Disusun Oleh :
OPPY ARTIKASARI
NIM. 1302460006
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan
42 hari setelah itu.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2010: 356)
Setelah 3 minggu pasca persalinan vulva dan vagina kembali pada keadaan
sebelum hamil.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 77-78)
e. Perineum
2.2
2.3 Konsep Sectio Caesaria
I. Definisi Sectio Caesaria
Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat badan diatas
500 g, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact).
(Prawirohardjo, Sarwono. 2009: 536)
Seksio sesarea merupakan suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin diatas 500 gram.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2011: 133)
Seksio sesarea didefinisikan sebagai pelahiran janin melalui insisi di dinding abdomen
(laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi).
(Gant, Norman F. 2010: 466)
Seksio sesarea adalah pelahiran janin melalui insisi yang dibuat pada dinding abdomen
dan uterus. Tindakan ini dipertimbangkan sebagai pembedahan abdomen mayor.
(Reeder, Martin, dkk. 2011: 461)
II. INDIKASI SEKSIO SESAREA
Indikasi ibu :
Disproporsi kepala panggul/CPD/FPD
Disfungsi uterus
Distosia jaringan lunak
Plasenta previa
Indikasi relatif:
Rupture Riwayat SC sebelumnya
Presentasi bokong
Distosia bahu
Fetal distress
PEB, penyakit kardio vaskuler, diabetes
Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
Gemeli
(Rasjidi, Imam. 2009:88)
Indikasi sosial :
Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
Wanita yang ingin SC karena takut bayinya cedera atau asfiksia selama persalinan
Wanita yang takut terjadi perubahan pada tubuhnya.
Komplikasi utama adalah kerusakan organ-organ seperti vesika urinaria dan uterus saat
dilangsungkannya operasi, komplikasi anastesi, perdarahan, infeksi dan tromboemboli.
Kematian ibu lebih besar pada SC daripada persalinan pervaginam.takipneu sesaat setelah
bayi lahir lebih sering terjadi pada persalinan SC. Resiko jangka panjang yang dapat
terjadi adalah plasenta previa, plasenta akreta dan rupture uteri.
(Rasjidi, Imam. 2009:89)
VI. PENATALAKSANAAN
Saat pasien sadar dari anastesi umum atau saat efek anastesi regional mulai hilang,
dan bila pasien sudah sadar penuh serta perdarahan minimal, ia sudah dapat masuk re
ruang perawatan.
(Rasjidi, Imam. 2009:150)
2. Pemberian cairan intravena
Kebutuhan cairan intravena dan setelah seksio sesarea dapat sangat bervariasi.
Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan, perdarahan yang
tersembunyi di dalam uterus setelah penutupannya atau keduanya, sering
menyebabkan perkiraan kehilangan darah menjadi lebih rendah dari sebenarnya.
(Rasjidi, Imam. 2009:150)
3. Prosedur ruang perawatan
Monitor tanda-tanda vital
Pemberian analgesik
Terapi cairan dan makanan
Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Ambulasi
Perawatan luka
Pemeriksaan laboratorium
Menyusui
Setelah memulihan dari anastesi, observasi harus dilanjutkan tiap setengah jam selama
2 jam pertama dan tiap jam selama minimal 4 jam. Tanda vital yang harus dievaluasi
adalah :
Tekanan darah
Nadi
Jumlah urin
Jumlah perdarahan
Status fundus uteri
Suhu tubuh
Kateter vesika urinaria umumnya dapat dilepas dalam waktu 12 jam setelah operasi
atau keesokan pagi setelah pembedahan. Kemampuan pasien mengosongkan vesika
urinaria sebelum terjadi distensi berlebihan harus dipantau seperti pada persalinan
pervaginam. Makanan dapat diberikan >8 jam, bila tidak ada komplikasi
(Rasjidi, Imam. 2009:152)
6. Ambulasi
Pada sebagian besar kasus, satu hari setelah pembedahan pasien dapat turun sebentar
dari tempat tidur dengan bantuan, paling sedikit dua kali. Waktu ambulasi diatur agar
analgesic yang baru diberikan dapat mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua pasien
dapat berjalan dengan bantuan. Dengan ambulasi dini, thrombosis vena dan emboli
paru jarang terjadi.
(Rasjidi, Imam. 2009:153)
7. Menyusui
Menyusui dapat dilakukan pada hari pascaoperasi seksio sesarea. Apabila pasien
memutuskan untuk tidak menyusui, dapat diberikan bebat untuk menopang payudara
tanpa terlalu menekan dan biasanya dapat mengurangi rasa nyeri.
(Rasjidi, Imam. 2009:154)
2.4
2.5 Konsep Manajemen Kebidanan pada Nifas Normal Pasca SC
I. PENGKAJIAN
A. Data Subjektif
a. Biodata: Meliputi nama, umur, tanggal, dan tempat lahir, dan latar belakang
keluarga untuk mengetahui keadaan pasien dan menentukan pemberian perawatan
yang tepat bagi pasien.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2009. 124)
b. Keluhan Utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui perkembangan keadaan ibu selama post
SC dan menentukan tindakan yang tepat yang harus dilakukan oleh petugas
kesehatan.
c. Riwayat Menstruasi
Data ini memang tidak secara langsung berhubungan dengan masa nifas, namun dari
data ini, bidan akan mempunyai gambaran tentang keadaan dasar organ reproduksi
ibu.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 112)
d. Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan KB yang lalu
Keadaan kehamilan, persalinan, nifas, perencanaan keluarga yang lalu dapat
mempengaruhi keadaan nifas sekarang. Petugas dapat mengetahui keadaan klien
lebih menyeluruh dan menghubungkan keadaan nifas sekarang dengan riwayat nifas
yang lalu sehingga membantu memilih tindakan yang tepat untuk penanganan masa
nifas klien yang sekarang.
e. Riwayat persalinan sekarang
Persalinan pervaginam normal, persalinan pervaginam dengan penyulit, persalinan
dengan tindakan, atau anjuran, mempengaruhi keadaan postpartum klien dan
pemberian perawatan yang sesuai bagi klien.
f. Riwayat kesehatan
Data dari riwayat kesehatan tersebut dapat digunakan sebagai peringatan akan adanya
penyulit nifas. Adanya gangguam fisik serta fisiologis pada masa nifas yang
melibatkan seluruh system dalam tubuh akan mempengaruhi organ yang mengalami
gangguan.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 113)
g. Riwayat penyakit keturunan dan menular dalam keluarga
Kaji apakah di dalam silsilah keluarga klien mempunyai penyakit keturunan,
misalnya DM, asma, dan penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, dan HIV/AIDS.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 148)
h. Status perkawinan
Hal ini penting untuk dikaji karena dari data ini bidan akan mendapatkan gambaran
mengenai suasana rumah tangga pasangan. (Sulistyawati, Ari. 2009: 114)
i. Pola Makan dan Minum
Bidan dapat menggali informasi dari pasien tentang makanan yang disukai dan tidak
disukai serta seberapa banyak ia mengkonsumsinya sehingga jika bidan memperoleh
kesenjangan (yang tidak sesuai standar pemenuhan kebutuhan gizi) maka bidan dapat
member klarifikasi dalam pemberian pendidikan kesehatan mengenai gizi ibu
postpartum. Pertanyaan yang perlu ditanyakan bidan kepada pasien meliputi menu,
frekuensi, banyaknya, dan pantangan yang dipercayainya.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 114)
j. Pola minum
Pada masa nifas, intake cairan sangat dibutuhkan dalam jumlah yang cukup.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 115)
k. Pola Aktivitas Sehari-hari
Ini penting untuk mengetahui seberapa berat aktivitas yang dilakukan pasien selama
di rumah. Jika memang kegiatannya dapat menyebabkan kesulitan postpartum, maka
bidan dapat memberikan peringatan seawal mungkin untuk membatasi kegiatannya.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 116)
l. Personal hygiene
Ini penting untuk diketahui karena hal ini mempengaruhi kesehatan pasien dan
bayinya.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 116)
m. Aktivitas seksual
Meski hal ini cukup privasi bagi klien, namun bidan harus tetap menanyakan karena
pada beberapa kasus, klien merasa terganggu pada aktivitas seksual selama masa
nifas namun ia tidak tahu harus berkonsultasi kemana. Sehingga jika bidan
menemukan data-data mengenai frekuensi dan gangguan pada aktivitas seksual
pasien, bidan dapat membantu pasien untuk mengatasi permasalahannya dengan
konseling.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 118)
n. Keadaan lingkungan
Keadaan lingkungan sangat mempengaruhi status kesehatan keluarga. Yang harus
digali bidan adalah fasilitas MCK, letak tempat tinggal, adanya polusi udara dan
keadaan kamar.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 119)
o. Pengetahuan ibu tentang perawatan bayi
Data ini dapat diperoleh dari beberapa pertanyaan yang diajukan bidan kepada pasien
mengenai perawatan bayi. Biasanya pasien akan langsung mengajukan pertanyaan
dan pada kesempatan itu bidan bisa memberikan pendidikan kesehatan.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 120)
p. Adat istiadat/ kepercayaan setempat
Hal penting yang biasanya dianut keluarga yang berkaitan dengan masa nifas adalah
menu makanan untuk ibu, misalnya pantang makan daging, ikan, telur, dan goreng-
gorengan karena dipercaya dapat menghambat penyembuhan luka persalinan dan
membuat ASI menjadi amis. Adat ini jelas merugikan ibu karena ibu membutuhkan
cukup protein untuk menyembuhkan luka-luka pascapersalinan dan memperbanyak
volume ASI untuk menyusui bayinya.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 121)
B. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
Kesadaran: Untuk mengkaji derajat kesadaran klien, lakukan penilaian dari
keadaan composmentis (keadaan maksimal) sampai dengan coma (tidak dalam
keadaan sadar).
(Sulistyawati, Ari. 2009: 122)
Keluhan pasien: Perhatikan keluhan pasien sampai 2 jam postpartum. Jika
pasien mengeluh lemah, berkeringat dingin, menggigil, awasi keadaan pasien
karena keluhan tersebut merupakan tanda gejala perdarahan pascapersalinan.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2009: 173)
b. Pemeriksaan Khusus
Tanda Vital:
a. Suhu: Suhu tubuh ibu pascapersalinan dapat naik ± 0,5ºC dari keadaan
normal dikarenakan kelelahan saat persalinan dan dehidrasi.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 111)
Dalam 24 jam postpartum, suhu badan ibu akan naik sedikit (37,5oC –
38oC).
(Sulistyawati, Ari. 2009: 80)
b. Nadi : Bradikardi dapat terjadi pada masa postpartum.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 112)
Denyut nadi normal dewasa adalah 60-80x/menit. Namun pada
pascapersalinan biasanya akan lebih cepat.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 81)
c. Tekanan darah: Normalnya, tekanan darah pada ibu postpartum tidak
berubah.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 112)
d. Pernafasan: Pernafasan pada ibu postpartum biasanya lambat atau normal
dikarenakan ibu dalam masa pemulihan.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 112)
Pernafasan selalu berhubungan dengan suhu dan denyut nadi. Jika denyut nadi
dan suhu tidak normal, maka pernafasan akan mengikuti.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 81)
Pemeriksaan fisik
e. Payudara:
Bentuk: Payudara akan menjadi lebih besar, lebih kencang dan mula-mula lebih
nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya
laktasi.
(www.library.upvnj.ac.id. 2014)
Putting susu: Putting susu pada ibu nifas biasanya menonjol dan mengeluarkan
cairan ASI.
f. AbdomenLuka insisi: Insisi pada kulit diperiksa secara teratur untuk
memeriksa apakah ada hematoma, perdarahan, atau infeksi.
(Reeder, Martin, dkk. 2011: 474)
g. Uterus:
TFU: Untuk mengetahui proses involusi uterus dapat dilakukan pengukuran
tinggi fundus uteri. Perubahan tinggi fundus uteri berhubungan erat dengan
perubahan miometrium yang bersifat proteolisis.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 74)
Dalam 6 hari pascapersalinan, pastikan involusi uterus berjalan normal; uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak
ada bau.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2009: 123)
Kontraksi uterus: Biasanya balutan pada abdomen tidak tebal sehingga petugas
kesehatan dapat melakukan palpasi pada fundus pasien untuk melihat apakah
kontraksinya baik.
(Reeder, Martin, dkk. 2011: 474)
Ukuran kandung kemih: Kandung kemih yang penuh dapat mengganggu
involusi uterus. Pengosongan kandung kemih dapat membantu terjadinya
kontraksi.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2010: 358)
Biasanya pada ibu post SC terpasang kateter retensi selama 12-24 jam. Kateter
retensi tersebut harus dipantau untuk melihat apakah urine mengalir tanpa
hambatan.
(Reeder, Martin, dkk. 2011: 474)
h. Vulva/ perineum
Pengeluaran lokhia: Beberapa wanita memiliki jumlah lokhia yang lebih sedikit
setelah kelahiran per seksio sesarea karena teknik operasi yang digunakan
dalam mengeluarkan plasenta dan mempertahankan hemostatis.
(Reeder, Martin, dkk. 2011: 474)
c. Pemeriksaan Penunjang
Kadar Hb dan Hematokrit: Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada
kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan Hmt dan Hb pada hari ke-3 sampai
hari ke-7 postpartum.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 83)
II. INTERPRETASI DATA DASAR
Diagnosa : P… post SC hari ke-…
DS :
Ibu mengatakan telah melahirkan anaknya dengan operasi caesarea pada tanggal
….. jam ….WIB
Do :
Keadaan umum : baik sampai dengan lemah
Kesadaran : composmentis sampai koma
TTV
TD : normal (110/60 – 120/80 mmHg)
N : normal (70 – 90 kali/menit)
RR : normal (16 – 24 kali/menit)
Suhu : normal (36,5 - 37,5 C)
o o
V. INTERVENSI
3. Mengetahui keadaan
dirinya membuat
psikologi ibu lebih
tenang dan terhindar dari
rasa cemas.
5. Mobilisasi membuat
4. Beritahu ibu tanda bahaya aliran darah lancar
masa nifas. sehingga mempercepat
pulih nya kondisi ibu.
7. Nyeri merupakan
5. Anjurkan ibu mobilisasi dini.
pengalaman sensori yang
tidak menyenangkan
yang munculnya
berkaitan dengan
rangsangan reseptor
nyeri yang merupakan
6. Anjurkan ibu mengkonsumsi
ujung-ujung saraf yang
makanan yang mengandung
memiliki myelin yang
protein tinggi.
terbesar pada kulit dan
mukosa.
VI. IMPLEMENTASI
Sarwono, Prawirohardjo. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBPSP.
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Penerbit
ANDI.
Gant, Norman F, Cunningham, F Gary. Alih bahasa, Brahm U. Pendit. 2010. Dasar-dasar
Ginekologi dan Obstetri. Jakarta: EGC.
Rasjidi, Imam. 2009. Manual Seksio Sesarea dan Laparotomi Kelainan Adneksa berdasarkan
Evidence Based. Jakarta: Sagung Seto.
Reeder, Martin, dkk. Alih bahasa, Yati Afiyanti. 2011. Keperawatan Maternitas Volume 2.
Jakarta: EGC.
Nugroho, Taufan.,dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3 Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nanny, Vivian. 2012. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika.