WAHYU DARSONO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Wahyu Darsono
NIM H152120101
RINGKASAN
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS BIONOMIKA DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN
WILAYAH PETERNAKAN RUMINANSIA
DI KABUPATEN TASIKMALAYA
WAHYU DARSONO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah
dan Perdesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji pada Ujian Tesis : Dr Ir Sri Mulatsih MScAgr
Judul Tesis : Analisis Bionomika dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah
Peternakan Ruminansia di Kabupaten Tasikmalaya
Nama : Wahyu Darsono
NIM : H152120101
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian tesis ini berhasil disusun. Topik penelitian
merupakan kajian pada aspek biofisik lingkungan dan manajemen sumberdaya
alam dalam perencanaan pembangunan wilayah dan perdesaan dengan ternak
ruminansia sebagai komoditas kajiannya. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan
Maret 2016 sampai dengan Juni 2016 ini berjudul Analisis Bionomika dalam
Perencanaan Pembangunan Wilayah Peternakan Ruminansia di Kabupaten
Tasikmalaya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Eka Intan Kumala Putri MS
dan Bapak Prof Dr Ir Nahrowi MSc selaku pembimbing, serta Dr Ir Sri Mulatsih
MScAgr selaku dosen penguji, yang telah banyak memberi saran. Penghargaan
dan terima kasih juga disampaikan kepada Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Ahli
Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Asosiasi Sarjana Membangun Desa
(ASMD), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten
Tasikmalaya dan Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Tasikmalaya atas segala dukungan, fasilitasi dan kesempatan yang diberikan.
Terima kasih juga disampaikan kepada ema, bapa, anak-anak tersayang (khalda
dan syauqi) dan istri tercinta (Dewi Siska) atas kesabaran dan kasih sayangnya,
serta rekan-rekan PWD 2012 atas kebersamaan dan dukungannya.
Semoga penelitian dan karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran penelitian ........................................................................ 13
2. Luas wilayah dan kepadatan penduduk di setiap kecamatan .......................... 18
3. Peta administrasi Kabupaten Tasikmalaya dan luas wilayah setiap
kecamatan (ha)................................................................................................. 20
4. Populasi ternak ruminansia di setiap kecamatan tahun 2014 (ST) .................. 27
5. Populasi ternak sapi potong di setiap kecamatan tahun 2014 (ST) ................. 28
6. Populasi ternak sapi perah di setiap kecamatan tahun 2014 (ST) ................... 29
7. Populasi ternak kerbau di setiap kecamatan tahun 2014 (ST) ......................... 29
8. Populasi ternak kambing di setiap kecamatan tahun 2014 (ST) ...................... 30
9. Populasi ternak domba di setiap kecamatan tahun 2014 (ST) ......................... 31
10. Peta penyebaran populasi ternak ruminansia tahun 2014 ................................ 32
11. Luas sawah, lahan kering, padang gembalaan dan hutan (ha)......................... 33
12. Rumah tangga petani dan jumlah penduduk tahun 2014 ................................. 34
13. Peta penyebaran rumah tangga petani di setiap kecamatan ............................. 35
14. Tingkat pendapatan peternak ruminansia di Kabupaten Tasikmalaya
(Rp/ST/Tahun) ................................................................................................. 40
15. Wilayah basis komoditas ternak ruminansia (LQ>1) di Kabupaten
Tasikmalaya ..................................................................................................... 44
16. Nilai LQ sapi potong ....................................................................................... 44
17. Peta wilayah basis (LQ>1) ternak sapi potong ................................................ 45
18. Nilai LQ sapi perah.......................................................................................... 46
19. Nilai LQ kerbau ............................................................................................... 46
20. Peta wilayah basis (LQ>1) ternak sapi perah .................................................. 47
21. Peta wilayah basis (LQ>1) ternak kerbau........................................................ 48
22. Nilai LQ kambing ........................................................................................... 49
23. Nilai LQ domba............................................................................................... 50
24. Peta wilayah basis (LQ>1) ternak kambing .................................................... 51
25. Potensi pakan hijauan (ton BK/tahun) ............................................................ 52
26. Peta potensi pakan hijauan .............................................................................. 53
27. Potensi pakan rumput (ton BK/tahun)............................................................. 54
28. Peta potensi pakan rumput di Kabupaten Tasikmalaya .................................. 55
29. Potensi pakan jerami (ton BK/tahun) .............................................................. 56
30. Peta potensi produksi pakan jerami di Kabupaten Tasikmalaya ..................... 57
31. Kapasitas tampung wilayah (KWT) berdasarkan potensi pakan (ST) ............ 58
32. Peta kapasitas tampung wilayah (KWT) berdasarkan potensi pakan (ST) .... 59
33. Kapasitas tampung wilayah (KWT) berdasarkan potensi rumah tangga
petani (ST)....................................................................................................... 60
34. Peta kapasitas tampung wilayah (KWT) berdasarkan potensi rumah
tangga petani ................................................................................................... 61
35. Peningkatan populasi ternak ruminansia (PPTR) berdasarkan potensi
pakan (ST) ....................................................................................................... 62
36. Peta penambahan populasi ternak ruminansia (PPTR-efektif)
berdasarkan potensi pakan (ST) ...................................................................... 64
37. Urutan prioritas wilayah pengembangan berdasarkan potensi
penambahan populasi ternak ruminansia (PPTR-Efektif)............................... 66
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta wilayah pengembangan utama (WPU) di Kabupaten Tasikmalaya ........ 73
2. Luas wilayah, jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan jumlah rumah
tangga petani di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2014..................................... 74
3. Ketinggian, iklim/suhu dan curah hujan di Kabupaten Tasikmalaya ............. 75
4. Populasi ternak ruminansia di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2014
(Satuan Ternak/ST) ......................................................................................... 77
5. Hasil penghitungan analisis pendapatan peternak sapi potong ....................... 78
6. Hasil penghitungan pendapatan peternak sapi perah ..................................... 79
7. Hasil penghitungan pendapatan peternak kerbau ............................................ 80
8. Hasil penghitungan pendapatan peternak kambing......................................... 81
9. Hasil penghitungan pendapatan peternak domba ............................................ 82
10. Nilai Location Quotion ternak ruminansia di Kabupaten Tasikmalaya
tahun 2014 ....................................................................................................... 83
11. Potensi pakan hijauan di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2014 ....................... 84
12. Kapasitas tampung wilayah (KWT-Pakan) dan potensi penambahan
ternak ruminansia berdasarkan potensi pakan (PPTR-Pakan) ........................ 85
13. Kapasitas tampung wilayah (KWT-KK) dan potensi penambahan ternak
ruminansia berdasarkan rumah tangga petani (PPTR-KK) ............................. 86
14. Wilayah kecamatan dengan nilai penambahan populasi ternak (PPTR-
Efektif) ............................................................................................................ 87
15. Kuesioner penelitian........................................................................................ 88
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki keunggulan
komparatif dalam pengembangan peternakan. Keunggulan tersebut ditunjukan
dengan populasi ternak unggas pada tahun 2012 sebagai berikut: ternak ayam ras
pedaging 610.436.303 ekor; ayam buras 27.224.219 ekor; ayam ras petelur
12.271.938 ekor; dan Itik 8.773.043 ekor. Populasi ternak ruminanasia yang
terdiri dari domba sebanyak 8.249.844 ekor; kambing 2.303.256 ekor; sapi potong
429.637 ekor; dan sapi perah 136.054 ekor (Disnak Provinsi Jawa Barat, 2012).
Namun demikian, keunggulan tersebut sampai saat ini belum sepenuhnya mampu
memberikan kesejahteraan bagi para peternak serta terhadap masyarakat secara
wajar dan merata. Salah satu komoditas potensial yang belum dikembangkan
secara optimal adalah komoditas ternak ruminansia, padahal komoditas ini
menyumbang kontribusi penyediaan hewani yang cukup baik dan diusahakan oleh
masyarakat di pedesaan. Penyediaan kebutuhan masyarakat terhadap komoditas
telur, daging dan susu sampai saat ini baik jumlah maupun keterjangkauan masih
kurang dan memerlukan pasokan dari luar wilayah bahkan dari luar negeri, karena
produksi dan distribusi produk masih terkendala berbagai faktor. Dilain pihak
melihat laju pertumbuhan penduduk di Jawa Barat relatif tinggi dibandingkan
dengan daerah lain yaitu tercatat laju pertumbuhan penduduk selama sepuluh
tahun terakhir yaitu pada tahun 2000-2010 adalah sebesar 1,90%, demikian pula
pengaruh dari income per kapita Jawa Barat serta tingkat pendidikan, akan
mendorong permintaan konsumsi produk peternakan terus meningkat. Pada tahun
2012 tingkat konsumsi protein yang berasal dari ternak di Jawa Barat baru
mencapai konsumsi rata-rata 6,71 gram protein/kapita/hari (Disnak Provinsi Jawa
Barat, 2012). Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi
protein hewani harus didukung dengan ketersediaan produk ternak yang dapat
dihasilkan dari sentra-sentra pengembangan peternakan.
Salah satu lokasi sentra produksi peternakan ruminansia di Jawa Barat
adalah Kabupaten Tasikmalaya. Kabupaten Tasikmalaya merupakan wilayah di
bagian selatan Jawa Barat yang diarahkan sebagai wilayah pengembangan ternak
ruminansia. Populasi ternak ruminansia di Kabupaten Tasikmalaya hampir 20%
dari total populasi ternak ruminansia di Jawa Barat. Berdasarkan data BPS
Kabupaten Tasikmalaya (2015), populasi ternak ruminansia di Kabupaten
Tasikmalaya pada tahun 2014 adalah 61.667 ekor ruminansia besar yang terdiri
dari 47.427 ekor sapi potong, 1.986 ekor sapi perah, 11.892 ekor kerbau dan 362
ekor kuda. Sedangkan populasi ternak ruminansia kecil di Kabupaten Tasikmalaya
adalah 392.657 ekor yang terdiri dari 76.592 ekor kambing dan 316.065 ekor
domba. Potensi peternakan di Kabupaten Tasikmalaya juga di dukung oleh letak
geografis Kabupaten Tasikmalaya yang strategis terhadap pasar yaitu dekat
dengan pusat ibu kota Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Namun demikian,
kemampuan produksi dan populasi ternak di Kabupaten Tasikmalaya belum
mampu memenuhi permintaan pasar secara optimal karena rendahnya
produktivitas. Kelemahan tersebut diantaranya disebabkan belum optimalnya
pemanfaatan kesesuaian bionomika ternak dengan kegiatan produksi peternakan.
Menurut Fatah et al (2012), rendahnya produktivitas ternak ruminansia di suatu
wilayah disebabkan berbagai keterbatasan antara lain: (a) ketersediaan pakan
terutama pada musim kemarau; (b) manajemen budidaya ternak yang masih
tradisional; (c) kelembagaan peternak yang belum berfungsi secara optimal; dan
(d) ancaman akibat pergeseran fungsi lahan garapan sumber pakan.
3
Perumusan Masalah
15%, sisanya sebesar 85% harus mendatangkan dari luar kabupaten dan bahkan
dari luar Provinsi Jawa Barat antara lain Jawa Tengah, Jawa Timur dan
impor (Disnakkanla Kab. Tasikmalaya, 2015).
Pada tahun 2013, lahan pengangongan dengan status milik desa tercatat
8.434 hektar, dengan perkiraan produksi rumput 164.733 ton bahan kering/tahun
dengan estimasi kapasitas tampung mencapai 176.482 ekor, tersebar di
Kecamatan Salopa, Cikatomas, Pancatengah, Cibalong, Karangnunggal,
Bantarkalong dan Cikalong, cenderung mengalami penurunan fungsi dan daya
dukungnya. Demikian juga dengan kondisi sosial ekonomi yang ditunjukan
dengan jumlah kelompok peternak sebanyak 100 kelompok dengan anggota tiap
kelompok berkisar 20-30 orang pada skala usaha dua sampai tiga ekor ternak
ruminansia (khususnya sapi) juga cenderung stagnan (Disnakanla Kab.
Tasikmalaya, 2014). Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada hilangnya
lokasi-lokasi produksi peternakan akibat degradasi lahan dan alih fungsi lahan.
Karakteristik usaha ternak yang masih tradisional sebagai usaha sambilan serta
rendahnya skala usaha dan kepemilikan ternak juga dapat berpengaruh terhadap
perkembangan ekonomi wilayah dari subsektor peternakan. Oleh karena itu,
pengembangan peternakan, khususnya ternak ruminansia di Kabupaten
Tasikmalaya perlu kembali di arahkan pada wilayah-wilayah pengembangan yang
tepat sesuai dengan bionomika dan potensi daya dukung wilayahnya. Berdasarkan
uraian-uraian tersebut, pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana potensi pengembangan ternak ruminansia berdasarkan tingkat
penyebaran populasi, wilayah basis dan karakteristik ekologi serta
karakteristik usaha dan pendapatan peternaknya ?
2. Bagaimana potensi dan daya dukung wilayah berdasarkan ketersediaan
sumberdaya pakan lokal serta kapasitas tampungnya ?
3. Bagaimana prioritas perencanaan pembangunan wilayah untuk lokasi
pengembangan usaha ternak ruminansia berdasarkan kesesuaian
bionomikanya ?
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pada aspek biofisik dan manajemen
sumberdaya lingkungan dalam pembangunan wilayah melalui pengembangan
ternak ruminansia berdasarkan penyebaran populasi pada wilayah basis dan non
basis, karakteristik usaha dan tingkat pendapatan peternak, dan potensi ekologi
serta daya dukung wilayahnya (lahan dan sumberdaya pakan lokal) sebagai suatu
sistem bionomika ternak ruminansia. Kesesuaian aspek-aspek dalam bionomika
tersebut dikaji untuk menetapkan lokasi-lokasi prioritas pengembangan usaha
ternak ruminansia dalam perencanaan pembangunan wilayah.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Bionomika Peternakan
Pembangunan Wilayah
kawasan ini juga diarahkan kepada peningkatan investasi yang menarik bagi
semua pihak karena sudah tersedia ternak dan pelayanan yang bersifat teknis dan
ekonomis. Pusat pertumbuhan komoditas tersebut dapat menjadi sentra produksi
utama suatu komoditas peternakan yang mengarah kepada keunggulan komparatif
suatu wilayah (one village one product).
Ahmad (2004) menambahkan bahwa minimal dalam satu kawasan
peternakan satu rumah tangga peternak memiliki dua sampai tiga ekor sapi
potong, sehingga akan terdapat sekitar 300 ekor dalam satu klaster yang tergabung
dalam satu Gapoktan. Kelayakan secara ekonomi dalam satu kawasan/klaster
harus memenuhi batas minimal usaha yaitu dua ekor kerbau; 30 ekor ayam buras;
enam ekor domba/kambing; dan 15 ekor itik. Jumlah ternak ini sudah dianggap
memenuhi syarat minimal untuk disebut sebagai skala ekonomi sehingga
memerlukan layanan teknis yaitu layanan perbibitan, budidaya, pakan, layanan
kesehatan hewan dan layanan kesehatan masyarakat veteriner. Selain itu, dalam
satu klaster harus terdapat layanan bersifat ekonomi dan kelembagaan yaitu
layanan infrastruktur terpadu yang mencakup pengolahan dan pemasaran, layanan
permodalan, layanan transportasi yaitu untuk pengangkutan ternak dan jalan usaha
tani serta layanan pendampingan (kelembagaan).
dimana pertumbuhan populasi tidak dapat didukung lagi oleh sumberdaya dan
lingkungan yang ada; (b) pengertian daya dukung yang dikenal dalam ilmu
pengelolaan margasatwa, daya dukung adalah jumlah individu yang dapat
didukung oleh suatu habitat; (c) pengertian daya dukung yang dikenal dalam
pengelolaan padang penggembalaan, daya dukung adalah jumlah individu yang
dapat didukung oleh lingkungan dalam keadaan sehat tanpa mengganggu
kerusakan tanah. Daya dukung menunjukkan besarnya kemampuan lingkungan
untuk mendukung kehidupan hewan, yang dinyatakan dalam jumlah ekor per
satuan luas lahan. Jumlah hewan yang dapat didukung kehidupannya itu
tergantung pada biomas (bahan organik tumbuhan) yang tersedia untuk hewan.
bahan baku pakan tidak seluruhnya dipenuhi dari lokal sehingga masih
mengandalkan impor; (b) bahan baku pakan lokal belum dimanfaatkan secara
optimal; (c) ketersediaan pakan lokal tidak kontinyu dan kurang berkualitas; (d)
penggunaan tanaman legum sebagai sumber pakan belum optimal; (e)
pemanfaatan lahan tidur dan lahan integrasi masih rendah; (f) penerapan teknologi
pakan masih rendah; (g) produksi pakan nasional tidak pasti akibat akurasi data
yang kurang tepat, serta (h) penelitian dan aplikasinya tidak sejalan.
Pengembangan pakan seharusnya mengembangkan potensi sumberdaya
pakan lokal dengan teknologi yang sesuai. Ketersediaan dan harga jenis pakan
sangat tergantung pada musim. Jika musim kemarau atau musim hujan terlalu
panjang, maka para peternak akan kesulitan mencari bahan pakan untuk ternaknya
dan harga rumput sangat tinggi pada musim kemarau karena kelangkaannya,
sedangkan pada musim penghujan ketersediaanya sangat melimpah dan harganya
murah. Sementara untuk limbah pertanian dan industri pertanian, secara umum
keberadaannya masih melimpah dan pemanfaatan masih belum optimal, maka
perlu adanya sebuah teknologi untuk mengolah maupun mengawetkan sumber
pakan baik yang berasal dari limbah maupun hijauan. Teknologi pengolahan
pakan sebagai sebuah teknologi pendukung untuk usaha ternak, relatif sudah
dikembangkan untuk peternakan unggas, namun belum banyak untuk ruminansia
(Sutrisno, 2009; Sudardjat, 2000; Budiman, 2001).
Penelitian Terkait
dengan sumberdaya lahan besar namun sumberdaya tenaga kerja kecil (atau
pun sebaliknya), akan memiliki nilai KPPTS efektif yang kecil pula,
tergantung pada sumberdaya fisik mana yang paling terbatas; dan (b) skala
prioritas wilayah tidak didominasi wilayah dengan jumlah sapi terbanyak saja.
Jumlah kepala keluarga dan lahan garapan berpengaruh positif dan dominan
(dibanding luas padang rumput) terhadap KPPTS Efektif. Penelitian ini
dilakukan oleh UR Lole, S Hartoyo, Kuntjoro, & IW Rusastra, dipublikasikan
pada Jurnal Media peternakan Volume April 2013:70-78.
3. Penelitian dengan judul Inventarisasi dan Pemetaan Lokasi Budidaya dan
Lumbung Pakan Ternak Sapi Potong. Penelitian ini bertujuan untuk
menginventarisir dan memetakan wilayah-wilayah pusat sapi potong dan
lumbung pakan terutama hijauan dan sumber konsentrat di Provinsi Jawa
Barat. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis laju
pertumbuhan populasi, analisis kesesuaian ekologi ternak, analisis potensi
pakan, analisis kapasitas tampung wilayah dan analisis komoditas peternakan
basis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sekitar 50% wilayah Jawa Barat
berpotensi sebagai wilayah untuk lokasi budidaya/pengembangan ternak sapi
potong yaitu di 14 wilayah kabupaten di Karesidenan Bogor dan Priangan
Timur, serta 17 wilayah kabupaten berpotensi untuk pengembangan lumbung
pakan. Penelitian ini dilakukan oleh Hasni Arief, Achmad Firman, Lizah
Khaerani dan Romi Zamhir Islami, dipublikasikan pada Jurnal Ilmu Ternak,
Desember 2012 Volume 12 Nomor 2:26-34.
4. Penelitian dengan judul Pengembangan Ternak Ruminansia berdasarkan
Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Muara Enim
Sumatera Selatan, bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dan kendala
pengembangan ternak ruminansia berdasarkan ketersediaan lahan hijauan dan
tenaga kerja serta memetakan dan menganalisis prioritas pengembangan
ternak ruminansia di Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan. Alat analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis KPPTR. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa nilai kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia
efektif Kabupaten Muara Enim bernilai positif sebesar 12661,40 atau dapat
meningkat 16,24% dari populasi sebelumnya. Penelitian ini dilakukan oleh A
Fariani, R Yulianti, dan A Imsya, dipublikasikan pada Jurnal Peternakan
Sriwijaya Volume 3 Nomor 2 Desember 2014:35-42.
5. Penelitian yang berjudul arahan penataan kawasan penyebaran dan
pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Limapuluh Kota,
bertujuan untuk: (a) mengidentifikasi lahan-lahan yang sesuai untuk
pengembangan ternak sapi; (b) menghitung daya dukung lahan-lahan yang
sesuai bagi usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Limapuluh Kota; dan
(c) menentukan arahan kawasan penyebaran dan pengembangan serta
kapasitas peningkatan sapi potong berdasarkan potensi sumberdaya lahan di
Kabupaten Limapuluh Kota. Penentuan kawasan penyebaran dan
pengembangan peternakan sapi potong, menggunakan analisis Nilai Kriteria
Karakterisasi Kunci, analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis
(SSA). Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah
Kabupaten Limapuluh Kota sesuai untuk lingkungan ekologis sapi potong
dengan luas 157 822 hektar (57.58%). Hasil overlay peta kesesuaian
lingkungan ekologis sapi potong dengan peta kesesuaian hijauan makanan
12
Kerangka Pemikiran
tampung wilayah serta daya dukung pakan yang berkelanjutan akan menjadi kunci
keberhasilan pengembangan peternakan berbasis wilayah. Oleh karena itu,
kesesuaian bionomika dan daya dukung wilayah khususnya dukungan sumberdaya
lingkungan dalam pengembangan ternak ruminansia akan berdampak terhadap
kebijakan pembangunan daerah dalam menetapkan prioritas wilayah
pengembangan ternak ruminansia di Kabupaten Tasikmalaya. Pembangunan
wilayah melalui pengembangan usaha ternak ruminansia harus dilakukan melalui
penetapan lokasi-lokasi prioritas sebagai kawasan sentra peternakan. Kawasan
peternakan yang ditetapkan selanjutnya diarahkan pada kegiatan peternakan
secara terpadu dengan komponen usaha tani (berbasis tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan atau perikanan) dan terpadu dengan komponen
ekosistem tertentu (kawasan hutan lindung atau suaka alam).
Kabupaten Tasikmalaya sebagai salah satu sentra peternakan di Provinsi
Jawa Barat sangat potensial untuk meningkatkan produksi peternakan pada
komoditas strategis yang meliputi ternak sapi potong, kerbau, kambing, domba
dan unggas. Peningkatan produksi tersebut perlu diarahkan pada optimaliasi
pewilayahan sentra produksi yang sesuai dengan ekologi dan daya dukungnya.
Penetapan wilayah-wilayah prioritas pembangunan berbasis komoditas merupakan
implementasi kebijakan dan strategi penataan ruang yang mengacu pada Perda
Nomor 2 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Tasikmalaya. Implementasi
kebijakan dan strategi penataan ruang khususnya dalam pewilayahan
pembangunan peternakan berbasis ternak ruminansia, perlu didukung informasi
yang spesifik terkait penyebaran populasi ternak, potensi dan daya dukung serta
ketersediaan sumberdaya pakan dan kapasitas tampungnya. Oleh karena itu, hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan kebijakan implementasi
perencanaan pembangunan wilayah berbasis ternak ruminansia.
3 METODE
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data sekunder yang digunakan terdiri dari data tabular yang berupa data
statistik yang berasal dari dinas/instansi terkait. Data sekunder dikumpulkaan
untuk menganalisis: (a) wilayah basis; (b) kapasitas tampung; dan (c) daya
dukung pakan, di 39 kecamatan atau di seluruh kabupaten. Lokasi sampel
pengumpulan data primer dilakukan di kecamatan terpilih untuk komoditas ternak
ruminansia dari hasil analisis data sekunder pada kecamatan yang merupakan
wilayah basis, kapasitas tampung dan daya dukung pakan dengan nilai terbesar.
Selanjutnya pada lokasi sampel tersebut dianalisis secara deskriptif data primer
untuk mengetahui karakteristik usaha, sarana pendukung dan gambaran fisik di
lapangan. Data primer dikumpulkan melalui observasi langsung di kelompok
peternak dan wawancara dengan narasumber peternak yang ditetapkan secara
purposive di setiap kecamatan sampel yang merupakan kecamatan basis untuk
komoditas ternak tertentu. Responden adalah peternak yang memiliki pengalaman
beternak minimal tiga tahun dan tergabung dalam kelompok tani atau gabungan
kelompok tani.
Tabel 1 Tujuan analisis, jenis data dan sumber data
No Tujuan Jenis Data Sumber Data
1. Mengidentifikasi sumberdaya Data primer BPS
peternakan berdasarkan penyebaran Data populasi ternak tahun 2011-2015
populasi ternak ruminansia untuk ruminansia tahun 2015 Laporan tahunan
memperoleh lokasi wilayah basis, Disnakkanla
karakteristik usaha serta tingkat tahun 2014-2015
pendapatan peternak di Kabupaten Observasi dan
Tasikmalaya. wawancara
Analisis Data
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah: (a) analisis
wilayah basis; (b) analisis potensi pakan; (c) analisis kapasitas tampung; dan (d)
analisis deskriptif. Pengolahan data dilakukan dengan software Microsoft Excel
dan software lainnya yang relevan.
1. Analisis wilayah basis dengan metode Location Quotion yang merupakan
perbandingan antara populasi ternak ruminansia ke-j terhadap populasi ternak
ruminansia di wilayah kecamatan ke-i dengan populasi ternak ruminansia ke-j
terhadap populasi ternak ruminansia di wilayah kabupaten. Persamaan LQ
yang digunakan sebagai berikut (Panuju dan Rustiadi, 2012) :
𝑋𝑖𝑗 /𝑋𝑖 .
𝐿𝑄(𝑖𝑗 ) = 𝑋.𝑗 /𝑋.. …(a)
dimana :
𝐿𝑄(𝑖𝑗 ) = nilai komoditas basis, bila LQ>1 maka wilayah tersebut merupakan
wilayah basis dan bila LQ<1 maka wilayah tersebut bukan merupakan wilayah
basis.
𝑋𝑖𝑗 =populasi ternak ruminansia ke-j (dalam satuan ternak) di wilayah atau
kecamatan ke-i
𝑋𝑖. =populasi ternak ruminansia di wilayah atau kecamatan ke-i
𝑋. 𝑗 =populasi ternak ruminansia ke-j (dalam satuan ternak) di seluruh wilayah
atau kecamatan (se-kabupaten)
𝑋..= populasi ternak ruminansia (dalam satuan ternak) di seluruh wilayah atau
kecamatan (se-kabupaten)
Hasil analisis LQ diinterpretasikan sebagai berikut :
(1) Jika nilai LQ>1, maka terdapat indikasi konsentrasi populasi ternak ke-j di
wilayah ke-i atau terjadi pemusatan aktivitas ke-j di wilayah ke-i. Hal ini
dapat diartikan bahwa wilayah ke-i berpotensi untuk mengekspor produk
aktivitas ke-j ke wilayah lain secara relating produksinya di atas rata-rata
produksi di seluruh cakupan wilayah analisis atau kabupaten.
(2) Jika nilai LQ=1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa populasi ternak
ruminansia ke-j setara dengan pangsa populasi ternak ke-j di seluruh
wilayah/kabupaten. Jika diasumsikan sistem perekonomian tertutup,
dimana pertukaran produk atau perdagangan hanya terjadi dalam wilayah
atau kabupaten tersebut, maka wilayah ke-i secara relatif mampu
memenuhi kebutuhan internalnya, namun tidak memiliki surplus produksi
yang potensial bisa diekspor ke wilayah lain atau kabupaten lain.
(3) Jika LQ<1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa populasi relatif lebih
kecil dibandingkan dengan pangsa populasi ke-j di seluruh wilayah atau
kabupaten. Hal ini dapat diartikan bahwa pangsa relative populasi ternak
ke-j di wilayah ke-i lebih rendah dibandingkan rata-rata populasi ternak
ke-j di seluruh wilayah atau kabupaten.
2. Analisis potensi pakan hijauan (rumput dan jerami) diukur dengan menghitung
produksi total bahan kering dalam satu tahun berdasarkan luas lahan (rumput)
atau luas panen (jerami) per ton per hektar (Samadi et al, 2010). Persamaan
untuk menghitung potensi pakan hijauan tersebut dijabarkan sebagai berikut
(Syamsu et al, 2003; Arief H et al, 2012):
16
(1) Ketersediaan rumput (indeks produksi x luas lahan x indeks bahan kering):
Lahan sawah = (0,77591 x luas lahan x 0,36498) ton BK/tahun …(b)
Lahan kebun = (1,062 x luas lahan x 0,59522) ton BK/tahun …(c)
Lahan padang rumput = (1,062 x luas lahan x 6,083) ton BK/tahun …(d)
Lahan hutan = (2,308 x luas lahan x 0,5322) ton BK/tahun …(e)
(2) Ketersediaan jerami (indeks produksi x luas panen x indeks bahan kering):
Jerami padi = (3,86 x luas panen x 0,9) ton BK/tahun … (f)
Jerami jagung = (0,86 x luas panen x0,9) ton BK/tahun … (g)
Jerami kacang kedele = (1,59 x luas panen x0,9) ton BK/tahun … (h)
Jerami kacang tanah = (2,14 x luas panen x0,9) ton BK/tahun …(i)
Jerami kacang hijau = (1,59 x luas panen x0,9) ton BK/tahun …(j)
Daun ubi jalar = (1,91 x luas panen x0,9) ton BK/tahun …(k)
Daun ubi kayu = (0,92 x luas panen x0,9) ton BK/tahun …(l)
3. Analisis kapasitas tampung wilayah untuk ternak (KWT) dilakukan untuk
melalui perhitunan berdasarkan potensi pakan dan potensi rumah tangga
petani. Hasil penghitungan kapasitas tampung tersebut selanjutnya digunakan
untuk menentukan kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (PPTR-
Efektif), yaitu nilai terendah dari perbandingan antara kapasitas tampung
berdasarkan potensi pakan dengan kapasitas tampung berdasarkan potensi
rumah tangga petani (Lole et al, 2013).
Persamaan untuk menghitung kapasitas tampung ternak berdasarkan potensi
pakan (KWT-pakan) digunakan persamaan sebagai berikut (Arief H, et al,
2012) :
𝑃𝐻𝑅 + 𝑃𝐻𝐽
𝐾𝑊𝑇𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 = …..(m)
𝐾𝐻
dimana :
KWT pakan = kemampuan wilayah dalam menampung ternak berdasarkan
potensi pakan
KH = kebutuhan hijauan setiap satuan ternak per tahun (9,1kg BKx365)
PHR = produksi hijauan rumput (ton BK/tahun)
PHJ = produksi hijauan jerami (ton BK/tahun)
Sedangkan persamaan untuk menghitung kapasitas tampung ternak
berdasarkan rumah tangga petani (KWT-kk) adalah sebagai berikut (Lole et
al, 2013) :
𝑅𝑇𝐾𝐾
𝐾𝑊𝑇 − 𝑘𝑘 = …..(n)
2,78 𝑆𝑇
dimana :
KWT-kk= kemampuan wilayah dalam menampung ternak berdasarkan potensi
rumah tangga petani
𝑅𝑇𝐾𝐾 = jumlah rumah tangga petani (KK)
2,78 𝑆𝑇 = indeks kemampuan rumah tangga petani memelihara ternak
ruminansia
4. Analisis pendapatan peternak dilakukan secara kuantitatif dengan persamaan
pendapatan (Soekartawi, 1993) untuk mengetahui besarnya pendapatan
peternak dari usaha peternakan, digunakan persamaan berikut :
Π = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶 ….(o)
dimana :
Π = Total pendapatan peternak (Rp/tahun)
17
4 GAMBARAN UMUM
Kondisi Umum Wilayah
rata-rata 1.298 mm per tahun yang terjadi pada bulan oktober, November dan
Desember. Curah hujan kering rata-rata 650 mm per tahun terjadi pada bulan
Maret-Juni, sebaran curah hujan diuraikan pada Lampiran 2 (BPS Kab.
Tasikmalaya, 2015).
Jumlah penduduk Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2014 tercatat
sebanyak 1.720.124 jiwa. Rasio penduduk berdasarkan jenis kelamin terdiri
dari 853.812 jiwa laki-laki dan 866.312 jiwa perempuan dengan sex ratio
sebesar 98.58%. Kecamatan-kecamatan dengan sex ratio diatas 100% terdapat
di Kecamatan Cipatujah, Bantarkalong, Sukaraja, Manonjaya, Cigalontang
dan Kadipaten. Tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Tasikmalaya
adalah sebesar 899 jiwa per per km2 (Lampiran 1). Kecamatan Singaparna
merupakan kecamatan dengan kepadatan tertinggi yaitu 2.712 jiwa per km 2,
sedangkan kecamatan Pancatengah merupakan wilayah dengan kepadatan
terendah yaitu 227 jiwa per km2 (Gambar 2).
Jumlah penduduk yang bekerja pada tahun 2014 adalah sebesar 41,02%
atau sebanyak 709.095 jiwa. Penyebaran penduduk berdasarkan lapangan
usaha terdiri dari lapangan usaha pertanian yang masih merupakan bidang
usaha pilihan utama sebesar 48,45%, selanjutnya bidang perdagangan sebesar
14,20% dan bidang industri pengolahan sebesar 21,42%. Bidang
pertambangan, bidang keuangan dan bidang listrik, gas dan air merupakan
lapangan usaha dengan persentase penduduk terendah. Bidang pertanian
utama di Kabupaten Tasikmalaya adalah bidang pertanian tanaman pangan,
perkebunan dan hortikultura. Pertanian tanaman pangan khususnya tanaman
padi terdapat diwilayah utara dan tengah. Pertanian hortikultura khususnya
sayur dan buah-buahan banyak terdapat di wilayah tengah. Distribusi
penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha diuraikan pada Tabel 2
sebagai berikut :
19
Perekonomian Wilayah
Subsektor Peternakan
Gambar 5 Populasi ternak sapi potong di setiap kecamatan tahun 2014 (ST)
Kecamatan Pagerageung yang berada di wilayah pembangunan utama utara
Kabupaten Tasikmalaya merupakan wilayah dengan populasi sapi perah paling
tinggi yaitu sebanyak 1.486, 00 ST. Kondisi ini juga didukung oleh keberadaan
koperasi peternak sapi perah. Komoditas ternak sapi perah tidak menyebar merata
di wilayah kecamatan lainya. Rata-rata populasi ternak sapi perah di wilayah
kecamatan lainnya dibawah 100 ST, dan bahkan dibeberapa kecamatan tidak ada
sama sekali ternak sapi perah (Gambar 6). Wilayah utara Kabupaten Tasikmaaya
sudah sejak lama merupakan sentra peternakan sapi perah, meski secara khusus
belum ditetapkan sebagai kawasan pengembangan sapi perah. Keberadaan sapi
perah tidak tersebar di seluruh lokasi kecamatan di wilayah pengembangan utama
utara. Populasinya terkonsentrasi di salah satu kecamatan, yaitu Kecamatan
Pagerageung. Kondisi ini terjadi, karena Kecamatan Pagerageung merupakan
wilayah pengunungan yang memiliki lokasi yang paling tepat secara ekologis bagi
pengembangan ternak sapi perah. Beberapa kecamatan lainnya di wilayah
pembangunan utama utara yang terdapat sapi perah, meski jumlahnya tidak
banyak adalah di Kecamatan Cisayong dan Sukaratu.
29
Gambar 6 Populasi ternak sapi perah di setiap kecamatan tahun 2014 (ST)
Hampir sama dengan ternak sapi potong, penyebaran populasi ternak kerbau
juga berada diwilayah selatan Tasikmalaya, yaitu wilayah Kecamatan Cipatujah
sebanyak 1.275,35 ST dan Karangnunggal 1.146,55 ST. Populasi kerbau terdapat
di wilayah tengah antara lain di Kecamatan Bojonggambir 986,70 ST,
Cigalontang 956,80 ST dan Sodonghilir 733,70 ST. Sementara di wilayah utara,
penyebaran populasi ternak kerbau relatif rendah. Kecamatan dengan populasi
kerbau paling sedikit adalah Kecamatan Kadipaten 5,75 ST. Ternak kerbau tidak
berkembang di wilayah pengembangan utama utara, dimungkinkan karena
ketidaksesuaian ekologis. Ketersediaan lahan pangonan menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi keberadaan dan berkembangnya ternak kerbau. Gambaran
penyebaran populasi ternak kerbau disajikan pada Gambar 7 berikut :
Gambar 11 Luas sawah, lahan kering, padang gembalaan dan hutan (ha)
34
Teknologi
Hasil observasi dan wawancara di lapangan dengan kelompok-kelompok
peternak, pola pemeliharaan ternak ruminansia di Kabupaten Tasikmalaya masih
dilakukan secara tradisional. Hal ini dapat dilihat dari pola pemeliharaan ternak
pada aspek perkandangan, peralatan yang digunakan, penanganan penyakit serta
manajemen pemberian pakan. Perkandangan yang digunakan secara umum masih
sederhana. Kandang dibangun dengan konstruksi atap genteng atau kiray, lantai
tembok, tanah atau bambu serta dinding kayu atau bambu. Jarak kandang dengan
pemukiman relatif memenuhi syarat antara lain pada jarak 100-200 m. ternak-
ternak ruminansia umunya dikandangkan setiap hari dan dilepas untuk dijemur
atau digembalakan. Masa pakai kandang rata-rata 3-5 tahun. namun demikian,
pola pemeliharaan yang dilakukan umumnya sudah intensif (untuk ternak sapi
perah, kambing dan domba) dan sebagian kecil yang semi intensif (untuk ternak
sapi potong dan kerbau). Aplikasi teknologi yang sudah berjalan antara lain adalah
teknologi reproduksi, khususnya untuk ternak sapi perah dan sapi potong.
Teknologi reproduksi yang dimaksud adalah inseminasi buatan. Penerapan
teknologi ini tidak terlepas dari bantuan petugas inseminator yang berasal dari
Dinas Peternakan dan atau Kantor Cabang Dinas (KCD).
Jenis pakan yang diberikan pada ternak ruminansia umunya berupa hijauan
dalam bentuk rumput dan jerami yang berasal dari areal pertanian. Beberapa
peternak yang tergabung dalam kelompok peternak umumnya memiliki kebun
rumput. Ketersediaan pakan hijauan di Kabupaten Tasikmalaya sangat
dipengaruhi oleh musim, iklim dan curah hujan. Sebagian besar peternak tidak
memberikan pakan tambahan berupa konsentrat, dan hanya sebagian kecil saja
yang menggunakan pakan tambahan berupa dedak padi dan singkong/onggok.
Pola pemberian pakan dilakukan secara adlibitum dengan frekuensi pemberian
pakan sebanyak dua kali dalam sehari.
Modal
Modal usaha ternak yang digunakan oleh para peternak ruminansia di
Kabupaten Tasikmalaya umumnya merupakan modal sendiri, bagi hasil dan
modal yang berasal dari bantuan program pemerintah. Sebagian besar peternak
tidak dapat mengakses modal kredit perbankan karena tekendala persyaratan
agunan/jaminan. Lemahnya akses terhadap modal sebenarya tidak saja karena
faktor kendala agunan/jaminan, tetapi juga disebabkan karakteristik usahanya
yang masih meruapakan usaha sampingan. Secara historis, peternak di Kabupaten
Tasikmalaya menjadikan peternakan sebagai tabungan dengan siklus
usaha/pemeliharaan jangka panjang (siklus tahunan) dimana hari raya Idul Adha
merupakan moment panen. Modal yang berasal dari bantuan program pemerintah
antara lain berupa modal Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), LM3, Sarjana
Membangun Desa (SMD) dan Bantuan Sosial lainnya yang berasal dari
pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten.
Khusus untuk komoditas ternak sapi perah, permodalan didukung oleh
keberadaan koperasi. Peternak sapi perah hampir seluruhnya merupakan anggota
koperasi. Permodalan dari koperasi berupa bibit ternak, sarana/peralatan produksi
ternak, pakan konsentrat dan pinjaman dalam bentuk yang. Peternak sebagai
anggota koperasi memiliki kewajiban menyetor susu hasil produksinya ke
koperasi dimana mereka menjadi anggota.
37
Kelembagaan
Kelembagaan merupakan aspek penting dalam pengembangan usaha
peternakan. Kelembagaan yang paling sederhana adalah kelompok peternak yang
dapat berperan dalam pembinaan melalui penyuluhan dan bimbingan teknis.
Keberadaan kelompok peternak ruminansia di Kabupaten Tasikmalaya masih di
dominasi pada komoditas ternak sapi potong dan sapi perah. Kelembagaan pada
komoditas sapi perah cenderung sudah lebih maju dengan bentuk lembaga
koperasi. Sedangkan pada komoditas sapi potong, bentuk kelembagaan berupa
kelompok peternak dan atau gabungan kelompok peternak. Hal lain yang juga
tidak kalah penting dalam kelembagaan peternak adalah aspek pemasaran.
Fasilitasi kelembagaan yang dilakukan pemerintah untuk menunjang kegiatan
pemasaran adalah disediakannya pasar hewan di beberapa lokasi yang tersebar
dan dapat menjangkau seluruh wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Pengelolaan
pasar hewan masih dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas Peternakan
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tasikmalaya dan pemerintah desa setempat
dimana lokasi pasar hewan berada. Bentuk kelembagaan lain yang sudah ada
adalah pola kemitraan usaha antara investor dengan kelompok peternak dengan
sistem bagi hasil. Bentuk kelembagaan ini terjadi pada komoditas sapi potong,
kambing dan domba.
Tabel 12 Pasar hewan di Kabupaten Tasikmalaya
Nama Pasar Lokasi/Kecamatan Hari Pasar
Cilampunghilir Padakembang Senin, Selasa, Jumat
Tawang Pancatengah Rabu, Sabtu
Landbouw Ciawi Minggu
Cikeusal Tanjungjaya Rabu
Manonjaya Manonjaya Sabtu
Taraju Taraju Selasa
Cineam Cineam Senin
Simpang Bantarkalong Kamis
Bojonggambir Bojonggambir Kamis
Sumber Disnakkanla Kab. Tasikmalaya, 2015
Berdasarkan uraian hasil observasi di atas, pada aspek ekologi dan sarana
pendukung peternakan, dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Tasikmalaya
memiliki populasi ternak ruminansia yang secara spesifik tersebar sesuai degan
ekologi wilayah pengembangannya. Ternak sapi potong dan kerbau cenderung
berada diwilayah selatan dengan ketersediaan lahan kering yang cukup luas.
Ternak sapi perah terkonsentrasi diwilayah utara yang merupakan wilayah
pegunungan dengan suhu dan kelembapan yang sesuai dengan kebuuthan ternak
perah. Sedangkan ternak kambing dan domba keberadaanya merata di setiap
kecamatan. Wilayah tengah merupakan wilayah yang paling potensial untuk
penngembangan ternak kambing dan domba, sehingga perlu dilakukan
optimalisasi pemanfaatan lahan-lahan yang tersedia sebagai basis ekologis ternak
dalam penyediaan pakan. Pengembangan peternakan ruminansia di Kabupaten
Tasikmalaya juga dapat dioptimalkan dengan peran rumah tangga petani yang
keberadaanya tersebar di wilayah-wilayah potensial pengembangan ternak
ruminansia sehingga diperlukan peran kelembagaan dan dukungan pemerintah
terkait dengan pemasaran dan penyediaan modal serta insfrastruktur pendukung.
38
Pada usaha ternak domba, komponen tenaga kerja hampir tidak diperitungkan,
karena karakteristik pengusahaanya yang merupakan usaha sampingan dengan
usaha pokok pada kegiatan pertanian tanaman pangan dan hortikultura.
Komponen penerimaan pada usaha ternak domba berasal dari hasil penjualan
ternak domba dewasa yang siap potong yaitu sebesar Rp. 2.072.727,-, dan hasil
penjualan kotoran/limbah sebagai pupuk kandang sebesar Rp. 201.601,-. Return
on Investment (ROI) pada ternak domba adalah sebesar 34,74%. Detil
penghitungan pendapatan peternak domba disajikan pada Lampiran 9.
Berdasarkan uraian di atas, jika dibandingkan antara pendapatan dengan
return on investment (ROI) atau tingkat kemampuan pengembalian pendapatan
terhadap modal, dapat disimpulkan bahwa ternak sapi perah dengan pendapatan
tertinggi belum dapat dijadikan pertimbangan sebagai usaha ternak yang paling
menguntungkan. Usaha ternak kerbau (ROI=152,92) merupakan usaha yang
paling menguntungkan dibandingkan dengan sapi perah ROI sebesar 21,54%.
Demikian juga dengan ternak sapi potong (ROI=1849%), kambing (ROI=87,40%),
dan domba (ROI=34,74%), harus dipertimbangkan tingkat kemampuan
pengembalian modal investasinya. Ternak kerbau dan kambing merupakan
komoditas dengan nilai ROI yang paling baik (Tabel 14).
IV PPTR-Efektif (Negatif)
LQ<1
dapat mengintegrasikan potensi dan kondisi sosio ekologis yang ada dengan
dinamika perkembangan ternak ruminansia. Dinamika tersebut juga tidak terlepas
dengan karakteristik usaha dan tingkat pendapatan peternak. Pada skala usaha
peternakan rakyat, tingkat pendapatan rata-rata yang ada saat ini sudah cukup
memberikan kesejahteraan bagi peternak. Namun akan berbeda jika skala
usahanya ditingkatkan. Oleh karena itu perlu juga diperhatikan peningkatan
infrastruktur dasar berupa lahan sebagai basis ekologi ternak, sumberdaya
manusia, kelembagaan dan sarana penunjang lainnya.
Arah pembangunan peternakan ruminansia di Kabupaten Tasikmalaya dapat
diarahkan sebagai kegiatan pembangunan yang berbasis pada karakter
sumberdaya melalui penekanana pada komoditas unggulan. Pengembangan
wilayah berbasis komoditas unggulan menekankan pada pilihan komoditas
unggulan suatu wilayah sebagai motor penggerak pembangunan wilayah.
Pengembangan wilayah merupakan kebijakan yang menyeluruh dan terpadu dari
semua kegiatan pembangunan, yang didasarkan atas sumber daya yang ada dan
kontribusi pada pembangunan suatu wilayah tertentu. Dengan demikian dalam
mengembangkan wilayah peternakan ruminansia di Kabupaten Tasikmalaya
diperlukan pendekatan-pendekatan tertentu yang disesuaikan dengan karakteristik
wilayah kecamatan yang bersangkutan. Konsep pengembangan wilayah berbasis
karakter sumber daya harus dilakukan melalui pendekatan kebijakan yang
berorientasi pada (a) pengembangan wilayah berbasis sumber daya; (b)
pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan; (c) pengembangan wilayah
berbasis efisiensi; (d) pengembangan wilayah berbasis pelaku pembangunan.
Orientasi kebijakan tersebut dapat berdampak terhadap peningkatan daya saing
wilayah. Pengembangan wiayah peternakan ruminansia di Kabupaten
Tasikmalaya melalui penetapan wilayah-wilayah prioritas tidak berarti membatasi
suatu wilayah, namun diarahkan untuk dapat mengoptimalkan berbagai sumber
daya alam, manusia, sosial, fisik, teknologi, dan kelembagaan dapat ditingkatkan
lebih intensif dan interaktif untuk meningkatkan kegiatan perekonomian lokal dan
tingkat kehidupan masyarakat lokal yang lebih sejahtera. Konsep pembangunan
ekonomi berbasis kewilayahan ini diharapkan mampu menangani perubahan-
perubahan fundamental yang lebih bersifat transformatif, memberdayakan sumber
daya lokal untuk mengurangi ketergantungan, dan meningkatkan kegiatan
perekonomian lokal serta mengurangi terjadinya kebocoran ekonomi wilayah.
Simpulan
Implikasi Kebijakan
DAFTAR PUSTAKA
Samadi, Usman Y, dan Delima D. 2010. Kajian Potensi Limbah Pertanian sebagai
Pakan Ternak Ruminansia di Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Agripet
10(2):45-53
Soetanto H. 2000. Masalah Gizi dan Produktivitas Ternak Ruminansia di
Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Peternakan.
Malang (ID): Universitas Brawijaya.
Soeharsono. 2008. Bionomika Ternak. Bandung (ID): Widya Padjadjaran.
Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.
Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta (ID):Lembaga Penerbit FEUI.
Sunaryo dan L Joshi. 2003. Peranan Pengetahuan Ekologi Lokal Dalam Sistem
Agroforestry. Bogor (ID): World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast
Asia Regional Office.
Soemarwoto I. 1983. Pengelolaan Sumberdaya Alam Bogor. Bogor (ID): Jurusan
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Pasca Sarjana IPB.
Suratman, Ritung S, Djaenudin. 1998. Potensi Lahan untuk Pengembangan
Ternak Ruminansia Besar di Beberapa Propinsi di Indonesia. Dalam:
Karama AS, editor. Bogor (ID): Prosiding Pertemuan Pembahasan dan
Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. 4-6 Maret 1998.
Cisarua (ID). Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Syamsu JA, Lily AS, Mudikdjo K, Sa’id EG. 2003. Daya Dukung Limbah
Pertanian sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Indonesia. Jurnal
Wartazoa. 13(1): 30-36.
Tawaf R. dan Daud AR. 2010. Tantangan dalam Pengembangan Bisnis Pakan
Ruminansia di Indonesia. Jakarta (ID): Makalah Seminar Nasional
Swasembada Daging 2014. 30 September. Jakarta (ID):ASOHI
Wahyono DE, Hardianto R, Anam C, Wijono DB, Purwanto T, dan Malik M.
2003. Strategi Pemanfaatan Limbah Pertanian dan Agroindustri Untuk
Pembuatan Pakan Lengkap Ruminansia. Makalah Seminar Nasional
Pengembangan Sapi Potong. Bandung (ID):Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan.
Wiyatna MF, Fuah AM, Mudikjo K. 2013. Potensi Pengembangan Usaha Sapi
Potong berbasis Sumberdaya Lokal di Kabupaten Sumedang. Jurnal Ilmu
Ternak . 12(2):16-21.
Yusdja Y dan N Ilham. 2003. Tinjauan Kebijakan Pengembangan Agribisnis Sapi
Potong. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. 2(2):183-203.
Yusdja Y. 2004. Pemantapan Program dan Strategi Kebijakan Peningkatan
Produksi Daging Sapi. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sosial Ekonomi Pertanian.
Zulbardi M, Karto AA, Kusnadi U, dan Thalib A. 2001. Pemanfaatan Jerami Padi
bagi Usaha Pemeliharaan Sapi Pernakan Ongole di Daerah Irigasi Tanaman
Padi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
73
KUESIONER PENELITIAN
Petunjuk :
1. Kuesioner ini bertujuan untuk menggali informasi tentang karakteristik usaha ternak
ruminansia dan pendapatan peternak, dalam rangka penelitian Tesis :
Judul : Bionomika Ternak Ruminansia dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah
di Kabupaten Tasikmalaya.
Lembaga : Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
2. Mohon diisi dengan informasi yang benar, informasi yang diberikan akan digunakan untuk
kepentingan penelitian ilmiah.
A. Karakteristik Responden
1. Nama : __________________________________________
2. Alamat : __________________________________________
__________________________________________
3. Umur : __________________Tahun
__________________________________________
89
B. Pendapatan Peternak
A. Total revenue (Rp/tahun) = Nilai populasi ternak akhir tahun (nilai ternak yang ada + nilai
yang di konsumsi + nilai yang di jual + nilai hasil penjualan produk ternak lainnya
B. Total cost (Rp/tahun) = Nilai populasi ternak awal tahun + biaya yang di keluarkan selama 1
tahun
Penggunaan Jumlah
Bahan Pakan Nilai (Rp)
Ya Tidak Kg Rp/Kg
1. Rumput
2. Jerami padi
3. Jerami jagung
4. Jerami kacang kedelai
5. Jerami kacang tanah
6. Jerami kacang hijau
7. Daun ubi jalar
8. Daun ubi kayu
9. Dedak
10. Bungkil kelapa
11. Ampas tahu
12. Ampas kecap
13. Lainnya_________________
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Rajapolah pada tanggal 29 November 1980, putra ketiga dari
empat bersaudara dari pasangan Endin Samsudin dan Yayah. Penulis menempuh
pendidikan Sarjana di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada Program
Studi Sosial Ekonomi Peternakan tahun 1998-2003 dan melanjutkan pendidikan
Magister di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi
Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan tahun 2012-2016.
Aktivitas utama penulis adalah wirausaha peternakan dan aktif pada kegiatan
sosial pemberdayaan masyarakat desa melalui Asosiasi Sarjana Membangun Desa
(ASMD) dan kegiatan keilmuan pada Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia
(AINI). Pada tahun 2016, penulis berkesempatan mengikuti Australian Awards
Indonesia-Shortterm Program; Livestock and Animal Production di Universitas
New England Armidale New South Wales serta Magang di Rural Training
Queensland (Emerald Agricutural College dan Longreach Pastoral College)
Australia.