Anda di halaman 1dari 11

1.

Intisasri sejarah olimpiade kuno dan modern


Olimpiade Kuno
Sejak ribuan tahun lalu bangsa Yunani sudah mengenal olahraga dalam arti
yang paling sederhana. Mereka melakukannya untuk kepentingan pasukan perang
atau kemiliteran. Dengan berolahraga diharapkan para prajurit akan tangkas dan
sigap dalam bertempur. Olimpiade yang paling awal konon sudah diselenggarakan
bangsa Yunani kuno pada tahun 776 Sebelum Masehi. Kegiatan itu diikuti seluruh
bangsa Yunani dan dilangsungkan untuk menghormati dewa tertinggi mereka, Zeus.
Zeus bermukim di Gunung Olimpus yang kemudian dipakai sebagai nama
Olimpiade hingga sekarang. Olimpiade kuno juga diselenggarakan setiap empat
tahun, para olahragawan terbaik dari seluruh Yunani berdatangan ke arena di
sekitar Gunung Olimpus. Mereka bertanding secara perorangan, bukan atas nama
tim. Para atlet yang akan bertanding terlebih dulu berlatih keras selama sepuluh
bulan di daerah masing-masing. Dulu, di Yunani sering terjadi perang saudara,
namun ketika pesta olahraga berlangsung, pihak yang bertikai melakukan gencatan
senjata. Siapa yang melanggar konsensus akan dikenakan denda. Bangsa Sparta
pernah diharuskan membayar denda karena melanggar gencatan senjata selama
Perang Peloponnesus. Menjelang pertandingan, panitia pelaksana menyembelih
babi kurban.
Saat ini di wilayah Olympia, Yunani terdapat sekelompok bangunan kecil dan
gelanggang di alam terbuka. Sisa-sisa puing gelanggang latihan itu merupakan
peninggalan arkeologis yang dilestarikan pemerintah Yunani. Pada pesta Olimpiade
kerap terjadi perjanjian perdamaian atau persekutuan antar bangsa. Juga timbul
berbagai kegiatan transaksi. Barang-barang yang dijajakan antara lain anggur,
makanan, jimat, dan benda-benda ibadah. Olimpiade kuno mempertandingkan
cabang-cabang atletik seperti lari, loncat, dan lempar. Ada juga pacuan kuda dan
pacuan kereta. Karena aturannya belum baku, para penonton sering terkena
lemparan batu atau ditabrak kereta kuda para peserta.
Dalam sejarah dikisahkan bahwa peserta lomba harus bertelanjang bulat
sebagai bentuk persembahan kesucian di depan sang Dewa, terlebih ketika Sang
Juara Olimpiade pada saat itu mampu menghentikan peperangan yang sedang
bergejolak. Hal ini menjadi suatu pertanda bahwa olahraga saat itu diyakini sebagai
alat perdamaian dan alat pemersatu antar suku.
Dari kisah tersebut tergores pesan-pesan yang dalam bahwa olahraga adalah
aktivitas yang luar biasa, yang mampu mengasah dan menguji kemampuan individu
dalam sebuah
persaingan yang ketat (excellent), juga sebagai aktivitas kesucian yang mampu
mendamaikan perselisihan demi persahabatan abadi (friendsip dan respect).
Di Olympia juga masih dijumpai batu-batu yang merupakan pijakan olahraga lari.
Pijakan batu itu disusun sedemikian rupa agar para pelari bisa mendapat ruang
gerak ke kiri dan ke kanan. Pada saat start para pelari harus menempatkan telapak
kaki pada batu-batu pijakan itu. Ada pula panel-panel tentang lomba lari khusus
membawa perisai. Lomba ini banyak disukai penonton karena dianggap lucu.
Pembukaan Olimpiade selalu diwarnai lomba kereta dengan empat kuda. Sekitar 40
kereta dijajarkan dalam kandang di gerbang keluar. Jarak yang ditempuh hampir 14
km, yakni 12 kali pulang pergi antara dua tiang batu yang ditancapkan di tanah.
Berbeda dengan Olimpiade modern, dulu mahkota kemenangan tidak diberikan
kepada sais atau joki, melainkan kepada pemilik kereta dan kuda yang umumnya
orang-orang kaya. Orang kaya yang haus kehormatan biasanya mengirim paling
sedikit tujuh kereta kuda untuk mengikuti perlombaan.
Berbagai pertandingan dalam Olimpiade kuno boleh dikatakan serba keras. Para
pelari berpacu secepat-cepatnya tanpa memakai alas kaki. Para penunggang kuda
berlomba habis-habisan tanpa pelana atau sanggurdi. Para peloncat membawa
pemberat yang diayun-ayunkan untuk menambah dorongan maju. Olahraga yang
terkeras adalah pankration, yakni perpaduan antara gulat dan tinju gaya tradisional.
Para atlet boleh menyepak atau mencekik lawan, yang tidak diperbolehkan adalah
memijit mata, menggigit, dan mematahkan jari. Fairplay benar-benar diperhatikan
para atlet. Beberaba artefak purba memperlihatkan adegan tinju antara dua atlet.
Pemenang adu tinju adalah pihak yang dapat memukul kepala lawan. Pihak yang
kalah harus mengacungkan jari tanda mengaku kalah.
Olimpiade kuno hanya boleh ditonton dan diikuti oleh para pria. Sebab para atlet
harus bertanding dengan tubuh telanjang, kecuali untuk kesempatan khusus, seperti
lomba kereta kuda. Mereka berbusana beraneka ragam untuk menunjukkan status
sosial si pemilik kereta dan kuda. Bagi orang Yunani telanjang merupakan cara
paling sesuai untuk berolahraga. Mereka bangga kalau memiliki tubuh yang atletis.
Pemenang pertandingan mendapatkan mahkota dedaunan, seperti daun zaitun liar
sebagai pengganti medali. Kadang-kadang sang juara diarak masuk kota melalui
sebuah lubang yang dibuat khusus pada tembok kota. Mereka dielu-elukan di jalan
kota dan disambut pembacaan puisi. Penghargaan lain kepada olahragawan
berprestasi berupa pembebasan dari pajak dan mendapat makanan gratis. Beberapa
kota juga memberikan bonus uang dalam jumlah
besar. Bahkan di kota kediaman pemenang didirikan patung mereka. Banyak patung
batu dan perunggu masih tersisa sampai kini dan itulah hadiah paling abadi milik sang
juara. Salah satu bagian cabang atletik yang masih tetap dikenal hingga kini adalah
maraton, yakni perlombaan lari sejauh kira-kira 42 km.
Olimpiade mencapai puncaknya pada abad ke-6 dan ke-5 SM, tetapi kemudian
secara bertahap mengalami penurunan seiring jatuhnya Yunani ke tangan Romawi.
Tidak ada konsensus yang menyatakan secara resmi mengenai berakhirnya
Olimpiade, namun teori yang paling umum dipegang saat ini adalah pada tahun 393
M, saat Kaisar Romawi, Theodosius menyatakan bahwa semua budaya praktik-
praktik kuno Yunani harus dihilangkan. Kemudian, pada tahun 426 M, Theodosius II
memerintahkan penghancuran semua kuil Yunani. Setelah itu, Olimpiade tidak
diadakan lagi sampai akhir abad ke-19.

Olimpiade Modern

Ajang olahraga pertama yang pelaksanaannya serupa dengan Olimpiade kuno


adalah L'Olympiade de la République, sebuah festival olahraga nasional yang
diadakan pada tahun 1796 sampai 1798 selama masa Revolusi Perancis. Dalam
pelaksanaannya, ajang ini mengadopsi beberapa peraturan-peraturan yang berlaku
dalam Olimpiade kuno. Ajang ini juga menandai diterapkannya sistem metrik ke
dalam cabang-cabang olahraga.
Pada tahun 1850 sebuah Kelas Olimpiade didirikan oleh Dr. William Penny Brookes di
Much Wenlock, Shropshire, Inggris. Selanjutnya, pada tahun 1859, Dr. Brookes
mengganti nama Kelas Olimpiade menjadi Olimpiade Wenlock. Ajang tersebut tetap
diadakan hingga hari ini. Tanggal 15 November 1860, Dr. Brookes membentuk
Perkumpulan Olimpiade Wenlock.
Antara tahun 1862 dan 1867, di Liverpool diadakan ajang Grand Olympic Festival.
Ajang ini dicetuskan oleh John Hulley dan Charles Melly dan merupakan ajang olahraga
pertama yang bersifat internasional, meskipun atlet-atlet yang berpartisipasi
kebanyakan merupakan "atlet amatir". Penyelenggaraan Olimpiade modern pertama di
Athena pada tahun 1896 hampir identik dengan Olimpiade Liverpool. Pada tahun 1865,
Hulley, Dr. Brookes dan EG Ravenstein mendirikan Asosiasi Olimpiade Nasional di
Liverpool, yang merupakan cikal bakal terbentuknya Asosiasi Olimpiade Britania Raya.
Selanjutnya, pada tahun 1866, sebuah ajang bernama Olimpiade Nasional Britania
Raya diselenggarakan di London untuk pertama kalinya.
Olimpiade modern pertama
Pada tanggal 16-23 Jni 1894, dibentuklah Komite Olimpiade Internasional atau IOC
(International Olympic Committee) dalam sebuah kongres di Universitas Sorbonne,
Paris. Komite ini lantas menyelenggarakan Olimpiade untuk kali pertama di tahun 1896
di Athena, Yunani. Olimpiade ini diikuti oleh 14 negara dengan 241 atlet dalam 9
cabang olahraga. Setelah itu, Olimpiade digelar terus setiap empat tahun sekali hingga
sekarang.
Simbol, moto dan maskot Olimpiade
Olimpiade memiliki simbol berupa lima cincin dengan warna berbeda (biru, kuning,
hitam, hijau, dan merah) yang saling terkait. Kelima cincin itu melambangkan lima
benua yang ada di dunia, Afrika, Asia, Amerika, Australia, dan Eropa.
Olimpiade memiliki motto, yakni "Citius, Altius, Fortius" dalam bahasa Latin yang
diartikan "Faster, Higher, Stronger" dalam bahasa Inggris atau "Lebih cepat, Lebih
tinggi, Lebih kuat" dalam bahasa Indonesia.
Maskot Olimpiade selalu berganti setiap penyelenggaraannya, dan biasanya berbentuk
binatang atau sosok manusia yang merupakan warisan budaya tuna ruma
penyelenggara.
Sejarah olimpiade kuno telah menorehkan filosofi yang amat dalam tentang olahraga di
dunia. Hal ini sangat diyakini sebagai alat pemersatu bangsa dalam perdamaian dunia
yang utuh tanpa diskriminasi warna kulit, strata, agama, budaya, dan sebagainya.

2. Penerapan 5 kajian filsafat dalam bidang olahraga

1. Idealisme adalah sebagai pusat kehidupan manusia.Pandangan idealisme, yaitu :- pendidikan


jasmani mengembangkan fisik dan jiwa secara simultan.- aktivitas fisik dapat mengembangkan
kesegaran jasmani dan kepribadian.- pengembangan kualitas pribadi.- guru pendidikan jasmani
sebagai model.
2. Realisme adalah kebenaran dapat ditentukan dengan baik melalui metode ilmiah.Pandangan
realisme, yaitu :- pendangan pendidikan jasmani bagian penting kurikulum.- kesegaran jasmani
berpengaruh pada produktifitas.- pengembangan pendidikan jasmani secara ilmiah.- latihan
memegang peranan penting.- kemengan pertandingan bukan tujuan utama.- permainan dan
rekreasi dapat membantu anak berprestasi.
3. Pragmatisme adalah pengalaman manusia dapat mengubah konsep ataukenyataan.
Pandangan pragmatisme, yaitu :- pengajaran pendidikan jasmani bervariasi.- kegiatan
pendidikan jasmani memiliki nilai social.- program pendidikan jasmani berdasarkan kebutuhan
dan minat anak.- belajar pendidikan jasmani dengan metode pemecahan masalah.- guru
sebagai motivator.
4. Naturalisme adalah sesuatu pada dasarnya memiliki nilai yang aktual dan fisikal(jasmani).
Pandangan Naturalisme, yaitu :-Pendidikan jasmani menekankan manusia seutuhnya.- Belajar
harus melalui aktifitas mandiri.- Bermain bagian penting pendidikan jasmani.- Olahraga
kompetitif tidak dianjurkan
5. Eksistensialisme/ Filsafat modern : Kenyataan berdasar pada eksistensi manusia.Keberadaa
n individu lebih penting dar ipada masyarakat.Setiap siswa bebas memilih berbagai aktifitas
dalam kurikulum. Aktifitas individu menyediakan kesempatan bagi siswa untuk
mengembangkantanggung jawab dan kesadaran diri. Peran guru sebagai konselor,
mengembangkan pemikiran reflektif. Mengkondisikan siswa untuk membuat pilihan dan
bertanggungjawab atasa

3. Peran strategis olahraga dalam pengembangan karakter bangsa

Pendidikan jasmani dalam pelaksanaannya harus tersusun rapi dalam sebuahprogram yang
sistematis dan berkelanjutan. Program tersebut diharapkan mampumemenuhi kebutuhan peserta
didik untuk meningkatkan kebugaran danmenambah tabungan gerak. Karena itu dibutuhkan
strategi pengembangan yangmencakup beberapa aspek sebagai berikut:

1. Kembangkan program yang menekankan pada penyediaan pengalamangerak yang disenagi


peserta didik dalam jangka waktu yang panjang.Program tersebut dapat diterapkan dalam
bentuk permainan-permainan yangmenyenangkan sehingga peserta didik lebih antusias yang
tingga terhadappembelajaran. Dengan antusiasme peserta didik dalam belajar gerak
makapengalaman gerak yang dirasakan akan semakain bervariasi. Misalnya materilompat
tidak perlu diberikan teknik melompat yang benar namun dapat melaluipermainan lompat
kardus sehingga siswa akan merasa tidak terbebanidengan tugas yang mereka berikan.
Karena itu, jangan memberikan materiyang mengharuskan siswa menguasai materi tersebut
tetapi anak bisamemperoleh pengalaman gerak yang lebih banyak.

2. Bantulah siswa untuk menguasai keterampilan gerak dan kembangkan penilaian diri yang
positif bahwa siswa dapat menguasai keterampilan tersebut. Biarkan siswa melakukan sesuai
kemampuan yang
dimilikdan jangan memberikan patokan yang terlalu memberatkan bagi siswa.

Siswa yang belum mampu melakukan jangan dipaksakan untuk bisa. Bantus siswatersebut
dengan pentahapan gerak dan pengulangan yang lebih banyak.Sebagai contoh, bagaimana
melakukan pemanasan yang benar sebelumberlatih, bagaimana melakukan stretching yang
aman dan efektif; ataubagaimana memainkan suatu cabang olahraga dengan memuaskan
danmendatangkan kesenangan.
3. Berikan kesempatan yang lebih luas dan merata sehingga semua semuasiswa merasakan
setiap kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran secaraadil. Kesempatan yang diberikan
kepada setiap siswa harus sama sehinggamereka tidak merasa di bedakan dengan siswa lain.
Program yang
diterapkan jangan memberikan kesempatan yang lebih pada siswa yang mampumel
akukan karena hal tersebut dapat menimbulkan rasa kurang percaya diripada siswa yang
belum mampu melakukan. Kesempatan yang adadi usahakan agar siswa memanfaatkannya
dengan baik sehingga penyusunan program yang baik sangat diperlukan oleh guru dalam
pelaksanaannya agarkesempatan yang diberikan tidak di gunakan dengan percuma oleh
siswa.

4. Berilah program yang dalam pelaksanaanya siswa belajar keterampilan-keterampilan yang


bermanfaat dalam kehidupannnya sehingga program yangdiberikan bukan hanya untuk
kepentingan jasmani, seperti kebugaran,
tetapi juga untuk perkembangan sosial, dan keterampilan yang diperlukan untukme
njalani kehidupannnya (berbasislife skill ) sehingga siswa mengaplikasikan kegiatan yang
mereka lakukan dalam pembelajaran ke dalam kehidupansehari-harinya. Keterampilan itu
antara lain, mengatasi masalah, memotivasidiri, meredam emosi, merencanakan sesuatu, dan
lain-lain

Anda mungkin juga menyukai