Anda di halaman 1dari 3

ALERGI SUSU SAPI

Nomor Dokumen : No. Revisi Halaman :


1202/TU.K/79/I/2011 :
No. Dokumen Unit : 1/3
PSN.PPP.SPO.18 02

Disiapkan Oleh : Disetujui Oleh : Ditetapkan oleh :


Direktur Utama
Sulastin, S.Sos, Dr.dr.Nina Kemala Sari,Sp. PD K-
Nama
MSi Ger
Kepala Bagian Direktur Pengembangan &
Jabatan
Pemasaran Pemasaran

Tanda
Tangan Dr.dr.C.H. Soejono, Sp.PD, K.Ger
NIP. 196006121985121001
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit : Unit Kerja :
OPERASIONAL 3 Februari 2017 BAGIAN PEMASARAN

Pengertian:
Alergi susu sapi (ASS) adalah reaksi simpang terhadap protein susu sapi yang diperantarai reaksi
imunologi. Istilah alergi yang dipergunakan dalam panduan ini sesuai dengan definisi yang dikeluarkan
oleh World Allergy Organization, yaitu alergi adalah reaksi hipersensitivitas yang diperankan oleh
mekanisme imunologi. Mekanisme tersebut bisa diperantarai oleh IgE (reaksi hipersensitivitas tipe I,
reaksi cepat) maupun non-IgE (reaksi hipersensitivitas tipe III atau IV, reaksi lambat). Alergi susu sapi
yang tidak diperantarai IgE lebih sering mengenai saluran cerna, sementara ASS yang diperantarai IgE
dapat mengenai saluran cerna, kulit, dan saluran napas serta berhubungan dengan risiko tinggi timbulnya
alergi saluran napas di kemudian hari seperti asma dan rinitis alergi.
Diagnosis
1. Anamnesis
a. Alergi susu sapi dapat menyebabkan beragam gejala dan keluhan, baik pada saluran cerna,
saluran napas, maupun kulit. Luasnya gejala yang timbul dapat mempersulit pengenalan,
menyebabkan misdiagnosis atau kadang-kadang overdiagnosis.
b. Awitan gejala ASS, waktu antar pemberian susu sapi dan timbulnya gejala, dan jumlah susu
yang diminum hingga menimbulkan gejala.
c. Riwayat atopi pada orangtua dan saudara kandung perlu ditanyakan. Risiko atopi meningkat
jika ayah/ibu kandung atau saudara kandung menderita atopi, dan bahkan risikonya lebih
tinggi jika kedua orangtua sama-sama penderita atopi. Riwayat atau gejala alergi sebelumnya.
2. Gejala pada saluran cerna
a. Edema dan gatal pada bibir, mukosa oral, dan faring terjadi jika makanan yang mensensitisasi
kontak dengan mukosa.
b. Muntah dan/atau diare, terutama pada bayi, bisa ringan, melanjut, atau intractable dan dapat
berupa muntah atau buang air besar berdarah. Alergi susu sapi dapat menyebabkan kolik
infantil. Jika hipersensitivitas berat, dapat terjadi kerusakan mukosa usus, dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit, dan penurunan berat badan.
c. Konstipasi kronik yang tidak responsif terhadap laksatif.
3. Gejala pada kulit
a. Dermatitis atopi merupakan kelainan kulit paling sering dijumpai pada alergi susu sapi,
menempati urutan kedua setelah gejala saluran cerna. Erupsi yang kemerahan pada umumnya
terjadi setelah sensitisasi 1-2 minggu dan sering mengalami eksaserbasi.
ALERGI SUSU SAPI
Nomor Dokumen : No. Revisi : Halaman :
1202/TU.K/79/I/2011
No. Dokumen Unit : 02 2/3
PSN.PPP.SPO.18

b. Urtikaria dan angioedema.


4. Gejala pada saluran napas
a. Rinitis kronis atau berulang, otitis media, batuk kronis, dan mengi merupakan manifestasi alergi
susu sapi yang cukup sering.
5. Gejala hematologi
a. Pucat akibat anemia defisiensi karena perdarahan mikro pada saluran cerna.
6. Pemeriksaan fisis
a. Kondisi umum: status gizi, status hidrasi, kadang tampak pucat
b. Kulit: dermatitis atopi, urtikaria, angioedema
c. Saluran napas: tanda rinitis alergi (konka edema dan pucat) atau asma (mengi), otitis media efusi
d. Saluran cerna: meteorismus, skibala, fisura ani
7. Pemeriksaan penunjang
a. Konfirmasi diagnosis ASS sangat penting karena seringkali terdapat ketidaksesuaian antara
gejala yang dikeluhkan orangtua dengan bukti secara klinis.
b. Double-blind, placebo-controlled food challenge (DBPCFC) dianggap sebagai baku emas. Pada
prosedur ini, dilakukan pemberian makanan yang mengandung alergen dan plasebo dengan
metode crossover secara tersamar baik terhadap pasien maupun evaluator disertai pemantauan
reaksi alergi. Metode tersebut lebih banyak digunakan untuk keperluan riset. Metode yang dapat
dilakukan pada praktik klinis adalah melakukan eliminasi dan uji provokasi terbuka.
c. Mengingat risiko terjadinya reaksi alergi saat dilakukannya uji provokasi makanan (food
challenge), maka dapat dipilih pemeriksaan alternatif dengan efikasi yang sama, seperti: uji cukit
kulit (skin prick test, SPT), pengukuran antibodi IgE serum spesifik terhadap protein susu sapi, dan
uji tempel (patch test).
d. Kombinasi SPT dan pengukuran antibodi IgE spesifik memiliki nilai duga positif 95% untuk
mendiagnosis ASS yang diperantarai IgE, sehingga dapat mengurangi perlunya uji provokasi
makanan jika yang dicurigai adalah ASS yang diperantarai IgE.
e. Uji cukit kulit dan kadar IgE spesifik tidak berguna dalam diagnosis ASS yang tidak diperantarai
IgE, sebagai alternatif dapat dilakukan uji tempel, atau uji eliminasi dan provokasi.
f. Pemeriksaan laboratorium tidak memberikan nilai diagnostik, tetapi dapat menunjang diagnosis
klinis. Penurunan kadar albumin sugestif untuk enteropati; hipoproteinemia sering terjadi bersama-
sama dengan anemia defisieni besi akibat alergi susu sapi. Peningkatan trombosit, LED, CRP, dan
leukosit tinja merupakan bukti adanya inflamasi tetapi tidak spesifik, sehingga nilai normal tidak
dapat menyingkirkan ASS. Leukositosis eosinofilik dapat dijumpai pada kedua tipe ASS.

Tata laksana
Prinsip utama dalam tata laksana ASS adalah menghindari susu sapi dan makanan yang mengandung susu
sapi sambil mempertahankan diet bergizi dan seimbang untuk bayi dan ibu yang menyusui. Pada bayi yang
diberikan ASI eksklusif, ibu perlu mendapat penjelasan berbagai makanan yang mengandung protein susu
sapi yang perlu dihindari. Konsultasi dengan ahli gizi perlu dipertimbangkan. Pada anak yang mendapat susu
formula, diberikan susu pengganti berupa susu terhidrolisis sempurna/ekstensif atau susu formula asam
amino pada kasus yang berat. Susu formula kedelai dapat dicoba untuk diberikan pada anak berusia di atas 6
bulan apabila susu terhidrolisis ekstensif tidak tersedia atau terdapat kendala biaya.
ALERGI SUSU SAPI
Nomor Dokumen : No. Revisi : Halaman :
1202/TU.K/79/I/2011
No. Dokumen Unit : 02 3/3
PSN.PPP.SPO.18
Indikasi rawat
1. Dehidrasi berat
2. Gizi buruk
3. Anafilaksis
4. Anemia yang memerlukan transfusi darah
Prognosis
Pada umumnya alergi susu sapi tidak menetap, sebagian besar penderita akan menjadi toleran sesuai
dengan bertambahnya usia. Umumnya diketahui bahwa ASS akan membaik pada usia 3 tahun: sekitar 50%
toleran pada usia 1 tahun, 70% usia 2 tahun, dan 85% usia 3 tahun. Pada anak dengan alergi yang tidak
diperantarai IgE, toleransi lebih cepat terjadi yaitu pada usia sekitar 1 tahun yang dapat dibuktikan dengan
memakai metode uji provokasi. Pada anak dengan alergi yang diperantarai IgE sebaiknya pemberiannya
ditunda lebih lama lagi dan untuk menentukan waktu yang tepat, dapat dibantu dengan panduan tes alergi.

Anda mungkin juga menyukai