkan impotensi menetap karena
tekanan yang tinggi pada penis sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. 8

Priapismus high-flow memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan


dengan priapismus low-flow. 7,8

34
2.16 Pencegahan

Obat antineoplasma (hidroksiurea) dapat mencegah priapismus berulang


pada penderita anemia sel sabit. 3,8

35
BAB III

KESIMPULAN

Priapismus adalah suatu keadaan involunter, ereksi yang memanjang dan


tidak berhubungan dengan stimulasi seksual dan tidak dapat berhenti dengan
ejakulasi dan merupakan salah satu kedaruratan di bidang urologi karena jika tidak
ditangani dengan cepat dan tepat dapat menimbulkan kecacatan yang menetap
berupa disfungsi ereksi.Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti
penyebab priapismus, tetapi dapat juga disebabkan oleh pengobatan disfungsi
ereksi.

Pemeriksaan radiologi penunjang untuk priapismus adalah color duplex


ultrasonography dan dapat diandalkan untuk membedakan priapismus iskemik dan
non iskemik

Penatalaksanaan yang tepat untuk priapismus, bergantung pada jenis


priapismus yang terdapat pada pasien yaitu Low-flow (Ischaemic) atau High-flow
(non-ischaemic).

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo B. Basuki.. Dasar – dasar urologi, 2 ed. Jakarta: Sagung Seto


Jakarta; 2007.
2. McAninch JW, Lue TF. Smith & Tanagho's General Urology, 18 ed. United
States: McGrawHill; 2013.
3. Broderick GA, Kadioglu A, Bivalacqua TJ, Ghanem H. Priapism:
Pathogenesis, Epidemiology, and Management. J Sex Med 2010; 7(1): .
4. Shigehara K, Namiki M. Clinical Management of Priapism: A Review. World J
Mens Health 2016; 1(34): .
5. Montague DK, Jarow J, Broderick GA, Dmochowski R, Heaton JP, Lue TF,
Nehra A, Sharlip ID. American urological association guidelines on the
management of Priapism, 1 ed. United States: J Urol; 2003.
6. Salonia A, et al. European Association of Urology Guidelines on Priapism
European Urology, 1 ed. Europe: European Association of Urology; 2015.
7. Cherian J, Rao A, Thwaini A. Medical and surgical management of
priapism. PostGradMed J 2006; 1(82): .
8. Al-Qudah, H. S. Priapism. http://emedicine.medscape.com/article/437237-
overview#a6 (accessed 23 July 2019).

37

Anda mungkin juga menyukai