Anda di halaman 1dari 41

CLINICAL SCIENCE SESSION

INISIASI MENYUSUI DINI

Oleh:

WULAN REKSA FORTUNA

G1A217115

Pembimbing:

dr. Zul Andriahta, Sp.OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

CLINICAL SCIENCE SESSION

INISIASI MENYUSUI DINI

Oleh:
WULAN REKSA FORTUNA
G1A217115

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019

Jambi, Juni 2019

Pembimbing

dr. Zul Andriahta, Sp.OG

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Clinical Science Session (CSS) pada
Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
dan Kesehatan Universitas Jambi yang berjudul “Inisiasi Menyusui Dini”.

Clinical Science Session (CSS) ini bertujuan agar penulis dapat memahami
lebih dalam teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian Obstetri dan Ginekologi di RSUD Raden Mattaher Jambi, dan melihat
penerapannya secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.Zul Andriahta, Sp.OG sebagai
pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan Clinical Science Session (CSS) ini


masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membacanya. Semoga tugas
ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jambi, Juni 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................... . ii
KATA PENGANTAR................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................. 2
2.1 Inisiasi Menyusui Dini ......................................................... 2
2.1.1 Definisi IMD .............................................................. 2
2.1.2 Tujuan IMD............................................. ................... 2
2.1.3 Keuntungan IMD bagi Ibu dan Bayi........................... 2
2.1.4 Prinsip IMD ........................... .................................... 4
2.1.5 Tatalaksana IMD......................................................... 4
2.1.6 Penghambat IMD............................................. ........... 8
2.1.7 Kontraindikasi IMD................................ .................... 9
2.1.8 Alasan Pentingnya IMD.............................................. 12
2.2 ASI (Air Susu Ibu) ............................................................... 13
2.2.1 Definisi ASI ............................................................... 13
2.2.2 Pembentukan ASI ...................................................... 13
2.2.3 Hormon yang mempengaruhi pembentukan ASI ...... 15
2.2.4 Kandungan ASI........................................................... 16
2.2.5 Refleks dalam proses laktasi ...................................... 21
2.2.6 Refleks dalam mekanisme isapan ........................ ...... 23
2.2.7 Penilaian keberhasilan laktasi pasca persalinan ......... 24
2.2.8 Posisi dan pelekatan menyusui ................................... 25
2.2.9Hubunganmenyusui dengan persalinan perabdomi ..... 29
2.2.10 Komplikasi pada ibu dan bayi................................ .. 30

iv
2.2.11 keterbatasan memberi ASI antara ibu dan anak........ 32
2.2.12 Efek analgetik yang menurunkan daya hisap bayi ... 32
BAB III KESIMPULAN ............................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 35

v
BAB I
PENDAHULUAN

Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses bayi mulai menyusu sendiri
segera setelah dilahirkan. Pada proses ini, bayi dibiarkan mencari puting susu
ibunya sendiri setidaknya selama satu jam di dada atau perut ibu dengan kontak
kulit antara ibu dan bayi. Manfaat inisiasi menyusu dini untuk bayi salah satunya
adalah menurunkan angka kematian bayi yang disebabkan oleh hipotermia serta
dapat menghangatkan bayi melalui dada ibu dengan suhu yang tepat. 1
Sebagian besar bayi baru lahir dibiarkan menunggu terlalu lama untuk mulai
menyusui. Pada tahun 2017, diperkirakan 78 juta bayi baru lahir harus menunggu
lebih dari satu jam untuk diletakkan di antara payudara ibu. Ini berarti hanya sekitar
2 dari 5 anak (42%), mayoritas bayi yang lahir di negara berpenghasilan rendah
dan menengah, diletakkan di payudara ibu sekitar satu jam pertama kehidupan.
Pada tahun 2005, terjadinya peningkatan sekitar 37 %. Tingkat inisiasi menyusui
dini sangat bervariasi diseluruh wilayah dari timur tengah dan afrika utara sekitar
35 %, timur dan afrika selatan 65 %.1
Menurut Riskesda, proses mulai menyusu atau IMD mengalami kenaikan
dari 29,3% pada tahun 2010 menjadi 34,5% pada tahun 2013. Sedangkan hasil
Pemantauan Status Gizi (PSG) pada tahun 2016, persentase bayi baru lahir yang
mendapat IMD sebesar 51,9 % yang terdiri dari 42,7% mendapat IMD dalam <1
jam setelah lahir, dan 9,2% dalam 1 jam atau lebih. Persentasi tertinggi di Provinsi
DKI jakarta (73%) dan terendah Bengkulu (16%). Sementara tingkat IMD sangat
bervariasi di setiap negara , secara global tidak ada perbedaan dari jenis kelamin
anak, tempat tinggal atau sosial ekonomi.2,3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inisiasi Menyusui Dini


2.1.1 Definisi IMD
Inisiasi Menyusui Dini adalah meletakan bayi secara tengkurap di
dada atau perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu yang
dilakukan sekurang-kurangnya satu jam segera setelah lahir.2,4 Sesaat
setelah ibu melahirkan maka biasanya bayi akan dibiarkan atau diletakkan
di atas dada si ibu agar sang anak mencari sendiri puting ibunya, ini disebut
dengan inisiasi menyusu dini/IMD. Pemberian ASI secara dini juga
membiasakan bayi agar terbiasa mengkonsumsi ASI untuk pertumbuhan
dan perkembangannya, sebab untuk ASI merupakan makanan yang
memiliki nilai gizi yang tinggi yang didalam ASI mengandung unsur-unsur
gizi lengkap yang diperlukan bayi dalam pertumbuhan dan
perkembangannya.

2.1.2 Tujuan IMD


1. Kontak kulit dengan kulit membuat ibu dan bayi lebih tenang
2. Saat IMD bayi menelan bakteri baik dari kulit ibu yang akan
membentuk koloni di kulit dan usus bayi sebagai perlindungan diri.
3. Kontak kulit dengan kulit antara ibu dan bayi meningkatkan ikatan
kasih sayang ibu dan bayi mengurangi perdarahan setelah melahirkan
4. Mengurangi terjadinya anemia5,6

2.1.3 Keuntungan Inisiasi Menyusui Dini bagi Ibu dan Bayi


Keuntungan IMD untuk ibu
• Meningkatkan kasih sayang dan rasa aman
Pada saat melakukan IMD, kontak kulit langsung antara ibu dan bayi
akan meningkatkan rasa kasih sayang dan aman diantara keduanya.

2
• Memperlancar pengeluaran hormon oksitoksin
Sentuhan, jilatan dan usapan bayi pada puting susu ibu akan
memperlancar pengeluaran hormon oksitoksin.
• Meningkatkan keberhasilan produksi ASI
IMD dapat meningkatkan keberhasilan produksi ASI dan lamanya
waktu menyusui. Hal ini karena isapan bayi akan meningkatkan
produksi hormon prolaktin yang akan merangsang kelenjar susu di
payudara untuk memproduksi ASI.
• Menghentikan pendarahan pasca persalinan
IMD akan meningkatkan kadar hormon oksitoksin secara signifikan.
Hormon oksitoksin ini akan merangsang kontraksi uterus sehingga
lebih cepat menghentikan pendarahan pasca persalinan dan
mengembalikan ukuran rahim seperti semula.7,8

Keuntungan IMD untuk bayi


• Mencegah kematian karena berbagai penyakit
Bayi yang tidak melakukan IMD retan terhadap penyakit seperti
sepsis, pneumonia dan diare. Hal ini karena bayi yang tidak
melakukan IMD mendapatkan kolostrum lebih sedikit. Padahal
kolostrum mengandung banyak antibodi yang dihubungkan tubuh
untuk melawan berbagai penyakit.
• Mencegah kematian karena hipotermi
Kontak kulit antara ibu dan bayi akan menjaga suhu tubuh bayi
dalam keadaan stabil sehingga mencegah terjadinya hipotermi. Hal
ini disebabkan bayi belum dapat mengatur suhu tubuhnya dengan
baik sehingga memudahkan kehilangan panas melalui evaporasi air
ketuban setelah periode pasca persalinan.
• Bayi mendapatkan kolostrum yang kaya akan antibodi
Bayi mendapatkan kolostrum yang memberikan sejumlah faktor
kekebalan tubuh seperti antimokroba dan anti inflamasi. Kolostrum
yang dikeluarkan saat pelaksanaan IMD mengandung nutrisi yang
akan membantu maturasi usus dan lambung.

3
• Bayi mendapatkan bakteri yang aman
Bayi yang menjilat kulit ibu akan mendapatkan bakteri yang aman.
Bakteri ini akan berkoloni di usus bayi dan bersaing dengan bakteri
patogen.
• Mencegah hipoglikemi
IMD dapat mencegah hipoglikemi dengan mengatur kadar gula
darah bayi menjadi lebih baik dan stabil beberapa jam setelah
persalinan serta dapat mengoptimalkan berat badan bayi.
• Menurunkan kejadian ikterus
IMD dapat menurunkan kejadian ikterus karena kontak kulit yang
baik terjadi pada saat IMD akan menormalkan kadar bilirubin dalam
tubuh bayi dan akan lebih cepat dalam pengeluaran mekonium.
• Meningkatkan kecerdasan
IMD diyakini dapat meningkatkan kecerdasan bayi. Hal ini didukug
dengan penelitian yang menunjukkan bahwa pelaksanaan IMD
dapat mengurangi angka kejadian anak autisme. 7,8,9

2.1.4 Prinsip Inisiasi Menyusui Dini (IMD)


Segera setelah bayi lahir, setelah tali pusat dipotong, letakkan bayi
tengkurap di dada ibu dengan kulit bayi kontak ke kulit ibu. Biarkan kontak
kulit ke kulit ini menetap selama setidaknya 1 jam bahkan lebih sampai bayi
dapat menyusu sendiri. Bayi diberi topi dan di selimuti. Ayah atau keluarga
dapat memberi dukungan dan membantu ibu selama proses ini. Ibu diberi
dukungan untuk mengenali saat bayi siap untuk menyusu, menolong bayi
jika diperlukan.7,8

2.1.5 Tatalaksan IMD


Tatalaksan IMD di bagi menjadi dua yaitu tatalaksana umum dan
tatalaksana khusus seperti pada operasi sesar. tatalaksana IMD secara umum
terdiri dari beberapa tahap10-14 :

4
a.Tatalaksana inisiasi menyusi dini pada persalinan spontan
1. Segera setelah bayi lahir dan diputuskan tidak memerlukan resusitasi,
letakkan bayi diatas perut ibunya ( bila sectio, bayi diletakkan diatas
dada dan keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh
lainnya kecuali kedua tangannya). Bau cairan amnion pada tangan
bayi akan membantunya mencari puting ibu yang mempunyai bau
yang sama. Maka agar baunya tetap ada, dada ibu juga tidak boleh
dibersihkan.
2. Setelah tali pusat dipotong dan diikat, tengkurapkan bayi di atas perut
ibu dengan kepala bayi menghadap kearah kepala ibunya.
3. Kalau ruangan bersalin dingin, berikan selimut yang akan
menyelimuti ibu dan bayinya, dan kenakan topi pada kepala bayi.
4. Setelah 12-44 menit bayi akan mulai bergerak dengan menendang,
menggerakkan kaki, bahu dan lengannya. Stimulasi ini akan
membantu uterus untuk berkontraksi. Meskipun kemampuan
melihatnya terbatas, bayi dapat melihat areola mammae yang
berwarna lebih gelap dan bergerak menuju kesana. Bayi akan
membetur-benturkan kepala ke dada ibu. Ini merupakan stimulasi
yang menyerupai pijatan pada payudara ibu.
5. Bayi kemudian mencapai puting dengan mengandalkan indera
penciuman dan dipandu oleh bau pada kedua tangannya. Bayi akan
mengangkat kepala, mulai mengulum puting, dan mulai menyusu. Hal
tersebut dapat tercapai 27-71 menit.
6. Pada saat bayi siap untuk menyusu, menyusu pertama berlangsung
sebentar, sekitar 15 menit, dan setelah selesai, selama 2-2,5 jam
berikutnya tidak ada keinginan bayi untuk menyusu. Selama menyusu
bayi akan mengkoordinasi gerakkan menghisap, menelan dan
bernapas.
7. Setelah selesai tindakan inisiasi menyusu dini ini, baru tindakan
asuhan keperawatan seperti menimbang, pemeriksaan antropometri
lainnya, penyuntikan vitamin K1 dan pengolesan salep pada mata bayi
dapat dilakukan.

5
8. Tunda memandikan bayi paling kurang 6 jam setelah lahir atau pada
hari berikutnya.
9. Bayi tetap berada dalam jangkauan ibunya agar dapat disusukan
seusai keinginan bayi.

Gambar 2.1 Inisiasi Menyusui Dini

b. Tatalaksana inisiasi menyusi dini pada operasi caesar


1. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu dikamar operasi atau
dikamar pemulihan.
2. Begitu lahir diletakkan di meja resusitasi untuk dinilai, dikeringkan
secepatnya terutama kepala tanpa menghilangkan vernix, kecuali
tangannya. Dibersihkan mulut dan hidung bayi, tali pusat di ikat.
3. Kalau bayi tak perlu diresusitasi, bayi dibedong, dibawa ke ibu.
Diperlihatkan kelaminnya pada ibu kemudian mencium ibu.

6
4. Tengkurapkan bayi didada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu.
Kaki bayi agak sedikit serong atau melintang menghindari sayatan
operasi. Bayi dan ibu di selimuti. Bayi diberi topi.
5. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi mendekati
puting. Biarkan bayi mencari puting sendiri.
6. Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu paling tidak selama satu
jam, bila menyusu awal selesai sebelum 1 jam, tetap kontak kulit ibu-
bayi selama setidaknya 1 jam.
7. Bila bayi menunjukkan kesiapan untuk minum, bantu ibu dengan
mendekatkan bayi ke puting tapi tidak memasukkan puting ke mulut
bayi. Bila dalam 1 jam belum bisa menemukan puting ibu, beri
tambahan waktu melekat pada dada ibu, 30 menit atau 1 jam lagi.
8. Bila operasi telah selesai, ibu dapat dibersihkan dengan tetap melekat
didadanya dan dipeluk erat oleh ibu. Kemudian ibu dipindahkan dari
meja operasi ke ruang pulih dengan bayi tetap didadanya.
9. Bila ayah tidak dapat menyertai ibu di kamar operasi, diusulkan untuk
mendampingi ibu dan mendoakan anaknya saat di kamar pulih.
10. Rawat gabung ; ibu-bayi dirawat dalam satu kamar, bayi dalam
jangkauan ibu selama 24 jam. Berikan ASI saja tanpa minuman atau
makanan lain kecuali atas indikasi medis. Tidak diberi dot atau
empeng.7

Gambar 2.2 Inisiasi Menyusu Dini Pada Operasi Ceasar15

7
2.1.6 Penghambat Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
Berikut ini beberapa pendapat yang menghambat terjadinya kontak dini
kulit ibu dengan kulit bayi menurut Roesli yaitu :
1. Bayi kedinginan
Berdasarkan Penelitian ditemukan bahwa suhu dada ibu yng melahirkan
menjadi 1°C lebih panas daripada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika
bayi yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun
1°C. Jika bayi kedinginan suhu dada ibu akan meningkat 2°C untuk
menghangatkan bayi.
2. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya
Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera setelah lahir.
Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi menyusu dini
membantu menenangkan ibu.
3. Tenaga Kesehatan kurang tersedia
Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat menjalankan tugas. Bayi
dapat menemukan sendiri payudara ibu. Lihat ayah atau keluarganya
terdekat unuk menjaga bayi sambil memberikan dukungan pada Ibu.
4. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk
Dengan bayi diatas ibu, ibu dapat dipindahkan keruang pulih atau kamar
perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan usahanya
mencapai payudara dan menyusu dini.
5. Ibu harus dijahit
Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara yang dijahit
adalah bagian bawah tubuh ibu.
6. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore
(gonorhea) harus segera diberikan setelah lahir
7. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur
Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas badan
bayi. Selain itu, kesempatan vernix (zat lemak putih yang melekat pada
bayi) meresap,melunakkan dan melindungi kulit bayi lebih besar. Bayi
dapat dikeringkan segera setelah lahir. Penimbangan dan pengukuran dapat
ditunda sampai menyusu dini selesai.

8
8. Bayi kurang siaga
Pada 1 -2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu,
bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang
diasup ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan
bantuan lebih untuk ikatan kasih sayang.
9. Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga
diperlukan cairan lain (cairan prelaktal)
Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi
dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai pada saat
itu.
10. Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya bagi bayi
Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Selain sebagai
imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum
melindungi dan mematangkan dinding usus yang masih mudaKolostrum
sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Selain sebagai imunisasi
pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum melindungi
dan mematangkan dinding usus yang masih muda.

2.1.7 Kontraindikasi Inisiasi Menyusu Dini


Kontraindikasi pada Ibu
1. Ibu dengan fungsi kardio respiratorik yang tidak baik
Penyakit jantung klasifikasi II dianjurkan untuk sementara tidak menyusu
sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi pasien jantung klasifikasi III
tidak dibenarkan untuk menyusu. Penilaian akan hal ini harus dilakukan
dengan hati-hati. Jika penyakit jantungnya tergolong berat, tak dianjurkan
memberi ASI. Mekanisme oksitosin dapat merangsang otot polos.
Sementara organ jantung bekerja dibawah pengaruh otot polos. Jadi,
menyusu dapat memunculkan kontraksi karena kelenjar tersebut terpacu
hingga kerja jantung jadi lebih keras sehingga bisa timbul gagal jantung.
2. Ibu dengan eklamsia dan pre-eklamsia berat
Keadaan ibu biasanya tidak baik dan dipengaruhi obat-obatan untuk
mengatasi penyakit. Biasanya menyebabkan kesadaran menurun sehingga

9
ibu belum sadar betul. Tidak diperbolehkan ASI dipompa dan diberikan
pada bayi. Sebaiknya pemberian ASI dihentikan meski tetap perlu
dimonitor kadar gula darahnya. Konsultasikan pada dokter mengenai
boleh tidaknya pemberian ASI pada bayi dengan mempertimbangkan
kondisi ibu serta jenis obat-obatan yang dikonsumsi.
3. Ibu dengan penyakit infeksi akut dan aktif
Bahaya penularan pada bayi yang dikhawatirkan. Tuberkulosis paru yang
aktif dan terbuka merupakan kontra indikasi mutlak. Pada sepsis keadaan
ibu biasanya buruk dan tidak akan mampu menyusu. Banyak perdebatan
mengenai penyakit infeksi apakah dibenarkan menyusu atau tidak. Ibu
yang positif mengidap AIDS belum tentu bayinya juga positif AIDS. Itu
sebabnya ibu yang mengidap AIDS, sama sekali tak boleh memberi ASI
pada bayi.
4. Ibu dengan karsinoma payudara
Harus dicegah jangan sampai ASI nya keluar karena mempersulit
penilaian penyakitnya. Apabila menyusu, ditakutkan adanya sel - sel
karsinoma yang terminum si bayi. Kalau semasa menyusu ibu ternyata
harus menjalani pengobatan kanker, disarankan menghentikan pemberian
ASI. Obat-obatan antikanker yang dikonsumsi, bersifat sitostatik yang
prinsipnya mematikan sel. Jika obat-obatan ini sampai terserap ASI lalu
diminumkan ke bayi, dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan sel-sel
bayi.
5. Ibu dengan gangguan psikologi
Keadaan jiwa si ibu tidak dapat dikontrol bila menderita psikosis.
Meskipun pada dasarnya ibu sayang pada bayinya, tetapi selalu ada
kemungkinan penderita psikosis membuat cedera pada bayinya.
6. Ibu dengan gangguan hormon
Bila ibu menyusu mengalami gangguan hormon dan sedang menjalani
pengobatan dengan mengonsumsi obat-obatan hormon, sebaiknya
pemberian ASI dihentikan. Dikhawatirkan obat yang menekan kelenjar
tiroid ini akan masuk ke ASI lalu membuat kelenjar tiroid bayi jadi
terganggu.

10
7. Ibu dengan tuberculosis
Pengidap tuberkulosis aktif tetap boleh menyusu karena kuman penyakit
ini tak akan menular lewat ASI, agar tak menyebarkan kuman ke bayi
selama menyusu, ibu harus menggunakan masker. Tentu saja ibu harus
menjalani pengobatan secara tuntas.
8. Ibu dengan hepatitis
Bila ibu terkena hepatitis selama hamil, biasanya kelak begitu bayi lahir
akan ada pemeriksaan khusus yang ditangani dokter anak. Bayi akan diberi
antibodi untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya agar tidak terkena
penyakit yang sama. Sedangkan untuk ibunya akan ada pemeriksaan
laboratorium tertentu berdasarkan hasil konsultasi dokter penyakit dalam.
Dari hasil pemeriksaan tersebut baru bisa ditentukan, boleh-tidaknya ibu
memberi ASI. Bila hepatitisnya tergolong parah, umumnya tidak
dibolehkan memberi ASI karena dikhawatirkan bisa menularkan pada si
bayi.

Kontraindikasi pada Bayi


1. Bayi kejang
Kejang - kejang pada bayi akibat cedera persalinan atau infeksi tidak
memungkinkan untuk menyusu. Ada bahaya aspirasi, bila kejang timbul
saat bayi menyusu. Kesadaran bayi yang menurun juga tidak
memungkinkan bayi untuk menyusu.
2. Bayi yang sakit berat
Bayi dengan penyakit jantung atau paru-paru atau penyakit lain yang
memerlukan perawatan intensif tidak memungkinkan untuk menyusu,
namun setelah keadaan membaik tentu dapat disusui. Misalnya bayi
dengan kelainan lahir dengan Berat Badan Lahir Sangat Rendah (Very
Low Birth Weight) . Refleks menghisap dan refleks lain pada BBLSR
belum baik sehingga tidak memungkinkan untuk menyusu.
3. Bayi dengan cacat bawaan

11
Diperlukan persiapan mental si ibu untuk menerima keadaan bahwa
bayinya cacat. Cacat bawaan yang mengancam jiwa si bayi merupakan
kontra indikasi mutlak. Cacat ringan seperti labioskhisis, palatoskisis
bahkan labiopalatoskisis masih memungkinkan untuk menyusu.11,16

2.1.8 Alasan Pentingnya Inisiasi Menyusui Dini (IMD)


Alasan penting melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah
karena suhu dada ibu dapat menyesuaikan suhu ideal (thermogulator) yang
o
diperlukan bayi. Kulit dada ibu yang melahirkan 1 C lebih panas dari ibu
yang tidak melahirkan. Jika bayinya kedinginan, suhu tubuh ibu otomatis
naik 2`C untuk mengghangatkan bayi, sehingga dapat menurunkan resiko
hipotermia dan menurunkan kematian bayi akibat kedinginan.
Kehangatan dada ibu saat bayi diletakkan di dada ibu, akan membuat
bayi merasakan getaran sehingga merasakan ketenangan, merasa dilindungi
dan kuat secara psikis. Bayi akan lebih tenang, karena dengan mendengar
pernapasan dan detak jantung ibu dapat menenangkan bayi, menurunkan
stress akibat proses kelahiran dan meningkatkan kekebalan tubuh bayi.
Bayi yang dibiarkan merayap diperut ibu dan menemukan puting
susu ibunya sendiri, akan tercemar bakteri yang tidak berbahaya terlebih
dahulu sebagai anti ASI ibu, sehingga bakteri baik ini membentuk koloni di
susu dan kulit bayi. Hal ini berarti mencegah kolonisasi bakteri yang lebih
ganas dari lingkungan. Pada saat bayi dapat menyusu segera setelah lahir,
maka kolostrum makin cepat keluar sehingga bayi akan lebih cepat
mendapatkan kolostrum ini, yaitu cairan pertama yang kaya akan antibodi
dan sangat penting untuk pertumbuhan usus dan ketahanan terhadap infeksi
yang dibutuhkan bayi demi kelangsungan hidupnya.
Bayi akan belajar menyusu dengan nalurinya sendiri. Sentuhan dan
jilatan pada puting ibu akan merangsang oksitosin ibu yang penting dalam
menyebabkan kontraksi rahim, sehingga membantu pengeluaran plasenta
dan mengurangi perdarahan, merangsang hormon lain yang membuat ibu
merasa tenang, rileks dan merangsang pengaliran ASI dari payudara.

12
Secara psikologis pemberian ASI pada satu jam pertama akan
memberikan manfaat yaitu bayi akan mendapat terapi psikologis berupa
ketenangan dan kepuasan. Terpenuhinya rasa aman dan nyaman akibat
kelelahan selama proses persalinan karena kepala bayi harus melewati pintu
atas panggul, panggul dalam dan dasar panggul yang membuat bayi stress.
Dengan menemukan puting susu ibu, bayi mendapatkan ketenangan
kembali. Pelukan ibu membuat bayi merasa aman dan nyaman seperti dalam
rahim ibu. Hal ini merupakan terapi bagi bayi yang sangat berpengaruh
terhadap perkembangan psikologis, karena ia mendapat modal pertama
membentuk kepercayaan diri terhadap lingkungan.

2.2 ASI (Air Susu Ibu)


2.2.1 Definisi ASI
ASI (Air Susu Ibu) merupakan suspensi lemak dan protein dalam larutan
karbohidrat-mineral. Berupa air susu yang dihasilkan oleh ibu dan
mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi untuk kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan bayi.17

2.2.2 Pembentukan ASI


Proses Pembentukan Laktogen
a. Laktogenesis I
Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase
laktogenesis I. Saat itu payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa
cairan kental yang kekuningan. Pada saat itu, tingkat progesteron yang
tinggi mencegah produksi ASI sebenarnya. Tetapi bukan merupakan
masalah medis apabila ibu hamil mengeluarkan kolostrum sebelum lahirnya
bayi, dan hal ini juga bukan indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI
setelah melahirkan nanti.
b. Laktogenesis II
Saat melahirkan keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat
hormon progesteron, estrogen dan human placental lactogen (HPL) secara

13
tiba-tiba, tetapi hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan
produksi ASI besar-besaran yang dikenal fase laktogenesis II.
Apabila payudara dirangsang, kadar prolaktin dalam darah meningkat,
memuncak dalam periode 45 menit dan kemudian kembali ke kadar
sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin
menstimulasi sel di dalam alveoli untuk meproduksi ASI, dan hormon ini
juga keluar dalam ASI.
Hormon lainnya, seperti insulin, tiroksin dan kortiso juga terdapat
dalam proses ini, namun persan hormon tersebut belum diketahui. Penanda
biokimiawi mengindikasikan bahwa proses laktogenesis II di mulai sekitar
30-40 jam setelah melahirkan, tetapi biasanya ibu baru merasakan payudara
penuh sekitar 50-73 jam (2-3 hari) setelah melahirkan. Artinya, memang
produksi ASI sebenarnya tidak langsung setelah melahirkan.
Kolostrum dikonsumsi bayi sebelum ASI sebenarnya. Kolostrum
mengandung sel darah putih dan antibodi yang tinggi dari pada ASI
sebenarnya, khususnya tinggi dalam kadar IgA yang membantu melapisi
usus bayi yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA ini
juga mencegah alergi makanan. Dalam dua minggu pertama setelah
melahirkan, kolostrum pelan-pelan hilang dan tergantikan oleh ASI
sebenarnya.
c. Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama
kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi
ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin dimulai. Fase ini dinamakan
laktogenesis III.
Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan
memproduksi ASI dengan banyak pula. Penelitian berkesimpulan bahwa
apabila payudara dikosongkan secara menyeluruh juga akan meningkatkan
produksi ASI. Dengan demekian, produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa
sering dan seberapa baik bayi menghisap, dan juga seberapa sering payudara
dikosongkan.

14
2.2.3 Hormon yang mempengaruhi pembentukan ASI
Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi hormon
yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara.
Proses bekerjanya hormon dalam menghasilkan ASI sebagai berikut:
• Saat bayi menghisap, sejumlah sel saraf di payudara ibu
mengirimkan pesan ke hipotalamus.
• Ketika menerima pesan itu, hipotalamus melepas”rem” penahan
Prolaktin
• Untuk mulai menghasilkan ASI, prolaktin yang dihasilkan kelenjar
pituitari merangsang kelenjar-kelenjar susu di payudara.
Hormon-hormon yang terlibat dalam proses pembentuka ASI sebagai berikut :
• Progesteron
Progesteron mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Kadar
progesteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini
menstimulasi produksi secara besar-besaran.
• Estrogen
Estrogen menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Kadar estrogen
menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama
tahap menyusui. Karena itu, sebaiknya ibu menyusi menghindari KB
hormonal berbasis hormon estrogen, karena dapat mengurangi jumlah
produksi ASI.
• Prolaktin
Prolaktin berperan dalam membesarnya alveoli dalam kehamilan. Dalam
fisologi laktasi, prolaktin merupakan suatu hormon yang disekresi oleh
glandula pituitari. Hormon ini memiliki peranan penting untuk
memproduksi ASI. Kadar hormon ini meningkat selama kehamilan.
Peristiwa lepas atau keluarnya plasenta pada akhir proses persalinan
membuat kadar estrogen dan progesteron berangsur-angsur menurun
sampai kadar dapat dilepaskan dan diaktifkannya prolaktin.
• Oksitoksin
Oksitoksin mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan
dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Setelah melahirkan,

15
oksitoksin juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras
ASI menuju saluran susu. Oksitoksin berperan dalam prose turunnya susu
let down/milk ejection reflex.
• Human placental lactogen (HPL)
Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL yang
berperan dalam pertumbuhan payudara, puting, dan areola sebelum
melahirkan. Pada bulan kelima dan keenam kehamilan, payudara siap
memproduksi ASI.18-19

2.2.4 Kandungan ASI


Seperti halnya nutrisi pada umumnya, ASI mengandung komponen makro
dan mikro nutrien. Yang termasuk makronutrien adalah karbohidrat, protein dan
lemak sedangkan mikronutrien adalah vitamin & mineral. Air susu ibu hampir
90%nya terdiri dari air. Volume dan komposisi nutrien ASI berbeda untuk setiap
ibu bergantung dari kebutuhan bayi. Perbedaan volume dan komposisi di atas juga
terlihat pada masa menyusui (kolostrum, ASI transisi, ASI matang dan ASI pada
saat penyapihan). Kandungan zat gizi ASI awal dan akhir pada setiap ibu yang
menyusui juga berbeda. Kolostrum yang diproduksi antara hari 1-5 menyusui kaya
akan zat gizi terutama protein.
ASI transisi mengandung banyak lemak dan gula susu (laktosa). ASI yang
berasal dari ibu yang melahirkan bayi kurang bulan (prematur) mengandung tinggi
lemak dan protein, serta rendah laktosa dibanding ASI yang berasal dari ibu yang
melahirkan bayi cukup bulan. Pada saat penyapihan kadar lemak dan protein
meningkat seiring bertambah banyaknya kelenjar payudara. Walapun kadar protein,
laktosa, dan nutrien yang larut dalam air sama pada setiap kali periode menyusui,
tetapi kadar lemak meningkat.Jumlah total produksi ASI dan asupan ke bayi
bervariasi untuk setiap waktu menyusui dengan jumlah berkisar antara 450 -1200
ml dengan rerata antara 750-850 ml per hari. Banyaknya ASI yang berasal dari ibu
yang mempunyai status gizi buruk dapat menurun sampai jumlah hanya 100-200
ml per hari.

16
Komposisi ASI

ASI mengandung air sebanyak 87.5%, oleh karena itu bayi yang mendapat
cukup ASI tidak perlu lagi mendapat tambahan air walaupun berada di tempat yang
mempunyai suhu udara panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna bayi,
sedangkan susu formula lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut yang dapat
menyebabkan terjadinya diare pada bayi yang mendapat susu formula.

Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah
satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir 2
kali lipat dibanding laktosa yang ditemukan pada susu sapi atau susu formula.
Namun demikian angka kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat
mencerna laktosa (intoleransi laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang mendapat
ASI. Hal ini disebabkan karena penyerapan laktosa ASI lebih baik dibanding
laktosa susu sapi atau susu formula. Kadar karbohidrat dalam kolostrum tidak
terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa pada ASI transisi (7-14
hari setelah melahirkan). Sesudah melewati masa ini maka kadar karbohidrat ASI
relatif stabil.

Protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan
protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri dari
protein whey dan Casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey
yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak
mengandung protein Casein yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah protein
Casein yang terdapat dalam ASI hanya 30% dibanding susu sapi yang mengandung
protein ini dalam jumlah tinggi (80%). Disamping itu, beta laktoglobulin yaitu
fraksi dari protein whey yang banyak terdapat di protein susu sapi tidak terdapat
dalam ASI. Beta laktoglobulin ini merupakan jenis protein yang potensial
menyebabkan alergi.
Kualitas protein ASI juga lebih baik dibanding susu sapi yang terlihat dari
profil asam amino (unit yang membentuk protein). ASI mempunyai jenis asam

17
amino yang lebih lengkap dibandingkan susu sapi. Salah satu contohnya adalah
asam amino taurin; asam amino ini hanya ditemukan dalam jumlah sedikit di dalam
susu sapi. Taurin diperkirakan mempunyai peran pada perkembangan otak karena
asam amino ini ditemukan dalam jumlah cukup tinggi pada jaringan otak yang
sedang berkembang. Taurin ini sangat dibutuhkan oleh bayi prematur, karena
kemampuan bayi prematur untuk membentuk protein ini sangat rendah.
ASI juga kaya akan nukleotida (kelompok berbagai jenis senyawa organik
yang tersusun dari 3 jenis yaitu basa nitrogen, karbohidrat, dan fosfat) dibanding
dengan susu sapi yang mempunyai zat gizi ini dalam jumlah sedikit. Disamping itu
kualitas nukleotida ASI juga lebih baik dibanding susu sapi. Nukleotida ini
mempunyai peran dalam meningkatkan pertumbuhan dan kematangan usus,
merangsang pertumbuhan bakteri baik dalam usus dan meningkatkan penyerapan
besi dan daya tahan tubuh.

Lemak
Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu sapi dan susu
formula. Kadar lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan
otak yang cepat selama masa bayi. Terdapat beberapa perbedaan antara profil lemak
yang ditemukan dalam ASI dan susu sapi atau susu formula. Lemak omega 3 dan
omega 6 yang berperan pada perkembangan otak bayi banyak ditemukan dalam
ASI. Disamping itu ASI juga mengandung banyak asam lemak rantai panjang
diantaranya asam dokosaheksanoik (DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang
berperan terhadap perkembangan jaringan saraf dan retina mata.
Susu sapi tidak mengadung kedua komponen ini, oleh karena itu hampir
terhadap semua susu formula ditambahkan DHA dan ARA ini. Tetapi perlu diingat
bahwa sumber DHA & ARA yang ditambahkan ke dalam susu formula tentunya
tidak sebaik yang terdapat dalam ASI. Jumlah lemak total di dalam kolostrum lebih
sedikit dibandingkan ASI matang, tetapi mempunyai persentasi asam lemak rantai
panjang yang tinggi.
ASI mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang dibanding
susu sapi yang lebih banyak mengandung asam lemak jenuh. Seperti kita ketahui

18
konsumsi asam lemah jenuh dalam jumlah banyak dan lama tidak baik untuk
kesehatan jantung dan pembuluh darah

Karnitin
Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang
diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh. ASI mengandung kadar
karnitin yang tinggi terutama pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan di dalam
kolostrum kadar karnitin ini lebih tinggi lagi. Konsentrasi karnitin bayi yang
mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat susu formula.

Vitamin
a. Vitamin K
Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai
faktor pembekuan. Kadar vitamin K ASI hanya seperempatnya kadar dalam
susu formula. Bayi yang hanya mendapat ASI berisiko untuk terjadi perdarahan,
walapun angka kejadian perdarahan ini kecil. Oleh karena itu pada bayi baru
lahir perlu diberikan vitamin K yang umumnya dalam bentuk suntikan.
b. Vitamin D
Seperti halnya vitamin K, ASI hanya mengandung sedikit vitamin D. Hal
ini tidak perlu dikuatirkan karena dengan menjemur bayi pada pagi hari maka
bayi akan mendapat tambahan vitamin D yang berasal dari sinar matahari.
Sehingga pemberian ASI eksklusif ditambah dengan membiarkan bayi terpapar
pada sinar matahari pagi akan mencegah bayi menderita penyakit tulang karena
kekurangan vitamin D.
c. Vitamin E
Salah satu fungsi penting vitamin E adalah untuk ketahanan dinding sel
darah merah. Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan terjadinya kekurangan
darah (anemia hemolitik). Keuntungan ASI adalah kandungan vitamin E nya
tinggi terutama pada kolostrum dan ASI transisi awal.
d. Vitamin A
Selain berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga berfungsi untuk
mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. ASI

19
mengandung dalam jumlah tinggi tidak saja vitamin A dan tetapi juga bahan
bakunya yaitu beta karoten. Hal ini salah satu yang menerangkan mengapa bayi
yang mendapat ASI mempunyai tumbuh kembang dan daya tahan tubuh yang
baik
e. Vitamin yang larut dalam air
Hampir semua vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B, asam folat,
vitamin C terdapat dalam ASI. Makanan yang dikonsumsi ibu berpengaruh
terhadap kadar vitamin ini dalam ASI. Kadar vitamin B1 dan B2 cukup tinggi
dalam ASI tetapi kadar vitamin B6, B12 dan asam folat mungkin rendah pada
ibu dengan gizi kurang. Karena vitamin B6 dibutuhkan pada tahap awal
perkembangan sistim syaraf maka pada ibu yang menyusui perlu ditambahkan
vitamin ini. Sedangkan untuk vitamin B12 cukup di dapat dari makanan sehari-
hari, kecuali ibu menyusui yang vegetarian.

Mineral

Tidak seperti vitamin, kadar mineral dalam ASI tidak begitu dipengaruhi
oleh makanan yang dikonsumsi ibu dan tidak pula dipengaruhi oleh status gizi ibu.
Mineral di dalam ASI mempunyai kualitas yang lebih baik dan lebih mudah diserap
dibandingkan dengan mineral yang terdapat di dalam susu sapi.

Mineral utama yang terdapat di dalam ASI adalah kalsium yang mempunyai
fungsi untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf dan
pembekuan darah. Walaupun kadar kalsium ASI lebih rendah dari susu sapi, tapi
tingkat penyerapannya lebih besar. Penyerapan kalsium ini dipengaruhi oleh kadar
fosfor, magnesium, vitamin D dan lemak. Perbedaan kadar mineral dan jenis lemak
diatas yang menyebabkan perbedaan tingkat penyerapan. Kekurangan kadar
kalsium darah dan kejang otot lebih banyak ditemukan pada bayi yang mendapat
susu formula dibandingkan bayi yang mendapat ASI.

Kandungan zat besi baik di dalam ASI maupun susu formula keduanya
rendah serta bervariasi. Namun bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko yang
lebih kecil utnuk mengalami kekurangan zat besi dibanding dengan bayi yang
mendapat susu formula. Hal ini disebabkan karena zat besi yang berasal dari ASI

20
lebih mudah diserap, yaitu 20-50% dibandingkan hanya 4 -7% pada susu formula.
Keadaan ini tidak perlu dikuatirkan karena dengan pemberian makanan padat yang
mengandung zat besi mulai usia 6 bulan masalah kekurangan zat besi ini dapat
diatasi.

Mineral zinc dibutuhkan oleh tubuh karena merupakan mineral yang banyak
membantu berbagai proses metabolisme di dalam tubuh. Salah satu penyakit yang
disebabkan oleh kekurangan mineral ini adalah acrodermatitis enterophatica
dengan gejala kemerahan di kulit, diare kronis, gelisah dan gagal tumbuh. Kadar
zincASI menurun cepat dalam waktu 3 bulan menyusui. Seperti halnya zat besi
kandungan mineral zink ASI juga lebih rendah dari susu formula, tetapi tingkat
penyerapan lebih baik. Penyerapan zinc terdapat di dalam ASI, susu sapi dan susu
formula berturut-turut 60%, 43-50% dan 27-32%. Mineral yang juga tinggi
kadarnya dalam ASI dibandingkan susu formula adalah selenium, yang sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan cepat.20

2.2.5 Refleks dalam Proses Laktasi


Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI
belum keluar karena pengaruh hormon estrogen yang masih tinggi. Kadar estrogen
dan progesteron akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca persalinan,
sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah mulai terjadi
sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini, terjadi perangsangan pada puting susu,
terbentuklah prolaktin oleh hipofisis, sehingga sekresi ASI makin lancar. Pada
proses laktasi terdapat dua reflek yang berperan, yaitu refleks prolaktin dan refleks
aliran yang timbul akibat perangsangan puting susu dikarenakan isapan bayi.
1. Reflek Prolaktin
Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk
membuat kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas
prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang masih tinggi. Pasca
persalinan, yaitu saat plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum maka
estrogen dan progesteron juga berkurang. Hisapan bayi akan merangsang

21
puting susu dan kelenjar payudara, karena ujung-ujung saraf sensoris yang
berfungsi sebagai reseptor mekanik.
Rangsangan ini di lanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis
hipotalamus dan akan menekan pengeluaran faktor penghambat sekresi
prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi
prolaktin. Faktor pemacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofise
anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli
yang berfungsi untuk membuat air susu.
Kadar prolaktin pada ibu menyusi akan menjadi normal. 3 bulan
setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak
akan ada peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran
air susu tetap berlangsung.
Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi
normal pada minggu ke 2-3. Sedangkan pada ibu menyusui prolaktin akan
meningkat dalam keadaan seperti; stress atau pengaruh psikis, anatesi,
operasi dan rangsangan puting susu.

2. Reflek Aliran (let down reflex)


Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan sampai ke kelenjar
hipofisis anterior tetapi juga ke kelenjar hipofisi posterior yang
mengeluarkan hormon oksitoksin. Hormon ini berfungsi memacu kontraksi
otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI
dipompa keluar. Makin sering menyusui, pengosongan alveolus dan saluran
makin baik sehingga kemungkinan terjadinya bendungan ASI makin kecil,
dan menyusui makin lancar. Saluran ASI yang mengalami bendungan tidak
hanya mengganggu proses menyusui tetapi juga mudah terkena infeksi.
Faktor-faktor yang meningkatkan let down adalah; melihat bayi,
mendengarakan suara bayi, mencium bayi, memikirkkan untuk menyusui
bayi. Faktor-faktor yang menghambat refleklet down adalah stress, seperti
keadaan bingung, takut atau cemas.

22
2.2.6 Refleks dalam Mekanisme Isapan
Bayi yang sehat mempunyai 3 refleksi intrinsik, yang diperlukan untuk
berhasilnya menyusui seperti :
a. Refleks mencari (Rooting reflekx).
Payudara ibu yang menempel pada pipi atau derah sekeliling mulut
merupakan rangsangan yang menimbulkan refleks mencari pada bayi. Ini
menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu yang menempel tadi
diikuti dengan membuka mulut dan kemudian puting susu ditarik masuk ke
dalam mulut.
b. Refleks mengisap (Sucking reflex)
Tehnik menyusui yang baik adalah apabila kalang payudara sedapat
mungkin semuanya masuk ke dalam mulut bayi, tetapi hal ini tidak mungkin
dilakukan pada ibu yang kalang payudaranya besar. Untuk itu maka sudah
cukup bila rahang bayi supaya menekan sinus laktiferus yang terletak di
puncak kalang payudara di belakang puting susu. Adalah tidak dibenarkan
bila rahang bayi hanya menekan puting susu saja, karena bayi hanya dapat
mengisap susu sedikit dan pihak ibu akan timbul lecet-lecet pada puting
susunya. Puting susu yang sudah masuk ke dalam mulut dengan bantuan
lidah, di mana lidah dijulurkan di atas gusi bawah puting susu ditarik lebih
jauh sampai pada orofaring dan rahang menekan kalang payudara di
belakang puting susu yang pada saat itu sudah terletak pada langit-langit
keras (palatum durum). Dengan tekanan bibir dan gerakan rahang secara
berirama, maka gusi akan menjepit kalang payudara dan sinus laktiferus,
sehingga air susu akan mengalir ke puting susu, selanjutnya bagian belakang
lidah menekan puting susu pada langit-langit yang mengakibatkan air susu
keluar dari puting susu. Cara yang dilakukan oleh bayi ini tidak akan
menimbulkan cedera pada puting susu.
c. Refleks menelan (Swallowing reflex)
Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan gerakan
mengisap (tekanan negatif) yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga
pengeluaran air susu akan bertambah dan diteruskan dengan mekanisme
menelan masuk ke lambung. Keadaan akan terjadi berbeda bila bayi diberi

23
susu botol di mana rahang mempunyai peranan sedikit di dalam menelan
dot botol, sebab susu dengan mudah mengalir dari lubang dot. Dengan
adanya gaya berat, yang disebabkan oleh posisi botol yang dipegang ke arah
bawah dan selanjutnya dengan adanya isapan pipi (tekanan negatif)
kesemuanya ini akan membantu aliran susu, sehingga tenaga yang
diperlukan oleh bayi untuk mengisap susu menjadi minimal. Kebanyakan
bayi-bayi yang masih baru belajar menyusui pada ibunya, kemudain dicoba
dengan susu botol secara bergantian, maka bayi tersebut akan menjadi
bingung puting (nipple confusion). Sehingga sering bayi menyusu pada
ibunya, caranya menyusui seperti mengisap dot botol, keadaan ini berakibat
kurang baik dalam pengeluaran air susu ibu. Oleh karena itu kalau terpaksa
bayi tidak bisa langsung disusui oleh ibunya pada awal-awal kehidupan,
sebaiknya bayi diberi minum melalui sendok, cangkir atau pipet, sehingga
bayi tidak mengalami bingung puting.

2.2.7 Penilaian keberhasilan lakatasi pasca persalianan


Untuk mengetahui keberhasilan laktasi telah dikembangkan beberapa
instrumen asessment dengan tujuan menilai proses menyusi secara subjektif
melalui prespektif ibu, menungukur secara objektif berdasarkan kondisi
bayi, mencari faktor risiko penghentian ASI dan menganalisis efektifitas
laktasi. Salah satu instrumen asessment laktasi yang populer adalah skor
LATCH.
Skor ini terdiri atas 5 indikator laktasi (L=latch on/perlekatan; A=
Audible swallowing/ bunyi menelan; T=typr or shape of the nipple/tipe atau
bentuk puting; C=Comfort level/tingkat kenyamanan ibu saat menyusui;
H=Hold positioning/posisi bayi), masing-masing diberi skor 0-1-2 dengan
total skor maksimum 10 untuk kelima indikator tersebut.

24
Tabel 1. Skor LATCH 22

Skor LATCH dinilai secara berkala sebanyak tiga kali, yang pertama dalam
24 jam pascapersalinan, diikuti pada hari ke-7 dan minggu ke-6.

2.2.8 Posisi dan Pelekatan Menyusui


Cara menyusui ada tiga macam, yaitu;
a. Cara menyusui dengan cara duduk

Gambar 2.3 Cara menyusui dengan cara duduk


1. Ibu duduk tegak, tetapi santai. Usahakan ibu duduk di kursi tanpa
sandaran tangan. Kursi dengan sandaran tangan akan mengganggu atau
gerak ibu saat menyusui. Pada saat duduk,kaki ibu mencapai lantai atau
tidak tergantung.

25
2. Pada saat ibu memangku bayinya, lengan yang menopang tubuh bayi
perlu diganjal bantal agar tidak lelah menahan bayi. Bayi pun dapat
tidur dengan nyaman.
3. Tangan penopang selalu menopang punggung dan leher bayi,
sedangkan telapak tangan menahan bokong bayi. Letakkan bantal
penahan lengan di antara tangan penopang dan paha ibu.
4. Tangan lain yang tidak menopang tubuh bayi membantu mengeluarkan
ASI ke mulut bayi. Caranya, jari tangan dan ibu jari menjepit payudara.
Usahakan mulut bayi masuk sampai mencapai lingkaran pangkal puting
(daerah lingkaran cokelat).
5. Jika menyusui baru berlangsung 2-3 menit, tetapi payudara terasa masih
tagang, padahal bayi tampak malas atau mengantuk, sebaiknya bayi
dibangunkan dan disusui kembali ASI masih cukup banyak.
6. Sadari bahwa menyusui merupakan kesempatan yang paling baik dalam
memberi bayi kesempatan berada di dekat ibunya walaupun sewaktu
bekerja ibu terpaksa berpisah dengan bayinya.
7. Jika selama menyusui (5-10 menit) payudara sudah tidak tegang, susui
bayi dengan payudara yang lain sampai bayi kenyang dan tertidur.
8. Untuk mengeluarkan udara yang masuk ke dalam lambung bayi, yakni
udara yang terisap pada saat menyusui, sandarkan dada bayi ke dada
ibu sampai kepalanya di atas bahu ibu, kemudian urut atau tepuk
punggungnya secara perlahan selama dua menit sehingga bayi dapat
bersendawa.
9. Setelah bayi kenyang disusui, tidurkanlah dengan posisi miring. Jika
terjadi muntah, muntahnya tidak masuk ke jalan napas.

26
b. Cara menyusui sambil berbaring

Gambar 2.4 Cara menyusui sambil berbaring

1. Ibu berbaring miring dan punggung diganjal bantal.


2. Usahakan lengan sebelah payudara yang mengarah ke mulut bayi dapat
menopang tubuh bayi, mulai dari leher, punggung, dan bokongnya.
Jadi, kedudukan bayi tetap berbaring sambil ditopang lengan ibunya.
3. Leher bayi terletak di persendian lengan ibunya. Punggung bayi di
lengan bawah ibu, sedangkan bokongnya ditopang dengan telapak
tangan ibu. Dengan demikian, mulut bayi dapat diatur agar dapat
mencapai putung payudara ibu.
4. Tangan ibu yang bebas membantu memasukkan puting susu ke mulut
bayi sambil telapak tangan menahan payudara agar tidak menutup
hidung bayi. Jari telunjuk dan jari tengah membantu mengeluarkan ASI
dengan cara menjepit payudara.
5. Jangan menyusui menggunakan dot sebelum cara menyusui ini bisa
dilakukan dengan baik.

27
c. Cara menyusui football hold

Gambar 2.5 Cara menyusui football hold

1. Pastikan ibu menggunakan kursi atau bangku dengan bantalan yang


nyaman. Ibu dapat menambahkan bantal untuk menopang
punggungnya atau di bawah bayinya agar bayi lebih mudah diposisikan
untuk menyusui.
2. Hindari posisi membungkuk selama menyusui. Posisi seperti ini
membuat ibu tegang, dan akhirnya dapat menderita sakit punggung.
3. Gendong bayi seperti membawa bola, arahkan bayi mendekat ke
bagaian samping tubuh ibu. Ibu yang dalam masa pemulihan dari bedah
sesar sering memilih posisi ini karena dapat mempertahankan bayi
dekat abdomen ibu.
4. Pastikan kepala bayi tertopang dengan baik, dan bayi seperti duduk,
karena kepala posisinya lebih tinggi dari abdomennya. Dengan posisi
ini, bayi dapat lebih mudah bersendawa.
5. Arahkan puting ke tengah-tengah dan bayi akan melekatkan mulutnya.
Ketika puting berada di tengah, ibu dapat mengubah arah puting dengan
cara menekan ibu jari agar bergerak ke arah atas atau menekan jari
lainnya agar mengarah ke bawah.23

28
2.2.9 Hubungan Praktik menyusui dengan persalinan perabdominal
1. Rasa nyeri
Nyeri berat pada ibu post sectio caesarea merupakan faktor yang
memperlambat keluarnya ASI. Semakin tinggi nyeri yang dialami ibu post
sectio caesarea, semakin lambat pengeluaran ASI. Apabila bayi disusui,
gerakan menghisap yang berirama akan merangsang saraf yang terdapat di
dalam glandula pituitiari posterior. Rangsang refleks ini akan
mengeluarkan oksitosin dari pituitiari posterior. Hal ini akan menyebabkan
sel-sel mioepitel di sekitar alveoli akan berkontraksi dan mendorong air
susu masuk ke dalam pembuluh darah. Refleks ini dapat dihambat oleh
adanya rasa sakit, misalnya nyeri jahitan luka operasi pada ibu post sectio
caesaria.24
2. Stress
Stress mengaktifasi hipotalamus yang mengendalikan dua sistem
neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal. Sistem
saraf simpatis berespon terhadap implus saraf dari hipotalamus dengan
berbagai organ dan otot polos. Kemudian sistem koteks adrenal
menstimulasi pelepasan sekelompok hormon termasuk hormon seks, yaitu
hormon oxytoxyn, hormon endofrin, hormon adrenalin dan hormon
testoteron yang di bawa melalui aliran darah ditambah dengan aktivitas
neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik sehingga berperan
dalam respon fight or flight.
Pada saat bayi menghisap payudara, ujung saraf peraba yang terdapat pada
puting susu terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut affern di bawa
ke hipotalmus di dasar otak, lalu memacu hipofisis anterior untuk
melepaskan hormon prolaktin ke dalam darah. Melaui sirkulasi prolaktin
memacu sel kelenjar (alveoli) untuk memproduksi ASI. Jumlah prolaktin
yang disekresi dan jumlah susu yang diproduksi berkaitan dengan stimulus
isapan yaitu frekuensi, intensitas dan lamanya bayi menghisap. Produksi
ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, misalnya kegelisahan,
kurang percaya diri, rasa tertekan. Jika ibu mengalami gangguan emosi,
maka kondisi itu bisa menganggu proses let down reflek. Semakin tertekan

29
perasaan ibu karena tangisan bayi, semakin sedikit air susu yang
dikeluarkan. 23

2.2.10 Komplikasi yang terjadi bagi ibu dan bayi


Komplikasi bagi ibu
a. Kanker payudara
Waktu menyusui yang lebih lama mempunyai efek yang lebih kuat dalam
menurunkan risiko kanker payudara yang disebabkan adanya penurunan
level estrogen dan sekresi bahan-bahan karsinogenik selama menyusui.24
b. Kanker ovarium
Paritas tinggi dihubungankan dengan berkurangnya risiko kanker ovarium
kanrena menurunnya konsentrasi gonadotropin dan menekan ovulasi. Selain
itu, eksposur terhadap tinggi estrogen dan progesteron yang tinggi selama
kehamilan dan penggunaan alat kontrasepsi oral tampaknya menjadi faktor
protektif terhadap kejadian kanker ovarium selama periode reproduksi
wanita.
Beberapa studi juga menyebutkan bahwa penurunan risiko terjadi pada
wanita yang pernah menyusui. Efek protektif (menurunkan risiko) yang
disebabkan oleh menyusui tersebut mungkin terjadi melalui inhibisi parsial
terhadap ovulasi yang disebabkan oleh peningkatan kadar hormon FSH
(Follicle Stimulating Hormone) dan prolaktin, serta menurunnya kadar
hormon LH (Lutenizing Hormonr) pada wanita yang menyusui.27
c. Obesitas
Pemberian ASI dapat membantu ibu dalam mengurangi berat badan
dikarenakan produksi ASI yang membutuhkan energi yang cukup besar
(sekitar 500-650 kkal/hari), maka menyusui dapat membantu mengurangi
tumpukan lemak yang ada ditubuh. Menyusui secara ekslusif dapat
menurunkan berat badan ibu, sehingga dapat mengurangi risiko obesitas
postpartum.25

30
Komplikasi bagi bayi
a. Otitis media
Sekitar 44 % bayi akan mengalami 1 kali otitis media di tahun pertama
kehidupan dan bayi yang mendapatkan susu formula berisiko mengalami 2
kali lipat dibangdingkan bay yang diberi ASI ekslusif lebih dari 3 bulan.
b. Infeksi gastrointestinal
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan susu
formula berisiko terjadinya gastroenteritis dan diare.
c. Infeksi Saluran Pernapasan Bawah
Berdasarkan penelitian bahwa bayi rawat inap yang tidak mendapat ASI
berisiko mengalami 3,6 kali lipat infeksi saluran pernapasan dibandingkan
bayi yang disusui secara ekslusif selama lebih dari 4 bulan. Penelitian ini
termasuk orang tua yang merokok dan status sosial ekonomi yang rendah.
Sebagian besar bayi yang dirawat inap dengan RSV. Lemak yang terdapat
di dalam ASI mengandung antivirus RSV.
d. Obesitas
Bayi yang mengkonsumsi ASI dapat mengatur asupan kalori seuai
kebutuhan dan ibu bayi juga percaya bila bayinya berhenti minum artinya
kebutuhan nutrisi sudah terpenuhi. Sedangkan ibu yang bayinya mendapat
susu botol umumnya kurang yakin apakah bila botol susu bayi kosong, bayi
telah mendapat cukup asupan nutrisinya.Bayi yang mendapat ASI lebih
mudah menerima makanan padat pada saat penyapiha dibandingkan bayi
yang mendapat susu formula. Daya terima terhadap makanan baru bayi yang
mendapat ASI juga lebih baik, hal ini disebabkan bayi yang mendapat ASI
telah mengenal rasa berbagai macam makanan melalui makanan yang
dikonsumsi ibunya sejak bayi dalam kandungan. Dibandingkan susu
formula, ASI mempunyai efek yang lebih baik terhadap metabolisme tubuh
bayi dan metabolisme hormon seprti misalnya insulin dan leptin dalam
kaitan pengaturan dan deposit lemak tubuh. Hal ini menyebabkan bayi yang
mendapat ASI cenderung tidak obesitas dibandingkan yang mendapat susu
formula.25

31
2.2.11 Keterbatasan akses memberi ASI antara ibu dan anak
Faktor-faktor yang menghambat IMD pada persalinan sectio caesarea, yaitu
• Kondisi sayatan di perut ibu. Pada pasien caesar, dimana terdapat sayatan
di perut, ibu cenderung masih mengeluhkan sakit pada daerah sayatan dan
jahitan di perut, sehingga ibu memilih untuk istirahat dahulu dan
memulihkan kondisinya yang lemas sebelum memberikan IMD pada
bayinya. Oleh karena itu, maka pada pasien dengan persalinan caesar, ibu
baru bisa berhasil memberikan ASI pertamanya kepada bayi setelah lebih
dari satu jam pasca persalinan.
• Kondisi kelemahan akibat pengaruh anestesi yang diberikan sebelumnya.
• Ibu primipara tidak melakukan IMD yaitu kurangnya pengalaman, tidak
percaya diri saat menyusui, masalah pada ukuran puting serta tidak
keluarnya ASI pasca melahirkan sehingga ibu merasa bayinya tidak cukup
mendapatkan ASI dan melakukan pemakaian susu formula yang akan
menghambat pelaksanaan skin to skin cantact antara ibu dan bayi.

2.2.12 Efek anestesi dan anelgetik yang menghambat ASI dan menurunnya
daya isap bayi
a. Analgesik Opioid
Opioid sering digunakan dalam anestesia untuk mengendalikan nyeri saat
pembedahan dan nyeri pasca pembedahan. Semua opioid di eksresi ke ASI
dalam jumlah yang bervariasi. Opioid diberikan secara intravena selama
operasi umumnya dianggap aman untuk segera menyusui kembali segera
setelah ibu sadar di ruangan pemulihan.
Obat intravena
• Morpin
Morfin paling mudah larut dalam air dibandingkan golongan opiod
lain dan kerja anelgesinya cukup panjang (long acting). Morfin
dianggap aman untuk ibu menyusui karena keterbatasan ekskresi ke
susu.Morfin dapat dikeluarkan melalui ASI dengan rasio 2,4:1
sehingga berpotensi menyebabkan depresi napas, sedasi dan gejala
putus obat pada bayi. Morfin juga mensupresi laktasi. Oleh karena itu,

32
pemberian morfin pada ibu menyusui harus dipertimbangkan. Jika
memang morfin benar-benar diperlukan oleh ibu, harus dilakukan
monitor ketat pada bayi untuk mewaspadai munculnya efek samping.

• Fentanil
Fentanil adalah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100x
morfin. Lebih larut dalam lemak dibandingkan petidin dan menembus
sawar jaringan dengan mudah. Setelah suntikan intravena ambilan dan
distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi
fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama melewatinya.Obat ini
sering digunakan sebagai analgesik intratekal dalam proses persalinan
normal maupun pascasesio.
Selain itu, diketahui penambahan dosis kecil dari opioid lipofilik ini
selama anestesia spinal dapat menyebabkan onset yang lebih cepat,
blok yang lebih baik dan waktu pemulihan fungsi motorik yang lebih
cepat setelah pembedahan.Kadar fentanil dalam ASI setelah 2 jam
pemberian sangat rendah.

b. Analgetik Non Opioid


• Aspirin
Aspirin dapat didistribusikan ke hampir seluruh cairan tubuh dan
jaringan, serta mudah melalui sawar darah plasenta sehingga sapat
masuk ke dalam sirkulasi darah janin.Aspirin tidak direkomendasikan
untuk pengobatan nyeri selama menyusui karena memiliki efek
samping pada bayi berupa sindrom reye.

33
BAB III
KESIMPULAN

Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah meletakan bayi secara tengkurap di


dada atau perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu yang dilakukan
sekurang-kurangnya satu jam segera setelah lahir.

Inisiasi Menyusui Dini terdiri dari beberapa tujuan dan memilki banyak
manfaat bagi ibu dan bayi, salah satu manfaat bagi ibu yang sangat penting adalah
IMD akan meningkatkan kadar hormon oksitoksin secara signifikan. Hormon
oksitoksin ini akan merangsang kontraksi uterus sehingga lebih cepat menghentikan
pendarahan pasca persalinan dan mengembalikan ukuran rahim seperti semula, dan
bagi bayi adalah bayi mendapatkan kolostrum yang kaya akan antibodi, Bayi
mendapatkan kolostrum yang memberikan sejumlah faktor kekebalan tubuh seperti
antimikroba dan anti inflamasi. Kolostrum yang dikeluarkan saat pelaksanaan IMD
mengandung nutrisi yang akan membantu maturasi usus dan lambung.

Adapun prinsip IMD yaitu dilakukan segera setelah bayi lahir, setelah tali
pusat dipotong, letakkan bayi tengkurap di dada ibu dengan kulit bayi kontak ke
kulit ibu. Biarkan kontak kulit ke kulit ini menetap selama setidaknya 1 jam bahkan
lebih sampai bayi dapat menyusu sendiri. Terdapat juga kontraindikasi IMD yaitu
pada keadaan ibu dengan fungsi kardio respiratorik yang tidak baik, Ibu dengan
penyakit infeksi akut dan aktif.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. UNICEF, WHO. Capture the moent early initiation of breastfeeding; The


best start for every newborn. New york. UNICEF. 2018.
2. Depkes. Infodatin pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI. 2014.
3. Kurniawan R. Yudianto. Boga H. Titi A. Profil kesehatan indonesia tahun
2016. Jakarta Kementerian Kesehatan RI. 2017.
4. http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/inisiasi-menyusu-dini (online)
5. Wiknjosastro G.H. Omo A. Soerjo. JM Seno. Aris. Eddy.dkk. JNPK-KR.
Asuhan persalinan normal asuhan esensial bagi ibu bersalin dan bayi baru
lahir serta penatalaksanaan komplikasi segera pasca persalinan dan nifas.
Depkes RI. 2014.
6. Mohamad S. Rattu. Umboh. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
pelaksanaan inisiasi menyusu dini oleh Bidan di Rumah Sakit Prof.Dr.Aloei
Saboe Kota Gorontalo.JIKMU. April 2015
7. Sirajuddin S. Tahir A. Sutriyani N. Determinan pelaksanaan inisiasi
menyusu dini. Kesmas. Oktober 2013.
8. Novianti. Faktor pendukung keberhasilan praktik inisiasi menyusu dini Di
RS Swasta dan Rumah Sakit Pemerintah DI Jakarta. Jakarta.Maret 2015.
9. Fauziyah N. Helda. The effects of section caesarea to early breastfeeding
initiation; a systematic review. Faculty of Public Health, Universitas
Indonesia: 2018.
10. Hobbs A. Cynthia A. Mannion. Sheila W. Meredith B. The impact of
caesarean section on breastfeeding initiation, duration and difficulties in the
first four months postpartum. BMC Pregnancy and Childbirth. 2016.
11. Hasiana S. July. Ragita A. Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi
kegagalan pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada ibu pasca melahirkan
tahun 2014. Universitas Kristen Maranatha. 2014.
12. Winkjosastro, Hanifa, dkk. Ilmu bedah kebidanan edisi pertama, cetakan
kedelapan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2010.

35
13. Andayasari L. Sri M. Proporsi Seksio sesarea dan faktor yang berhubungan
dengan seksio sesarea di jakarta. Pusat teknologi Terapan 9Kesehatan dan
Epidemiologi Klinik. Jakarta. 2015.
14. WHO. Early initiation of breastfeeding: the Key to Survival and Beyond.
WHO. 2010.
15. Pambudi W. Penggunaan skor ‘LATCH’ sebagai prediktor keberhasilan
latasi pasca persalinan normal dan bedah sesar. Eberbs Papyrus. 2010.
16. Pediatrics. Breastfeeding and the use of human milk. American Academy
of Pediatrics.2012.
17. Cunningham, Obstetri Williams. Edisi 23. Volume 1. Jakarta : EGC.2016
18. Kelly, Paula. Buku saku asuhan neonatus & bayi. Jakarta : EGC. 2010.
19. Stuebe A. The risks of not breastfeeding for mothers and infants.division of
maternal fetal medicine. Departement of Obstetrics and
GynecologyUniversity of North Carolina at Chapel Hill.2009.
20. http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/nilai-nutrisi-air-susu-ibu(diakses
2019)
21. Adisasmita A. Dini M. Bambang D. Hubugan antara menyusui dengan
risiko kanker ovarium. Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan
MasyarakatUniversitas Indonesia. 2016.
22. Jenson, Wallace & Kelsay. LATCH: A Breastfeeding charting system and
documentation tool. JOGNN.2014.
23. Kelly, Paula. Buku saku asuhan neonatus & bayi. Jakarta : EGC. 2010.
24. Priyantin. Faktor risiko yang berhubungan terhadap kejadian kanker
payudara di RSUP DR.Kariadi Semarang. 2013.
25. Hendarto A. Air susu ibu dan perannya dalam pencegahan obesitas.
IDAI.2103. Tesedia di http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-
dan-perannya-dalam-pencegahan-obesitas(online).

36

Anda mungkin juga menyukai