Anda di halaman 1dari 5

Schistosomiasis yang disebabkan oleh Schistosoma Japonicum

1
Dananeer Rahmadatu, 2Ivan Iqbal Baidowi, 3Gregorius Wahyu Pratama, 4Rizka Safira Ramadanti,
5
Endiningtyas C, 6Fachrizal Zulfikar Ilmi, 7Virginia V. Setiajiputri, 8Adellia F. Fa'idha, 9Ellen Ocktavironita,
10
Muhammad Elvinsyah Z., 11Febri Fatma Lailatul Laeli, 12Eva D.Maharani dan 1Yudha Nurdian

1
Student, Faculty of Medicine, University of Jember, Indonesia
2
Faculty of Medicine, University of Jember, Indonesia
Coresponding : Eva D. Maharani, DeswintaMaharani17@gmail.com; 162010101133@student.unej.ac.id

Abstrak
Latar Belakang
Schistosomiasis japonica adalah infeksi cacing kronis pada manusia yang
disebabkan oleh Schistosoma japonicum. Telur Schistosoma japonicum disimpan di hati,
paru-paru, dan dinding usus sehingga dapat menyebabkan peradangan granulomatosa dan
fibrosis progresif, hal ini merupakan penyebab perubahan patologis klinis primer atau
perubahan klinis yang paling utama. Ada banyak jenis sel yang terlibat dalam melawan
invasi dari Schistosoma japonicum dan telurnya, termasuk sel Th, Natural Killer cells
(NK), sel NKT, sel supresor yang diturunkan dari myeloid (MDSCs), dan makrofag.
Dengan demikian, perubahan yang jelas dapat dideteksi di organ-organ kekebalan, seperti
limpa dan kelenjar getah bening lokal. Untuk penyebab nya sendiri Schistosomiasis dapat
disebabkan oleh trematoda darah digenetik.
Schistosomiasis merupakan penyebab penting penyakit di banyak bagian dunia,
yang paling sering terjadi di tempat dengan sanitasi yang buruk. Anak usia sekolah yang
tinggal di daerah-daerah dengan sanitasi yang buruk sangat berisiko karena mereka
cenderung menghabiskan waktu berenang atau mandi di air yang mengandung serkaria
infeksi. Hal ini juga beresiko pada orang-orang yang melakukan perjalananan ditempat
dimana ditemukan schistosomiasis dan terkena air tawar yang telah terkontaminasi dari
Schistosoma japonicum.
Lebih dari 207 juta orang di setidaknya 74 negara memiliki infeksi schistosomal
aktif. Dari populasi ini, sekitar 60% memiliki gejala penyakit, termasuk keluhan organ
tertentu dan masalah yang berkaitan dengan anemia kronis dan kekurangan gizi akibat
terinfeksi Schistosoma japonicum. Lebih dari 20 juta orang mengalami sakit parah.
Prevalensi penyakit adalah heterogen di daerah yang rentan dan cenderung lebih buruk di
daerah dengan sanitasi yang buruk, peningkatan penggunaan irigasi air tawar, dan
infestasi schistosomal berat pada populasi manusia, hewan, dan / atau siput.
Tiga spesies utama yang menginfeksi manusia adalah Schistosoma haematobium,
Schistosoma japonicum, dan Schistosoma mansoni. Dua spesies lain, yang lebih jarang
kasusnya ialah Schistosoma mekongi dan Schistososma intercalatum. Schistosoma
japonicum banyak ditemukan di Indonesia, sebagian Negara Cina dan Asia Tenggara.
Schistosoma japonicum merupakan zoonosis yang juga menginfeksi berbagai inang
seperti mamalia, termasuk anjing, babi, dan sapi, yang sangat mempersulit upaya
pengendalian dan eliminasi. Memahami siklus hidup schistosome antara inang (bekicot)
dan host definitif (mamalia)merupakan dasar bagi pengendalian dan penghapusan
schistosomiasis pada manusia. Perubahan lingkungan juga dapat meningkatkan atau
bahkan jhcmenurunkan transmisi.

Infeksi dapat terjadi ketika kulit bersentuhan dengan air tawar yang
terkontaminasi oleh beberapa jenis siput yang membawa parasit hidup. Air tawar menjadi
terkontaminasi oleh telur Schistosoma ketika orang yang terinfeksi buang air kecil atau
buang air besar di dalam air. Selanjutnya, parasit akan menginfeksi dan berkembang biak
di dalam siput. Parasit meninggalkan siput dan memasuki air di mana ia dapat bertahan
hidup selama sekitar 48 jam. Parasit Schistosoma dapat menembus kulit orang-orang
yang bersentuhan dengan air tawar yang terkontaminasi, biasanya ketika mengarungi,
berenang, mandi, atau mencuci. Selama beberapa minggu, parasit bermigrasi melalui
jaringan inang dan berkembang menjadi cacing dewasa di dalam pembuluh darah. Setelah
matang, nantinya cacing betina akan menghasilkan telur. Sebagian dari telur-telur ini
berpindah ke kandung kemih atau usus dan masuk ke urin atau tinja.
Gejala schistosomiasis bukan disebabkan oleh cacing itu sendiri tetapi oleh reaksi
tubuh terhadap telur. Telur yang ditumpahkan oleh cacing dewasa yang tidak keluar dari
tubuh dapat tersangkut di usus atau kandung kemih, menyebabkan peradangan atau
jaringan parut. Anak-anak yang berulang kali terinfeksi dapat mengembangkan anemia,
kekurangan gizi, dan kesulitan belajar. Setelah bertahun-tahun infeksi, parasit juga dapat
merusak hati, usus, limpa, paru-paru, dan kandung kemih.
Umumnya pada kebanyakan orang tidak memiliki gejala ketika mereka pertama
kali terinfeksi. Namun, dalam beberapa hari setelah terinfeksi dapat timbul ruam dan
gatal pada kulit. Dalam 1-2 bulan infeksi, gejala dapat berkembang termasuk demam,
menggigil, batuk, dan nyeri otot. Gejala pada infeksi ini dapat dibagi menjadi dua bentuk
yaitu gejala akut dan kronis. Infeksi akut dapat menyebabkan demam, kelemahan, diare,
sakit perut dan hepatomegali. Penyakit kronis melibatkan pembentukan granuloma,
peradangan jaringan, lesi hati dan fibrosis, yang mungkin menetap setelah infeksi telah
dibersihkan. Telur jarang ditemukan di otak atau sumsum tulang belakang, apabila
ditemukan pada organ tersebut maka dapat menyebabkan kejang, kelumpuhan, atau
peradangan sumsum tulang belakang.
Schistosomiasis dapat didiagnosis melalui deteksi telur parasit dalam spesimen
tinja atau urin. Sampel tinja atau urin dapat diperiksa secara mikroskopis untuk telur
parasit. Pemeriksaan feses untuk Schistosoma mansoni dan Schistosoma japonicum telur.
Sedangkan pemeriksaan pada urine untuk Schistosoma haematobium eggs. Telur
cenderung dilewatkan sebentar-sebentar dan dalam jumlah kecil dan mungkin tidak
terdeteksi, jadi mungkin diperlukan untuk melakukan tes darah (serologis). Antibodi dan
atau antigen yang terdeteksi dalam sampel darah atau urin juga merupakan indikasi
infeksi. Untuk schistosomiasis urogenital, teknik penyaringan menggunakan nilon, kertas
atau filter polikarbonat adalah teknik diagnostik standar. Anak-anak dengan Schistosoma
haematobium hampir selalu memiliki darah mikroskopis dalam urin yang dapat dideteksi
oleh strip reagen kimia. Telur schistosomiasis usus dapat dideteksi pada spesimen feses
melalui teknik menggunakan plastik berwarna metilen yang direndam dalam gliserin atau
kaca slide, yang dikenal sebagai teknik Kato-Katz. Untuk orang yang tinggal di daerah
non-endemis atau rendah-transmisi, tes serologi dan imunologi mungkin berguna dalam
menunjukkan paparan infeksi dan kebutuhan untuk pemeriksaan menyeluruh,
pengobatan, dan tindak lanjut.
Pencegahan pasti seperti vaksin belum tersedia hingga saat ini. Cara terbaik untuk
mencegah schistosomiasis ialah menghindari berenang atau berendam di air tawar ketika
Anda berada di negara-negara di mana schistosomiasis terjadi. Air yang datang langsung
dari kanal, danau, sungai, atau mata air dapat terkontaminasi dengan berbagai organisme
yang menular. Untuk menghindari hal tersebut sebaiknya sebelum menggunakan air
untuk minum dimasak hingga benar mendidih dan apabila digunakan untuk mandi
sebaiknya disaring dengan benar terlebih dahulu dan dididihkan selam 1 menit untuk
membunuh bakteri yang ada didalam air tesebut. Pengobatan dengan yodium saja tidak
akan menjamin bahwa air aman dan bebas dari semua parasit.
Obat yang aman dan efektif tersedia untuk pengobatan schistosomiasis yang
menginfeksi kandung kemih dan usus yaitu Praziquantel, obat diminum selama 1-2 hari
untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh semua spesies Schistosoma. Praziquantel
juga aman digunakan sebagai pengobatan Schistosoma japonicum pada wanita hamil.
Sejak 2006, dua uji coba terkontrol secara acak pada penggunaan praziquantel selama
kehamilan telah dilakukan: satu terhadap Schisosoma mansoni di Uganda dan
Schistosoma japonicum di Filipina. Dalam uji coba ini, perawatan praziquantel pada
wanita hamil tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap berat lahir, tampak aman
dan menyebabkan efek samping minimal yang mirip dengan yang terlihat pada subjek
yang tidak hamil. kami merekomendasikan bahwa semua negara termasuk wanita hamil
dalam kampanye pengobatan praziquantel.

Kesimpulan

Schistosomiasis japonica adalah infeksi cacing kronis pada manusia yang


disebabkan oleh Schistosoma japonicum. Schistosomiasis merupakan penyebab penting
penyakit di banyak bagian dunia, yang paling sering terjadi di tempat dengan sanitasi
yang buruk. Schistosoma japonicum banyak ditemukan di Indonesia, sebagian Negara
Cina dan Asia Tenggara. Infeksi dapat terjadi ketika kulit bersentuhan dengan air tawar
yang terkontaminasi oleh beberapa jenis siput yang membawa parasit hidup. Pengobatan
pada seseorang yang mengalami infeksi ini dapat diberi Praziquantel. Untuk pencegahan
dapat dilakukan perubahan perilaku dalam menjaga kebersihan yang baik.

Referensi

1. http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/42707/9241562390.pdf?
sequence=1&ua=1en/

2. http://www.who.int/bulletin/volumes/85/7/06-034033/en/

3. http://www.who.int/schistosomiasis/epidemiology/table3/en/

4. Epidemiologi.Schistosomajaponicum.who.int
http://www.who.int/schistosomiasis/epidemiology/table2/en/

5. D. G. Colley, A. L. Bustinduy, W. E. Secor, C. H. King. 2014. Human


Schistosomiasis. Health & Human Services. 383(9936): 2253–2264
6. CDC.2012.Parasites-Schistosomiasis.
https://www.cdc.gov/parasites/schistosomiasis/gen_info/index.html

7. WHO.2018.Schistosomiasis.http://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/schistosomiasis
8. Medscape.2018.Schistosomiasis(Bilharzia).
https://emedicine.medscape.com/article/228392-overview#showall

9. Xiang., Fu, Qiong., Song, Rui,. . (2018,). Antinuclear antibodies and interleukin
responses in patients with Schistosoma japonicum infection.
doi.org/10.1111/pim.12577

10. J, Liu ., Giri BR., Chen Y., Luo R., Xia T., Grevelding CG., Cheng G. (2018).
Schistosoma japonicum IAP and Teg20 safeguard tegumental integrity by
inhibiting cellular apoptosis. doi:10.1371/journal.pntd.0006654

11. https://www.cdc.gov/parasites/schistosomiasis/prevent.html/

12. Daniel G Colley, PhD., Amaya L Bustinduy, MD., W Evan Secor, PhD., and Charles
H King, MD., Human Schistosomiasis.2015. Lancet. 2014 Juni 28;383(9936):2253-
2264. Doi 10.1016/S0140-6736(13)61949-2

13. Jiale Qu, Lu Li, Hongyan Xie, Xiaona Zhang, Quan Yang, Huaina Qiu, Yuanfa Feng,
Chenxi

14. Jin, Nuo Dong, and Jun Huang. 2018. TLR3 Modulates the Response of NK Cells
againstSchistosoma japonicum. Journal of Immunology Research.
[https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30246036 ]

Anda mungkin juga menyukai