Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PENILAIAN RESIKO BENCANA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Manajemen Bencana


Dosen Pengajar Ns. Gad Datak, M.Kep., Sp.MB

Disusun Oleh:

Jhonatan Mei Diantama


PO.62.20.1.17.330

D IV KEPERAWATAN REGULER IV
POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA
TAHUN AKADEMIK 2019
Tugas Penilaian Resiko Bencana
Kebakaran hutan dan lahan di kalimantan Tengah hampir setiap tahun terjadi dan dampak
menimbulkan dampak asap yang mengakibatkan gangguan pernafasan terhadap masyarakat
khususnya pada tahun 2015. Peran serta pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, dan LSM
sangat diperlukan untuk mencegah kejadian kebakaran hutan & lahan kembari terjadi.

Salah satu cara untuk mencegah hal tersebut maka dilakukan penilaian resiko bencana.
Identifikasi & lakukan penilaian resiko bencana kebakaran lahan & hutan di
Kalimantan Tengah.

Jawaban
Identifikasi dan Penilaian resiko bencana kebakaran lahan & hutan di Kalimantan
Tengah
- Penilaian ancaman/bahaya
Disini kita menilai komponen/indikator pada kebakaran hutan dan lahan, ada 3
komponen/indikator yaitu jenis hutan dan lahan, iklim, dan jenis tanah, untuk kelas
penilaiannya ada 3 yaitu sebagai berikut:
Bencana Komponen/indikator Kelas indeks penilaian
Rendah Sedang tinggi
Kebakaran 1. Jenis hutan hutan Lahan Pada rumput
hutan dan dan lahan perkebunan kering dan
lahan belukar,
tanah
pertanian
2. Iklim Penghujan Penghujan- kemarau
kemarau
3. Jenis tanah Non Semi organik Organik/
organik/non gambut
gambut
Berdasarkan data di atas dapat kita lihat bahwa indeks tertinggi terjadinya kebakaran
hutan dan lahan terjadi pada jenis hutan/lahan seperti padang rumput yang kering dan
belukar, tanah pertanian, terjadi pada iklim kemarau, dan terjadi pada jenis tanah
gambut (organik).
- Penilaian kerentanan
Pada penilaian kerentanan kita menilai faktor faktor dari masing masing komposisi
kerentanan dimana ada kerentanan sosial contohnya seperti kepadatan penduduk,
kepekaan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik contohnya kerentanan
bangunan dan kerentanan prasarana, kerentanan ekologi contohnya penggunaan lahan.
Pada kasus kebakaran hutan dan lahan di kalimatan tengah ada salah satu komponen
kerentanan yang cukup berpengaruh yaitu kerentanan sosial (kepakaan sosial) dimana
masyarakat kurang peka dengan keadaan sekitarnya contohnya seperti membuang
puntung rokok di lahan yang kering/gambut serta melakukan pembakaran di lahan
gambut yang mana kita tahu walaupun apinya sudah terlihat padam tetapi belum
benar benar padam.

- Penilaian kapasitas dan sumber daya


Disini kita menilai kemampuan sumber daya dari suatu daerah yang terpapar bencana
apakah bisa mengurangi resiko terjadinya bencana. Menurut HFA ada 5 prioritas
pengurangan resiko bencana dengan 22 indikator pencapaian. 5 prioritas pengurangan
resiko tersebut antara lain:
1. Memastikan bahwa pengurangan resiko bencana menjadi sebuah prioritas nasional
dan lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya.
2. Tersedianya kajian resiko Bencana Daerah berdasarkan data bahaya dan
kerentanan untuk meliputi resiko sektor-sektor utama daerah.
3. Terwujudnya penggunaan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk
membangun ketahanan dan budaya aman dari bencana disemua tingkat.
4. Mengurangi faktor-faktor dasar.
5. Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi respon yang efektif di semua
tingkat.

- Penilaian resiko
Terakhir yaitu melakukan penilaian resiko, pada penilaian resiko ini kita menilai
kemungkinan (probabilitas) dari kerugian yang diharapkan. Contohnya pada kasus
kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kalimantan tengah kita harus menilai
kemungkinan apa saja dari kerugian bencana tersebut yang diharapkan seperti
pencegahan dini terjadinya kebakaran hutan dan lahan dengan menyadarkan
masyrakat sekitar berbahayanya membuka lahan dengan cara di bakar.
Hubungan Aktivitas Kebakaran dengan Variabel Penduga Kebakaran

1. Kedalaman Gambut
Pola pada Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin dalam gambut kepadatan skor
kedalaman gambut meningkat kemudian menurun lagi setelah melewati kedalaman di
atas 100-200 cm. Skor tertinggi atau areal yang padat hotspotnya terdapat di areal gambut
kedalamannya 100-200 cm yang tergolong gambut dangkal. Lahan gambut dangkal
menjadi area yang aktivitas kebakarannya tertinggi diduga karena areal tersebut semakin
luas dibuka untuk lahan pertanian, perkebunan rakyat dan jual beli lahan. Pembukaan
lahan untuk lahan pertanian dan perkebunan umumnya masih menggunakan api dalam
proses pembersihan lahan. Sedangkan pembakaran di lahan milik dilakukan untuk
memberikan kepastian batas kepemilikan lahan dan peningkatan harga lahan. Harga lahan
yang bersih relatif lebih tinggi daripada lahan dalam bentuk semak belukar yang tidak
terawat.

45.00
40.00

35.00
30.00
25.00
20.00
Aktual
Skor

15.00
10.00
5.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Kelas Kedalaman gambut

Keterangan : 1= Non-gambut/mineral, 3 = 50-100 cm, 4 = 100-200 cm, 5 = 200-400 cm, 6 = 400-800 cm, 7 = 800 – 1200 cm
Gambar 1. Pola hubungan skor kedalaman gambut dengan kelas kedalaman gambut di
Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah
2. Penutupan Lahan
Pola pada Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin tutupan lahan menuju lahan yang
tidak rapat vegetasinya (lahan terbuka dan semak belukar rawa) maka nilai skor dugaan
semakin besar. Skor tertinggi (20.3) ditemukan di semak belukar rawa sedangkan skor
terendah adalah di pemukiman (skor 0.56). Semak belukar umumnya dalam kondisi tidak
dikelola/dirawat (unmanaged land). Tanah terbuka biasanya bercampur dengan padang
rumput yang seringkali merupakan sumber api akibat kegiatan pembakaran lahan yang
tidak terkontrol atau akibat kelalaian masyarakat. Lahan-lahan yang tidak terawat
menjadi lahan yang rawan terbakar karena cenderung tidak ada atau jauh dari kontrol
masyarakat. Pemukiman memiliki skor terendah karena merupakan lahan yang terawat
dan merupakan areal yang mendapat perlindungan sangat ketat dari kebakaran dari lahan.

25.00

20.00

15.00
Aktual
Skor

10.00

5.00

0.00
0 7 14 21 28
Kelas Tutupan Lahan

Keterangan : 1=Tubuh Air, 2=Bandara/Pelabuhan, 3=Hutan Lahan Kering Primer, 4=Hutan Rawa Primer, 5=Hutan Mangrove Primer, 6=Hutan Lahan
Kering Sekunder, 7=Tambak, 8=Hutan Rawa Sekunder, 9=Transmigrasi, 10=Hutan Mangrove Sekunder, 11=Pertanian Lahan Kering Campur Semak,
12=Permukiman, 13=Pertambangan, 14=Semak Belukar, 15=Pertanian Lahan Kering, 16=Hutan Tanaman, 17=Sawah,18=Perkebunan Sawit,
19=Perkebunan Karet, 20=Kebun Campuran, 21=Semak Belukar Rawa, 22=Rawa, 23=Tanah Terbuka
Gambar 2. Pola hubungan skor tutupan dengan kelas tutupan lahan di Kota Palangkaraya Provinsi
Kalimantan Tengah
3. Jarak dari Jalan
Nilai tertinggi terdapat di dekat dengan jalan (4 km) karena kemudahan akses untuk
keperluan pengelolaan lahan dan kepemilikan sama. Lahan-lahan yang dekat dengan
jalan berpotensi dibakar untuk tujuan pembukaan lahan baru, lahan pertanian,
perkebunan dan pemeliharaan lahan milik. Semakin jauh dari jalan, lahan-lahan relatif
sedikit yang terbakar karena kesulitan menjangkau (akses rendah). Studi oleh Boer et al.
(2007) juga menyebutkan bahwa dalam porsi yang signifikan kebakaran di Kalimantan
Tengah terjadi dekat dengan jaringan jalan, yang juga bisa menduga penyebab penting
dari kebakaran.

25.00

20.00

15.00
Aktua;
Skor

10.00

5.00

0.00
0 2 4 6 8 10 12 14
Jarak dari jalan (km)

Gambar 3. Pola hubungan skor jarak dari jalan dengan jarak dari jalan di Kota Palangkaraya
Provinsi Kalimantan Tengah
4. Jarak dari sungai
Pada Gambar 4 menunjukkan semakin jauh jarak dari sungai, skor cenderung semakin
meningkat. Skor tertinggi ditemukan pada jarak yang jauh dengan dari sungai (8 km).
Hal ini karena sungai biasanya digunakan sebagai akses masyarakat melakukan berbagai
aktivitas khususnya mengolah lahan dan menebang kayu di hutan rawa. Lahan-lahan
yang dekat sungai umumnya dalam keadaan terkelola dan padat aktivitas manusia. Oleh
karena itu lahan atau hutan di dekat sungai di Kota Palangkaraya realtif aman dari
kebakaran.

18.00
16.00

14.00
12.00
Aktual
10.00
Skor8.0
0
6.00
4.00
2.00
0.00
0 2 4 6 8 10
Jarak dari sungai (km)

Gambar 4. Pola hubungan skor jarak dari sungai dengan jarak dari jalan di Kota
Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah
5. Jarak dari perkampungan/pusat desa
Pola pada Gambar 5 menunjukkan semakin jauh dari pusat kampug/desa skor semakin
kecil. Skor tertinggi berada pada jarak agak dekat dengan pusat desa yaitu 3 km. Pada
prakteknya masyarakat cenderung membuka dan membakar lahan yang tidak terlalu jauh
dari desa agar kegiatan pemantauan dan pengelolaan lahan lebih mudah. Selain itu,
seiring dengan banyaknya lahan-lahan yang dibuka untuk pengembangan pemukiman di
sebuah desa, lahan-lahan yang agak jauh dari desa banyak dibuka untuk diolah menjadi
lahan pertanian dan perkebunan yang pembukaannya masih dengan cara dibakar. Studi
Stolle et al. (2003) juga menemukan bahwa alokasi lahan untuk transmigrasi dan lahan
budidaya bisa mendorong sebuah kawasan menjadi rawan terjadi kebakaran.

10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
Aktual
Skor

4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0 5 10 15 20
Jarak dari pusat desa (km)

Gambar 5. Pola hubungan skor jarak dari pusat desa dengan jarak dari jalan di Kota
Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah
6. Sistem Lahan
Pola pada Gambar 6 menunjukkan bahwa lokasi yang datar mendekati pantai (coastal
estuarine flat) dan dengan sistem lahan lahan gambut (peat swamp) skornya relatif lebih
tinggi. Ekosistem rawa gambut umunya berada pada lahan yang landai dan semakin
banyak dikonversi menjadi areal budidaya pertanian dan perkbunan. Konversi rawa
gambut menyebabkan terjadinya pengeringan lahan gambut yang berdampak lahan
gambut sangat rentan terbakar pada musim kemarau. . Hal ini didukung oleh hasil
penelitian Langner dan Siegert (2009) yang menemukan bahwa telah terjadi kebakaran
berulang selama terjadi pengeringan lahan gambut selama 15 tahun pada tahun 2002,
2004, 2006 dan 2009 di areal lahan gambut di Kalimantan Tengah.

60

50

40
Aktual

30
Skor

20

10

0
53 58 63 68 73
Kelas Sistem Lahan

Keterangan : 45 = Limestoneridges with slope > 20 o , 60 = Volcanic foothills with slope 10 o – 20 o, 69=Coastal estuarine flats, 71=Peat swamps
Gambar 6. Pola hubungan skor sistem lahan dengan kelas sistem lahan di Kota Palangkaraya
Provinsi Kalimantan Tengah
Kepadatan Penduduk
Pada Gambar 7 terlihat bahwa pola hubungan antara kelas kepadatan penduduk dengan
skor aktual menunjukkan bahwa semakin tinggi kepadatan penduduk di suatu wilayah
maka skor aktualnya semakin tinggi. Umumnya area dengan tingkat kepadatan tinggi
merupakan lahan pemukiman atau pusat desa. Pada prakteknya masyarakat cenderung
membuka dan membakar lahan pada lokasi yang agak jauh dari pusat desa karena
menghindari penjalaran api ke pusat desa atau lahan milik serta menghindari asap yang
bisa mengganggu aktivitas masyarakat. Lahan-lahan yang baru dibuka dengan cara
dibakar beberapa waktu kemudian menjadi kampung yang dihuni banyak penduduk,
sehingga ditemukan beberapa lokasi yang rawan kebakaran (skor aktual tinggi)
merupakan areal yang banyak dihuni penduduk, termasuk para pendatang.

35.00

30.00

25.00

20.00

15.00
Aktual

10.00
Skor

5.00

0.00
0 1 2 3 4 5 6
Kelas Kepadatan Penduduk
Gambar 7. Pola Hubungan Skor kepadatan penduduk dengan kelas kepadatan
penduduk di Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah
DAFTAR PUSTAKA
Boer, R, Kolopaking L, Bagja B, and Dasanto BD. 2007. Early Warning Systems in
Indonesia for flood, forest fire, volcano eruption and tsunami. Final Report to
GTZ, Jakarta

Jaya INS, Boer R, Samsuri, Fathurakhman. 2008. Development of wildfire vulnerability


index in central kalimantan. Research Report prepared for CARE Indonesia on
project Fire Early Warning and Response in Central Kalimantan, Bogor. Indonesia
(ID)

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwjB4rXtkcTgAhXRdCsKHXOUBHkQFjADegQIBxAC&url=https%3A%2F
%2Fstatic1.squarespace.com%2Fstatic%2F5837d96e1b631ba42742309c%2Ft%2F5af172657
58d46982d6ae1dc%2F1525772929199%2FLaporan%2BPeta%2BKerentanan%2BKebakaran
%2BHutan%2Bdan%2BLahan%2BKota%2B%2BPalangkaraya_edit.pdf&usg=AOvVaw1Kv
d3Q1zHqMwTgykWL-asE

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwjB4rXtkcTgAhXRdCsKHXOUBHkQFjABegQIBRAC&url=https%3A%2F
%2Fbnpb.go.id%2Fuploads%2Fpublication%2F612%2FIRBI%25202013_Resize.pdf&usg=
AOvVaw1Xh4r1Qx1y2T8vFpb8_Ot1

Anda mungkin juga menyukai