Anda di halaman 1dari 19

MATERI PELATIHAN

OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

OPERASI DAN PEMELIHARAAN


JARINGAN TERSIER

Jakarta, 1 April 2007

Oleh:
Ir. Soekrasno S. Dipl.HE

Pusat Pendidikan dan Pelatihan


Kementerian Pekerjaan Umum
OPERASI JARINGAN IRIGASI TERSIER

1. Latar Belakang
Jaringan irigasi tersier merupakan jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana
pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran kuarter dan
saluran pembuang, boks tersier, serta bangunan pelengkapnya.

Pelaksanaan operasi jaringan irigasi tersier harus mutlak dilakukan dalam suatu system
irigasi agar dapat dicapai pemanfaatan air yang optimal dari sumbernya sampai ke lahan
sawah. Air irigasi dapat dialirkan dengan lancer dan dibagi, diberikan secara adil dan merata
ke seluruh petak-petak sawah.

Jadi operasi jaringan irigasi tersier adalah merencanakan pemberian air pada petak tersier
dan melaksanakan pengaturan pintu boks tersier dan membagi ke petak sub tersier dan petak
kwarter serta membuang kelebihan air ke saluran pembuang.

Kenyataan di lapangan jaringan irigasi tersier ini kebanyakan tidak terurus, tidak terawat
dengan baik sehingga operasi jaringan irigasi menjadi enggan untuk dilaksanakan. Hal ini
sering terjadi pada saat air irigasi tidak dibutuhkan oleh petani misalnya pada masa panen,
namun akan dirawat kembali apabila diperlukan misalnya pada periode pengolahan tanah.

2. Kebutuhan Air Irigasi


Ada 3 tingkatan kebutuhan irigasi yaitu :
1) Satuan kebutuhan air di tingkat usaha tani adalah kebutuhan air pokok suatu jenis
tanaman di tingkat sawah.
Untuk tanaman padi, besarnya satuan kebutuhan air = evapotranspirasi + perkolasi.
Selama pada suatu daerah irigasi belum memiliki satuan kebutuhan air untuk tanaman
yang ditetapkan berdasarkan hasil penelitian, maka satuan kebutuhan air untuk
tanamannya menggunakan satuan kebutuhan air secara empiris sebagai berikut :
Satuan kebutuhan air untuk tanaman padi pada MT. I :
- Periode pengolahan tanah = 1,250 l/det/ha
- Periode pertumbuhan = 0,725 l/det/ha
- Periode pemasakan = 0,300 lt/det/ha

Satuan kebutuhan air untuk tanaman padi MT. II :


- Periode pengolahan tanah = 1,125 l/det/ha
- Periode pertumbuhan = 0,850 l/det/ha
- Periode pemasakan = 0,300 l/det/ha
2) Kebutuhan air irigasi di pintu tersier adalah kebutuhan air irigasi di tingkat usaha tani,
ditambah kehilangan air di jaringan tersier (farm losses). Besarnya kehilangan air ini
pada umumnya ditaksir 20%, tergantung karakteristik daerah masing-masing.

3) Kebutuhan air irigasi di pintu utama (bendung) adalah jumlah kebutuhan air irigasi di
setiap pintu pengambilan saluran tersier ditambah kehilangan air irigasi di saluran
induk/sekunder. Besarnya kehilangan air ini pada umumnya ditaksir antara 10 – 20%
(tergantung Panjang saluran dan karakteristik daerah)

3. Pola Tanam
Pola tanam adalah gambaran rencana tanam padi, palawija, dan tebu selama kurun waktu 1
(satu) tahun.
Berdasarkan pengalaman pola tanam yang sering dipakai adalah :
- Padi – Padi – Palawija
- Padi – Palawija – Palawija
- Palawija – padi – palawija
- Padi – palawija – bera

Pola tersebut biasanya tergantung kepada kepada ketersediaan air di jaringan irigasi, dan
pada daerah yang biasa menanam tebu pola tersebut diatas bias diprogramkan tanaman tebu.

4. Rencana Tata Tanam


Rencana Tata Tanam suatu daerah irigasi adalah suatu daftar perhitungan atau grafik yang
menggambarkan hal-hal sebagai berikut :
- Berapa rencana luas tanam (pada, Palawija, tebu dan lain-lain)
- Kapan mulai tanam
- Kapan diadakan pengeringan saluran

(Kalau dipakai rencana golongan maka perlu ditentukan kapan pertama kali dilaksanakan
pemberian air untuk pengolahan tanah dari masing-masing golongan).
Perhitungan rencana tata tanam dibuat sedemikian rupa sehingga nilai total kebutuhan air
yang harus tersedia di pintu utama (bendung) sesuai dengan besarnya debit andalan. Hal
tersebut dinyatakan dalam bentuk Grafik Neraca Air (Water Balance).
Neraca Air adalah gambaran yang menyatakan ketersediaan debit (Q 80%) dengan besarnya
debit total kebutuhan air pintu utarna (bendung), diharapkan Q kebutuhan selalu lebih kecil
daripada Q tersedia (Q 80%).
Rencana tata tanam dipandang sangat aman apabila setiap periode setengah bulanan dalam
kurun waktu satu tahun, besarnya Q diperlukan selalu Q tersedia. Dalarn praktek biasanya
diambil keadaan kurang aman dengan tujuan supaya diperoleh luas tanaman sebesar-
besarnya tapi tanaman dipandang masih baik hasilnya (terutama pada musim kemarau).
Untuk hal ini diambil kriteria praktis sebagai berikut :
Pada musim kemarau, Q diperlukan boleh melampaui Q tersedia tetapi dibatasi sedemikian
rupa sehingga Q tersedia ≥ 70% dari Q diperlukan.
Pada keadaan kurang aman tersebut berarti pemberian air dimusim kemarau, diperkirakan
sebesar 70% dari kebutuhan sebenarnya.
Rencana Tata Tana mini ada 2 tingkatan yaitu :
- Rencana Tata Tana mini Global (RTTG), menggambarkan rencana luas tanam pada
suatu Daerah Irigasi, belum terperinci per petak tersier, jadi yang terlihat hanya total
rencana luas tanam per Daerah Irigasi. Ini penting untuk pegangan Komisi Irigasi
Kabupaten/Kota. RTTG ini berkaitan dengan Balnko (03-O).
- Rencana Tata Tanam Detail (RTTD) menggambarkan rencana luas tanam pada suatu
Daerah Irigasi yang diperinci per petak tersier. Ini penting untuk pegangan P3A.
Rencana ini berkaitan dengan Blanko (01-0).
Ada 2 (dua) bentuk RTTD, yaitu :
 RTTD dengan bentuk gadu pebuh, yaitu beberapa petak tersier ditanamai padi gadu
penuh, sedangkan tersier lainnya ditanami Palawija atau tanaman lainnya.
 RTTD dengan bentuk gadu sebagian, yaitu dalam tiap petak tersier terdapat tanaman
padi gadu dan palawija atau tebu.

5. Rencana Golongan
a. Pengertian Rencana Golongan :
Rencana golongan adalah rencana penggolongan petak-petak tersier dalam kaitannya
dengan Rencana Tata Tanam, dimana tiap kelompok/golongan tersebut berbeda saat
dimulainya pengolahan tanah untuk tanaman padi.

b. Tujuan Rencana Golongan


Dibuat demikian supaya angka puncak kebutuhan air menjadi lebih kecil daripada
kalau tidak memakai rencana golongan (yaitu tanaman serentak). Hal ini dimaksudkan
untuk menyesuaikan angka puncak kebutuhan air dengan debit andalan. Disini
Rencana Tata Tanam dengan menerapkan Rencana Golongan yaitu :
- Golongan A = 1.190 ha (petak-petak tersier sebelah kanan bendung)
- Golongan B = 1.638 ha (petak-petak tersier sebelah kiri bendung)
Golongan A menerima air lebih dulu dari pada golongan B
Golongan A menerima air tanggal 15 Oktober
Golongan B menerima air tanggal 15 Nopember
Hasil yang diperoleh :
Total kebutuhan air adalah aman terhadap debit sunqai tersedia (Q 80%).

c. Bentuk Rencana Golongan


Bentuk rencana golongan ada 3 (tiga) macam :
- Rencana Golongan Vertikal
- Rencana Golongan Horizontal
- Rencana Golongan Tersebar
Rencana golongan mana yang dipilih pada suatu daerah Irigasi, tergantung kondisi
daerah irigasinya, antara lain :
- Keadaan personil yang melaksanakan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan
(Cabang Dinas, Mantri Pengairan, Penjaga Pintu, dan lain-lain)
- Keadaan P3A yaitu kepatuhan petani terhadap Rencana Tata Tanam
- Keadaan pintu/alat pengukur debit.
Kalau hal tersebut dipenuhi maka pilihan jatuh pada rencana golongan tersebar. Kalau
hal tersebut tidak dipenuhi, maka pilihan jatuh pada rencana golongan vertical dan
horizontal.

Untung dan ruginya adalah sebagai berikut :


Rencana Golongan Tingkat Tingkat Pemerataan Petani
Operasi
Vertikal Mudah Tidak merata
Horizontal Agak sulit Agak merata
Tersebar Sulit Merata

Untuk Daerah Irigasi baru (terutama di luar Jawa), disarankan untuk memakai rencana
golongan vertikal. Kemudian personel OP sudah cukup dan P3A terbentuk, baru
memakai rencana golongan horizontal. Dan akhirnya kalua personel OP sudah dilatih
dan P3Asudah maju, baru memakai rencana golongan tersebar.

d. Manfaat Rencana Golongan


Dengan menyusun rencana golongan akan diperoleh banyak manfaat, antara lain :
1) Khususnya pada awal tanam musim hujan dimana pada periode itu keadaan debit
sungai berubah dari kecil berangsur-angsur menjadi besar, kebutuhan air dapat lebih
seimbang sesuai dengan debit andalan sungai.
2) Pernakaian alat kerja (alat penqolahan tanah) dan tenaga kerja untuk pengolahan
dan panen bisa bergulir dari tempat satu ke tempat lain. Hal ini dikarenakan tiap
golongan berbeda waktu awal pernberian air untuk pengolahan tanah.
3) Kalau dapat disusun Rencana Golongan Tersebar dan kemudian diikuti peraturan
rotasi maka ini akan memberi kepuasan kepada para petani dari segi pemerataan
hasil panen (dengan rotasi maka golongan akhir bisa menjadi golongan awal pada
tahun berikutnya).

6. Rencana Pengeringan Saluran Irigasi


Sesudah selesai masa tanam Musim Hujan dan Musim Kemarau maka biasanya dilakukan
pengeringan saluran.
Pengeringan saluran ini mempunyai beberapa maksud :
- Untuk melihat kondisi bangunan dibawah air (sejauh mana stabilitas bangunan itu).
- Untuk melaksanakan perbaikan pada baqian-baqian bangunan dibawah air (misal :
pondasi, kofer).
- Untuk pengurasan/pengambilan endapan lumpur.
- Untuk menerbitkan jadwal tanam.
- Untuk memutus siklus hama penyakit. Pada periode tersebut diharapkan tidak ada
tanaman padi, sehingga siklus hidup hama padi terputus.
7. Rencana Pembagian Air
1) Pengertian :
 Rencana Pembagian Air adalah Rencana pemberian air melalui pintu ukur tersier
dan pintu ukur pada bangunan bagi/pengontrol, setiap periode setengah bulanan
dalam kurun waktu 1 (satu) tahun, berdasarkan Rencana Tata Tanam yang telah
disepakati oleh instansi berwenang (Komisi Irigasi).
 Rencana Pembagian Air ini ada kaitannya dengan Rencana Tata Tanam. Kalau
Rencana Tata Tanam sudah pasti, maka barulah bisa dihitung besarnya RPA.

2) RPA akan memudahkan pelaksanaan pernbaqian air. Apalagi untuk Daerah Irigasi
besar dengan luas > 500 ha, adalah mutlak sangat diperlukan. Dengan adanya RPA
berarti sudah diketahui Rencana Pernbagian Air kepada petak tersier selarna 1 (satu)
tahun.
Jika debit sungai tersedia cukup dan petani melaksanakan tanam sesuai rencana (waktu
dan luas), maka pernberian air adalah sesuai dengan RPA.
Jika kemudian terjadi penyimpangan terhadap Rencana Tata Tanam seperti rnisatnya :
a. Debit sungai mengecil (tak sesuai rencana)
b. Petani menanam diluar rencana
Maka dengan mudah dibuat perubahan pemberian air dengan menggunakan factor K,
dan lain-lain.
Pada daerah irigasi sederhana dan semi teknis tidak perlu dibuat RPA, karena pada
jaringan tersebut tidak ada alat pengukur debit, jadi percuma dibuat RPA. Pada
Daerah Irigasi Sederhana dan Semi Teknis, pemberian air dilakukan dengan
pedoman:
a. Air dimasukkan berlebihan ke petak tersier.
b. Sedang air sisanya kembali lagi ke saluran induk/ sekunder disebelah hilir.

8. Prosedur Operasi Jaringan Irigasi


Pelaksanaan prosedur operasi jaringan irigasi harus dilakukan olen seluruh pelaku yang ada,
baik di tingkat lapangan maupun di tingkat kantor, secara terpadu. Untuk mencapai
keterpaduan ini denqan tujuan agar operasi jaringan irigasi bisa berjalan secara optimal
ditinjau dari sisi warung jamu (waktu - ruang - jumlah - mutu), maka masing-masing
tahapan kegiatan telah ditentukan siapa pelakunya, dimana dilakukannya bilamana, dan
bagaimana melakukannya (siadibiba). Untuk lebih jelasnya (siadibiba) ini yang dituangkan
dalam bagian alir pelaporan oper asi jaringan irigasi.
Tahapan kegiatan operasi jaringan irigasi secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
kelompok yaitu kelompok perencanaan, kelompok pelaksanaan, kelompok monitoring dan
evaluasi.

1) Perencanaan
a) Usulan dan Keputusan Luas Tanam Per Tersier
Usulan ini dibuat oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang dituangkan dalam
blanko 01-0 pada saat 1 (satu) bulan sebelurn rapat Komisi Irigasi atau 3,5 (tiga
setengah) bulan sebelurn dimulai Musim Tanam (MT) I, dan disampaikan kepada
Kantor Cabang Dinas, sedangkan keputusan terhadap usulan ini yang merupakan
pedoman/pegangan P3A dalam melaksanakan luas tanam, datanya disalin dari blanko
03-0, harus sudah diterima oleh P3A paling lambat ½ bulan sebelum MT.I dimulai.

b) Usulan Luas Tanam Pada Daerah Irigasi


Usulan luas tanam dalam satu daerah irigasi dituangkan dalam blanko 02a-O untuk
daerah irigasi non lintas dan blanko 02b.1-O, -2b.2-O, 02b 3-O untuk daerah irigasi
lintas. Blanko 02a-O dan 02b. 1-O merupakan rangkuman usulan pada masing-masing
balnko 02b. 1-O, dan blanko 02b. 3-O merupakan rangkuman masing-masing blanko
02b. 2-O. Blanko 02-O tersebut mulai dibuat sejak 3,5 bulan sebelum MT I dan harus
selesai 2,5 bulan sebelum MT I

c) Rencana Tata Tanam Global (RTTG) dan Neraca Air (NA)


Setelah usulan luas tanarn dalam satu daerah irigasi diketahui melalui blanko 02a-0 (DI.
NonLintas) dan blanko 02b.3-0 (DI. Lintas), selanjutnya untuk masing- masing daerah
irigasi tersebut dibuatkan RTTG dan NA-nya dengan menggunakan blanko 02c-O. Data
yanq diperlukan untuk rnenghitungnya adalah luas tanaman jenis tanaman, luas
tanaman, satuan kebutuhan air, debit andalan di sumber air utama (SAU) dan debit air
lainnya (suplesi). Blanke 02c-O ini dibuat oleh Cabanq Dinas atau Dinas Kab / Kota
(untuk 01. NonLintas), oleh Dinas Propinsi/Balai PSOA bersama-sama dengan Dinas
Kabupaten/Kota, sebagai bahan rapat masing- masing Komisi Irigasi Kabupaten dan
Panitia Pelaksana Tata Pengaturan Air. Seluruh ranqkaian penyusunan RTTG dan NA
ini harus selesai 2,5 bulan sebelurn MTI

d) Rencana Tata Tanam Detail (RTTD)


Berdasarkan RTTG yang telah ditetapkan, selanjutnya Dinas Kabupaten/Kota me nyu
sun RTTD untuk masing- masing petak tersier dalam satu daerah irigasi. RTTD ini
merupakan ketetapan terhadap usulan P3A dan diisikan pada blanko 01-0.

e) Rencana Pernberian Air (RPA)


Setelah RTTO di masing-masing petak tersier dibuat selanjutnya Cabang Dinas/Dinas
Kabupaten/Kota membuat RPA diseluruh petak tersier untuk setiap periode ½ bulan
selama satu tahun. RPA ini diqunakan sebagai bahan eveluasi pemberian air.

9. Pelaksanaan Pembagian Air


1) Laporan Keadaan Tanaman
Laporan keadaan tanaman di masing-masing petak tersier dibuat oleh P3A dan diketahui
oleh Mantri Pengairan setiap ½ bulanan per tanggal 10 d a n 25 untuk pemberian air
pada ½ bulan berikutnya yang dimuiai pada tanggal 16 dan tanggal 1. Laporan ini
dituangkan dalam blanko 04-0.

2) Rencana Kebutuhan Air di Pintu Tersier Per Kemantren dalam Satu Daerah irigasi
berdasarkan laporan keadaan tanaman (blanko 04-O0, maka setiap ½ bulanan pada
tanggal 12 dan 27 Mantri Pengairan /GP3A/IP3A membuat rencana kebutuhan air di
pintu tersuer yang dituangkan dalam blanko 05-O.
3) Pencatatan Debit Saluran
Debit air irigasi yang dialirkan melalui jaringan utama dan pintu tersier perlu dicatat
besarannya pada blanko 06-O, oleh Mantri Pengairan/P3A/IP3A diketahui oleh Cabang
Dinas, agar bias diketahui Ratio Pelaksanaan Pembagian Air (RPPA) sebagai bahan
evaluasi kinerja jaringan irigasi.

4) blanko 07b.1-O, dan blanko 07b.3-O merupakan rangkuman blanko 07b.2-O. Rencana
Kebutuhan Air di Jaringan Utama Setiap Periode ½ Bulanan
Kebutuhan air di jaringan utama setiap periode ½ bulanan pada D.I. NonLintas
dituangkan dalam blanko 07a-O sedangkan untuk D.I Lintas dituangkan pada blanko
07b.1-O, 07b.2-O, 07b.3-O. Blanko 07-O ini harus selesai paling lambat tanggal 29 dan
14. Blanko 07b.2 merupakan rangkuman

5) Pencatatan Debit Sungai Normal


Debit sungai besarannya dicatat setiap hari biasanya pada setiap pukul 7.00 WIB oleh
petugas Penjaga Bedung dan hasilnya disampaikan ke Cabang Dinas melalui Mantri
Pengairan untuk dicatat pada blanko 08-0, sedangkan untuk bendung pada daerah
irigasi lintas data debit dari Penjaga Bendung disampaikan kepada Balai PSDA untuk
dipindahkan ke bianko 08-0.

6) Perhitungan Faktor K
Untuk menghitung besaran faktor K digunakan blanko 09-0. Paling sedikit faktor K
dihitunq setiap 2 minggu sekali yaitu pada tanggal 14 dan 29 oleh Cabang Dinas
apabila daerah irigasinya dikelola oleh satu Cabang Dinas, oleh Dinas Kabupaten/Kota
apabila daerah irigasinya dikelola oJeh lebih dari satu Cabang Dinas, dan oleh Balai
PSDA apabila daerah irigasinya bersifat lintas.
- Data yang diperlukan untuk menghitung faktor K ini adalah : Data debit sungai
rata-rata 2 mingguan
- Data debit yang dibutuhkan diseluruh pintu tersier
- Data debit suplesi
- Data kehilangan air di jaringan utama
Apabila faktor sudah diketahui, maka pemberian air untuk keperluan irigasi baik di
jaringan utama maupun di pintu tersier harus disesuaikan dengan faktor K tersebut.

10. Monitoring dan EvaJuasi


1) Ratio Pelaksanaan Pembagian Air (RPPA)
Untuk mengetahui kinerja suatu jaringan iriqas], salah satunya adalah dengan cara
membandingkan antara realisasi pemberian air dengan rencana pembagian air,
sehingga dari sini bisa diketahui nilai RPPA-nya.
Apabila:
RPPA = 100%, kinerjanya sangat bagus.
RPPA = 5 - 100% atau 100 - 125% kinerjanya baqus RPPA < 75%, kinerjanya jelek
(supiai air sangat kurang) RPPA > 125%, kinerjanya jelek (suplai air berlebihan/boros)
Untuk mengetahui RPPA ini diperlukan data debit dari blanko 06-0 dan data rencana
pemberian air dari blanko RPA.

2) Neraca Pembagian Air (NPA) Per Daerah Irigasi


NPA daerah irigasi non lintas dibuat oleh Dinas Kabupaten/Kota, sedangkan NPA
daerah irigasi lintas dibuat oleh Balai PSDA bekerjasama dengan Dinas
Kabupaten/Kota. NPA dibuat dengan menggunakan blanko 14-O pada saat ½ bulan
sesudah selesai musim tanam.
Data-data yang diperlukan untuk membuat NPA bias diambil dari blanko 06-O dan
blanko 08-O.

3) Realisasi Luas Tanam Per Daerah Irigasi


Setiap setelah selesai musim tanam, tepatnya satu bulan setelah berakhir musim
tanam, luas tanarn yang direalisasikan dalam satu daerah irigasi harus didata dan
dicatat di dalam blanko 15-0 oleh Dinas Kabupaten/Kota untuk daerah irigasi non
lintas, dan oleh Balai PSDA bekerjasama dengan Dinas Kabupaten/Kota untuk daerah
irigasi lintas.

4) Realisasi Lintas Tanam Per Kabupaten/Kota


Data realisasi luas tanam per Kabupaten/Kota dibuat oleh Dinas Kabupaten/Kota pada
saat 1½ bulan sesudan selesai masa tanam, dan datanya diinformasikan ke Propinsi
melalui Balai PSDA, yang selanjutnya akan dipergunakan sebagai bahan perencanaan
lebih lanjut. Realisasi luas tanam per Kabupaten/Kota dibuat pada blanko 16-0, dan
datanya diperoleh dari blanko 15-0.

11. Cara Menetapkan Elevasi Air di Pintu Sadap Tersier


Sawah tertinggi terjauh = 10.50
.∆h1 ₌ genangan air di sawah = 0.10 +
Elevasi = 10.60

.∆h2 ₌ kehilangan tinggi tekan (head loss) di


Saluran kwarter = ix L
₌ 0.0002 x 500 m = 0.10 +
Elevasi = 10.70 .

.∆h3 ₌ kehilangan tinggi tekan di boks kwarter

Elevasi = 10.74
∆h4 = kehilangan tinggi tekan di gorong-gorong

∆h5 = kehilangan tinggi tekan di sepanjang = 0.01


Saluran tersier = i x L
= 0.0004 x 1000 m = 0.40
Elevasi = 11.19

∆h5 = kehilangan tinggi tekan di sepanjang melalui 2 (dua buah boks tersier )

Elevasi = 11.37

Jadi elevasi yang dibutuhkan di hilir pintu sadap tersier adalah 11.37.

12. Cara Pemberian Air di Petak Tersier


 Petak tersier dilihat dari geografisnya dapat terletak di daerah pedataran bergelombang
atau daerah perbukitani pegunungan.
Petak tersier di daerah pedataran pada umumnya merupakan irigasi teknis, luasnya
antara 80 sarnpai dengan 150 ha.
Petak tersier di daerah bergelombang pada umumnya merupakan irigasi semi teknis,
luasnya antara 50 sarnpai dengan 80 ha. Petak tersier di daerah perbukitan / pegunungan
pada umumnya merupakan irigasi sederhana, luasnya kurang dari 50 ha.
 Contoh pemberian air di petak tersier
Petak Tersier Cilaki Kanan 1 (Ci5Ka 1) seluas 168 Ha, yang terbagi dalam 4 petak sub
tersier.
1) Petak sub tersier A seluas 40 ha meliputi :
- Petak Kuarter a1 = 15 ha
- Petak Kuarter a2 = 11 ha
- Petak Kuarter a3 = 14 ha

2) Petak sub tersier B seluas 43 ha rneliputi :


- Petak Kuarter b1 = 15 ha
- Petak Kuarter b2 = 14 ha
- Petak Kuarter b3 = 14 ha

3) Petak sub tersier C seluas 44 ha meliputi :


- Petak Kuarter c1= 14 ha
- Petak Kuarter c2 = 15 ha
- Petak Kuarter c3 = 15 ha
4) Petak Sub tersier D seluas 41 ha meliputi :
- Petak Kuarter d1 = 15 ha
- Petak Kuarter d2 = 14 ha
- Petak Kuarter d3 = 12 ha

Pemberian Air dilaksanakan pada 4 (empat) Keadaan yaitu :


1. Bila Qt > 75% Qn pemberian air dilakukan secara terus menerus (continuous flow)
2. Bila Qt = 50 – 75 % Qn pemberian air dilakukan secara rotasi sub tersier 3 (tiga)
petak sub tersier diairi.
3. Bila Qt = 25 – 50% Qn , pemberian air dilakukan secara rotasi sub tersier 2 yaitu 2
(dua) petak sub tersier tidak diairi dan 3 (tiga) petak sub tersier diairi.
4. Bila Qt < 25 % Qn , pemberian air dilakukan secara rotasi sub tersier 3 yaitu 3 (tiga)
petak sub tersier tidak diairi dan 1 (satu) petak sub tersier diairi,

Perhitungan Pemberian Air


1. Qt > 75% Qn pemberian air dilakukan secara terus menerus ke seluruh petak sub tersier A,
B, C dan D.
2. Qt = 50 - 75% Qn (Rotasi sub tersier 1), Periode pemberian air
Dihitung 1 minggu = 7 hari = 168 jam
 Periode 1 : A + B + C diairi, D tidak diairi
Lamanya pemberian air

𝟎
= = 42,33 jam
= 42 jam

 Periode 2 : B + C + D diairi, A tidak diairi


Lamanya pemberian air
𝐁 𝐂 𝑫
= 𝑨 𝑩 𝑪 𝑫

= = 42,66 jam

= 43 jam

 Periode 3 : A + C + D diari, B tidak diairi


Lamanya pemberian air

𝐀 𝐂 𝑫
= 𝑨 𝑩 𝑪 𝑫

𝟎
= = 41,66 jam

= 42 jam
 Periode 4 : A + B + D diairi, C tidak diairi
Lamanya pemberian air
𝐀 𝐂 𝑫
= 𝑨 𝑩 𝑪 𝑫

Pemberian Rotasi
Rotasi Sub Rotasi Sub
Air Terus Sub
Tersier I Tersier II
Menerus Tersier III
Hari
Petak
Petak Petak Yang Petak Yang Yang
Yang diairi Jam Diairi Jam Diairi Jam Diairi Jam
6.00 22.00 4.00 22.00
↑ ↑
Senin

A + B
↑ A + B ↑

A
Selasa
A + B+ C

X 22.00

Rabu
C+D
X 16.00 X 14.00
`

B
B+C+D
A+B+C+D

Kamis
X 16.00

X 11.00 X 9.00

Jum'at
A+C

C
A+C + D

X 10.00
Sabtu
A + B+ D

X 5.00
B+D

Minggu
↓ ↓ 4.00
6.00
A

↓ 22.00 22.00
Senin
PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TERSIER

1. Latar Belakang
Sebagai kelanjutan dari proses pernbargunan jaringan irigasi tersier, perlu dilakukan
kegiatan pemeliharaan agar kondisi dan fungsi jarinqan irigasi tersier dapat berkelanjutan
dan tidak cepat menqalami penurunan.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang irigasi Pasal 56 ayat 5 dengan tegas
diamanatkan "Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier menjadi hak dan tanggung
jawab Perkumpulan Petani Pernakai Air (P3A).
Pasal 57 peraturan pemerintah tersebut mengamanatkan "dalam hal P3A tidak mampu
rnelaksanakan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier, Pemerintah, pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan bantuan dan/atau dukungan
fasilitas berdasarkan permintaan dari P3A dengan memperhatikan prinsip kemandirian.
Pasal 59 mengamanatkan tentang pengamanan jaringan irigasi dalam hal ini P3A dan
masyarakat mengamankan jaringan irigasitersier yang menjadi tanggung jawabnya.
Pengamanan ini dimaksud untuk mencegah kerusakan jaringan irigasi, sehingga
pendistribusian air sampai ke lahan sawah tidak terganggu.
Kenyataan di lapangan, rnasih banyak jaringan irigasi tersier yang tidak terpelihara dengan
baik. Perawatan terhadap saluran pembawa, saluran pembuang boks tersier, boks kuarter
serta bangunan pelengkapnya belum mendapat perhatian dari petani yang tergabung dalam
P3A.
Pengertian pemeliharaan jaringan irigasi tersier adalah upaya rnenjaqa dan mengamankan
jarinqan irigasi tersier agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar
peiaksanaan operasi dan mempertahankan keberlanjutan kondisi dan fungsinya.

2. Data Yang Diperlukan Dalam Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tersier


1) Data petak tersier (skala 1: 5000) denqan batas petak tarsier, tata letak saluran tersier,
saluran kuarter, saluran pembuangan, boks tersier, boks kuarter dan bangunan
pelengkapnya.
2) Skema Jaringan Irigasi Tersier yang menggambarkan letak dan nama-nama saluran
tersier, saluran kuarter, saluran pembuang boks tersier, boks kuarter dan bangunan
pelengkapnya.
3) Inventarisasi kondisi jaringan irigasi tersier.
4) Skematik tanggung jawab pemeliharaan jaringan lriqasi tersier oleh pelaksana teknis
P3A/ulu·-ulu P3A, ketua-ketua blok kuarter dan petani pemakai air.

3. Jenis Kegiatan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tersier


Dalam Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tersier, P3A menunjuk pelaksana teknis P3A/ulu-ulu
P3A sebagai koordinator kegiatan pemeliharaan yang dibantu oleh Para Ketua Blok kuarter
dan para petani pemakai air irigasi.
Jenis kegiatan pemeliharaan irigasi tersier terdiri dari :
 Pengamanan jaringan irigasi
 Pemeliharaan rutin
 Pemeliharaan berkala
 Perbaikan darurat

3.1 Pengamanan Jaringan Irigasi


Pengamanan jaringan irigasi merupakan upaya untuk mencegah dan menanggulangi
terjadinya kerusakan jaringan irigasi tersier yang disebabkan oleh daya rusak air, hewan
atau oleh manusia guna rnernpertahankan kondisi dan fungsinya.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Pelaksana Teknis/ulu-ulu P3A, para ketua blok kuarter
dan masyarakat petani pemakai air s eternpat.
Setiap kegiatan yang dapat membahayakan atau merusak jaringan irigasi tersier
dilakukan tindakan penceqahan berupa pemasangan peringatan, perangkat pengamanan
lainnya, teguran dan pemberian sanksi.

3.2 Pemeliharaan Rutin


Merupakan kegiatan perawatan secara terus menerus dalam rangka mempertahankan
kondisi dan fungsi jaringan irigasi tersier.
Kegiatan pemeliharaan rutin meliputi :
1) Yang bersifat perawatan
 Membersihkan saluran dan bangunan dari tanaman liar dan semak belukar.
 Membersihkan saluran dan bangunan dari sampah dan kotoran.
 Memberikan minyak pelumas pada bagian pintu.
 Membuang endapan lumpur di bangunan ukur dan skala liter.
 Memelihara tanaman lindung di sekitar bangunan dan ditepi tanggul luar
saluran.
2) Yang bersifat perbaikan ringan
 Menutup lubang-Iubang bocoran kecil di saluran/ bangunan.
 Memperbaiki kerusakan kecil pada pasangan misalnya : plesteran,
siaran, batu rnuka yang retak atau lepas

3.3 Pemeliharaan Berkala


Pemeliharaan berkala merupakan kegiatan perawatan dan perbaikan yang
dilaksanakan secara berkala yang direncanakan dan dilaksanakan oleh P3A secara
Gotong- royong.
Pelaksanaan pemeliharaan berkala dilaksanakan secara periodik sesuai kondisi
jaringan irigasi tersier.
Setiap jenis kegiatan pemeliharaan berkala dapat berbeda pelaksanaan waktunya,
misalnya setiap tahun, setiap 2 tahun atau setiap 3 tahun.
Pemeliharaan berkala dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu pemeliharaan yang bersifat
perawatan, pemeliharaan yang bersifat perbaikan dan pemeliharaan yang bersifat
penggantian.
1) Pemeliharaan berkala yang bersifat perawatan
 Pengecatan pintu
 Pembuangan, pengangkatan lumpur di saluran dan bangunan

2) Pemeliharaan
 Perbaikan berkala yang bersitat perbaikan boks tersier, boks kuarter dan
bangunan pelengkapnya.
 Perbaikan bangunan ukur dan skala liter
 Perbaikan saluran pembawa dan saluran pembuang
 Perbaikan pintu boks tersier
 Perbaikan farm road (JI. Sawah)

3) Pemeliharaan berkala yang bersifat penggantian


 Penggantian pintu
 Penggantian skala liter atau alat ukur

3.4 Perbaikan Darurat


Perbaikan darurat dilakukan akibat bencana alam, dan/atau kerusakan berat akibat
terjadinya kejadian luar biasa seperti penjebolan, pengrusakan tanggul, pintu, ambang
bangunan atau terjadi longsoran tebing. Ciri perbaikan tidak bersifat permanen agar
jaringan irigasi tetap dapat berfungsi.
Kejadian luar biasa/bencana alarn harus segera dilaporkan oleh Ketua P3A kepada
apparat desa, juru pengairan untuk mendapatkan bantuan perbaikan bila P3A tidak
dapat mengatasinya.
Perbaikan darurat dikerjakan oleh petani/P3A di wilayah kerja yang bersangkutan
secara Gotong royong dengan menggunakan bahan setempat atau dapat merninta
bentuan ke Desa atau Juru/Dinas Pengairan. Selanjutnya perbaikan darurat ini
disernpurnakan dengan konstruksi yang perrnanen.

4. Tata Cara Pemeliharaan Jaringan Irigasi


Untuk mendapatkan hasil pemeliharaan yang optimal, diperlukan tata cara/prosedur yang
tepat dengan mengacu pada tahapan sebagai berikut :
1. Inventarisasi jaringan tersier pada setiap petak tersier
2. Perencanaan pemeliharaan jaringan tersier
3. Pelaksanaan pemeliharaan jaringan tersier
4. Pemantauan dan evaluasi pemeliharaan jaringan tersier

4.1 Inventarisasi Jaringan Tersier


Inventarisasi data jumlah, jaringan dimensi, tersier dilakukan jenis, kondisi untuk
mendapatkan dan fungsi seluruh asset irigasi serta data ketersediaan air, nilai asset
jaringan tersier dan areal pelayanan pada setiap petak tersier. lnventarisasi jaringan
tersier dilaksanakan setiap tahun mengacu pada ketentuan /pedoman yang berlaku.

Untuk kegiatan pemeliharaan dari inventarisasi tersebut yang sangat diperlukan adalah
data kondisi jaringan tersler yang meliputi data kerusakan dan pengaruhnya terhadap
areal pelayanan.

Pelaksanaan inventarisasi jaringan tersier ini dilaksanakan oleh P3A melalui


penelusuran jaringan tersier. Dari hasil inventarisasi tersebut disusun program 5 tahunan
yang akan diusulkan rapat anggota P3A untuk mendapatkan biaya pemeliharaan.

4.2 Perencanaan Pemeliharaan Jaringan Tersier


Perencanaan perkumpulan pemeliharaan dibuat oleh penqurus petani pemakai air
berdasarkan rencana prioritas hasil pemeliharaan inventarisasi jaringan tersier. Dalarn
rencana terdapat pembagian tugas, antara pelaksana teknis P3A dengan para ketua blok
kuarter diantaranya bagian mana bisa ditangani pelaksana teknis P3A dan bagian mana
yang ditangani para ketua blok kuarter berdasarkan kesepakatan kerjasama.
Penyusunan rencana pemeliharaan meliputi :

1) Inspeksi Rutin '


Dalam melaksanakan tugasnya pelaksana teknis P3A harus selalu mengadakan,
inspeksi/perneriksaan secara rutin di wilayah kerjasarna setiap 10 hari atau 15 hari
sekali, untuk memastikan bahwa jaringan tersier dapat berfungsi dengan baik dan air
dapat dialirkan sesuai dengan ketentuan Kerusakan ringan yang dijumpai dalam
inspeksi rutin segera dilaksanakan perbaikannya sebagai pemeliharaan rutin.

2) Penelurusan Jaringan Tersier


Berdasarkan usulan kerusakan yang dibuat oleh para ketua blok kuarter bersama
pelaksana teknis/ulu-ulu P3A secara rutin, dilakukan penelusuran jaringan untuk
rnengetahui tingkat kerusakan daiam rangka depan. Penelusuran dilaksanakan
setahun dua kali yang pada saat Pengeringan, untuk mengetahui endapan, dan
mengetahui tingkat kerusakan yang terjadi ketika air disalurkan berada di bawah air
normal dan pada saat air normal (saat Pengolahan Tanah) untuk mengetahui besarnya
rembesan dan bocoran jaringan.
Penelusuran dilakukan oleh pelaksana teknis P3A beserta pengurus lainnya. Hasil
dari penelusuran bersama dicatat, dimusyawarahkan dan ditentukan ranking
prioritasnya.

3) Identifikasi dan Analisis Tingkat Kerusakan


Berdasarkan hasil inventarisasi dilakukan survai identifikasi permasalahan dan
kebutuhan pemeliharaan yang dilaksanakan oleh pengurus P3A dan dibuat suatu
rangkaian rencana aksi yang tersusun dengan skala prioritas serta uraian pekerjaan
pemeliharaan. Dalam menentukan kriteria pemeliharaan dilihat dari kondisi
kerusakan phisik jaringan tersier. Pada hakekatnya pemeliharaan jaringan tersier
yang tertunda akan mengakibatkan kerusakan yang lebih parah dan memerlukan
perbaikan lebih dini.
Klasifikasi kondisi fisik jaringan tersier sebagai berikut :
- Kondisi baik jika tingkat kerusakan < 10% dari kondisi awal bangunan/saluran
dan diperlukan pemeliharaan rutin.
- Kondisi rusak ringan jika tingkat kerusakan 10 - 20% dari kondisi awal
bangunan/saluran dan diperlukan pemeliharaan berkala.
- Kondisi rusak sedang jika tingkat kerusakan 21 - 40% dari kondisi awal
bangunan/saluran dan diperlukan perbaikan.
- Kondisi rusak berat jika tingkat kerusakan > 40% dari kondisi awal
bangunan/saluran dan diperlukan perbaikan berat atau penggantian.

Hasil identifikasi dan analisa kerusakan merupakan bahan dalam penyusunan


rencana pemeliharaan jaringan tersier.

4) Perhitunqan Rencana Anggaran Biaya (RAB)


Rencana anggaran biaya dihitung berdasarkar perhitungan volume dan harga satuan
sesuai di wilayah setempat. Surnber-sumber pembiayaan pemeliharaan jaringan
tersier berasal dari iuran anggota P3A.

4.3 Pelaksanaan Pemeliharaan


Pelaksanaan pemeliharaan dilakukan berdasarkan rencana kerja yang telah disusun oleh
pengurus perkumpulan petani pemakai air. Adapun waktu pelaksanaannya
menyesuaikan dengan jadwal pengaturan air dan masa pengeringan yang telah
disepakati bersama.
Pelaksanaan pemeliharaan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1) Persiapan Pelaksanaan Pemeliharaan
Sebelum kegiatan pemeliharaan dilaksanakan perlu dilakukan sosialisasi kepada
petani pemakai air sebagai anggota P3A/GP3A/IP3A, tentang waktu, jenis kegiatan,
jumlah tenaga, bahan, peralatan yang harus disediakan dan disesuaikan dengan
jenis, sifat pemeliharaan dan tingkat kesulitannya.
Pekerjaan pemeliharaan yang akan dilaksanakan oleh anggota P3A perlu dilakukan
persiapan yang menyangkut Pengusulan kebutuhan bahan, penyediaan tenaga,
pengaturan regu kerja, pelatihan praktis mengenai jasa konstruksi dan jaminan mutu
agar tercapainya kualitas pekerjaan sesuai spesifikasi yang ditetapkan untuk
pemeliharaan rutin.

2) Pelaksanaan Pemeliharaan
- P3A/GP3A/IP3A dalam melaksanakan pekerjaan pemeliharaan wajib
memahami dan menerapkan persyaratan teknis yang telah ditetapkan oleh
pembimbing lapangan yaitu juru pengairan.
- Pelaksanaan pemeliharaan tidak mengganggu kelancaran pembagian air
untuk tanaman, artinya pelaksanaannya disesuaikan dengan jadwal
pengeringan dan giliran air.
- Juru pengairan/pengurus P3A wajib menyampaikan kepada masyarakat
pemakai air mengenai rencana pengeringan paling lambat tiga puluh hari
sebelum pelaksanaan pengeringan.
- Untuk pekerjaan yang dilaksanakan oleh P3A/GP3A/IP3A agar sesuai
dengan kuantitas dan kualitas yang dipersyaratkan, perlu adanya bimbingan
dari tenaga pendamping lapangan.
- Setelah pekerjaan perbaikan selesai dikerjakan harus dibuat laporan bahwa
pekerjaan perbaikan telah selesai dilaksanakan dan berfungsi baik dan
disampaikan dalam rapat anggota.

4.4 Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan


Pemantauan dan evaluasi pada pemeliharaan jarincan tersier dilakukan untuk kegiatan
pemeliharaan yang dilaksanakan oleh pengurus dan anggota P3A.

Pernantauan dilakukan terhadap realisasi penggunaan sumberdaya yang meliputi :


tenaga kerja, bahan (pelumas, Cat dan sebagainya), peralatan secara berkala dipantau
dan dibandingkan dengan rencana program pemeliharaan rutin atau rencana yang telah
ditetapkan.

Waktu pemantauannya dapat ditetapkan harian atau mingguan oleh para pengurus
P3A. Setiap akhir bulan dilakukan evaluasi untuk penyempurnaan proses pemeliharaan
yang sedang dijalankan di lapangan. Setiap akhir pekerjaan dilakukan juga evaluasi
untuk penyempurnaan kegiatan pemeliharaan yang akan datang. Hasil evaluasi
tersebut disampaikan pada rapat anggota P3P.

4.5 Indikator Keberhasilan Kegiatan Pemeliharaan Jaringan Tersier


Indikator :
a) Terpenuhinya kapasttas saluran dan bangunan sesuai dengan kapasitas rencana.
b) Terjaganya kondlsi bangunan dan saluran :
 Kondisi baik jika tingkat kerusakan < 10% dari kondisi awal bangunan sesuai
dengan kapasitas rencana.
 Kondisi rusak ringan jika tingkat kerusakan 10 - 20% dari kondisi awal bangunan
dan saluran, diperlukan pemeliharasn berkala.
 Kondisi rusak sedang jika tingkat kerusakan 21 - 40% dari kondisi awal bangunan
dan saluran, diperlukan perbaikan.
 Kondisi rusak berat jika tingkat kerusakan > 40% dari kondisi awal bangunan dan
saluran, diperlukan perbaikan berat atau penggantian.
c) Meminimalkan biaya perbaikan jaringan tersier
d) Tercapainya umur rencana jaringan tersier

Anda mungkin juga menyukai