Anda di halaman 1dari 48

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 2

2.1. Definisi ................................................................................................. 2

2.2. Epidemiologi ........................................................................................ 2

2.3. Faktor Risiko ........................................................................................ 4

2.4. Klasifikasi ............................................................................................ 9

2.5. Etiologi ................................................................................................. 9

2.6. Patofisiologi ....................................................................................... 10

2.7. Diagnosis ............................................................................................ 30

2.8. Penatalaksanaan ................................................................................. 35

2.9. Pencegahan ........................................................................................ 38

2.10. Prognosis ............................................................................................ 41

BAB III KESIMPULAN ......................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 44

i
ii
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit akibat kerja merupakan suatu penyakit yang diderita pekerja dalam
hubungan dengan kerja, baik faktor risiko karena kondisi tempat kerja, peralatan
kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil
produksi. Salah satu penyakit akibat kerja yang menjadi masalah kesehatan yang
umum terjadi di dunia dan mempengaruhi hampir seluruh populasi adalah LBP.
Menurut penelitian epidemiologi menunjukan terdapat hubungan yang signifikan
secara statistik antara LBP dan beberapa jenis beban pekerjaan.1

Low back pain adalah nyeri punggung bawah, nyeri yang dirasakan di pinggang
bagian bawah, bukan merupakan penyakit ataupun diagnosis untuk suatu penyakit
namun merupakan istilah untuk nyeri yang dirasakan di area anatomi yang terkena
dengan berbagai variasi lama terjadinya nyeri. Bentuk nyeri pinggang bawah yang
paling umum adalah nyeri pinggang bawah yang tidak spesifik (Non specific low
back pain). Istilah ini digunakan ketika penyebab terjadinya nyeri tidak dapat
ditentukan.1,2

LBP dapat terjadi disemua usia dan merupakan salah satu penyumbang penyakit
di dunia dengan angka kejadian yang tinggi terjadi pada usia 40-69 tahun, lebih
sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dan banyak terjadi di
negara dengan berpenghasilan yang tinggi dibandingkan dengan yang berpenghasilan
menengah atau rendah, tidak ada perbedaan angka kejadian di perkotaan atau di
perdesaan. Sekitar 80% dari populasi pernah menderita nyeri punggung bawah paling
tidak sekali dalam hidupnya. Di Jerman, sekitar 70% orang dewasa mengalami
setidaknya satu episode nyeri punggung per tahun. Karena non specific low back pain
tidak memiliki penyebab pathoanatomical yang diketahui, maka perawatan berfokus
pada pengurangan rasa sakit dan pencegahan komplikasinya.2,3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Low back pain adalah nyeri, ketegangan otot atau kekakuan terlokalisir yang
dirasakan di pinggang bagian bawah atau di bawah batas kosta dan di atas lipatan
gluteal inferior, dengan atau tanpa nyeri kaki. LBP bukan merupakan suatu penyakit
ataupun diagnosis untuk suatu penyakit melainkan gejala yang banyak penyebabnya,
penyebab bukan hanya karena tulang belakang bisa juga karena penyakit perut atau
panggul. Nyeri ini dapat berupa nyeri lokal, nyeri radikuler, ataupun keduanya. Nyeri
ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah
lumbal atau lumbo-sakral, nyeri dapat menjalar hingga kearah tungkai dan kaki.
Bentuk nyeri pinggang bawah yang paling umum adalah nyeri pinggang bawah yang
tidak spesifik (non specific low back pain). Istilah ini digunakan ketika penyebab
nyeri yang tidak dapat ditentukan.(1,2,3,4)

2.2. Epidemiologi

Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode LBP


selama hidupnya. Beberapa literatur menunjukkan terjadi peningkatan dalam
prevalensi LBP setinggi 84%, dimana sebesar 23% merupakan LBP kronis serta
11%- 12% populasi mengalami cacat.(3,4)

Nyeri punggung bawah tidak spesifik dapat terjadi disemua usia dan merupakan
salah satu penyumbang penyakit di dunia dengan angka kejadian yang tinggi terjadi
pada usia 40-69 tahun, lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan
laki-laki, dan banyak terjadi di negara dengan berpenghasilan yang tinggi
dibandingkan dengan yang berpenghasilan menengah atau rendah, tidak ada

2
perbedaan angka kejadian di perkotaan atau di perdesaan. Sekitar 80 persen dari
populasi pernah menderita nyeri punggung bawah paling tidak sekali dalam
hidupnya. Di Jerman, sekitar 70% orang dewasa mengalami setidaknya satu episode
nyeri punggung per tahun.(2)

Di antara semua pasien yang nyeri pinggang memiliki penyebab klinis yang
relevan atau spesifik, dimana sebesar 4% didiagnosis dengan herniasi disk, 3%
dengan stenosis tulang belakang, dan 2% dengan spondylolisthesis. Kira-kira 1-4%
dari pasien ditemukan memiliki fraktur tubuh vertebral pada penyelidikan utama
mereka; 0,7% memiliki tumor (primer atau metastatik), 0,2% memiliki ankylosing
spondylitis, dan 0,01% memiliki spondylodiscitis. Secara keseluruhan, 15% dari
semua kasus nyeri pinggang bawah menunjukkan temuan patologis. Sekitar 80-90%
kasus nyeri punggung bawah tidak spesifik, yaitu, tidak memiliki korelasi patho-
anatomi yang jelas.(2) Menurut data dari Institut Informasi Kesehatan dan Statistik
Republik Ceko, penyakit muskuloskeletal menyumbang hampir 20% kasus
ketidakmampuan kerja di tahun 2012 dan mewakili penyebab paling sering kedua
setelah pernafasan. Insiden LBP nonspesifik lebih tinggi pada pekerja yang
mengalami aktivitas fisik yang berat, seperti angkat berat, gerakan berulang, dan
postur statis yang sering terjadi.(5)

2.3. Faktor Risiko

Sekitar 80-85% etiologi LBP ialah faktor mekanik, yang sering secara
patoanatomi tidak dapat memberikan ketepatan diagnosis sehingga dikatakan bersifat
nonspesifik. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya low back pain antara lain
faktor individu, faktor pekerjaan dan faktor lingkungan.(1,5,6)

3
Faktor individu dapat dilihat berdasarkan faktor-faktor berikut ini: .(1,5,6,7)

1. Usia

Sejalan dengan bertambahnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan
keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun
terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi
jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang
dan otot menjadi berkurang. Semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang
tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang yang menjadi pemicu
timbulnya gejala LBP. Pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan
pada usia kerja yaitu 25-65 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Garg dalam
Pratiwi (2009) menunjukkan insiden LBP tertinggi pada umur 35-55 tahun dan
semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini diperkuat dengan penelitian
Sorenson dimana pada usia 35 tahun mulai terjadi nyeri pinggang bawah dan akan
semakin meningkat pada umur 55 tahun.(1,5,6)

2. Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya LBP non specific lebih banyak terjadi pada wanita
dibandingkan dengan laki-laki, beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita
lebih sering izin untuk tidak bekerja karena LBP. Jenis kelamin sangat
mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot rangka. Hal ini terjadi karena secara
fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria. Berdasarkan
beberapa penelitian menunjukkan prevalensi beberapa kasus musculoskeletal
disorders lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria.(5)

Beberapa penulis percaya bahwa risiko lebih tinggi pada wanita dibandingkan
pada pria karena kekhususan anatomi dan fungsional yang, dikombinasikan, dapat
memfasilitasi munculnya nyeri pinggang. Perempuan memiliki tinggi badan yang
lebih rendah, massa otot dan kepadatan tulang yang lebih sedikit, kerapuhan sendi
yang lebih besar, dan adaptasi yang lebih rendah terhadap aktivitas fisik.

4
selanjutnya, jumlah beban yang dikenakan oleh rumah tangga meningkatkan risiko
ini.(1,5)

3. Indeks Massa Tubuh

Temuan dari meta-analisis yang mencakup studi cross-sectional dan longitudinal


menunjukkan bahwa orang-orang yang obesitas memiliki peningkatan risiko nyeri
punggung bawah dan paling banyak yang mencari perawatan untuk nyeri. Dalam
studi kohort, obesitas dikaitkan dengan peningkatan insidensi nyeri pinggang bawah
selama satu hari atau lebih dalam 12 bulan. Hasil penelitian Purnamasari (2010)
menyatakan bahwa seseorang yang overweight lebih berisiko 5 kali menderita LBP
dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Ketika berat badan
bertambah, tulang belakang akan tertekan untuk menerima beban yang membebani
tersebut sehingga mengakibatkan mudahnya terjadi kerusakan dan bahaya pada
stuktur tulang belakang. Salah satu daerah pada tulang belakang yang paling
berisiko akibat efek dari obesitas adalah verterbrae lumbal.(1)

Faktor pekerjaan

1. Beban kerja
Pekerjaan atau gerakan yang menggunakan tenaga besar akan memberikan beban
mekanik yang besar terhadap otot, tendon, ligamen dan sendi. Beban yang berat
akan menyebabkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan otot, tendon dan
jaringan lainnya. Penelitian Nurwahyuni melaporkan bahwa persentase tertinggi
responden yang mengalami keluhan LBP adalah pekerja dengan berat beban > 25
kg.(1)

2. Posisi kerja
Bekerja dengan posisi janggal dapat meningkatkan jumlah energi yang
dibutuhkan dalam bekerja. Posisi janggal dapat menyebabkan kondisi dimana transfer
tenaga dari otot ke jaringan rangka tidak efisien sehingga mudah menimbulkan

5
kelelahan. Termasuk ke dalam posisi janggal adalah pengulangan atau waktu lama
dalam posisi menggapai, berputar, memiringkan badan, berlutut, jongkok, memegang
dalam posisi statis dan menjepit dengan tangan. Posisi ini melibatkan beberapa area
tubuh seperti bahu, punggung dan lutut karena daerah inilah yang paling sering
mengalami cedera.(1,5)
Posisi duduk dalam bekerja baik tegak maupun membungkuk dalam waktu lebih
dari 30 menit dapat menyebabkan gangguan otot punggung. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Pirade et al 2012 melaporkan adanya korelasi yang kuat antara NPB
mekanik kronik dengan posisi dan lama duduk pada karyawan bank. Menurut
penelitian Pirade et al, didapatkan hasil bahwa, Posisi duduk yang paling sedikit
mendatangkan nyeri ialah posisi duduk rileks yang ditemukan pada 7 responden;
posisi duduk membungkuk 27 responden; dan posisi duduk tegak tanpa sandaran
sebanyak 28 responden. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Priyanka et al.,
Bashir menyatakan bahwa posisi duduk rileks dengan sudut sekitar 90-120º dianggap
memenuhi kriteria duduk yang baik secara ergonomik.(7)
Para pekerja yang melakukan pekerjaan dalam posisi berdiri lama, misalnya para
pekerja kasir merupakan faktor risiko terjadinya nyeri punggung bawah miogenik
pada pekerja kasir. Berdiri lama dengan posisi yang salah akan menyebabkan otot-
otot punggung menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya. Bila ini
berlanjut terus, akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang
yang mengakibatkan hernia nukleus pulposus. Menurut penelitian susanti et al 2015,
didapatkan hasil responden berdiri dengan posisi yang sama lebih dari 20 menit 93%
mengalami LBP dan responden yang berdiri tidak dengan posisi yang sama lebih dari
20 menit 7% mengalami LBP. (8)

3. Repetisi atau pengulangan gerak


Frekuensi gerakan yang terlampau sering akan mendorong fatigue dan
ketegangan otot tendon. Dampak gerakan berulang akan meningkat bila gerakan
tersebut dilakukan dengan postur janggal dengan beban yang berat dalam waktu yang

6
lama. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban terus menerus
tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.(1)

4. Durasi
Pekerjaan yang berisiko menimbulkan LBP mekanik kronik antara lain pekerjaan
yang memiliki jam kerja panjang dan mengharuskan karyawannya untuk duduk
dalam waktu yang lama pada posisi duduk tertentu. Bekerja di bank, profesi yang
bersifat hipermobilitas (seperti buruh, sopir) merupakan salah satu pekerjaan yang
berisiko terkena LBP. (7)

Dari hasil penelitian pirade et al, didapatkan hasil Responden yang menghabiskan
waktu untuk duduk bekerja rata-rata 7-8 jam berjumlah 23 orang, sedangkan yang
menghabiskan waktu untuk duduk bekerja 9-10 jam 24 orang. Bekerja dengan lama
duduk statis pada rentang waktu 1,5-5 jam berpeluang 2,35 lebih besar
mengakibatkan LBP dibandingkan hanya bekerja <1,5 jam. Emami et al. menyatakan
dalam penelitiannya bahwa perempuan yang duduk lama selama >4 jam berpengaruh
menimbulkan LBP.(7)

Faktor Lingkungan Fisik


1. Getaran
Getaran berpotensi menimbulkan keluhan LBP ketika seseoang menghabiskan
waktu lebih banyak di kendaraan atau lingkungan kerja yang memiliki hazard
getaran. getaran dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat yang menyebabkan
peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul
rasa nyeri.(1)

2. Kebisingan
Kebisingan yang ada di lingkungan kerja juga bisa mempengaruhi performa kerja.
Kebisingan secara tidak langsung dapat memicu dan meningkatkan rasa nyeri LBP

7
yang dirasakan pekerja karena bisa membuat stres pekerja saat berada di lingkungan
kerja yang tidak baik.(1)

2.4. Klasifikasi

LBP dapat diklasifikasikan sebagai mekanik, non-mekanik, dan psikogenik.


LBP mekanik dapat spesifik atau tidak spesifik. Menurut durasinya, LBP akut (onset
mendadak dan berlangsung kurang dari enam minggu), subakut (berlangsung 6
sampai 12 minggu), kronis (berlangsung lebih lama dari 12 minggu), dan berulang
(muncul lagi setelah periode istirahat). Dapat dibagi menjadi lima kategori:
viscerogenic (misalnya penyakit perut), vaskular (misalnya aortic aneurysm perut),
psikogenik (faktor psikologis menginduksi rasa sakit), neurogenik (cedera sistem
saraf), dan espondylogenic (misalnya herniasi dan osteoartritis). LBP disebabkan oleh
gangguan muskuloskeletal dapat bersifat kongenital, degeneratif, inflamasi, infeksius,
ganas, dan postural mekanik.(1,5)

Pada Non specific LBP, ketidakseimbangan biasanya terjadi antara beban


fungsional-yang merupakan upaya yang diperlukan untuk pekerjaan dan aktivitas
kehidupan sehari-hari, dan kemampuan - yang merupakan potensi untuk melakukan
kegiatan ini. Non specific LBP ditandai dengan tidak adanya perubahan struktural;
yaitu, tidak ada pengurangan ruang disk, kompresi akar saraf, cedera tulang atau
sendi,skoliosis atau lordosis yang ditandai yang dapat menyebabkan nyeri
pinggang.(1,5)

2.5. Etiologi

Berdasarkan patofisiologi LPB dibagi menjadi LPB spesifik dan non spesifik.
LBP spesifik (Specific low back pain) berupa gejala yang disebabkan oleh
mekanisme patologi yang spesifik, seperti hernia nuclei pulposi (HNP), infeksi,
osteoporosis, rheumatoid arthritis, fraktur, atau tumor. Sedangkan NPB non spesifik

8
(Non-specific low back pain) berupa gejala tanpa penyebab yang jelas, diagnosisnya
berdasarkan eklusi dari patologi spesifik. Kata “non spesifik” mengidentifikasi bahwa
tidak terdapat struktur yang jelas yang menyebabkan nyeri. LBP non spesifik
termasuk diagnosa seperti lumbago, mysofascial syndromes, discogenic syndromes,
iliolumbal syndrome, facet joint syndrome, piriformis syndrome, mechanical LBP.(1,2)

2.6. Patofisiologi

Patofisiologi atau mekanisme terjadinya non specific low back pain belum
diketahui secara pasti. banyak faktor telah diidentifikasi mungkin penyebab rasa
sakit. Temuan dari studi cross-sectional pada sampel populasi telah melaporkan
hubungan yang signifikan antara nyeri pinggang dan degenerasi diskus
intervertebralis. Dan terdapat peran tumor necrosis factor α (TNFα) pada nyeri
punggung bawah. Selama pengamatan 6 bulan didapatkan pada penderita LBP TNFα
tinggi. Penelitian eksperimental lainnya menunjukkan bahwa faktor dari degeneratif
nukleus pulposus memiliki peran dalam transmisi nyeri.(6)

Menurut jurnal penelitian yang dilakukan oleh Samara 2014, menyatakan bahwa
nyeri pinggang bawah terjadi karena biomekanik vertebra lumbal akibat perubahan
titik berat badan dengan kompensasi perubahan posisi tubuh dan akan menimbulkan
nyeri. Ketegangan (strain) otot dan keregangan (sprain) ligamentum tulang belakang
merupakan salah satu penyebab utama LBP.(13)

Bila seseorang duduk dengan tungkai atas berada pada posisi 90º, maka daerah
lumbal belakang akan menjadi mendatar keluar yang dapat menimbulkan keadaan
kifosis. Keadaan ini terjadi karena sendi panggul yang hanya berotasi sebesar 60º,
mendesak pelvis untuk berotasi ke belakang sebesar 30º untuk menyesuaikan tungkai
atas yang berada pada posisi 90º. Kifosis lumbal ini selain menyebabkan peregangan
ligamentum longitudinalis posterior, juga menyebabkan peningkatan tekanan pada

9
diskus intervertebralis sehingga mengakibatkan peningkatan tegangan pada bagian
dari annulus posterior dan penekanan pada nukleus pulposus.(9)

Terjadi nyeri lebih sering pada saat posisi duduk membungkuk dan tegak karena
pada posisi ini otot-otot erektor spina lebih sering berkontraksi sehingga lebih cepat
terjadi ketegangan yang berlebihan. Mobilitas dan fleksibilitas juga berkurang pada
ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Hal yang sama terjadi pada jaringan
ikat di vertebra, yang bila terjadi gangguan akan menyebabkan nyeri. Secara
struktural, jaringan ikat terdiri dari tiga golongan komponen; sel, serat, dan substansia
dasar. Berbeda dari jaringan lain yang mempunyai komponen utama sel, unsur
pembentuk utama dari jaringan ikat ialah matriks ekstrasel. Matriks ekstrasel terdiri
dari kombinasi berbagai serat protein (kolagen, retikulin, elastin) dan substansia
dasar. Serat-serat ini, terutama serta kolagen, membentuk tendo, aponeurosis, simpai
organ, dan membran pembungkus sistem saraf pusat (meningen). Gangguan pada
ligamentum khususnya ligamentum longitudinalis posterior yang meregang pada
segmen vertebra lumbalis serta otot-otot paravertebra yang menegang merupakan hal
tersering yang menyebabkan LBP. Seringnya terjadi gangguan pada daerah vertebra
lumbalis dikarenakan segmen vertebra ini hanya memiliki lapisan tipis dibandingkan
segmen vertebra yang lain. Selain itu, segmen ini memang merupakan segmen yang
paling mobile di antara segmen vertebra lainnya. Hal ini disimpulkan berdasarkan
pengamatan sudut lumbosakral, ketebalan diskus intervertebralis di segmen vertebra
L4-L5, serta perbandingan intensitas nyeri yang terjadi pada ketiga posisi tersebut.
Penelitian lain mengatakan bahwa posisi duduk yang cenderung membungkuk
berpotensi menyebabkan hernia nukleus pulposus (HNP) sehingga terjadi kompresi
pada radiks saraf. Hal ini terjadi karena pada duduk membungkuk, posisi segmen
vertebra antara lumbal dan sakral cenderung memudahkan diskus vertevbralis untuk
keluar dan menekan saraf yang terletak posterior dari diskus.(7)

Terlalu lama duduk menyebabkan penambahan beban. Penambahan beban yang


bersifat kontinu mengakibatkan gangguan dan bila terlalu lama tidak ditangani

10
dengan benar dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada segmen vertebra, terutama
segmen vertebra lumbalis. Duduk lama meningkatkan kecenderungan berposisi
duduk statis, yang mengakibatkan oksigenasi ke diskus, ligamentum, otototot, dan
jaringan lainnya terganggu, sehingga timbul rasa nyeri atau tidak nyaman di area
punggung bawah. Terjadinya peningkatan sirkulasi darah, penurunan kerja otot, serta
berkurangnya tekanan pada kolumna vertebralis dan diskus intervertebralis
merupakan rangkaian dampak positif posisi duduk di tempat duduk yang melibatkan
ergonomik. (7)

Selain dari akibat degenerasi diskus intervertebralis, akibat peran mediator inflasi
dan akibat biomekanik vertebra lumbal, terdapat Korelasi kelainan organik dengan
manifestasi klinis nyeri punggung nonspesifik yaitu low back strain, piriformis
syndrome, iliolumbar syndrome, discogenic pain, facet joint syndrome and sacroiliac
syndrome.(10)

Myofasial Syndrome

- Definisi
Myofascial syndrome adalah sebuah kondisi nyeri otot ataupun fascia, akut
maupun kronik, menyangkut fungsi sensorik, motorik, ataupun otonom, yang
berhubungan dengan myofascial trigger points (MTr Ps). Gejala motorik dapat
berupa disfungsi motorik atau kelemahan otot akibat inhibisi motorik, terbatasnya
gerakan dan kekakuan otot. Gejala sensorik dapat berupa nyeri tekan, nyeri alih,
hiperalgesia, ataupun alodinia. Gejala otonom dapat seperti berkeringat, aktivitas
pilomotor, perubahan suhu kulit, lakrimasi, dan salivasi. Aktivitas sistem saraf
simpatis akan meningkatkan aktivitas motorik dan menyebabkan nyeri.(6)

Myofascial trigger points adalah suatu titik/ tempat hiperiritabel berlokasi di


struktur otot atau fascia yang menegang, jika ditekan dapat menyebabkan nyeri lokal
atau menjalar. MTrPs sering ditemukan di sekitar daerah leher dan punggung.(6)

11
- Epidemiologi
Sindrom nyeri myofascial sering terjadi dan setiap manusia mungkin pernah
memiliki trigger point selama hidupnya. Prevalensinya sama antara laki-laki dan
perempuan, terutama pada usia 30-60 tahun.(7)

- Patofisiologi

Patofisiologi sindrom nyeri myofascial tidak dipahami dengan baik. Penelitian saat
ini mendukung sensitisasi low-threshold, afferents mechanosensitive yang terkait
dengan endplate motor disfungsional di area TrPs yang memproyeksikan ke neuron
dorsal pada medula spinalis. Nyeri alih dari TrPs, serta LTR, dapat dimediasi melalui
sumsum tulang belakang setelah stimulasi lokus sensorik.(9,11)

Penyebab umum terjadinya nyeri myofascial dapat diakibatkan trauma langsung


ataupun tidak langsung, kondisi patologis tulang belakang, paparan terhadap
tegangan yang berulang dan kumulatif, atau posisi atau postur tubuh yang tidak
sesuai, hal ini akan mengakibatkan penengangan pita otot mungkin diperlukan sebagai
pemicu untuk pengembangan trigger point (TRP). Stres psikologis, ketegangan otot,
dan faktor fisik, seperti postur yang buruk, dapat menyebabkan TRP laten menjadi
aktif. Trigger point diduga terbentuk di endplate otot yang menyebabkan perubahan
dan abnormalitas aktivitas endplate di neuromuscular junction. Iritasi kontinu pada
endplate akan menyebabkan pengeluaran asetilkolin berlebihan, sehingga dapat
menyebabkan ketegangan dan kontraksi serat otot yang terlokalisasi..(9,10,11)

Penelitian terbaru oleh Shah dkk, menggunakan kateter microdialysis telah


menunjukkan peningkatan biokimia yang berhubungan dengan rasa sakit, termasuk
proton (lingkungan yang lebih asam), mediator inflamasi, neuropeptida, sitokin, dan
katekolamin di jaringan sekitar titik pemicu aktif. Titik kontrol yang tidak terlibat
menunjukkan konsentrasi yang lebih rendah dari senyawa-senyawa ini, tetapi

12
tingkatnya masih lebih tinggi daripada pada subjek tanpa sindrom nyeri
myofascial.(9,10)

Myofascial trigger points dapat terjadi di otot-otot berbagai anggota tubuh sebagai
respons dari cedera atau kelebihan beban otot. Terdapat hipotesis bahwa serat otot
yang cedera akan memendek (sehingga terjadi peningkatan tegangan) akibat
pengeluaran berlebihan ion kalsium dari serat yang rusak, atau sebagai respons
terhadap asetilkolin dalam jumlah besar dari motor end plate. Karakteristik nyeri tekan
lokal atau menjalar terjadi karena nosiseptor otot terstimulasi akibat kurangnya
oksigen dan peningkatan mediator inflamasi di tempat cedera. Myofascial trigger
points dapat aktif atau laten.(9)

Gambar 1. Triger point complex.(6)

Myofascial trigger points yang aktif akan menimbulkan rasa nyeri, sehingga
mencegah pemanjangan otot maksimal, melemahnya otot, memediasi respons
kedutan lokal bila distimulasi, dan menyebabkan nyeri alih di area nyeri yang
bersangkutan. MTrPs laten biasanya tidak bergejala, tidak menimbulkan nyeri pada

13
aktivitas sehari-hari, tetapi nyeri apabila diberi stimulasi eksternal, seperti dipalpasi,
dan dapat teraktivasi jika otot tegang, lelah, atau cedera. Beberapa studi menunjukkan
bahwa 25-54% individu asimptomatik mempunyai latent trigger points. Pasien
dengan MTrPs dapat memiliki gejala otonom seperti berkeringat, aktivitas pilomotor,
perubahan pada suhu kulit, lakrimasi, dan salivasi. Aktivitas sistem saraf simpatis
akan meningkatkan aktivitas motorik dan menyebabkan nyeri. (9,10)

- Gejala Klinis
Nyeri myofascial dapat bersifat lokal atau regional, seperti pada leher, bahu,
punggung atas dan bawah, biasanya unilateral atau lebih berat di salah satu sisi. Nyeri
otot dapat menetap dengan variasi dari ringan hingga sangat berat; biasanya tidak
hilang dengan sendirinya. Ciri khas nyeri ini adalah terdapatnya trigger point.(12)

Gambar 2. Lokasi nyeri myofascial syndrome.(13)

14
Gambar 3. Kumpulan gejala myosfacial pain syndrome.

Kriteria yang paling sering digunakan adalah kriteria menurut Simons, et al,
(1999). Kriteria diagnosis sindrom nyeri myofascial berupa lima kriteria mayor dan
setidaknya satu dari tiga kriteria minor. (4)

Tabel 1. Kriteria Diagnosis sindrom nyeri myofascial

Belum ada pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan sindrom nyeri


myofascial. Diagnosis masih dibuat berdasarkan hasil temuan klinis. Pemeriksaan
penunjang hanya dapat mendeteksi perubahan yang terjadi, seperti elektromiografi
dapat mengidentifikasi otot yang memiliki trigger point aktif akan lebih cepat

15
mengalami kelelahan, ultrasound dapat memperlihatkan respons kedut lokal yang
tercetus bila dipalpasi.(13)

Discogenic low back pain


- Definisi
Discogenic low back pain adalah nyeri pada punggung bawah yang disebabkan
oleh kelainan pada struktur diskus intervertebral. Discogenic low back pain biasanya
disebabkan oleh suatu hernia nukleus pulposus yang merusak saraf-saraf disekitar
radiks. Diskus hernia ini bisa dalam bentuk suatu protrusion atau prolaps dari nukleus
pulposus dan keduanya dapat menyebabkan kompresi pada radiks. Lokalisasinya
paling sering di daerah lumbal atau servikal dan jarang sekali pada daerah torakal.(14)

- Epidemiologi
Nyeri pinggang bawah diskogenik adalah masalah medis dan sosial yang serius,
dan menyumbang 26% -42% pasien dengan nyeri punggung kronis.(10)

- Patofisiologi
Kelainan terletak distruktur anatomi diskus intervertebralis.Diskus intervertebralis
adalah sendi utama antara dua vertebra berturut-turut di kolom vertebral. Setiap
diskus terdiri dari tiga struktur yang berbeda yaitu, sebuah inner gelatin nukleus
pulposus, anulus fibrosus luar yang mengelilingi nukleus pulposus, dan dua endplate
tulang rawan yang menutupi permukaan atas dan bawah badan vertebral. Sel-sel
yang membentuk annulus fibrsus, khususnya di wilayah luar,seperti fibroblast dan
paralel diatur ke serat kolagen, sedangkan mereka di inner anulus fibrosus mirip
kondrosit. Inti pulposus mengandung serat kolagen yang didistribusikan secara acak
dan serat elastin yang terorganisir secara radial tertanam dalam gel mengandung
aggrecan terhidrasi tinggi. Chondrocytelike sel mensintesis kolagen tipe ,
proteoglikan, dan protein non-kolagen yang membentuk matriks dari nucleus
pulposus dan endplate tulang rawan.(14)

16
Fibroblast like Sel mensintesis kolagen tipe I dan II untuk annulus fibrosus.
Proteoglikan terdiri dari protein inti dari mana memancarkan rantai
glikosaminoglikan mengandung keratin sulfat dan kondroitin sulfat. Beberapa
proteoglikan bergabung dengan rantai asam hyaluronic untuk membentuk aggrecan.
Aggrecans disatukan oleh kolagen Tipe II. Aggrecan adalah proteoglycan yang
paling umum di Diskus dan terdiri dari sekitar 70% inti pulposus dan 25% dari
annulus fibrosus. Aggrecan memberikan kepadatan muatan tingkat tinggi, yang
menciptakan tekanan osmotik bertekanan tinggi untuk menahan air di dalam
nukleus pulposus. Diskus muda yang sehat berperilaku seperti matras air, dengan
kandungan air yang tinggi dari nukleus dan inner annulus memungkinkan jaringan
untuk bertindak seperti cairan. Sel-sel diskus mensintesis matriks mereka dan
memecah matriks yang ada dengan memproduksi dan mengaktifkan enzim
degradatif,termasuk matriks metalloproteinase (MMPs) dan "Disintegrin dan
metalloproteinase”.(14)

Beberapa faktor telah dianggap menyebabkan degenerasi diskus ialah predisposisi


genetik, beban mekanik, dan faktor nutrisi secara luas dianggap sebagai kontributor
penting untuk proses degenerative. Degenerasi diskus dapat terjadi akibat
ketidakseimbangan antara proses anabolik dan katabolik atau hilangnya metabolisme
steady state yang dipertahankan dalam diskus normal. Berdasarkan penelitian
histologist komposisi struktur dari diskus seperti fibroblast normal pada annulus
fibrosus digantikan oleh sel-sel seperti kartilago. Struktur lamelar anulus fibrosus
mengalami gangguan dan fraktur. Nukleus pulposus seperti gelatin yang sangat
terhidrasi normal, natriks menunjukkan fibrosis yang jelas, dan sel-sel seperti tulang
rawan digantikan dengan fibroblast dan digantikan oleh jaringan ikat.(14)

Tekanan tekan dan rotasi berulang pada IVD (diskus intervetebral), terutama pada
L5-S1, menyebabkan degenerasi anulus fibrosus, with solitary or multiple tears.
Beberapa faktor telah dianggap menyebabkan degenerasi diskus ialah predisposisi
genetik, beban mekanik, dan faktor nutrisi secara luas dianggap sebagai kontributor

17
penting untuk proses degenerative. Degenerasi diskus dapat terjadi akibat
ketidakseimbangan antara proses anabolik dan katabolik atau hilangnya metabolisme
steady state yang dipertahankan dalam diskus normal. Berdasarkan penelitian
histologist komposisi struktur dari diskus seperti fibroblast normal pada annulus
fibrosus digantikan oleh sel-sel seperti kartilago. Struktur lamelar anulus fibrosus
mengalami gangguan dan fraktur. Nukleus pulposus seperti gelatin yang sangat
terhidrasi normal, natriks menunjukkan fibrosis yang jelas, dan sel-sel seperti tulang
rawan digantikan dengan fibroblast dan digantikan oleh jaringan ikat.(14)

Efek fisik mendapatkan kelebihan beban atau getaran seluruh tubuh


mempengaruhi terutama lumbar diskus intervertebral yang semakin sempit.
Perubahan sekunder seperti sklerosis subchondral dan osteofit muncul kemudian dan
kelebihan sendi intervertebralis menyebabkan arthrosis dini. Gerakan seperti
membungkuk atau memutar tubuh sering menimbulkan keluhan nyeri pinggang
bawah. Dari hasil penelitian oleh Lastovkova et all, tentang low-back pain disorders
as occupational disease, menyatakan bahawa Tidak ada keraguan bahwa kelebihan
beban kerja merupakan faktor yang berkontribusi terhadap LBPD (low back pain
disease).(15)

Postur membungkuk yang dipertahankan dalam jangka waktu yang lama disertai
dengan kelemahan otot-otot paravertebral memicu proses adaptasi postur yang
berkontribusi terhadap terjadinya pembebanan abnormal pada tepi anterior dari
korpus vertebra. Pembebanan ini ditransmisikan pada seluruh segmen tulang
belakang termasuk di dalamnya diskus intervertebralis. Pembebanan anterior ini
menyebabkan kerobekan pada struktur lamellar dari annulus fibrosus. Kerobekan ini
kemudian digantikan oleh sel-sel fibroblast yang berdampak pada proliferasi
jaringan fibrous. Hal ini menurunkan kemampuan tension serabut annulus fibrosus,
menyebabkan adanya protrusi nucleus pulposus yang kemudian akan menekan
struktur dibagian belakang diskus.(14)

18
Lapisan terluar annulus fibrosus dan ligamen longitudinal posterior merupakan
struktur yang peka terhadap nyeri. Kedua bagian ini mendapatkan persarafan dari
nervus sinuvertebral dan bagian lateral dari rammus communicans dan diketahui
bahwa kedua saraf ini merupakan saraf tipe nosiseptif yang membawa stimulus
nyeri. Ketika pergeseran nucleus pulposus berhasil merobek lapisan ini maka akan
dirasakan nyeri lokal yang disebut dengan discogenic low back pain. Nyeri yang
dirasakan bersifat segmental karena saraf tersebut mempersarafi segmen vertebra
disekitarnya. Ekstrusi nucleus pulposus menuju ruang epidural akan menginduksi
respon autoimun dan infiltrasi sel mediator inflamasi (sitokin, makfrofag,
interleukin-1, TNF-α) yang memicu proses inflamasi pada daerah akar saraf. Hal ini
akan menimbulkan nyeri sesuai dengan area dermatome yang dipersarafi oleh akar
saraf yang terlibat. Pada umumnya nyeri yang dirasakan pada daerah pinggang
bawah dan paha belakang.(14)

19
Tabel 2. Patofisiologi Intervertebral Disk Aging dan Degenerasi.(6,16)
Proses Efek

Respon seluler perubahan dalam ekspresi gen dan faktor transkripsi, Apoptosis
yang berkurang (kematian sel terprogram)

Proses biokimia - Ketidakseimbangan antara katabolik dan aktivitas


anabolik: modifikasi protein posttranslational
- Meningkatnya kolagen cross-linking melalui glikasi
nonenzimatik, peroksidasi lipid
- Hilangnya proteoglikan
- Perubahan difusi nutrisi
- Gangguan molekul yang baru disintesis

End-plate Berkurangnya vaskularisasi dan penurunan porositas karena


changes kalsifikasi end-plate

Peningkatan kadar laktat dan penurunan pH

Sel apoptosis
Penipisan atau microfracture dari end-plate

Peningkatan permeabilitas dan mengubah properti hidrolik

Transferensi beban non-seragam dan peningkatan tegangan
geser fokus

degenerasi diskus dan kerusakan annular

20
Postur hiperekstensi juga berkontribusi terhadap kejadian nyeri punggung
bawah. Ketika posisi tulang belakang dalam keadaan hiperekstensi, terjadi
pembebanan yang sangat besar pada bagian posterior pillar tulang belakang
terutama permukaan processus articularis pada tulang vertebra yang kontak
dengan permukaan pasangannya. Pembebanan ini menyebabkan stress contact
yang berlebihan antara kedua permukaan sendi, meningkatkan gaya friksi pada
setiap gerakan artrokinematika lumbal. Nosiseptor pada facet joint merespon
terhadap pembebanan ini dan menghasilkan nyeri pada punggung bawah yang
dikenal dengan istilah hyperextension syndrome. Hyperextension syndrome juga
berdampak pada menyempitnya foramen intervertebralis yang dapat menekan
akar saraf pada segmen terkait yang dapat menghasilkan radicular back
pain.(14,15)

- Gejala klinis
Nyeri di area punggung bawah, biasanya menjalar sesuai dermatom-nya ke
tungkai bawah, meningkat pada berjalan, membungkuk, duduk terlalu lama
(menyetir), serta aktivitas mendadak dan berat. Kegiatan yang menimbulkan
peninggian tekanan di dalam ruang intraspinal seperti batuk, bersin, dan
mengejan, memprovokasi terasanya nyeri. Pada keadaan yang lebih berat akan
menimbulkan hilang atau berkurangya sensasi pada punggung bawah sampai ke
kaki.(17)

Sindrom piriformis
-
Definisi
Sindrom piriformis adalah kondisi neuromuskular yang ditandai oleh
konstelasi gejala yang meliputi nyeri pinggul dan bokong. Rasa sakit sering pada
bagian belakang kaki, kadang-kadang terdapat pada kaki medial. Sering dikaitkan
dengan mati rasa pada ekstremitas bawah arteriaka. Meskipun serupa dalam
presentasi ke radiculopathy L5 atau S1 yang sebenarnya, neuritis perifer ini

21
dianggap sebagai hasil dari otot piriformis yang abnormal atau kompresi / iritasi
saraf skiatik saat berjalan di bawah atau melalui otot.(18)

- Epidemiologi
Insiden dan prevalensi sindrom piriformis tidak jelas, namun sindrom
piriformis adalah merupakan salah satu penyebab nyeri punggung bawah dan
sciatica syndrome dengan prevalesni 6% sampai 36%. Sebanyak 50% dari
pasien dengan sindrom piriformis memiliki riwayat trauma langsung dari memar
pantat atau pinggul / punggung bawah. Dimana sindrom ini lebih sering
mengenai perempuan dari pada laki-laki dengan perbandingan 6:1. Dan sering
terjadi pada usia 40-50 tahun, ditemukan pada individu dari semua pekerjaan dan
tingkat aktivitas tertentu. Peneliatian yang dilakukan Jawish, dkk hanya
ditemukan 26 dari 3.550 keluhan sciatica yang ditemukan memiliki sindrom
piriformis.(19,20)

-
Etiologi
Berdasarkan etiologi terdapat dua jenis Sindrom Piriformis yaitu sindrom
piriformis primer dan sekunder. Sindrom piriformis primer memiliki penyebab
anatomi, seperti otot piriformis split, saraf sciatic split, atau jalur saraf skiatik
anomali. Sindrom Piriformis Sekunder terjadi sebagai akibat dari penyebab
pencetus, termasuk makrotrauma, mikrotrauma, efek massa iskemik, dan iskemia
lokal. Trauma biasanya terjadi beberapa bulan sebelum gejala awal. Dapat terjadi
sebagai akibat operasi penggantian ip atau laminektomi.(13)

22
-
Patofisiologi

Gambar 4. anatomi otot piriformis.(13)

Otot piriformis berjalan dari facies pevina dari sakrum ke yang lebih besar
trochanter dari tulang paha, membagi lebih besar foramen sciatic ke
suprapiriformis dan foramen infrapiriformis, melalui yang terakhir yang saraf
sciatic lewat dari panggul rongga ke kaki. Sindrom piriformis lebih sering terjadi
pada wanita dari pada pria, mungkin karena biomekanik yang terkait dengan
sudut otot femoris quadriceps femoris yang lebih luas (sudut Q) di os coxae
wanita.(7,21)

Trauma tumpul yang terjadi pada daerah sacroiliac atau gluteal, misalnya
pada seseorang yang jatuh di area pantat, akan terjadi perdarahan dan hematoma
di dalam atau di sekitar otot piriformis, dan diikuti oleh spasme dan kekakuan
otot ini, hal ini akan menyebabkan peradangan pada nervus sciatic pada akhirnya
menyebabkan piriformis sindrom. Penelitian lain juga mengatakan pada sindrom
piriformis terdapat peran mediator inflamasi seperti prostaglandin, histamin,
bradikinin, dan serotonin dilepaskan dari otot yang mengalami peradangan. Otot
piriformis yang membentang, spastik, dan meradang dapat menekan nervus
skiatik yang terletak antara otot dan panggul sehingga terjadi kompresi yang

23
menyebabkan sindrom piriformis. Penyebab sebenarnya dari sindrom ini tidak
hanya tergantung pada hubungan nervus skiatik dan otot piriformis, dari sebagian
besar kasus yang dilaporkan disebabkan karena anomali dari strukur anatomi.(7,21)

-
Gejala klinis

Gambar 5. penjalaran nyeri pada sindrom piriformis.(21)

Berikut gejala sindrom pirifomis yaitu: (7)

- Nyeri saat duduk, berdiri, atau berbaring lebih dari 15 hingga 20 menit.
- Nyeri dan / atau parestesia memancar dari sakrum melalui area gluteal dan
turun ke aspek posterior paha, biasanya berhenti di atas lutut.
- Nyeri membaik dengan ambulasi dan memburuk tanpa gerakan.
- Nyeri saat naik dari posisi duduk atau jongkok.
- Perubahan posisi tidak menghilangkan rasa sakit sepenuhnya.
- Nyeri sakroiliaka kontralateral.
- Kesulitan berjalan (misalnya, antalgic gait, foot drop).
- Mati rasa pada kaki.
- Kelemahan pada ekstremitas bawah ipsilateral.
- Nyeri abdomen, pelvis, dan inguinalis.

24
- Dyspareunia pada wanita.
- Nyeri dengan gerakan usus.

Pemeriksaan fisik, dapat membantu diagnosis sindrom piriformis yaitu: (21)

- Tanda tanda: nyeri dan kelemahan pada abdomen panggul yang ditahan saat
pasien duduk, yaitu pinggul dilenturkan.
- Tanda Laseque: nyeri pada fleksi volunter, adduksi, dan rotasi internal
pinggul.
- Tanda Freiberg: nyeri pada rotasi internal paha yang memanjang karena
peregangan otot piriformis dan tekanan pada saraf siatik pada ligamen
sakrospinosa

Diagnosis sindrom piriformis sebagian besar dibuat berdasarkan temuan klinis.


Publikasi terbaru menyatakan dalam mendiagnosis sindrom piriformis dapat
menggunnakan pemeriksaan EMG, CT-Scan dan MRI.(21)

Facet joint syndrome

- Definisi
Penyebab nyeri pinggang bawah (low back pain) dan nyeri leher dikarenakan
akibat kerusakan sendi facet dimana dapat berdiri sendiri, atau merupakan
kombinasi dengan kelainan dari jaringan-jaringan yang lain dari daerah pinggang
bawah, kondisi ini sering dikenal dengan istilah facet joint syndrome (sindrom
sendi facet).(22,23)

- Epidemiologi
Di antara pasien LBP, ada perbedaan besar dalam prevalensi nyeri FJ (Facet
Joint) yang dilaporkan. Ulasan melibatkan FJ sebagai penghasil rasa sakit utama
pada 10–15% pasien dewasa muda dengan LBP kronis dan lebih tinggi pada

25
populasi yang lebih tua (15% di antara pekerja yang cedera, 40% pada populasi
yang lebih tua tanpa trauma yang sudah ada sebelumnya, 45% pada populasi yang
lebih heterogen). Studi diagnostik terkontrol telah menunjukkan prevalensi nyeri
FJ lumbal 27-40% pada pasien dengan LBP kronis.(24)

- Patofisiologi
Penyebab facet joint syndrome dapat karena peradangan, proses degenerasi
dan karena terkait usia, infeksi dan atau cedera seperti whiplash leher dan postur
yang abnormal. Gerakan-gerakan berulang dengan beban yang tinggi dapat
menyebabkan kerusakan sendi facet. Tulang rawan pada sendi facet dapat
mengalami penipisan atau menghilang, kadang tumbuh tulang tulang baru
(osteofit/ bone spur) dan pembesaran sendi. Gerakan normal dari sendi facet akan
berubah dan timbul ketegagangan otot sekitar. Kerusakan-kerusakan sendi facet
ini menjadi penyebab nyeri pinggangg bawah (low back pain), nyeri leher dan
nyeri pinggang yang sifatnya kronis.(22,23)

Beberapa kelainan yang menjadi penyebab facet joint syndrome sebagai


berikut, osteoarthritis pada sendi facet merupakan penyebab nyeri punggung
bawah., nyeri leher dan nyeri pinggang yang paling umum. Gerakan-gerakan
berulang dengan beban yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan sendi facet
maupun tulang rawan. Factor penuaan, akan semakin memperberat kerusakan
sendi facet. Ketika lapisan tulang rawan sendi facet rusak, tulang-tulang dapat
bergesekan sehingga semakin menambah kerusakan sendi facet. Proses
degenerasi pada sendi facet akan menyebabkan perubahan pada tulang vertebra
termasuk sendi facet, baik perubahan bentuk, perubahan antar sendi facet,
penipisan tulang rawan sendi facet dan kadang disertai timbulnya osteofit.
Kerusakan sendi facet dapat berupa penipisan maupun pembesaran (hipertrofi).
Cedera pada tulang belakang dan sendi facet akibat whiplash dapat menyebabkan
kerusakan sendi facet. Sendi facet dapat terlepas atau tergelincir dari posisinya.

26
Menekstensikan tubuh terutama jika tindakan tersebut dilakukan berulang-ulang,
juga dapat menyebabkan kerusakan sendi facet. Aktivitas-aktivitas ini sering
dilakukan pada olahragawan.(22)

Kista synovial pada sendi facet, dalam beberapa kasus arthritis atau
spondylolisthesis, dapat timbul kista. Kista ini dapat menimbulkan tekanan
berlebihan pada facet kapsul sendi atau tulang belakang dan sering menyebabkan
rasa nyeri punggung bawah yang dirasakan hingga kaki atau sakit untuk berjalan.
Infeksi pada sendi facet jarang, namun meskipun jarang akan menjadi suatu
masalah yang serius apabila terjadi infeksi di daerah sendi facet. Facet tulang
rawan sendi tidak dipersarafi. Namun nyeri sendi facet dapat timbul dari
nosiseptor dalam dan sekitar sendi. Factor-faktor mekanis yang dapat
mengaktifkan nosiseptor termasuk tekanan langsung pada tulang subchondral,
distensi kapsul, mikrofracture trabecular dan peradangan synovial.(22,23,25)

- Gejala klinis

Gejala cenderung tidak spesifik dan tumpang tindih dengan penyakit lain.
Pada facet join syndrome (tulang belakang lumbal) gejala berupa nyeri pada
punggung belakang yang dapat meningkat dengan ekstensi dan rotasi tulang
belakang . Pasien mungkin mengeluhkan “penguncian” di tulang belakang selama
aktivitas fungsional tertentu. Nyeri di daerah serviks . sering menyebabkan rasa
nyeri punggung bawah yang dirasakan hingga kaki atau sakit untuk berjalan.
Nyeri mungkin terasa di bahu tetapi biasanya tidak melampaui sendi siku. Pasien
biasanya tidak memiliki tanda dan gejala neurologis (misalnya paresthesia).
Pasien mengalami kejang otot.(14)

27
Iliolumbar syndrome

- Definisi
Iliolumbar ligament syndrome, juga dikenal sebagai sindrom nyeri iliac crest,
melibatkan peradangan atau robeknya ligamentum iliolumbar. Ligamentum
iliolumbar adalah ligamen kuat yang menghubungkan proses transversal L5
dengan bibir internal krista iliaka. Cedera atau peradangan ligamen ini
menghasilkan LBP akut, setelah pelaksanaan gerakan yang tidak teratur atau
trauma tumpul.(14)

- Epidemiologi
Sindrom nyeri krista iliaka atau dikenal sebagai sindroma iliolumbar,
ditemukan di rumah sakit pada pasien dengan nyeri punggung bawah kronis
(LBP). Untuk memvalidasi prevalensi dalam pengaturan pasien yang berbeda dan
untuk menyajikan data kuantitatif tentang fitur klinis yang terkait, peneliti
mempelajari 204 pasien berturut-turut dengan LBP dari praktek umum, layanan
kesehatan kerja dan reumatologi klinik. Sindroma nyeri krista iliaka ditemukan
pada 41% dari total kelompok.(26)

Pada 100 pasien dengan tanda-tanda dan gejala-gejala nyeri punggung bawah
kronis (LBP), dievaluasi secara prospektif. Dua sindrom klinis ditemukan dan
keduanya ditandai oleh 'kelainan lokal khas' dan terkait dengan gambaran klinis
tertentu. Sindrom ini dinamai sindrom nyeri trokanterika (trochanteric bursitis)
pada 35% pasien dan sindrom nyeri krista iliaka (sindrom iliolumbar), pada 43%
pasien.(27)

- Patofisiologi
Penyakit jaringan lunak pada insersi iliaka ligamen dapat berasal dari trauma
langsung, kejatuhan ligamen yang ditarik pada saat itu. lokasi insersi puncak
iliaka, atau cedera angkat beban.(10)

28
- Gejala klinis
Rasa sakit dirasakan di sisi medial krista iliaka, dengan pasien umumnya
mampu menunjukkan lokasi yang tepat dari rasa sakit. Rasa sakit dapat diinduksi
atau ditingkatkan oleh fleksi lateral batang atau dengan uji tangga-langkah.
Sindrom ini umumnya terjadi pada individu yang pekerjaannya membutuhkan
berdiri atau duduk yang lama. Dengan tes LRS dan Patrick positif.(10)
Nyeri dapat diperburuk oleh aktivitas fisik yang melibatkan tulang belakang,
misalnya memutar atau membungkuk, dan lama duduk dapat juga menyebabkan
rasa sakit. Biasanya nyeri punggung bawah unilateral kronis atau berulang dengan
titik lunak di puncak iliaka posterior. Kebanyakan pasien akan menunjuk ke titik
yang paling menyakitkan, yaitu daerah lateral ke sisi yang lebih ke garis tengah.
nyeri lebih parah dengan duduk atau berdiri yang lama.(28)

Sacroiliac syndrome

- Definisi
Pada sindrom sacroiliac pergeseran ke depan dari sacrum menghasilkan
peregangan ligamen yang masuk ke sakrum, yaitu ligamen sacrosciatic dan
sacrotuberous, sehingga menimbulkan rasa sakit mendadak dari sendi sacroiliac
ke belakang dan paha posterior.(10)

- Epidemiologi
Prevalensi disfungsi dari sendi sakroiliaka dalam populasi secara umum
dilaporkan antara 15% hingga 38%. Sindroma sendi sakroiliaka lebih sering
ditemukan pada wanita dibandingkan dengan pria, dengan perbandingan lebih
kurang 4 : 1.(10)

- Patofisiologi
Dalam penelitian yang dilakukan untuk mengevaluasi sendi sakroilika oleh
SPECT scan menemukan terdapat peningkatan risiko teradi cidera pada sendi

29
sacroiliac pada pasien yang telah menjalani laminektomi lumbar sebelumnya dan
/ atau fusi tulang belakang.(12)

Gaya kompresi dari tulang belakang ditransmisikan ketulang panggul


(innominate) melalui sendi sakroiliaka. Disfungsi dapat terjadi, tidak hanya
selama pengangkatan, tetapi ketika pasien membungkuk kedepan atau berdiri
dengan postur lordotik dapat menyebabkan garis gravitasi dipindahkan ke anterior
pusat acetabula dan menciptakan kekuatan rotasi dalam ekstensi di sekitar
acetabula. Jika dukungan pelvis anterior dari otot perut sudah cukup, tidak ada
masalah. Namun, jika dukungan dari otot perut tidak memadai maka akan terjadi
panggul anterior berputa rkebawah di sekitar acetabulae. Gaya rotasi anterior ini
cenderung memutar tulang innominate anterior pada sakrum, akantetapi karena
sacrum ditempatkan di dalam innominat dan lebih lebar di anterior dari pada
posterior, tulang innominate cenderung pada sacrum. Pada sindrom saktoiliaka
pergeseran kedepan dari sakrum menghasilkan peregangan ligamen yang masuk
kesakrum, yaitu ligament sacrosciatic dan sacrotuberous, sehingga menimbulkan
rasa sakit mendadak yang timbul dari sendi sacroiliac ke daerah belakang dan
paha posterior.(7)

- Gejala klinis
Nyeri SIJ dapat menyebar ketulang belakang iliaka posterosuperior, daerah
pinggang bawah, atas lumbar region, pantat, daerah trokanterika yang lebih besar,
selangkangan dan paha medial, paha anterior, paha posterior, paha lateral,
posterior betis, betis lateral, betis anterior, pergelangan kaki, dan kaki.(12)

2.7. Diagnosis
Anamnesis.(3)
Riwayat perjalanan penyakit:
- Onset

30
- Durasi: mempengaruhi pencitraan dan keputusan manajemen.
- Faktor-faktor mempengaruhi eksaserbasi: posisi, waktu, riwayat pengobatan,
olahraga dan / atau istirahat.
- Gejala terkait: nyeri panggul, parestesia, pseudoklaudikasi, nyeri pinggul /
lutut (radang sendi inflamasi), disfungsi usus / kandung kemih
- Penyebab viseral (Renal, GI, Pelvis).
- Gejala sistemik kanker atau infeksi: (Demam, penurunan berat badan,
keringat malam atau kehilangan nafsu makan).

Riwayat medis dan bedah sebelumnya:


- Riwayat kanker sebelumnya.
- Obat-obatan.
- Fraktur osteoporosis / patologis.
- Kecemasan atau depresi.

Riwayat social :

- Merokok, obesitas, usia yang lebih tua, penggunaan obat intravena (IV) dan
ergonomi kerja.

Pemeriksaan Fisik: (2,3)

- Inspeksi: kondisi umum, gaya berjalan, asimetri (atrofi otot), kelainan bentuk,
perubahan kulit
- Palpasi otot lokal (tone, tenderness) Nyeri pada palpasi.
- Rentang gerak tulang belakang lumbar (terutama untuk tindak lanjut) dan
sendi pinggul (arthritis pinggul dan penyakit sendi lainnya sebagai bagian dari
diagnosis banding)
- Lakukan palpasi punggung untuk menilai nyeri daerah vertebra

31
Pemeriksaan Fisik Khusus / Neurologis
Pemeriksaan neurologis ini dilakukan untuk mengetahui adakah kelainan
neurologis yang berperan dalam kejadian NPB ini.

- Tanda rangsangan saraf


Tanda Laseque atau modifikasinya yang positif menunjukkan adanya
ketegangan pada saraf spinal khususnya LVatau SI. Adanya tanda Laseque
lebih menandakan adanya lesi pada LIV-V atau LV-SI daripada herniasi lain
yang lebih tinggi (LI-IV), dimana tes ini hanya positif pada 73,3% penderita.
- Pemeriksaan motorik dan sensorik
Pemeriksaan motorik harus dilakukan dengan seksama dan harus
dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang
seringan mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya.
Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian
dari penderita dan tak jarang keliru, tetapi tetap penting arti diagnostiknya
dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dengan dermatom
yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan
informasi lokalisasi dibanding motoris.
- Pemeriksaan refleks
Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna
pada diagnosis NPB dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level
kelainan, kecuali pada sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang
bersamaan. Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari
radiks LIV dan kurang dari LII dan LIII. Refleks tumit predominan dari SI.
Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada
hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron
(UMN).

32
Kriteria Diagnosis

The American College of Radiology telah mengidentifikasi LBP dengan sepuluh


kategori " Red Flags ": (3)
• Trauma signifikan baru-baru ini, atau trauma ringan pada usia > 50 tahun.
• Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
• Demam
• Imunosupresi
• Riwayat kanker
• Penggunaan narkoba IV
• Osteoporosis, penggunaan glukokortikoid yang berkepanjangan.
• Usia > 70 tahun
• Defisit neurologis fokal gejala progresif atau melumpuhkan.
• Durasi lebih dari 6 minggu
• Riwayat operasi

33
Gambar 6. Diagnostic Triage For LBP (3)

Dalam artikel ini, merupakan pendekatan praktis untuk penerapan triase


diagnostik dalam pelayanan primer. Hal pertama yang dilakukan adalah identifikasi
dan rujukan yang cepat patologi tulang belakang spesifik. Yang kedua adalah
mengidentifikasi dan secara tepat mengelolah variabilitas klinis pasien dengan
sindrom radikuler, yaitu nyeri radikular, radikulopati dan stenosis tulang belakang
lumbal. Kolaboratif konservatif perawatan dan rujukan yang didukung dengan
pencitraan dan operasi tulang belakang penting untuk kelompok pasien ini. Ketiga,
triase proses melengkapi dokter untuk meyakinkan 90-95% pasien dengan LBP
bahwa tidak ada bukti spesifik patologi atau keterlibatan akar saraf. Ini indikasi untuk
perawatan biopsikososial untuk pasien yang datang dengan NSLBP : tidak hanya
untuk mengelola intensitas rasa sakit, tetapi juga untuk menilai risiko kecacatan

34
sehingga pasien mendapatkan perawatan tepat. Diagnostik triase LBP
memberdayakan dokter penting untuk membantu diagnosis LBP dalam perawatan
primer.(29)

Pemeriksaan Penunjang

- Imaging studies
Pencitraan diperlukan jika ada tanda merah (red flag). Kecurigaan klinis dari
fraktur, infeksi, atau radiculopathy merupakan indikasi untuk MRI dalam preferensi
untuk CT, karena MRI lebih sensitif daripada CT untuk kondisi ini dan, tidak seperti
CT, tidak mengekspos pasien ke radiasi pengion. Jika rasa sakit memburuk akut, atau
menetap selama enam minggu atau lebih perlu dilakukan pemeriksaan radiologi.
Dalam evaluasi awal nyeri punggung bawah akut jika tidak ada fitur dalam riwayat
atau pemeriksaan fisik yang menunjukkan penyebab spesifik tidak perlu dilakukan
pemeriksaan radiologi.(2)

- Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak perlu dilakukan kecuali untuk mengevaluasi
entitas penyakit tertentu yang dicurigai berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium tambahan diperlukan jika ada bukti klinis bahwa nyeri
memiliki penyebab spesifik.(2)

2.8. Tatalaksana

Perawatan pasien dengan nyeri pinggang bawah tidak spesifik dimulai dengan
informasi dan konseling pasien yang menyeluruh, informasi dan konseling yang
harus diberitahukan kepada pasien setelah penyebab khusus nyeri pinggang telah
dikesampingkan berupa penjelasan kepada penderita atau pasien berupa: Tetap
melakukan kegiatan sehari-hari, menghindari Bed rest, nyeri pinggang bawah pasien

35
benign and reversible, rasa sakit dapat kambuh dan studi pencitraan tidak banyak
bermanfaat dalam situasi ini, dan oleh karena itu tidak diindikasikan.(2)

Terapi farmakologi untuk LBP berupa (anti-peradangan, kortikosteroid,


parasetamol, dipyrone, tramadol, opioid, relaksan otot, antidepresan), tindakan fisik
(gelombang pendek, ultrasound, stimulasi listrik transkutan, laser), infiltrasi, blokade,
dan akupunktur. Tujuan terapi farmakologi adalah untuk memungkinkan pasien
melanjutkan atau memulai kembali aktivitas normal sehari-hari mereka dengan
mengurangi rasa nyerinya. Secara umum, obat analgesik apa pun untuk nyeri
punggung bawah harus diberikan pada dosis efektif terendah untuk waktu sesingkat
mungkin. Parasetamol (acetaminophen) dianggap sebagai obat nasional mengingat
khasiatnya dipertanyakan dan efek samping yang minimal atau tidak cukup diakui
adanya efek samping. Pemberian parenteral dari NSAID atau penghambat COX-2
tidak direkomendasikan karena efek merugikan dan keefektifannya, Metamizole
dianggap sebagai analgesik cadangan. Flupirtine memiliki sifat relaksasi otot
tambahan dan diberikan untuk mengobati nyeri akut selama maksimal dua minggu,
dengan pengecekan mingguan fungsi hati. Jika obat analgesik yang
direkomendasikan (dan NSAID khususnya) tidak efektif atau kurang ditoleransi,
pasien dengan nyeri punggung bawah nonspesifik dapat diberikan opioid potensi
rendah seperti tramadol atau tilidine.(2,5)

Gambar 7. Farmakologi LBP

36
- Exercise

Sekumpulan gerakan khusus dengan tujuan mengembangkan dan melatih otot dan
persendian selain itu sebagai pengurangan intensitas nyeri dan kecacatan untuk
jangka waktu yang lama. Latihan dapat dilakukan secara individual ataupun secara
berkelompok, dibawah pengawasan terapis ataupun dilakukan dirumah. Latihan dapat
menggunakan mesin latihan atau dikolam. Berbagai jenis latihan, seperti aerobik,
fleksi atau ekstensi, peregangan,stabilisasi,keseimbangan dan koordinasi. Terapi
perilaku kognitif lebih efektif dalam mengurangi intensitas nyeri untuk jangka
pendek. Latihan peregangan dan penguatan lebih efektif dibandingkan dengan jenis
terapi lainnya. Latihan dilakukan maksimal delapan sesi yang diawasi dalam jangka
waktu 8 hingga 12 minggu. Pasien dianjurkan untuk berolahraga sendiri di rumah
setiap hari selain terapi manual, yang meliputi beberapa sesi pijat, mobilisasi atau
manipulasi tulang belakang. Akupunktur dianjurkan, meskipun tingkat
pembuktiannya sangat rendah. Operasi tulang belakang jarang dianjurkan ketika
semua jenis pengobatan tidak memiliki efek dan rasa sakitnya masih parah.(5)

Efektivitas rehabilitasi melalui latihan aktif telah didokumentasikan dalam uji


coba terkontrol secara acak. Pada pasien dengan LBP nonspesifik, program
mobilisasi aktif dibandingkan dengan mobilisasi pasif. Ada penurunan intensitas
nyeri yang lebih besar pada kelompok rehabilitasi aktif. Perubahan kekuatan lumbar
secara signifikan lebih tinggi pada kelompok rehabilitasi aktif daripada kelompok
kontrol (pengobatan pasif). Dalam satu penelitian, 235 perawat yang memiliki
setidaknya satu episode LBP diundang dan 169 dari mereka memenuhi syarat.
Program latihan umum terdiri dari 11 sesi masing-masing 1 jam, dan termasuk latihan
penguatan dan peregangan otot, serta pedoman untuk program pelatihan di rumah.
Program pencegahan sekunder terdiri dari 17 sesi 1 jam dan 35 menit dan sesi
individu 45 menit. Selain program latihan, program pencegahan termasuk program
psikologis, latihan stabilisasi segmental, dan ergonomi.(5)

37
Gambar 8. Alur tatalaksana nyeri punggung bawah tidak spesifik.(29)

2.9. Pencegahan

Terjadinya LBP pada pekerja sangat terkait dengan pekerjaan yang


dilakukannya. Risiko di tempat kerja meliputi kerja fisik berat, penanganan dan cara
pengangkatan barang, gerakan berulang, posisi atau sikap tubuh selama bekerja,
getaran, dan kerja statis. Maka, tindakan pencegahan yang dilakukan juga harus
berdasarkan pada faktor-faktor tersebut, yakni :(30)

38
Strategi pencegahan sebagai berikut: (30)

- Edukasi dan pelatihan


Pekerja perlu mendapatkan edukasi tentang cara bekerja yang baik, dalam hal
ini yang terkait dengan gangguan LBP. Edukasi dapat meliputi teknik mengangkat
beban, posisi tubuh saat bekerja, peregangan, dan sebagainya. Lebih lanjut juga
diberikan exercise untuk meningkatkan kekuatan, fleksibilitas, dan ketahanan
punggung bawah.

- Ergonomi dan modifikasi faktor risiko


Bila memang ada faktor risiko pekerjaan terhadap timbulnya LBP di tempat
kerja, maka perlu dilakukan upaya kontrol. Upaya ini dapat meliputi pengadaan
mesin pengangkat, ban berjalan, dan sebagainya. Adanya regulasi khusus dari
perusahaan mengenai pembatasan jumlah beban yang dapat diangkat oleh pekerja
adalah langkah yang baik. Demikian juga halnya dengan pembatasan waktu
bekerja. Faktor risiko individu, bila ada, juga harus dikendalikan. Misalkan
kebiasan merokok. Walaupun belum didapatkan bukti yang kuat bahwa modifikasi
faktor risiko dapat mencegah kejadian NPB, namun setidaknya dapat meningkatkan
kesehatan pekerja secara umum.

- Pemilihan pekerja
Pemilihan pekerja dilakukan dengan skrining pra-kerja. Riwayat kesehatan dan
hasil pemeriksaan fisik harus diperhatikan dengan seksama. Adanya riwayat
episode NPB sebelumnya merupakan salah satu indikator adanya kemungkinan
akan berulangnya kembali gangguan tersebut bila calon pekerja itu berhadapan
dengan faktor risiko yang ada di tempat kerja. Penggunaan rontgen dan tes
kekuatan sebagai salah satu alat skrining tidak dianjurkan karena ketidak
efektifannya dalam mendeteksi adanya NPB.(30)
Bagi para pekerja yang harus duduk untuk jangka waktu yang lama, seharusnya
duduk di atas kursi dengan alas dan sandaran keras. Alas dan sandaran yang ideal

39
membentuk sudut 100º – 110º. Tinggi alas harus sedemikian rupa sehingga orang
dapat duduk dengan fleksi sempurna baik pada sendi lutut dan panggul, sedangkan
kaki tepat mendatar di atas lantai. Jok mobil dan sofa merupakan tempat duduk
yang ideal namun untuk jangka waktu lama akan menimbulkan nyeri akibat
regangan otot-otot hamstring dan ligamentum longitudinale posterior, sebaiknya
duduk dengan punggung lurus dan bahu berada di belakang dengan bokong
menyentuh belakang kursi. Gulungan handuk kecil dapat digunakan untuk
mempertahankan kurva tulang belakang (Gambar 9). Apabila tidak terdapat
pendukung lumbal, dapat dilakukan dengan cara duduk di ujung kursi dan
membungkuk sempurna. Tubuh ditegakkan dan lengkungan tubuh (kurva) dibuat
sebisa mungkin, kemudian tahan beberapa detik. Setelah itu posisi tersebut
dilepaskan secara ringan (sekitar 10 derajat). Keadaan ini merupakan posisi tubuh
terbaik.(13) Ketika duduk lutut tetap dijaga setinggi atau sedikit lebih tinggi dari
pinggul (penyangga kaki dapat digunakan bila perlu). Tungkai sebaiknya tidak
menyilang. Kaki dijaga tetap rata dengan lantai. Hindari duduk dengan posisi yang
sama lebih dari 30 menit. Dalam pekerjaan, ketinggian kursi dan tempat kerja
diatur sehingga dapat duduk dekat ke pekerjaan. Siku dan lengan diistirahatkan
pada kursi atau meja serta bahu dijaga agar tetap rileks. Jangan memutarkan
pinggang ketika duduk di kursi yang beroda dan berputar. Sebaiknya seluruh tubuh
yang diputar. Bila berdiri dengan posisi duduk, bagian depan dari kursi digerakkan.
Berdiri dengan meluruskan kedua tungkai. Hindari membungkukkan badan ke
depan dengan pinggang. Punggung segera diluruskan dengan melakukan 10 kali
gerakan membungkukkan tulang belakang (backbends) selama berdiri.(13)
Dianjurkan bagi karyawan setiap 1 jam mengambil waktu selama beberapa menit
untuk meregangkan otot-otot yang berkontraksi oleh karena pada 15-20 menit
setelah awal bekerja biasanya otot-otot sudah mulai mengalami kelelahan.(7)

40
Gambar 8. Posisi duduk yang dikoreksi tanpa pendukung lumbal (kiri) dan dengan
pendukung lumbal (kanan).(9)

2.10. Prognosis

Prognosis Biasanya pasien sembuh rata-rata dalam 7 minggu, 80% pasien


mengalami keterbatasan dalam derajat tertentu selama 12 bulan 10-15% yang
mengalami disabilitas berat. Nyeri pinggang bawah nonspesifik (bukan karena
neurogenik atau penyakit lain) seperti karena lama duduk merupakan gangguan yang
dapat sembuh sendiri segera pada 90% kasus. Namun demikian, frekuensi
kekambuhan sangat tinggi, dapat mencapai 90%.(9)

Nyeri punggung bawah kronis sering fluktuatif dan memiliki episode


eksaserbasi akut yang rekuren. Prognosis jumlah episode eksaserbasi akan lebih
buruk pada pasien yang memiliki riwayat serangan akut yang sangat berat dan
bertahan lama. Pasien dengan nyeri myofascial jika mendapatkan penatalaksanaan
yang tepat (misalnya melalui terapi fisik, terapi pijat, teknik stretch and spray, atau
injeksi pada MTrPs), maka prognosisnya umumnya baik. Namun, kekambuhan masih
dapat terjadi. Hal ini disebabkan karena MTrPs tidak menghilang setelah pengobatan,

41
namun hanya tidak aktif. Keadaan patologis tertentu dapat mereaktivasi MTrPs
sehingga gejala myfascial pain sindrom akan muncul kembali.(31)

Prognosis tergantung pada tingkat keparahan cedera. Kasus ringan dapat


diharapkan untuk diselesaikan hanya dengan sedikit pengurangan intensitas, durasi,
dan frekuensi pelatihan. Kasus yang sedang dan berat mungkin memerlukan aktivitas
yang berkurang secara signifikan selama 4 hingga 6 minggu.(28)

Untuk sebagian besar individu dengan sindrom piriformis, dengan diagnosis


dan perawatan yang cepat, prognosisnya cukup baik. Setelah gejala gangguan
ditangani, individu biasanya dapat melanjutkan aktivitas normal mereka. Namun,
kondisi ini bisa menjadi kronis, hasil yang buruk dapat terjadi jika diagnosis dan
pengobatan ditunda. Dalam beberapa kasus, mengenai olahraga mungkin perlu
dimodifikasi untuk mengurangi kemungkinan kekambuhan atau memburuk. Pasien
dengan sindrom piriformis biasanya membaik setelah injeksi trigger-point lokal.
Kekambuhan jarang terjadi setelah 6 minggu terapi. Operasi dilakukan dengan
merilis piriformis, pasien kembali ke aktivitas mereka dalam rata-rata 3 bulan. (32)

42
BAB III
KESIMPULAN

Low back pain atau nyeri punggung bawah adalah rasa nyeri yang dirasakan
di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal, nyeri radikuler, maupun
keduanya. LBP merupakan gejala, bukan suatu diagnosis. Bentuk nyeri pinggang
bawah yang paling umum adalah nyeri pinggang bawah yang tidak spesifik (non
specific low back pain). Istilah ini digunakan ketika penyebab nyeri yang tidak dapat
ditentukan. Nyeri punggung merupakan kelainan dengan berbagai etiologi dan faktor
risiko serta proses terjadinya suatu penyakit yang belum diketahui secara pasti,
sehingga membutuhkan penanganan simtomatis serta rehabilitasi medik. Diagnosis
klinis LBP meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis, serta
pemeriksaan penunjang. Kejadian timbulnya LBP non specific pada pekerja erat
hubungannya dengan pekerjaan yang dilakukan, oleh karena itu diperlukan tindakan
yang tepat untuk pencegahan yang meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Tujuan akhir dari program pencegahan ini meliputi penurunan insidens dan
prevalensi LBP akibat mekanik, penurunan angka disabilitas dan perbaikan fungsi,
menjaga pekerja tetap dapat bekerja sehingga meningkatkan produktivitas, dan
mengurangi dampak sosioekonomi dari kejadian timbulnya non specific low back
pain.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Andini F. Risk Factors Of Low Back Pain In Workes . J Majority.


2015.4:(1).
2. Casser H, Seddigh S, Rauschmann M Acute Lumbar Back Pain
Investigation, Differential Diagnosis, and Treatment. Dtsch Arztebl
Int. 2016; 113: 223–34
3. Almoallim H, Alwafi S, Albazli K, Alotaibi M, Bazuhair T. A Simple
Approach of Low Back Pain. International Journal of Clinical
Medicine. 2014 ; 5.1087-98
4. Walker J. Back pain : pathogenesis, diagnosis and management. 2012.
Vol 27. 49-56
5. Lizier D, Perez M, Sakata R. Exercises for Treatment of Nonspecific
Low Back Pain. Rev Bras Anestesiol. 2012; 62: 6: 838-846
6. Biyani A, Andersson B. Low Back Pain: Pathophysiology and
Management. J Am Acad Orthop Surg.2004;12:106-115.
7. Pirade A, Angliadi E, Sengkey L. Hubungan Posisi dan Lama Duduk
dengan Nyeri Punggung Bawah Mekanik Kronik Pada Karyawan
Bank. Jurnal Biomedik (JBM). 2013;5:(1), P. 98-104.
8. Susanti N, Hartiyah, Kuntowato D. Hubungan Berdiri Lama Dengan
Keluhan Nyeri Punggung Bawah Miogenik Pada Pekerja Kasir Di
Surakarta. Jurnal Pena Medika. 2015;5:(1). P. 60-70.
9. Samara D. Lama Dan Sikap Duduk Sebagai Faktor Risiko Terjadinya
Nyeri Pinggang Bawah. J Kedokteran Trisakti. 2004;23:(2). P. 64-6.
10. Harrianto R. Biomechanical aspects of nonspecific back pain. 2010.
Vol 29. 179-80.
11. Sharan D. Myofascial pain syndrome: Diagnosis and management.
Indian Journal of Rheumatology. 2014 Dec 1;9:S22-5.
12. Hassan A, Eldin M, Hegazy A, Ghoneim M. Dysfunctional sacroiliac
joint pain following lumbar discectomy/laminectomy. J Orthop
Trauma Surg Rel Res. 2017;12:(2)

44
13. Atmadja AS. Sindrom Nyeri Myofascial. Cermin Dunia Kedokteran.
2016 Mar 1;43(3):176-9.
14. Peng B. Pathophysiology, Diagnosis, and Treatment Of Discogenic
Low Back Pain. World J Orthop. 2013;4(2)
15. Lastovkova A, Nakladalova M, Fenclova Z, Urban P, Gadourek P, et
all. Low Back Pain Disorder As Occupational Diease In The Czech
Republic And 22 Europion Countries: Comparison Of National
Systems, Related Diagnoses And Evaluation Criteria. Cent Eur J
Public Health 2015; 23 (3): 244–251.
16. Bardin DL, King P, Maher CG. Diagnostic triage for low back pain: a
practical approach for primary care. 2017. 268-72
17. Baron R, Binder A, Attal N, Casale R, Dickenson A. H, Treede R.D.
Neuropathic Low Back Pain in Clinical Practice. European Journal of
10Pain.2016;861-873.
18. Nonbury D, Morris J, Warren A, schreiBer K, aulK C et all. Diagnosis
and Management of Piriformis Syndrome. Practical Neurology. 2012.
Availableat.http://practicalneurology.com/pdfs/PN0612_ExpertOpinio
n.pdf.
19. Hicks BL, Bhimji S. Piriformis Syndrome. NCBI. 2017. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448172/#_article-
27240_s2_
20. Norburry JW et all. Diagnosis and management of piriformis
syndrome. 2012. 24-25.
21. Dey S, Das S, Bhattacharyya P. Piriformis Syndrome. Journal of
Evolution of Medical and Dental Sciences. 2013;15: (2). P.2502-06.
22. Desai M, Saini V, Saini S. Myofascial Pain Syndrome: A Treatment
Review. Pain and Therapy. 2013;2:(1), 21–36.
23. Saxena A, Chansoria M. Myofascial Pain Syndrome. Quadriceps
Femoris Strength Training: effect of Neuromuscular Electrical
Stimulation Vs Isometric Exercise in Osteoarthritis of Knee.
2015;9:(3). P. 3221.

45
24. Perolat R, Kastler A, Nicot B, Pellat JM, Tahon F, Attye A, Et all.
Facet Joint Syndrome: From Diagnosis To Interventional
Management. 2018. NCBI.
25. Flex F. Facet Joint syndrome. Flex-free Musculoskeletal Rehabilitation
Clinic.2017 Available from: https://www.flexfreeclinic.com/detail-
artikelx/137-Facet-Joint-Syndrome.
26. Collee G, Djikmans BA, Vandenbroucke JP, Cats A. Iliac Crest Pain
Syndrome in Low Back Pain:Frequency and Features. J
Rheumatol.1991;18(7):1064-7.
27. Collee G, Djikmans BA, Vandenbroucke JP, Rozing PM, Cats A. A
Clinical Epidemiologycal Study in Low Back Pain. Description of
Two Syndromes.J Rheumatol. 1990;29(5):354-7.

28. Pathology/Injury Iliolumbar ligament. Available at


https://www.physio-pedia.com/Iliolumbar_ligament
29. Almaida M, saragiotto B, richard B, Maher C. primary care
management of non specific low back pain: key messages from recent
clinical guidelines.
30. Winata S. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah dari
Sudut Pandang Okupasi. J. Kedokt Meditek.2014; 20:(54). P.23-6.
31. Hong CZ. Treatment of Myofascial Pain Syndrome. Current pain and
headache reports, 10(5), 345-349.
32. National Institude of Neurological Disorder and Stroke. Piriformis
Syndrome Information. Available at :
https://www.ninds.nih.gov/disorders/all-disorders/piriformis-
syndrome-information-page.

46

Anda mungkin juga menyukai