Anda di halaman 1dari 7

1.

Pengertian Kolelitiasis

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu
empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.t

2. Epideimiologi
tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus
tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak
jarang. Orang gemuk ternyata mempunyai resiko tiga kali lipat untuk menderita batu
empedu. Insiden pada laki-laki dan wanita pada batu pigmen tidak terlalu banyak berbeda.
Avni Sali membuktikan bahwa diet tidak berpengaruh terhadap pembentukan batu,
tetapi secara tidak langsung mempengaruhi jenis batu yang terbentuk. Hal ini disokong oleh
peneliti dari Jepang yang menemukan bukti bahwa orang dengan diet berat biasanya
menderita batu jenis kolesterol, sedangkan yang dietnya tetap biasanya menderita batu
jenis pigmen. Faktor keluarga juga berperan dimana bila keluarga menderita batu empedu
kemungkinan untuk menderita penyakit tersebut dua kali lipat dari orang normal.

3. Faktor risiko

Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu:

a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 %
wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia,
prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:
1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan
bertambahnya usia.
3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.

b. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 %
wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan
bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.

C. Berat badan (BMI)


Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam
kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

d. Makanan.
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk
menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar
kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan
empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu.
4. Klasifikasi kolelitiasis
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan
atas 3 (tiga) golongan.

1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Lebih
dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol). Untuk
terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung <20%
kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-
bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor
stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter
Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu,
khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi
menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium
bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan
erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen
cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
b. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa
zat hitam yang tak terekstraksi.1 Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak
ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini
terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum
jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu
yang steril.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.

5. Patogenesis

Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan


kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu. Hati
berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis dalam
hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke
dalam empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel
jaringan tubuh.

Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam
empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika konsentrasi
kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi
mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal
kolesterol monohidrat yang padat.

Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan


menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan
pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di
dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu.

Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang
belum dimengerti sepenuhnya. Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya
bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan
garam bilirubin kalsium.

5. Gejala Klinis Kolelitiasis


Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun, 70% hingga 80%
pasien tetap asimtomatik seumur hidupnya (Robbins,2007). Penderita batu empedu sering
mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri
hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri
menjalar ke punggung dan bahu kanan (Murphy sign). Pasien dapat berkeringat banyak dan
berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat
berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang. (Sjamsuhidajat,2005)
Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan tanda-
tanda fisik kurang nyata. Sering kali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu
hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam
dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat
menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu
(kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat
bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus
dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan
peritonitis, atau menyebakan ruptur dinding kandung empedu

Diagnosa Kolelitiasis
1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang
mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin
berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian.
Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.
(Sjamsuhidajat,2005)
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai
mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang
setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam. (Sjamsuhidajat,2005)
2. Pemeriksaan Fisik
1. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis
akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung
empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum
maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri
tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang
meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.
(Sjamsuhidajat,2005)
2. Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan
sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl,
gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul
ikterus klinis. (Sjamsuhidajat,2005)
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin
disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin
juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan
akut.
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar
10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang
mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu
kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan
gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.
3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi
batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik.
Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau
udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada
duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.
Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren
lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah
dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar
bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-
keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih
bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
6. tatalaksana

1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi
yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis
akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar
90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang
dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5%
untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. 2 Kandung
empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka
kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan
manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap
terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.
Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini sukses.
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-Ter-Butil-
Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah
terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini
invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini
memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur
pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang
sakitnya kritis.

6. Komplikasi
Ø Hidrops
Hidrops biasanya disebabkan oleh stenosis atau obstruksi duktus sistikus sehingga
tidak dapat diisi lagi oleh empedu.
Ø Kolesistitis akut
Hampir semua kolesistisi akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang
terjebak dalam kantung empedu. Trauma mukosa kantung empedu oleh batu dapat
menyebabkan pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin dalam empedu menjadi
lisolesitin yang bersifat toksik yang memperberat proses peradangan. Pada awal penyakit,
peran bakteri sangat sedikit, tetapi kemudian dapat terjadi supurasi. Komplikasi kolesistisis
akut adalah empiema, nekrosis, dan perforasi.
- Empiema
Empiema adalah lanjutan dari kolisistisis akut. Pada empiema atau kolesistisis supuratif,
kandung empedu berisi nanah. Penderita menjadi semakin toksik, demam tinggi, menggigil
dan leukositosis.
- Nekrosis dan Perforasi
Kolesistisis akut bisa berlanjut ke nekrosis dinding kantung empedu dan perforasi. Batu
empedu yang tertahan bias menggoresi dinding nekrotik, sinus Roktiansky-Aschoff terinfeksi
yang berdilatasi bias memberika titik lemah bagi ruptura. Biasanya rupture terjadi pada
fundus, yang merupakan bagian vesica biliaris yang paling kurang baik vaskularisasinya.
Ruptur ke dalam cavitas peritonialis bebas jarang terjadi dan lebih bias memungkinkan
terjadinya perlekatan dengan organ-organ yang berdekatan dengan pembentukan abses
local. Ruptura ke dalam organ berdekatan menyebabkan fistula saluran empedu.
- Pritonitis
Ruptura bebas empedu ke dalam cvitas peritonialis menyebabkan syok parah. Karena efek
iritan garam empedu, peritoneum mengalami peradangan.

Ø Kolesistitis kronis
- Fistel bilioentrik
Apabila kandung empedu yang mengandung batu besar menempel pada dinding organ di
dekatnya seperti lambung, duodenum, atau kolon transversum, dapat terjadi nekrosis
dinding kedua organ tersebut karena tekanan, sehingga terjadi perforasi ke dalam lumen
saluran cerna. Selanjutnya terjadi fitsel antara kandung empedu dan organ-organ tersebut.

Ø Kolangitis
Kolangitis dapat berkembang bila ada obstruksi duktus biliaris dan infeksi. Penyebab
utama dari infeksi ini adalah organisme gram negatif, dengan 54% disebebkan oleh
sepsis Klebesiella, dan 39% oleh Escherchia, serta 25% oleh organisme Enterokokal
dan Bacteroides. Empedu yang terkena infeksi akan berwarna coklat tua dan gelap. Duktus
koledokus menebal dan terjadi dilatasi dengan diskuamasi atau mukosa yang ulseratif,
terutama di daearah ampula vetri.

Ø Pankreatitis
Radang pankreas akibat autodigesti oleh enzim yang keluar dari saluran pankreas. Ini
disebebkan karena batu yang berada di dalam duktus koledokus bergerak menutupi ampula
vetri.

Anda mungkin juga menyukai