Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Gangguan jiwa pada anak-anak merupakan hal yang banyak terjadi, yang
umumnya tidak terdiagnosis dan pengobatannya kurang adekuat. Masalah
kesehatan jiwa terjadi pada 15% sampai 22% anak-anak dan remaja, namun yang
mendapatkan pengobatan jumlahnya kurang dari 20% (keys, 1998) gangguan
hiperaktivitas-defisit perhatian (ADHD/Aattention deficit-hyperactivity disorder)
adalah gangguan kesehatan jiwa yang paling banyak terjadi pada anak-anak,
dimana insidensinya diperkirakan antara 6% sampai 9%.
Diagnosis gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja adalah perilaku yang
tidak sesuai dengan tingkat usianya, menyimpang bila dibandingkan dengan
norma budaya, yang mengakibatkan kurangnya atau tergangguanya fungsi
adaptasi. Dasar untuk memahami gangguan yang terjadi pada bayi, anak-anak,
dan remaja adalah dengan menggunakan teori perkembangan. Penyimpangan dari
norma- norma perkembangan merupakan tanda bahaya penting adanya suatu
masalah.
Gangguan spesifik dengan awitan pada masa kanak-kanak meliputi
retardasi mental, gangguan perkembangan, gangguan eliminasi, gangguan
perilaku destruktif, dan gangguan ansietas. Gangguan yang terjadi pada anak-
anak dan juga terjadi pada masa dewasa adalah gangguan mood dan gangguan
psikotik. Gejala – gejala gangguan jiwa pada anak- anak atau remaja berbeda
dengan orang dewasa yang mengalami gangguan serupa.
1.2. Tujuan penulisan
1.2.1. Tujuan umum
Case report session ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
di bagian ilmu kesehatan jiwa RSUD M Natsir Solok dan diharapkan agar dapat
menambah pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para pembaca
1.2.2. Tujuan khusus
1. Mengetahui tinjauan teori gangguan jiwa berat pada anak
2. Mengetahui jenis gangguan jiwa berat pada anak- anak

1
3. Mengetahui etiologi gangguan jiwa berat pada anak – anak
1.3. Manfaat penelitian
Dapat sebagai sumber informasi mengenai gangguan jiwa berat pada anak
dan sebagai laporan penyajiannya analisis kasus tentang gangguan jiwa berat pada
anak.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi gangguan jiwa pada anak
Gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja adalah perilaku yang tidak
sesuai dengan tingkat usianya, menyimpang bila dibandingkan dengan norma
budaya, yang mengakibatkan kurangnya atau terganggunya fungsi adaptasi
(Townsend, 1999). Dasar untuk memahami gangguan yang terjadi pada bayi,
anak-anak, dan remaja adalah dengan menggunakan teori perkembangan.
Penyimpangan dari norma-norma perkembangan merupakan tanda bahaya penting
adanya suatu masalah.
Gangguan spesifik dengan awitan pada masa kanak-kanak meliputi
retardasi mental, gangguan perkembangan, gangguan eliminasi, gangguan
perilaku disruptif, dan gangguan ansietas. Gangguan yang terjadi pada anak-anak
dan juga terjadi pada masa dewasa adalah gangguan mood dan gangguan psikotik.
Gejala-gejala gangguan jiwa pada anak-anak atau remaja berbeda dengan orang
dewasa yang mengalami gangguan serupa.
2.2. Etiologi Gangguan Psikiatrik pada Anak-anak dan Remaja
Tidak ada penyebab tunggal dalam gangguan mental pada anak-anak dan
remaja. Berbagai situasi, termasuk faktor psikobiologik, dinamika keluarga, dan
faktor lingkungan berkombinasi secara kompleks.
1. Faktor-faktor psikobiologik
a. Riwayat genetika keluarga, seperti retardasi mental, autisme,
skizofrenia kanak-kanak, gangguan perilaku, gangguan bipolar, dan
gangguan ansietas.
b. Abnormalitas struktur otak. Penelitian menemukan adanya abnormalitas
struktur otak dan perubahan neurotransmitter pada pasien yang
menderita autisme, skizofrenia kanak-kanak, dan ADHD.
c. Pengaruh pranatal, seperti infeksi maternal, kurangnya perawata
pranatal, dan ibu yang menyalahgunakan zat, semuanya dapat
menyebabkan abnormalitas perkembangan saraf yang berkaitan dengan
gangguan jiwa. Trauma kelahiran yang berhubungan dengan

3
berkurangnya suplai oksigen pada janin sangat signifikan dalam
terjadinya retardasi mental dan gangguan perkembangan saraf lainnya.
d. Penyakit kronis atau kecacatan dapat menyebabkan kesulitan koping
bagi anak.
2. Dinamika keluarga
a. Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa
kanak-kanak awal, perkembangan otaknya kurang adekuat (terutama
otak kiri). Penganiayaan dan efeknya pada perkembangan otak
berkaitan dengan berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah
memori, kesulitan belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina
hubungan.
b. Disfungsi sistem keluarga (mis., kurangnya sifat pengasuhan,
komunikasi yang buruk, kurangnya batasan antar generasi, dan
perasaan terjebak) disertai dengan keterampilan koping yang tidak
adekuat antaranggota keluarga dan model peran yang buruk dari orang
tua.
3. Faktor lingkungan
a. Kemiskinan. Perawatan pranatal yang tidak adekuat, nutrisi yang buruk,
dan kurang terpenuhinya kebutuhan akibat pendapatan yang tidak
mencukupi dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan dan
perkembangan normal anak.
b. Tunawisma. Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan
kesehatan yang memengaruhi perkembangan emosi dan psikologi
mereka. Berbagai penelitian menunjukkan adanya peningkatan angka
penyakit ringan kanak-kanak, keterlambatan perkembangan dan
masalah psikologis diantara anak tunawisma ini bila dibandingkan
dengan sampel kontrol (Townsend, 1999).
c. Budaya keluarga. Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda
dengan budaya sekitar dapat mengakibatkan kurang diterimanya anak-
anak oleh teman sebaya dan masalah psikologik.

4
2.3. Jenis gangguan jiwa pada anak
2.3.1. Gangguan perkembangan pervasif
Ditandai dengan masalah awal pada tiga area perkembangan utama:
perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi.
2.3.1.1. Retardasi mental
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan
substandar dalam berfungsi, yang dimanifestasikan dengan fungsi intelektual
secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan
terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih (mis., komunikasi,
perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, keterampilan sosial, fungsi dalam
masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan
bekerja. RM. dibagi :
 RM ringan IQ = 50 – 70
 RM sedang IQ = 35 – 49
 RM berat IQ = 20 – 34
 RM sangat berat IQ = 20
Etiologi :
 Faktor Biologik :Kelainan kromosom, kelainan metabolik, gangguan
post natal / gangguan perinatal
 Faktor psikososial, misalnya : kurangnya stimulasi sosial, bahasa dan
intelektual kehidupan keluarga yang tidak harmonis sering berganti
pengasuh dan tidak adekwat
2.3.1.2. Autisme
Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan
komunikasi, serta aktivitas dan inat yang terbatas (Johnson, 1997). Gejala-
gejalanya meliputi kurangnya responsivitas terhadap orang lain, menarik diri dari
hubungan sosial, kerusakan yang menonjol dalam komunikasi, dan respon yang
aneh terhadap lingkungan (mis., tergantung pada benda mati dan gerakan tubuh
yang berulang-ulang seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan
memukul-mukulkan kepala)
2.3.1.3. Gangguan perkembangan spesifik
Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada
kerusakan fungsional pada bidang-bidang, seperti membaca, aritmetika, bahasa,
dan artikulasi verbal.

5
2.3.2. Defisit perhatian dan gangguan perilaku disruptif
2.3.2.1. Gangguan hiperkinetik
1. Diagnosis
Gambaran klinik utama gangguan hiperkinetik adalah gangguan daya
perhatian, impulsivitas, dan aktivitas berlebih yang terjadi pada lebih dari satu
lingkungan ( yaitu, tidak hanya dirumah atau sekolah), biasanya diawali pada usia
muda ( dibawah 6 tahun ) dan untuk jangka panjang. Gambaran penyerta yang
tidak diperlukan untuk penegakan diagnosis mencakup disingibisi sosial,
tindakan yang ceroboh, pengabaian impulsif norma sosial (menginterupdi
percakapan tanpa diminta, memutar balik mobil seenaknya). Terdapat
peningkatan angka kesulitan belajar dan gerakan yang lamban, tetapi hal ini perlu
diberi sandi secara terpisah.
Terdapat kontroversi mengenai subdivisi gangguan hiperkinetik, tetapi
faktor prognosis utama adalah ada tidaknya perilaku disosial yang terkait.
Diagnosis bandingnya adalah gangguan perkembangan pervasif, gangguan
tingkah laku dan gangguan cemas.
Diagnosis yang setara pada DSM-IV adalah “gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktivitas”(attention deficit hyperactivity disorder, ADHD), hal
ini umunya dianggap sebagai kategori yang lebih luas ketimbang gangguan
hiperaktivitas (HD) karena gangguan ini mencakup anak yang mengalami defisit
pada daya perhatian tetapi aktivitasnya tidak berlebihan. Tipe kombinasi ADHD
mungkin setara dengan HD.
2. Epidemiologi
Studi oleh taylor menunjukkan prevalensi pada suatu saat (point
prevalence) sebesar 1,7%. Studi goodman tahun 1999 di inggris menunjukkan
prevalensi sebesar 1%. Kondisi ini lebih banyak dijumpai pada anak lelaki, yang
menurun dengan pertambahan usia dan meningkat dengan masalah sosial.
3. Gambaran klinis
Gangguan atensi berarti pengalihan dini suatu aktivitas yang sedang
dilaksanakan pada aktivitas lain. Penelitian belum membuktikan adanya sifat
mudah teralihkan. Aktivitas berlebih adalah suatu kegelisahan yang berlebihan
(terutama wriggling dan fidgeting) dengan kesulitan besar untuk duduk diam di

6
satu tempat. Hal ini diperburuk atau menjadi lebih nyata dalam suatu situasi
terstruktur ,seperti ruang kelas disekolah. Penting kiranya untuk memastikan
bahwa daya perhatian yang pendek dan taraf kegiatan tersebut memang berlebihan
untuk situasi tersebut dan untuk umur serta taraf perkembangan.
4. Etiologi
Gangguan hiperkinetik diyakini memiliki dasar konstitusional atau
genetik, dengan kontribusi yang cukup besar dari abnormalitas otak, seperti
dibuktikan dengan meningkatnya frekuensi anak dengan gangguan otak; namun,
belum terdapat defek yang khas. Teknik pencitraan otak yang lebih teliti dapat
membantu menemukan hal ini pada masa mendatang. pada saat ini, walaupun
terdapat perbedaan pendapat, gangguan hiperkinetik dianggap sebagai ujung
ekstrem kontinuum suatu gangguan jiwa ketimbang sebagai suatu entitas
tersendiri.
Alergi terhadap makanan dan diet tertentu telah diajukan sebagai salah
satu penyebab aktivitas berlebih tersebut tetapi belum dianggap sebagai suatu
masalah yang penting kecuali pada beberapa kasus kecil saja. Hal ini tidak berarti
bahwa makanan tidak penting, karena diet atau minuman yang kaya akan
kandungan kafein seperti cola memang cenderung meningkatkan aktivitas dan
iritabilitas.
5. Penatalaksanaan
Pada penilaian yang lengkap, penilaian penuh harus dilakukan untuk
mengetahui seberapa jauh defisit daya perhatian tersebut dan peningkatan
aktivitas di berbagai lingkungan, dengan perkiraan variasi rentang waktu tertentu.
Pengamatan hanya di satu tempat saja ternyata memiliki nilai prediktif yang
kurang tepat. Gangguan yang timbul bersamaan harus diindentifikasi (seperti
gangguan tingkah laku atau depresi).
Begitu diagnosis telah ditegakkan dan diperbincangkan dengan keluarga,
penilaian psikometrik mungkin dapat membantu dalam menentukan adanya defisit
yang spesifik atau keterlambatan global yang memengaruhi reaksi terhadap
strategi terapi. Nasihat dan dukungan yang umum cukup bermanfaat.
Pendekatan dengan terapi perilaku telah terbukti cukup efektif dalam
menghadapi gangguan ini, tetapi bergantung pada dinamika individual dan

7
keluarga terkait (termasuk tingkatan harga-diri) yang ikut dipertimbangkan,
karena hal ini dapat membantu atau sebaliknya, menghalangi keberhasilan
pendekatan yang diambil
Terapi obat dengan stimulan (methylphenidare, dexamphetamine) ternyata
amat afektif untuk meredakan kegelisahan dan meningkatkan penyelesaian tugas
yang diberikan. Efek samping meliputi hambatan pertumbuhan, insomnia dan
penurunan berat badan. Obat lain, seperti antidepresan trisiklik dan haloperidol,
ternyata dapat mengurangi aktivitas yang berlebihan, tetapi obat yang terakhir
disebut ini bersama dengan obat penenag phenotiazine harus dipertimbangkan
sebagai terapi lini kedua, yang digunakan sebagai obat untuk kasus yang lebih
refrakter dan diberikan oleh pusat pengobatan yang lebih spesialistik.
Kerjasama dengan lembaga lain, terutama dengan lembaga pendidikan,
sangat penting. Nasihat tentang penatalaksanaan, terutama pada pasien yang lebih
individual dan edukasi untuk kelompok kecil, dapat dilaksanakan secara langsung
atau melalui lembaga pendukung pelayanan. Bergantung pada pelayanan
setempat.
6. Prognosis
Prognosis biasanya ditentukan oleh ada tidaknya gangguan lain yang
timbul bersamaan, seperti gangguan tingkah laku. Kegelisahan dan daya perhatian
yang menurun biasanya akan membaik dengan pertumbuhan, tetapi rasa harga diri
yang rendah akibat kegagalan yang berulang dan hubungan keluarga yang
terganggu, terutama bila terdapat gangguan tingkah laku terkait, tetap beresiko
menimbulkan afek buruk terhadap perkembangan kepribadian. Hal ini
menekankan perlunya memperhatikan semua aspek ini pada penatalaksanan
pasien, ketimbang hanya memperhatikan gejala hiperkinetiknya.
Beberapa orang akan berlanjut dengan gejala hiperkinetik hingga masa
dewasa. Derajat kecacatan atau gangguan yang ditimbulkan menjadi berkurang
karena kemungkinan mendapatkan tempat bertambat yang sesuai, dan
kemungkinan mendapatkan latihan secara individual atau kelompok kecil.

8
2.3.2.2. Gangguan perilaku
Dicirikan dengan perilaku berulang, disruptif, dan kesengajaan untuk tidak
patuh, termasuk melanggar norma dan peraturan sosial. Sebagian besar anak-anak
dengan gangguan ini mengalami penyalahgunaan zat atau gangguan kepribadian
antisosial setelah berusia 18 tahun. Contoh perilaku pada anak-anak dengan
gangguan ini meliputi mencuri, berbohong, menggertak, melarikan diri,
membolos, menyalahgunakan zat, melakukan pembakaran, bentuk vandalisme
yang lain, jahat terhadap binatang, dan serangan fisik terhadap orang lain.
2.3.2.3. Gangguan penyimpangan oposisi
Gangguan ini merupakan bentuk gangguan perilaku yang lebih ringan,
meliputi perilaku yang kurang ekstrim. Perilaku dalam gangguan ini tidak
melanggar hak-hak orang lain sampai tingkat yang terlihat dalam gangguan
perilaku. Perilaku dalam gangguan ini menunjukkan sikap menentang, seperti
berargumentasi, kasar, marah, toleransi yang rendah terhadap frustasi, dan
menggunakan minuman keras, zat terlarang, atau keduanya).

2.3.3. Gangguan ansietas sering terjadi pada masa kanak-kanak atau


remaja dan berlanjut ke masa dewasa.
1. Gangguan obsesif kompulsif, gangguan ansietas umum, dan fobia banyak
terjadi pada anak-anak dan remaja, dengan gejala yang sama dengan
yang terlihat pada orang dewasa.
2. Gangguan ansietas akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-kanak
yang ditandai dengan rasa takut berpisah dari orang yang paling dekat
dengannya. Gejala-gejalanya meliputi menolak pergi ke sekolah, keluhan
somatik, ansietas berat terhadap perpisahan dan khawatir tentang adanya
bahaya pada orang-orang yang mengasuhnya.

2.3.4. Skizofrenia
1. Skizofrenia anak-anak jarang terjadi dan sulit didiagnosis. Gejala-
gejalanya dapat menyerupai gangguan pervasif, seperti autisme.
Walaupun penelitian tentang skizofrenia anak-anak sangat sedikit, namun
telah dijumpai perilaku yang khas (Antai-Otong, 1995b), seperti
beberapa gangguan kognitif dan perilaku, menarik diri secara sosial, dan
komunikasi.

9
2. Skizofrenia pada remaja merupakan hal yang umum dan insidensinya
selama masa remaja akhir sangat tinggi. Gejala-gejalanya mirip dengan
skizofrenia dewasa. Gejala awalnya meliputi perubahan ekstrim dalam
perilaku sehari-hari, isolasi sosial, sikap yang aneh, penurunan nilai-nilai
akademik, dan mengekspresikan perilaku yang tidak disadarinya.
2.3.5. Gangguan mood
1. Gangguan ini jarang terjadi pada masa anak-anak dan remaja dibanding
pada orang dewasa (Keltner,1999). Prevalensi pada anak-anak dan
remaja berkisar antara 1% sampai 5% untuk gangguan depresi. Eksistensi
gangguan bipolar (jenis manik) pada anak-anak masih kontroversial.
Prevalensi penyakit bipolar pada remaja diperkirakan 1%. Gejala depresi
pada anak-anak sama dengan yang diobservasi pada orang dewasa.
2. Bunuh diri. Adanya gangguan mood merupakan faktor resiko yang serius
untuk bunuh diri. Bunuh diri adalah penyebab kematian utama ketiga
pada individu berusia 15 sampai 24 tahun. Tanda-tanda bahaya untuk
bunuh diri pada remaja meliputi menarik diri secara tiba-tiba, berperilaku
keras atau sangat memberontak, menyalahgunakan obat atau alkohol,
secara tidak biasanya mengabaikan penampilan diri, kualitas tugas-tugas
sekolah menurun, membolos, melarikan diri, keletihan berlebihan dan
keluhan somatik, respon yang buruk terhadap pujian, ancaman bunuh diri
yang terang-terangan secara verbal, dan membuang benda-benda yang
didapat sebagai hadiah (Newman, 1999).

2.3.6. Gangguan penyalahgunaan zat.


1. Gangguan ini banyak terjadi; diperkirakan 32% remaja menderita
gangguan penyalahgunaan zat (Johnson, 1997). Angka penggunaan
alkohol atau zat terlarang lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding
perempuan. Risiko terbesar mengalami gangguan ini terjadi pada mereka
yang berusia antara 15 sampai 24 tahun. Pada remaja, perubahan
penggunaan zat menjadi ketergantungan zat terjadi lebih cepat; misalnya,
pada remaja penggunaan zat dapat berkembang menjadi ketergantungan
zat dalam waktu 2 tahun sedangkan pada orang dewasa membutuhkan
waktu antara 15 sampai 20 tahun.
2. Komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lainnya merupakan hal yag
banyak terjadi, termasuk gangguan mood, gangguan ansietas, dan
gangguan perilaku disruptif.

10
3. Tanda bahaya penyalahgunaan zat pada remaja, diantaranya adalah
penurunan fungsi sosial dan akademik, perubahan dari fungsi
sebelumnya, seperti perilaku menjadi agresif atau menarik diri dari
interaksi keluarga, perubahan kepribadian dan toleransi yang rendah
terhadap frustasi, berhubungan dengan remaja lain yang juga
menggunakan zat, menyembunyikan atau berbohong tentang penggunaan
zat.

11
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama :R
Umur : 12 th
Pekerjaan : Pelajar/siswa
Nomor RM : 189459
Alamat : Sawah Lunto

3.2. Anamnesa
3.2.1. Keluhan Utama
Pasien lebih sering berbicara sendiri sejak 1 minggu sebelum
berobat ke rumah sakit.
3.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
 Pasien lebih sering berbicara sendiri sejak 1 minggu sebelum berobat ke
rumah sakit.
 Pasien mengatakan ada yang mengendalikan sehingga pasien berbicara
sendiri.
 Pasien pernah melihat bayangan hitam.
 Pasien mangatakan kalau bayangan tersebut mengganggu sehingga pasien
bicara sendiri.
 Pasien mengatakan kalau melihat bayangan pasien merasa cemas.
 Pasien pernah terjatuh di trotoar dan masuk ke dalam parit waktu berumur
6 tahun.
 Pasien mengatakan kepala terbentur dan bibir berdarah.
 Ibu pasien mengatakan kalau pasien sering terjatuh dan kepalanya
terbentur.
 Ibu pasien mengatakan pasien sudah 1 tahun bicara-bicara sendiri.
 Pasien pernah berkelahi dengan temannya sewaktu kelas 4 SD.
 4 tahun yang lalu pasien pernah berobat ke rumah sakit sawah lunto.
 1 minggu yang lalu pasien berobat ke puskesmas dan di rujuk ke RSUD
M. Natsir solok.

3.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat psikiatri : Pasien pernah berobat di RS Sawah Lunto
4 tahun yang lalu
 Riwayat penyakit lain : Tidak ada
 Riwayat penggunaan zat : Merokok (+), alkohol (-), narkoba (-)

12
3.2.4. Status Mental
1.Deskripsi Umum
 Penampilan : Sesuai usia
 Perilaku motorik : Tenang
 Sikap : Kooperatif

2.Mood Dan Afek


 Mood : Kosong
 Afek : Menyempit
 Keserasian : Serasi

3.Bicara
 Pembicaraan : Spontan
 Suara : Cukup
 Artikulasi : Jelas

4.Gangguan Persepsi
 Depersonalisasi : Tidak terganggu
 Derealisasi : Tidak terganggu
 Ilusi : Tidak ada
 Halusinasi : Visual

5.Sensorium Dan Kognisi


 Kesadaran : Kompos mentis
 Orientasi waktu : Tidak terganggu
 Orientasi orang : Tidak terganggu
 Orientasi tempat : Tidak terganggu

6.Pikiran
 Isi pikir : Waham dikendalikan
 Proses pikir : koheren

7.Daya Ingat
 Jangka pendek : Tidak terganggu
 Jangka sedang : Tidak terganggu
 Jangka panjang : Tidak terganggu

8.Daya Nilai Dan Tilikan


 Nilai sosial : Tidak terganggu
 Nilai realita : Terganggu
 Tilikan :4

13
3.2.5. Diagnosa Multiaksial
Aksis I : Skizofrenia YTT
Aksis II : Belum ada diagnosa
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : Masalah akses ke pelayanan kesehatan
Aksis V : GAF 80-71
3.2.6. Penatalaksanaan
Risperidon 2x1 mg
Trihexifenidol 2x2 mg
Asam folat 2x1 mg
3.2.7. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia
Quo ad sanationam : Dubia

14
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Gangguan jiwa berat pada anak yaitu terjadi pada retardasi mental yang
muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan substandar
dalam berfungsi, yang dimanifestasikan dengan fungsi intelektual secara
signifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan terkait
dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih mis., komunikasi, perawatan
diri, aktivitas hidup sehari-hari, keterampilan sosial, fungsi dalam masyarakat,
pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan bekerja.

15
DAFTAR PUSTAKA

Faisal Y. 2003. Autisme: Suatu gangguan jiwa pada anak-anak. Jakarta :


Pustaka Popular Obor.

Sri R & Anita Z. (2007). Penerimaan Diri Orang Tua Terhadap Anak
Autisme Dan Peranannya Dalam Terapi Autisme.Depok :Jurnal
Psikologi Volume 1, No. 1, Desember 2007

Anggraini, K., & Nugroho, A. (2013). Pengaruh menghardik terhadap


penurunan tingkat halusinasi dengar pada pasien skizofrenia
di RSJD DR.Aminogondohutomo Semarang. Karya Ilmiah S.1
Ilmu Keperawatan.

Anindita, B. (2012). Pengaruh teknik relaksasi progresif terhadap tingkat


kecemasan pada klien skizofrenia paranoid di rsjd surakarta. Skripsi
thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ardiyanti, D.M. (2016). Kategori pasien gangguan jiwa berdasarkan


triage di instalasi gawat darurat rumah sakit jiwa daerah surakarta.
Doctoral dissertation.Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Arif, I. S. (2006).Skizofrenia :Memahami Dinamika Keluarga Pasien.


Bandung: Refika Aditama.

Azizah, R. N. (2013).Kemampuan bahasa verbal penderita skizofrenia:


sebuah studi kasus. Doctoral dissertation. Universitas Airlangga. Data
Rekam Medik.(2016). Rumah Sakit Jiwa Daerah Soedjarwadi Klaten.Tidak
dipublikasikan.

16

Anda mungkin juga menyukai