Anda di halaman 1dari 5

PANDUAN PRAKTIK KLINIS ( PPK )

TATA LAKSANA KASUS


RSI “IBNU SINA” RSI’’IBNU SINA’’YARSI SUMBAR PADANG
YARSI SUMBAR PANJANG
PADANG PANJANG
DYSPEPSIA
1. Pengertian Kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari adanya
sindroma yaitu : nyeri ulu hati, kembung, cepat kenyang, mual
dengan/tanpa muntah, sendawa, borborigmi, anoreksia, rasa
asam atau pahit di mulut
2. Anamnesis Keluhan
 Nyeri epigastrium
 Rasa terbakar di epigastrium
 Rasa penuh atau tidak nyaman setelah makan
 Rasa cepat kenyang
Gejala yang dirasakan harus berlangsung setidaknya selama
tiga bulan terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum
diagnosis ditegakkan
3. Pemeriksan Fisik  Nyeri tekan epigastrium atau bagian perut lain
 Dapat disertai demam
 Meteorismus
 Bising usus normal atau menurun
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis sangat penting, sedangkan pemeriksaan fisik tidak
banyak membantu
5. Diagnosis Kerja Dyspepsia
6. Diagnosis Banding 1. Penyakit refluks gastro-esofageal (GERD)
2. Irritable bowel syndrome (IBS)
3. Pankreatitis kronis
4. Penyakit saluran empedu
7. Pemeriksaan 1. SGOT, SGPT, alkali fosfatase, USG bila diperlukan
Penunjang 2. Foto esofagus, lambung, duodenum (bila ada strikture),
panendoskopi
3. EKG bila ada kecurigaan
8. Terapi 1. Pada fase akut diberikan makanan lunak dan tidak
merangsang
2. Antasida
3. Penghambat asam lambung
a. Penyekat reseptor H-2 (ranitdin 2x150 mg)
b. Penyekat pompa proton (omeprazole, lansoprazole,
pantoprazole)
4. Prokinetik : metoclorpramid, domperidon
5. Anti muntah : antihistamin, ondancentron
9. Edukasi 1. Makan sedikit tapi sering
(Hospital Health Promotion ) 2. Kontrol pengobatan secara teratur
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens 4A

12. Tingkat Rekomendasi Clas I/ A

13. Penelaah Kritis 1. dr. Sri Anggraini Sp.PD


2. dr. Rahmilna Sp.PD
3. dr. Wahyudi Firmana
4. dr. Adri Buthia
14. Indikator Keluhan pasien membaik
15. Kepustakaan 1. Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL,
Loscalzo J. Harrison’s principles of internal medicine. 19th
ed. NY: McGrawHill; 2015
2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi
B, Syam AF: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ke-6.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.
16. Biaya INCBGS Kelas 1. Rp 2.430.800
Kelas 2. Rp 2.083.500
Kelas 3. Rp 1.736.300

PANDUAN PRAKTIK KLINIS ( PPK )


TATA LAKSANA KASUS
RSI “IBNU SINA” RSI’’IBNU SINA’’YARSI SUMBAR PADANG
YARSI SUMBAR PANJANG
PADANG PANJANG
PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS
1. Pengertian Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah
perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum Treitz
meliputi hematemesis dan atau melena. Untuk keperluan klinik,
dibedakan perdarahan varises esophagus dan non-varises,
karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam
pengelolaan dan prognosisnya.
2. Anamnesis Badan lemas, pucat, bab bewarna hitam, dan muntah darah
3. Pemeriksan Fisik  Tanda-tanda syok : takikardia, akral dingin dan lembab,
takipnu, oliguria, penurunan kesadaran, hipotensi ortostatik,
JVP (Jugular Vein Pressure) meningkat.
 Tanda-tanda penyakit hati kronis dan sirosis : hipertensi
portal (pecahnya varises esofagus, asites, splenomegali),
ikterus, edema tungkai dan sakral, spider nevi, eritema
palmarum, ginekomasti, venektasi dinding perut (caput
medusa), asteriksis (flapping tremor).
 Tanda-tanda anemia : pucat, koilonikia, telangiektasia
 Tanda-tanda sindrom Peutz-Jegher : bintik-bintik coklat
pada kulit muka dan mukosa pipi.
 Lesi-lesi telangiektasi yang berdenyut merupakan indikasi
telangiektasi hemoragik herediter.
 Koagulopati : purpura, memar, epistaksis
 Tanda-tanda keganasan : limfadenopati, organomegali
(hepatomegali, splenomegali), penurunan berat badan,
anoreksia, rasa lemah.
 Pemeriksaan abdomen : untuk mengetahui adanya nyeri
tekan, distensi, atau massa. Adanya nyeri tekan epigastrik
merupakan tanda ulkus peptikum, dan adanya
hepatosplenomegali meningkatkan kemungkinan varises.
 Pemeriksaan rektal untuk massa, darah, melena, dan darah
samar pada feses.
4. Kriteria Diagnosis Sesuai anamnesa dan pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Perdarahan saluran cerna bagian atas
6. Diagnosis Banding Perdarahan saluran cerna bagian bawah
7. Pemeriksaan a. Pemeriksaan laboratorium
Penunjang  Pemeriksaan darah lengkap : Hb, Ht, golongan darah,
jumlah eritrosit, leukosit, trombosit, waktu perdarahan,
waktu pembekuan, PT, APTT, morfologi darah tepi,
fibrinogen, dan crossmatch jika diperlukan transfusi.
 Pemeriksaan ureum dan kreatinin
 Pemeriksaan fungsi hati : AST (SGOT), ALT (SGPT),
bilirubin, fosfatase alkali, gama GT, kolinesterase,
protein total, albumin, globulin, HBSAg, AntiHBS.
 Tes guaiac positif : pemeriksaan darah samar dari feses
masih dapat terdeteksi sampai seminggu atau lebih
setelah terjadi perdarahan.
 Pemeriksaan elektrolit : kadar Na+, Cl-, K+. K+ bisa lebih
tinggi dari normal akibat absorpsi dari darah di usus
halus. Alkalosis hipokloremik pada waktu masuk rumah
sakit menunjukan adanya episode perdarahan atau
muntah-muntah yang hebat.
b. Endoskopi
Endoskopi digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis, menentukan sumber perdarahan, memungkinkan
pengobatan endoskopik awal, informasi prognostik (seperti
identifikasi stigmata perdarahan baru). Endoskopi dilakukan
sebagai pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan atau
segera setelah hematemesis berhenti.
c. Pemeriksaan radiologis
- Barium meal
- Barium enema : untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebab perdarahan saluran cerna bagian bawah.
- USG : untuk menunjang diagnosis hematemesis/melena
bila diduga penyebabnya adalah pecahnya varises
esofagus karena secara tidak langsung memberi
informasi tentang ada tidaknya hepatitis kronik, sirosis
hati dengan hipertensi portal, keganasan hati, dengan
cara yang non invasif dan tak memerlukan persiapan
sesudah perdarahan akut berhenti.

8. Terapi Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan


infus cairan kristaloid dan pasang monitor CVP (central
venous pressure). Tujuannya untuk memulihkan tanda-
tanda vital dan mempertahankan tetap stabil.
Penderita dengan perdarahan 500 – 1000 cc perlu
diberi infus Dextrose 5%, Ringer laktat atau Nacl 0,9%.
Pemberian transfusi darah dipertimbangkan pada keadaan
berikut ini:
1. Perdarahan pada kondisi hemodinamik tidak stabil
(tanda – tanda syok).
2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan
diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih.
3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan
hemoglobin < 10 g% atau hematokrit < 30 %.
4. Terdapat tanda – tanda oksigenasi jaringan yang
menurun.
1. Non-Endoskopis
Pemberian Vitamin K
Boleh diberikan dengan pertimbangan tidak merugikan dan
relatif murah.

Vasopressin
Menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat
efek vasokostriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan
aliran dan tekanan vena porta menurun. Pemberian
vasopressin dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50
unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0.5-1
mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6
jam, atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus
0.1-0.5 U/menit. Vasopressin dapat memberikan efek
samping berupa insufisiensi koroner mendadak, maka
disarankan bersamaan preparat nitrat.
Somatostatin dan analognya (octreotide)
Dapat digunakan untuk perdarahan varises esofagus dan
perdarahan nonvarises. Pemberian diawali dengan bolus
250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-
24 jam atau sampai perdarahan berhenti, sedangkan untuk
octreotide, dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25
mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai peradarahan
berhenti.
Obat Anti sekresi asam
Bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA.
Diawali bolus omeprazol 80 mg/iv dilanjutkan per infus 8
mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pada perdarahan SCBA,
antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dapat
diberikan untuk penyembuhan lesi mukosa penyebab
perdarahan.
Balon Tamponade
Sengstaken Blakemore tube (SB-tube) mempunyai tiga
pipa serta dua balon masing-masing untuk esofagus dan
lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube antara lain
pnemoni aspirasi, laserasi sampai perforasi.

2. Endoskopis
Terapi ini ditujukan untuk perdarahan tukak yang
masih aktif atau tukak dengan pembuluh darah yang
tampak. Metode terapi meliputi : 1) Contact thermal
(monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe), 2)
Noncontact thermal (laser), dan 3) Nonthermal (misalnya
suntikan adrenalin, polidokanol, alcohol, cyanoacrylate,
atau pemakaian klip).
Terapi endoskopis yang relatif mudah dan tanpa
banyak peralatan pendukung ialah penyuntikan submukosa
sekitar titik perdarahan menggunakan adrenalin 1:10000
sebanyak 0.5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml
atau alkohol absolut (98%) tidak melebihi1 ml.
Keberhasilan terapi endoskopis mencapai di atas 95% dan
tanpa terapi tambahan, perdarahan ulang frekuensinya
sekitar 15-20%.
Pilihan pertama untuk mengatasi varises esofagus
adalah ligasi varises. Terapi pilihan adalah hemostasis
endoskopi. Ligasi varises mengurangi efek samping dari
pemakaian sklerosan, serta lebih menurunkan frekuensi
terjadinya ulserasi dan striktur. Bila ligasi sulit dilakukan,
skeloterapi dapat digunakan sebagai terapi alternatif.
3. Terapi Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila
perdarahan tetap berlansung dan belum bisa ditentukan asal
perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan
pembedahan sangat berisiko. Tindakan hemostasis yang
bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau
embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontraindikasi dan
fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat
dipertimbangkan TIPS (Transjugular Intrahepatic
Portosystemic shunt).

4. Pembedahan
Pembedahan dasarnya dilakukan bila terapi medik,
endoskopi dan radiologi dinilai gagal. Ahli bedah
seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim
multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA
untuk menentukan waktu yang tepat kapan tindakan bedah
sebaiknya dilakukan.

9. Edukasi 1. Pola makan yang sehat


10. (Hospital Health 2. Hindari obat-obatan yang merusak lambung dan saluran
Promotion ) cerna
3. Kontrol pengobatan secara teratur
 Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
 Tingkat Evidens I/II/III/IV

 Tingkat Rekomendasi A/B/C

 Penelaah Kritis 1. dr. Sri Anggraini Sp.PD


2. dr. Rahmilna Sp.PD
3. dr. Wahyudi Firmana
4. dr. Adri Buthia
 Indikator Perdarahan berhenti dan keluhan pasien membaik

 Kepustakaan 1. Adi, Pangestu. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi
4. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2007. Hal 289-92.
2. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Oxford : Blackwell
Science Ltd. 2006. Hal 36-37.
3. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik. Oxford : Blackwell Science Ltd. 2007.
Hal 65.
4. Kauver, A. J. Diagnosis Medis Beorientasikan Masalah.
Massachussets : Little, Brown and Company. 1985. Hal
173-9.
5. Lindseth, Glenda N. Patofisiologi Konsep Klinis dan
Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. Michigan :
Elsevier Science. 2006. Hal 428.
6. Sibuea, W. Herdin, Frenkel, M. Pedoman Dasar Anamnesis
dan Pemeriksaan Jasmani. Jakarta : Sagung Seto. 2007. Hal
7, 12.

 Biaya INCBGS Kelas 1. Rp 2.430.800


Kelas 2. Rp 2.083.500
Kelas 3. Rp 1.736.300

Anda mungkin juga menyukai