3: 365-370
ISSN : 1411 - 8327
1
Jurusan Peternakan Politeknik Pertanian Negeri Kupang
Jl. Adisucipto, Penfui, Kupang, Nusa Tenggara Timur
PO.BOX 1152. Telp. 0380-88160 Fax : 10380-881601
Email : Indahkoni@gmail.com
2
Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana,
Jl. Adi Sucipto Penfui, Kupang, NTT
ABSTRAK
Penelitian untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan kulit pisang yang difermentasi dengan Rhyzopus
oligosporus dalam ransum terhadap pertumbuhan ayam pedaging Penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap dengan empat perlakuan: sebagai ransum kontrol (0% kulit pisang fermentasi); 5% kulit
pisang fermentasi; 10% kulit pisang fermentasi; 15% kulit pisang fermentasi, dan empat ulangan masing-
masing menggunakan enam ekor ayam pedaging umur satu minggu dengan rataan bobot badan 112.30
± 2,74 g. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan kulit pisang fermentasi hingga 15% dalam ransum
tidak memengaruhi konsumsi ayam pedaging tetapi nyata menurunkan pertambahan bobot badan dan
konversi ransum (P < 0,01). Kulit pisang fermentasi hanya dapat digunakan hingga 10% dalam ransum
ayam pedaging
ABSTRACT
An experiment has conducted to investigate the effect level of fermented banana peels by Rhyzopus
oligosporus in ration to growth of broiler. The experiment was designed use Completely Randomized
Design with four treatments: as a control ration (0% fermented banana peel); 5% fermented banana peel;
10% fermented banana peel; 15% fermented banana peel, with four replicates. There were six ayam
pedagings a weeks with average weight 112.30 ± 2.74 g in each replicate. The result there was a 15%
fermented banana peels in broiler ration was not significant (P>0,05) to feed consumption, but it
significantly (P<0,01) effected gain, and feed conversion . Fermented banana peels by R. oligosporus could
be used as much as 10% in broiler ration.
365
Koni et al Jurnal Veteriner
366
Jurnal Veteriner September 2013 Vol. 14 No. 3: 365-370
pada suhu kamar selama 48 jam. Pengeringan, kandungan energi ransum yang relatif sama
kulit pisang yang telah difermentasi kemudian yaitu 3135-3188 kkal/kg ransum (Tabel 1).
dikeringkan dan dihaluskan untuk dicampur Amrullah (2004) mengemukakan bahwa
dengan bahan pakan lainnya. kandungan energi ransum sangat memengaruhi
Penelitian ini menggunakan Rancangan jumlah konsumsi ransum, semakin tinggi energi
Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan ransum semakin rendah konsumsi ransum, dan
dan empat ulangan. Masing-masing ulangan faktor yang juga memengaruhi jumlah
menggunakan enam ekor ayam pedaging. konsumsi ransum adalah ternak, lingkungan
Keempat perlakuan yang diberikan adalah R0 : fisik, dan pakan. Faktor ternak yang
Ransum basal; R1 : 95% R0 + 5% kulit pisang memengaruhi ada-lah tipe ayam, umur, status
fermentasi (KPF); R2 : 90% R0 + 10% kulit fisiologi. Lingkungan fisik yang berpengaruh
pisang fermentasi (KPF); R3 : 85% R0 + 15% adalah temperatur udara. Faktor pakan yang
kulit pisang fermentasi (KPF) berpenga-ruh selain seperti kandungan energi
Variabel penelitian adalah konsumsi ransum, serat kasar, palatabilitas, lemak kasar,
ransum g/ekor/hari (g/ekor/hari), pertambahan bentuk fisik ransum, aroma, dan warna.
bobot badan (PBB) (g/ekor/hari), Konversi Kandungan serat kasar ransum perlakuan
ransum. Data yang diperoleh dianalisis dengan berkisar antara 5,17-5,41% (Tabel 1). Keadaan
menggunakan sidik ragam , dan dilanjutkan ini memperlihatkan pula bahwa pada kisaran
dengan Uji Jarak Berganda Duncan. serat kasar tersebut, konsumsi ransum relatif
sama pada ayam percobaan. Unggas masih
dapat mentolerir serat kasar sampai pada
HASIL DAN PEMBAHASAN tingkat delapan persen dan untuk fase starter
kurang dari enam persen, bila lebih tinggi maka
Konsumsi Ransum daya cerna ransum tersebut makin rendah.
Rataan konsumsi ransum 81,60–86,16 g/ Kandungan serat kasar ransum perlakuan
ekor/hari. Penggunaan kulit pisang fermentasi berada pada level yang masih dapat ditolerir
hingga 15% dalam ransum ayam pedaging tidak oleh ayam pedaging percobaan. Tingginya
berpengaruh (P>0,05) terhadap konsumsi kandungan serat kasar dengan semakin
ransum ayam pedaging. Penggunaan kulit tingginya kulit pisang fermentasi dalam
pisang fermentasi dalam ransum tidak ransum disebabkan oleh adanya miselium pada
menyebabkan peningkatan atau penurunan R. oligosporus yang sama sifatnya dengan serat
konsumsi ransum secara nyata pada ayam kasar pada tumbuhan tingkat tinggi (Utama et
percobaan. Hasil penelitian ini sama dengan al., 2007)
penelitian Udjianto et al., (2005) yang Kandungan lemak kasar ransum
melaporkan bahwa tidak ada perbedaan nyata perlakuan juga terlihat relatif sama yaitu
pada konsumsi ayam pedaging yang diberi kulit berkisar antara 3,46-3,72% (Tabel 1), dan
pisang yang difermentasi dengan probiotik. memberikan dampak yang sama terhadap
Konsumsi yang tidak berbeda nyata pada konsumsi ransum, sehingga dapat dinyatakan
ayam percobaan ini disebabkan karena bahwa tidak ada pengaruh perlakuan terhadap
367
Koni et al Jurnal Veteriner
palatabilitas. Utama et al., (2007) melaporkan perbedaan kualitas protein ransum perlakuan.
bahwa kandungan lemak kasar yang relatif Diduga asam amino esensial yang berperan
sama pada produk yang difermentasi dengan untuk pertumbuhan tidak dapat memenuhi
Rhyzopus sp. Karena Rhyzopus sp lebih kebutuhan minimal untuk pertumbuhan ayam
potensial dalam memecahkan substrat sumber pedaging percobaan. Kualitas protein dinilai
protein sehingga pemecahan lemak tidak dari komposisi kandungan asam amino esensial
berjalan secara optimal. yang terkandung dalam ransum. Fermentasi
Konsumsi ransum perlakuan lebih tinggi dapat meningkatkan protein kasar namun
daripada konsumsi ransum pada kulit pisang kemungkinan asam amino yang dihasilkan
yang tidak difermentasi yaitu 77,69 g/ekor/hari belum dapat memenuhi kebutuhan minimal
(Koni et al., 2006). Hal ini mirip dengan untuk pertumbuhan ayam pedaging. Amrullah
penelitan Udjianto et al., (2005) yang (2004) menyatakan bahwa ayam pedaging yang
melaporkan bahwa konsumsi ransum diberi ransum dengan kandungan zat gizi yang
meningkat dengan semakin tingginya berbeda menyebabkan perbedaan jumlah
penggunaan kulit pisang yang difermentasi ransum yang dikonsumsi dan akan
dengan probiotik dalam ransum. menghasilkan bobot badan yang berbeda pula.
Untuk pertumbuhan ayam pedaging hingga
Pertambahan Bobot Badan berumur enam minggu dibutuhkan asam
Rataan pertambahan bobot badan pada amino arginin 1,1-1,25%, leusin 1,09-1,20%,
penelitian ini berkisar dari 23,81-33,35 g/ekor/ lisin 1-1,1%, metionin 0,38-0,50%, dan metionin
hari. Pertambahan bobot badan ini lebih rendah ditambah sistin 0,72-0,9% dalam ransum.
daripada yang dilaporkan Muis et al., (2010) Dalam ransum unggas ada dua asam amino
yaitu 33,14-53,04 g /ekor/hari pada penggunaan yang kritis, kedua asam amino itu adalah
ampas susu kedelai yang difermentasi dengan metionin dan lisin. Menurut Rezaei et al., (2004)
bahwa protein dan lysine dan berbagai
R. oligosporus.
interaksinya merupakan faktor yang sangat
Penggunaan kulit pisang fermentasi nyata
penting dalam memengaruhi pertumbuhan dan
(P<0,01) menurunkan pertambahan bobot badan
kualitas karkas ayam pedaging. Karena itu bila
ayam pedaging. Semakin tinggi penggunaan
dalam ransum ayam pedaging mengalami
tepung kulit pisang fermentasi maka
kekurangan metionin dan lisin akan
pertambahan bobot badan makin menurun.
menghambat pertumbuhan. Seperti yang
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
dilaporkan oleh Mack et al., (2004) pemberian
Udjianto (2005) yang melaporkan bahwa terjadi
metionin 0, 0,4, 0,8, dan 1,2 g/kg ransum
penurunan bobot badan dengan meningkatnya
memberikan rataan bobot badan pada umur
penggunaan kulit pisang yang difermentasi
enam minggu masing-masing 1831g, 2452 g,
dengan probiotik. Widjastuti dan Hernawan 2664 g dan 2836 g. Penambahan lisin dalam
(2012) menyatakan bahwa dengan meningkat- ransum ayam pedaging dengan kandungan
nya pemberian kulit pisang hingga 30% dalam protein kasar 14% menghasilkan pertambahan
ransum menurunkan bobot potong hingga bobot badan yang setara dengan ransum dengan
19,53%. Hal ini diduga karena adanya kandungan protein kasar 26%.
Tabel 2. Rataan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan (PBB), konversi ransum ayam
percobaan
Keterangan : Nilai dengan superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda
nyata (P<0,01) , KPF = kulit pisang fermentasi
368
Jurnal Veteriner September 2013 Vol. 14 No. 3: 365-370
Hasil uji jarak berganda Duncan diketahui sangat nyata terhadap perlakuan 15% kulit
bahwa antara perlakuan 0%, 5% dan 10% kulit pisang fermentasi. Perbedaan konversi ransum
pisang fermentasi tidak berbeda nyata (P>0,05), ini karena perbedaan pertambahan bobot badan
sedangkan perlakuan 15% nyata lebih rendah pada setiap perlakuan walaupun konsumsi
daripada ketiga perlakuan lainnya. ransumnya hampir sama. Perlakuan 15%
Meningkatnya penggunaan kulit pisang kulit pisang fermentasi mempunyai nilai
fermentasi dalam ransum memperlihatkan konversi ransum paling buruk daripada ketiga
kecenderungan penurunan pertambahan bobot perlakuan lainnya, konsumsi ransum pada
badan, terutama pada penggunaan kulit pisang perlakuan ini relatif sama dengan lainnya
fermentasi sebanyak 15% dalam ransum. namun mempunyai pertambahan bobot badan
Rendahnya pertambahan bobot badan pada yang rendah. Rataan nilai konversi ransum
perlakuan 15% kulit pisang fermentasi berkisar 2,59-3,46. Buruknya nilai konversi
disebabkan karena pada perlakuan tersebut pada perlakuan 15% kulit pisang fermentasi
konsumsi ransum dan konsumsi zat makanan karena jumlah konsumsi ransum tidak
terutama protein dan energi yang terendah bila diimbangi dengan pertambahan bobot badan.
dibandingkan ketiga perlakuan lainnya, Hasil penelitian ini sama denga penelitian
sehingga pada akhirnya pertambahan bobot Ujianto et al., (2005) yang melaporkan bahwa
badan yang diperoleh pun rendah. Pada konversi ransum semakin rendah sejalan dengan
penelitian ini protein kasar meningkat dari peningkatan penggunaan kulit pisang
3,63% menjadi 22,15%. Walaupun terjadi fermentasi dalam ransum, dengan rataan
peningkatan protein kasar pada kulit pisang konversi ransum 1,69-2,23.
kepok yang difermentasi dengan jamur R.
oligosporus namun penggunaannya terbatas
hingga 10% dalam ransum ayam pedaging. SIMPULAN
Bila digunakan lebih dari 10% (dalam hal ini
15%) dapat menurunkan pertambahan bobot Berdasarkan hasil pembahasan maka
badan. Protein yang dihasilkan pada ransum disimpulkan level terbaik penggunaan kulit
yang mengandung kulit pisang fermentasi pisang terfermentasi dengan jamur R.
terdiri dari asam nukleat yang berasal dari sel- oligosporus dalam ransum ayam pedaging
sel mikrob. Budiansyah (2010) mengemukakan hingga 10%
bahwa protein kasar bahan pakan hasil
fermentasi sebagian terdiri dari fraksi asam
nukleat, protein tersebut sulit dicerna oleh UCAPAN TERIMA KASIH
saluran pencernaan unggas sehingga
Ucapan yang sama disampaikan Kepala
ketersediaan protein untuk pertumbuhan
Laboratorium Produksi dan Reproduksi
berkurang.
Ternak, Jurusan Peternakan Politeknik
Pertanian Negeri Kupang, atas bantuan fasilitas
Konversi Ransum
selama penelitian.
Penggunaan kulit pisang fermentasi
sangat (P< 0,01) memengaruhi nilai konversi
ransum. Nilai konversi ransum semakin buruk
DAFTAR PUSTAKA
dengan peningkatan penggunaan kulit pisang
fermentasi dalam ransum, hal ini diduga karena
Amrullah KI. 2004. Nutrisi Ayam pedaging.
makin rendahnya kualitas ransum perlakuan Bogor. Lembaga Satu Gunungbudi.
khususnya dalam hal kandungan asam amino Aro SO. 2008. Improvement in the nutritive
sehingga daya guna ransum bagi tubuh ayam quality of cassava and its by-products
pedaging kecil, hal ini terlihat pada bobot badan through microbial fermentation. African
ayam percobaan. Menurut Amrullah (2004) Journal of Biotechnology 7 (25) : 4789-4797.
faktor yang memengaruhi konversi ransum Budiansyah A. 2010. Performan ayam ayam
adalah mutu ransum, umur dan strain, pedaging yang diberi ransum yang
semakin baik mutu ransum semakin baik nilai mengandung bungkil kelapa yang
konversinya. difermentasi ragi tape sebagai pengganti
Hasil uji jarak berganda Duncan antara sebagian ransum komersial. Jurnal Ilmiah
perlakuan 0%, 5% dan 10% tidak berbeda nyata Ilmu-Ilmu Peternakan 13( 50) : 260-268.
(P>0,05) namun ketiga perlakuan ini berbeda
369
Koni et al Jurnal Veteriner
370