Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF

PADA NY.”AG” P2103 POST SC HARI KE II


DI RUANG DAHLIA II RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

Disusun Oleh :
OPPY ARTIKASARI
NIM. 1302460006

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM D-IV STUDI KEBIDANAN KEDIRI
TAHUN 2015
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Postpartum


I. Definisi Postpartum
Masa nifas merupakan masa yang dimulai setelah lahirnya plasenta sampai 6 minggu
pascapersalinan.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 1)
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2009: 122)

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan
42 hari setelah itu.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2010: 356)

II. Tahapan Masa Nifas


1. Puerperium Dini
Yakni masa kepulihan saat ibu dibolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan.
2. Puerperium Intermediate
Masa pulihnya organ-organ reproduksi yang berperan dalam kehamilan dan
persalinan dalam waktu kurang lebih 6 minggu.
3. Remote Puerperium
Waktu yang dibutuhkan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 3)
III. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
1. Perubahan Sistem Reproduksi
a. Involusi Uterus
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil
dikarenakan lapisan luar desidua yang mengelilingi plasenta akan menjadi
nekrotik/ mati.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 73)
Involusi Uteri TFU Berat Uterus Diameter Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Plasenta lahir 2 jari dibawah pusat 750 gram 12,5 cm
7 hari (minggu 1) Pertengahan pusat dan 500 gram 7,5 cm
simpisis
14 hari (minggu 2) Tidak teraba diatas 350 gram 3-4 cm
simphisis
6 minggu Bertambah kecil 50-60 gram 1-2 cm
8 minggu Sebesar normal 30 gram
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 95 dan Nanny, Vivian. 2012: 57)
b. Pengeluaran Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim yang keluar selama masa nifas yang
mengandung darah atau sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus.
Lokhea berbau amis/ anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita.
Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 73)
Pengeluaran lokhea terbagi menjadi:
a.Lokhea Rubra
Lokhea ini berwarna merah kehitaman yang keluar pada hari ke 1-3
pascapersalinan. Terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo,
sisa mekoneum, dan sisa darah.
b. Lokhea Sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir yang keluar pada hari
3-7 pascapersalinan.
c.Lokhea Serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan yang keluar pada hari ke 7-14
pascapersalinan. Terdiri dari serum, leukosit, dan robekan laserasi plasenta.
d. Lokhea Alba
Lokhea ini berwarna putih yang keluar pada 2-6 minggu pascapersalinan.
Terdiri dari leukosit, selaput lender serviks, dan serabut jaringan yang mati.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 98)
Bila pengeluaran lokhea tidak lancer, maka disebut lochiastasis. Jika lokhea tetap
berwarna merah setelah 2 minggu ada kemungkinan tertinggalnya sisa plasenta
atau involusi kurang sempurna. Umumnya jumlah pengeluaran lokhea lebih
sedikit bila wanita postpartum berada dalam posisi berbaring daripada berdiri
dikarenakan pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita berbaring dan
kemudian akan mengalir keluar saat berdiri.
(Nanny, Vivian. 2012: 59)
c. Perubahan Serviks
Serviks menjadi lembek segera setelah persalinan dikarenakan korpus uteri yang
berkontraksi sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga perbatasan antara
korpus dan serviks uteri berbentuk cincin.
Serviks berwarna merah kehitaman karena penuh dengan pembuluh darah. Oleh
karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks dapat sembuh. Namun
ostium eksternum tidak dapat kembali lagi pada keadaan sebelum hamil.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 98)
Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup
kembali pada minggu ke-6 postpartum.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 73)
d. Vulva dan vagina

Setelah 3 minggu pasca persalinan vulva dan vagina kembali pada keadaan
sebelum hamil.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 77-78)

e. Perineum

Segera setelah persalinan perineum menjadi kendur. Pada hari ke 5 postpartum


perineum sudah mendapatkan kembali tonus ototnya.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 78)

2. Perubahan Sistem Pencernaan


a. Nafsu makan
Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali
normal. Meskipun kadar progesterone menurun setelah melahirkan, asupan
makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari.
b. Motilitas
Penurunan tonus dan motilitas otot traktus digestivus menetap dalam waktu yang
singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesic dan anastesi dapat memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
c. Pengosongan usus
Ibu sering mengalami konstipasi pascapersalinan. Hal ini dikarenakan tonus otot
usus mengalami penurunan selama proses persalinan dan awal masa
pascapersalinan maupun adanya laserasi jalan lahir. System pencernaan pada masa
nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 99-100)
3. Perubahan Sistem Perkemihan
a. Hemostasis internal
Beberapa hal yang berhubungan dengan cairan tubuh antara lain adalah edema
dan dehidrasi. Edema terjadi karena adanya penimbunan cairan dalam jaringan
akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh, sedangkan dehidrasi terjadi
karena volume cairan tubuh yang keluar berlebihan tidak diganti.
b. Keseimbangan asam basa tubuh
Batas normal pH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Lebih dari itu disebut alkalosis
dan jika kurang dari itu disebut asidosis.
c. Pengeluaran sisa metabolisme
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin pada masa
postpartum menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg. Bila
pascapersalinan ibu tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, dapat segera
dipasang dower kateter selama 24 jam.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 101-102)
4. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
a. Dinding perut dan peritoneum
Dinding perut akan longgar pascapersalinan dan pulih kembali dalam 6 minggu.
b. Kulit abdomen
Otot-otot dari dinding abdomen dapat kembali normal kembali dalam beberapa
minggu pascapersalinan dengan latihan postnatal.
c. Striae
Tingkat diastasis muskulus rektus abdominis pada ibu postpartum dapat dikaji
melalui keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat
membantu menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi normal.
d. Perubahan ligament
Setelah janin lahir, ligament-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang
meregang saat kehamilan dan persalinan berangsur menciut kembali seperti
keadaan sebelum hamil.
e. Simpisis pubis
Dapat terjadi pemisahan simpisis pubis pada ibu postpartum yang menyebabkan
morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simpisis pubis adalah: nyeri tekan,
atau nyeri saat bergerak. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa minggu
atau beberapa bulan pascapersalinan, namun ada juga yang menetap.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 103-105)
5. Perubahan Sistem Endokrin
a. Hormone plasenta
Hormone plasenta (HCG) menurun setelah plasenta terlahir, sehingga
menyebabkan kadar gula darah menurun pada ibu postpartum.
b. Hormone pituitary
Hormone pituitary terdiri dari hormone prolaktin, FSH, dan LH. Hormon
prolaktin meningkat dengan cepat pada ibu pascapersalinan dan akan menurun
dalam 2 minggu pada ibu yang tidak segera menyusui bayinya. Hormone
prolaktin berfungsi sebagai perangsang produksi susu dan pembesaran
payudara.
c. Hipotalamik pituitary ovarium
Hormone ini akan mempengaruhi lamanya mendapat menstruasi pada ibu yang
menyusui maupun tidak menyusui. Kebanyakan pada wanita menyusui akan
mendapatkan menstruasi pada 12 minggu pascapersalinan.
d. Hormone oksitosin
Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga
dapat membantu involusi uteri.
e. Hormone estrogen dan progesterone
Tingginya kadar hormone esterogen pascapersalinan dapat menyebabkan
peningkatan ADH yang dapat meningkatkan volume darah, sedangkan hormone
progesterone mempengaruhi otot halus yang mengurangi rangsangan dan
peningkatan pembuluh darah sehingga mempengaruhi saluran kemih, ginjal,
usus, dasar panggul, dinding vena, perineum, vulva, serta vagina.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 109-111)

6. Perubahan Tanda-tanda Vital


a. Suhu badan
Suhu tubuh ibu pascapersalinan dapat naik ± 0,5ºC dari keadaan normal
dikarenakan kelelahan saat persalinan dan dehidrasi. Kurang lebih pada hari ke-
4 postpartum, suhu badan akan naik lagi akibat produksi ASI. Apabila kenaikan
suhu tubuh ibu diatas 38ºC, waspada infeksi postpartum.
b. Nadi
Bradikardi dapat terjadi pada masa postpartum. Jika melebihi 100x/menit,
waspada infeksi postpartum.
c. Tekanan darah
Normalnya, tekanan darah pada ibu postpartum tidak berubah. Tekanan darah
yang rendah biasanya diakibatkan oleh terjadinya perdarahan postpartum dan
tekanan darah yang tinggi biasanya merupakan tanda preeclampsia postpartum.
d. Pernafasan
Pernafasan pada ibu postpartum biasanya lambat atau normal dikarenakan ibu
dalam masa pemulihan. Bila pernafasan pada masa postpartum menjadi lebih
cepat, kemungkinan syok.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 111-112)
7. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Pada pascapersalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba sehingga volume darah ibu
relative akan bertambah. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan
timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti semula.
Umumnya hal ini akan terjadi pada hari ketiga sama kelima postpartum.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 113)
8. Perubahan Sistem Hematologi
Pada awal postpartum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat bervariasi
yang disebabkan oleh volume darah, volume plasenta, dan tingkat volume darah yang
bergantung pada status gizi ibu. Jumlah kehilangan darah pada minggu pertama
postpartum berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 114)
9. Perubahan Psikologis Masa Nifas
Menurut Teori Reva Rubin, fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas
antara lain:
1. Fase Taking-In
 Disebut juga fase dependen yaitu periode ketergantungan.
 Terjadi pada hari 1-2 pascapersalinan.
 Fokus ibu terhadap dirinya sendiri.
 Ketidaknyamanan yang sering dirasakan adalah mules, nyeri luka
jahitan, kurang tidur, dan kelelahan.
 Perlu diperhatikan untuk istirahat cukup, komunikasi yang baik,
dan asupan nutrisi pada fase ini.
 Gangguan psikologis yang dapat dialami ibu adalah kekecewaan
pada bayinya, ketidaknyamanan fisik, rasa bersalah karena belum bisa
menyusui bayinya.
2. Fase Taking Hold
 Disebut juga fase dependen-independen.
 Terjadi pada hari 3-10 pascapersalinan.
 Ibu khawatir tidak bisa bertanggungjawab terhadap bayinya.
 Ibu lebih sensitive sehingga lebih mudah tersinggung.
 Perlunya dukungan moral dari orang-orang di sekitar.
3. Fase Letting Go
 Disebut juga fase interdependen.
 Berlangsung pada hari ke-10 pascapersalinan.
 Ibu sudah dapat menyesuaikan diri dengan bayinya, merasa percaya
diri akan peran barunya, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya
dan bayinya.
 Kebutuhan istirahat maish diperlukan untuk menjaga kondisi fisik
ibu.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 116-117)

2.2
2.3 Konsep Sectio Caesaria
I. Definisi Sectio Caesaria
Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat badan diatas
500 g, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact).
(Prawirohardjo, Sarwono. 2009: 536)
Seksio sesarea merupakan suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin diatas 500 gram.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2011: 133)
Seksio sesarea didefinisikan sebagai pelahiran janin melalui insisi di dinding abdomen
(laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi).
(Gant, Norman F. 2010: 466)
Seksio sesarea adalah pelahiran janin melalui insisi yang dibuat pada dinding abdomen
dan uterus. Tindakan ini dipertimbangkan sebagai pembedahan abdomen mayor.
(Reeder, Martin, dkk. 2011: 461)
II. INDIKASI SEKSIO SESAREA

Indikasi ibu :
 Disproporsi kepala panggul/CPD/FPD
 Disfungsi uterus
 Distosia jaringan lunak
 Plasenta previa

(Saifudin, Abdul Bari, 2009 : 536-537)


 Panggul sempit absolut
 Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi.
 Stenosis serviks/vagina
 Ruptur uteri membakat

(Wiknjosastro, Hanifa. 2011 : 133-134)


Indikasi janin:
 Janin besar
 Gawat janin
 Letak lintang

(Saifudin, Abdul Bari, 2009 : 536-537)

Indikasi relatif:
 Rupture Riwayat SC sebelumnya
 Presentasi bokong
 Distosia bahu
 Fetal distress
 PEB, penyakit kardio vaskuler, diabetes
 Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
 Gemeli
(Rasjidi, Imam. 2009:88)
Indikasi sosial :
 Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
 Wanita yang ingin SC karena takut bayinya cedera atau asfiksia selama persalinan
 Wanita yang takut terjadi perubahan pada tubuhnya.

(Rasjidi, Imam. 2009:89)


III. KONTRAINDIKASI
Pada umumnya seksio sesarea tidak dilakukan pada :
 Janin mati
 Syok, anemia berat, sebelum dilatasi
 Kelainan kongenital berat
(Wiknjosastro, Hanifa. 2011 : 133-134)
 Infeksi piogenik pada dinding abdomen
 Minimnya fasilitas operasi seksio sesarea

(Rasjidi, Imam. 2009:89)


IV. JENIS-JENIS TEKNIK SC
1. Seksio sesarea klasik : pembedahan secara sanger
2. Seksio sesarea transperitonetal profunda
3. Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi
4. Seksio sesarea ekstraperitoneal
5. Seksio sesarea vaginal

(Wiknjosastro, Hanifa. 2011 : 133-134)


V. KOMPLIKASI

Komplikasi utama adalah kerusakan organ-organ seperti vesika urinaria dan uterus saat
dilangsungkannya operasi, komplikasi anastesi, perdarahan, infeksi dan tromboemboli.
Kematian ibu lebih besar pada SC daripada persalinan pervaginam.takipneu sesaat setelah
bayi lahir lebih sering terjadi pada persalinan SC. Resiko jangka panjang yang dapat
terjadi adalah plasenta previa, plasenta akreta dan rupture uteri.
(Rasjidi, Imam. 2009:89)
VI. PENATALAKSANAAN

Perawatan pasca bedah :


1. Periksa tekanan darah, frekuensi nadi dan pernafasan, ukur jumlah urin yang
tertampung di urin bag. Periksa/ukur jumlah perdarahan selama operasi.
2. Buat laporan operasi dan cantumkan hasil pemeriksaan di atas pada lembar
laporan.
3. Intruksi untuk perawatan :
- Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas
- Jadwal pengukuran jumlah produksi urin

(Saifudin, Abdul Bari, 2009 : 536-537)


Perawatan pasca operasi :
1. Ruang pemulihan

Saat pasien sadar dari anastesi umum atau saat efek anastesi regional mulai hilang,
dan bila pasien sudah sadar penuh serta perdarahan minimal, ia sudah dapat masuk re
ruang perawatan.
(Rasjidi, Imam. 2009:150)
2. Pemberian cairan intravena

Kebutuhan cairan intravena dan setelah seksio sesarea dapat sangat bervariasi.
Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan, perdarahan yang
tersembunyi di dalam uterus setelah penutupannya atau keduanya, sering
menyebabkan perkiraan kehilangan darah menjadi lebih rendah dari sebenarnya.
(Rasjidi, Imam. 2009:150)
3. Prosedur ruang perawatan
 Monitor tanda-tanda vital
 Pemberian analgesik
 Terapi cairan dan makanan
 Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
 Ambulasi
 Perawatan luka
 Pemeriksaan laboratorium
 Menyusui

(Rasjidi, Imam. 2009:151)


4. Tanda-tanda vital

Setelah memulihan dari anastesi, observasi harus dilanjutkan tiap setengah jam selama
2 jam pertama dan tiap jam selama minimal 4 jam. Tanda vital yang harus dievaluasi
adalah :
 Tekanan darah
 Nadi
 Jumlah urin
 Jumlah perdarahan
 Status fundus uteri
 Suhu tubuh

(Rasjidi, Imam. 2009:151)


5. Perawatan fungsi vesika urinaria dan usus

Kateter vesika urinaria umumnya dapat dilepas dalam waktu 12 jam setelah operasi
atau keesokan pagi setelah pembedahan. Kemampuan pasien mengosongkan vesika
urinaria sebelum terjadi distensi berlebihan harus dipantau seperti pada persalinan
pervaginam. Makanan dapat diberikan >8 jam, bila tidak ada komplikasi
(Rasjidi, Imam. 2009:152)
6. Ambulasi
Pada sebagian besar kasus, satu hari setelah pembedahan pasien dapat turun sebentar
dari tempat tidur dengan bantuan, paling sedikit dua kali. Waktu ambulasi diatur agar
analgesic yang baru diberikan dapat mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua pasien
dapat berjalan dengan bantuan. Dengan ambulasi dini, thrombosis vena dan emboli
paru jarang terjadi.
(Rasjidi, Imam. 2009:153)
7. Menyusui

Menyusui dapat dilakukan pada hari pascaoperasi seksio sesarea. Apabila pasien
memutuskan untuk tidak menyusui, dapat diberikan bebat untuk menopang payudara
tanpa terlalu menekan dan biasanya dapat mengurangi rasa nyeri.
(Rasjidi, Imam. 2009:154)

2.4
2.5 Konsep Manajemen Kebidanan pada Nifas Normal Pasca SC
I. PENGKAJIAN
A. Data Subjektif
a. Biodata: Meliputi nama, umur, tanggal, dan tempat lahir, dan latar belakang
keluarga untuk mengetahui keadaan pasien dan menentukan pemberian perawatan
yang tepat bagi pasien.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2009. 124)
b. Keluhan Utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui perkembangan keadaan ibu selama post
SC dan menentukan tindakan yang tepat yang harus dilakukan oleh petugas
kesehatan.

c. Riwayat Menstruasi
Data ini memang tidak secara langsung berhubungan dengan masa nifas, namun dari
data ini, bidan akan mempunyai gambaran tentang keadaan dasar organ reproduksi
ibu.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 112)
d. Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan KB yang lalu
Keadaan kehamilan, persalinan, nifas, perencanaan keluarga yang lalu dapat
mempengaruhi keadaan nifas sekarang. Petugas dapat mengetahui keadaan klien
lebih menyeluruh dan menghubungkan keadaan nifas sekarang dengan riwayat nifas
yang lalu sehingga membantu memilih tindakan yang tepat untuk penanganan masa
nifas klien yang sekarang.
e. Riwayat persalinan sekarang
Persalinan pervaginam normal, persalinan pervaginam dengan penyulit, persalinan
dengan tindakan, atau anjuran, mempengaruhi keadaan postpartum klien dan
pemberian perawatan yang sesuai bagi klien.
f. Riwayat kesehatan
Data dari riwayat kesehatan tersebut dapat digunakan sebagai peringatan akan adanya
penyulit nifas. Adanya gangguam fisik serta fisiologis pada masa nifas yang
melibatkan seluruh system dalam tubuh akan mempengaruhi organ yang mengalami
gangguan.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 113)
g. Riwayat penyakit keturunan dan menular dalam keluarga
Kaji apakah di dalam silsilah keluarga klien mempunyai penyakit keturunan,
misalnya DM, asma, dan penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, dan HIV/AIDS.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 148)
h. Status perkawinan
Hal ini penting untuk dikaji karena dari data ini bidan akan mendapatkan gambaran
mengenai suasana rumah tangga pasangan. (Sulistyawati, Ari. 2009: 114)
i. Pola Makan dan Minum
Bidan dapat menggali informasi dari pasien tentang makanan yang disukai dan tidak
disukai serta seberapa banyak ia mengkonsumsinya sehingga jika bidan memperoleh
kesenjangan (yang tidak sesuai standar pemenuhan kebutuhan gizi) maka bidan dapat
member klarifikasi dalam pemberian pendidikan kesehatan mengenai gizi ibu
postpartum. Pertanyaan yang perlu ditanyakan bidan kepada pasien meliputi menu,
frekuensi, banyaknya, dan pantangan yang dipercayainya.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 114)
j. Pola minum
Pada masa nifas, intake cairan sangat dibutuhkan dalam jumlah yang cukup.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 115)
k. Pola Aktivitas Sehari-hari
Ini penting untuk mengetahui seberapa berat aktivitas yang dilakukan pasien selama
di rumah. Jika memang kegiatannya dapat menyebabkan kesulitan postpartum, maka
bidan dapat memberikan peringatan seawal mungkin untuk membatasi kegiatannya.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 116)
l. Personal hygiene
Ini penting untuk diketahui karena hal ini mempengaruhi kesehatan pasien dan
bayinya.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 116)
m. Aktivitas seksual
Meski hal ini cukup privasi bagi klien, namun bidan harus tetap menanyakan karena
pada beberapa kasus, klien merasa terganggu pada aktivitas seksual selama masa
nifas namun ia tidak tahu harus berkonsultasi kemana. Sehingga jika bidan
menemukan data-data mengenai frekuensi dan gangguan pada aktivitas seksual
pasien, bidan dapat membantu pasien untuk mengatasi permasalahannya dengan
konseling.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 118)
n. Keadaan lingkungan
Keadaan lingkungan sangat mempengaruhi status kesehatan keluarga. Yang harus
digali bidan adalah fasilitas MCK, letak tempat tinggal, adanya polusi udara dan
keadaan kamar.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 119)
o. Pengetahuan ibu tentang perawatan bayi
Data ini dapat diperoleh dari beberapa pertanyaan yang diajukan bidan kepada pasien
mengenai perawatan bayi. Biasanya pasien akan langsung mengajukan pertanyaan
dan pada kesempatan itu bidan bisa memberikan pendidikan kesehatan.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 120)
p. Adat istiadat/ kepercayaan setempat
Hal penting yang biasanya dianut keluarga yang berkaitan dengan masa nifas adalah
menu makanan untuk ibu, misalnya pantang makan daging, ikan, telur, dan goreng-
gorengan karena dipercaya dapat menghambat penyembuhan luka persalinan dan
membuat ASI menjadi amis. Adat ini jelas merugikan ibu karena ibu membutuhkan
cukup protein untuk menyembuhkan luka-luka pascapersalinan dan memperbanyak
volume ASI untuk menyusui bayinya.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 121)
B. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
 Kesadaran: Untuk mengkaji derajat kesadaran klien, lakukan penilaian dari
keadaan composmentis (keadaan maksimal) sampai dengan coma (tidak dalam
keadaan sadar).
(Sulistyawati, Ari. 2009: 122)
 Keluhan pasien: Perhatikan keluhan pasien sampai 2 jam postpartum. Jika
pasien mengeluh lemah, berkeringat dingin, menggigil, awasi keadaan pasien
karena keluhan tersebut merupakan tanda gejala perdarahan pascapersalinan.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2009: 173)
b. Pemeriksaan Khusus
Tanda Vital:
a. Suhu: Suhu tubuh ibu pascapersalinan dapat naik ± 0,5ºC dari keadaan
normal dikarenakan kelelahan saat persalinan dan dehidrasi.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 111)
Dalam 24 jam postpartum, suhu badan ibu akan naik sedikit (37,5oC –
38oC).
(Sulistyawati, Ari. 2009: 80)
b. Nadi : Bradikardi dapat terjadi pada masa postpartum.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 112)
Denyut nadi normal dewasa adalah 60-80x/menit. Namun pada
pascapersalinan biasanya akan lebih cepat.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 81)
c. Tekanan darah: Normalnya, tekanan darah pada ibu postpartum tidak
berubah.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 112)
d. Pernafasan: Pernafasan pada ibu postpartum biasanya lambat atau normal
dikarenakan ibu dalam masa pemulihan.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 112)
Pernafasan selalu berhubungan dengan suhu dan denyut nadi. Jika denyut nadi
dan suhu tidak normal, maka pernafasan akan mengikuti.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 81)
Pemeriksaan fisik
e. Payudara:
Bentuk: Payudara akan menjadi lebih besar, lebih kencang dan mula-mula lebih
nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya
laktasi.
(www.library.upvnj.ac.id. 2014)
Putting susu: Putting susu pada ibu nifas biasanya menonjol dan mengeluarkan
cairan ASI.
f. AbdomenLuka insisi: Insisi pada kulit diperiksa secara teratur untuk
memeriksa apakah ada hematoma, perdarahan, atau infeksi.
(Reeder, Martin, dkk. 2011: 474)
g. Uterus:
TFU: Untuk mengetahui proses involusi uterus dapat dilakukan pengukuran
tinggi fundus uteri. Perubahan tinggi fundus uteri berhubungan erat dengan
perubahan miometrium yang bersifat proteolisis.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 74)
Dalam 6 hari pascapersalinan, pastikan involusi uterus berjalan normal; uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak
ada bau.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2009: 123)
Kontraksi uterus: Biasanya balutan pada abdomen tidak tebal sehingga petugas
kesehatan dapat melakukan palpasi pada fundus pasien untuk melihat apakah
kontraksinya baik.
(Reeder, Martin, dkk. 2011: 474)
Ukuran kandung kemih: Kandung kemih yang penuh dapat mengganggu
involusi uterus. Pengosongan kandung kemih dapat membantu terjadinya
kontraksi.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2010: 358)
Biasanya pada ibu post SC terpasang kateter retensi selama 12-24 jam. Kateter
retensi tersebut harus dipantau untuk melihat apakah urine mengalir tanpa
hambatan.
(Reeder, Martin, dkk. 2011: 474)
h. Vulva/ perineum
Pengeluaran lokhia: Beberapa wanita memiliki jumlah lokhia yang lebih sedikit
setelah kelahiran per seksio sesarea karena teknik operasi yang digunakan
dalam mengeluarkan plasenta dan mempertahankan hemostatis.
(Reeder, Martin, dkk. 2011: 474)
c. Pemeriksaan Penunjang
Kadar Hb dan Hematokrit: Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada
kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan Hmt dan Hb pada hari ke-3 sampai
hari ke-7 postpartum.
(Sulistyawati, Ari. 2009: 83)
II. INTERPRETASI DATA DASAR
Diagnosa : P… post SC hari ke-…
DS :
Ibu mengatakan telah melahirkan anaknya dengan operasi caesarea pada tanggal
….. jam ….WIB
Do :
Keadaan umum : baik sampai dengan lemah
Kesadaran : composmentis sampai koma
TTV
TD : normal (110/60 – 120/80 mmHg)
N : normal (70 – 90 kali/menit)
RR : normal (16 – 24 kali/menit)
Suhu : normal (36,5 - 37,5 C)
o o

Payudara : keluarnya colostrum serta keadaan putting susu yang menonjol


sangat penting untuk persiapan menyusui bayinya.
Abdomen : terdapat luka luka bekas operasi, adanya tanda-tanda infeksi
seperti tumor, dolor, kalor, rubor harus segera mendapatkan
penanganan dan tindakan khusus agar tidak berlanjut menjadi
sepsis, penurunan TFU normalnya 1 jari 1 hari jika tidak sesuai
menandakan adanya sub involusi.
Genetalia : pengeluaran lochea tidak sesuai dengan hari dan adanya tanda-
tanda infeksi akan mempengaruhi involusi uteri dan dapat
mnyebabkan infeksi puerpuralis
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
kerusakan organ-organ seperti vesika urinaria dan uterus saat dilangsungkannya operasi,
komplikasi anastesi, perdarahan, infeksi dan tromboemboli.
(Rasjidi, Imam. 2009:89)
IV. IDENTIFIKASI DAN MENETAPKAN KEBUTUHAN SEGERA
Kolaborasi dengan dokter S.POG

V. INTERVENSI

NO. DX / MASALAH / INTERVENSI RASIONAL


KEBUTUHAN
1. Dx: P… post SC Tujuan :
hari ke… Masa nifas berlangsung normal
tanpa ada komplikasi.
Kriteria hasil :
 TTV dalam batas normal.
- 100/60 – 140/80mmHg
- ND : 80 – 100 x/mnt
- S : 36,5 – 37,5 oC
- RR : 16 – 20 x/mnt
 Tidak terjadi infeksi pada
luka bekas operasi
 Lochea keluar sesuai dengan
masa nifas.
 Kontraksi uterus baik.
 TFU
- bayi lahir : setinggi pusat
- Plasenta lahir : 2 jari
bawah pusat
- 1 mgg post partum :
antara pusat dan sympisis
1. Semua ibu postpartum
- 2 mmg post partum : tidak
memerlukan pengamatan
teraba diatas sympisis
yang cermat dan
- 6 mgg post partum :
penilaian dalam awal
bertambah kecil
masa nifas, salah
- 8 mgg post partum :
pengamatan yang perlu
sebesar normal
dilakukan adalah
observasi KU dan TTV
(Maryunani,
Interfensi : Anik.2009:122)
1. Lakukan Observasi TTV dan
2. TFU merupakan salah
keadaan umum.
satu indikator untuk
mengetahui infolusi
berlangsung normal
atrau tidak. Observasi
kontraksi uterus dapat
mengetahui apakah
kontraksi uterus baik
atau tidak. Lokea dapat
dijadikan indikator

2. Lakukan Observasi TFU dan adanya infeksi yang di

UC, Perdarahan, lochea. sebabkan infolusi yang


kurang baik.

3. Mengetahui keadaan
dirinya membuat
psikologi ibu lebih
tenang dan terhindar dari
rasa cemas.

4. Pasien post partum perlu


mengetahui tanda bahaya
pada masa nifas seperti
perdarahan yang banyak
dan berbau busuk, dll.
3. Beritahukan hasil Agar jika terjadi keadaan
pemeriksaan. demikian pasien segera
menuju ke RS/ Bidan
terdekat.

5. Mobilisasi membuat
4. Beritahu ibu tanda bahaya aliran darah lancar
masa nifas. sehingga mempercepat
pulih nya kondisi ibu.

6. Protein memiliki peran


utama dalam fungsi
sistem imun. Protein
sangat penting untuk
pembelahan sel dan
penyembuan luka.

7. Nyeri merupakan
5. Anjurkan ibu mobilisasi dini.
pengalaman sensori yang
tidak menyenangkan
yang munculnya
berkaitan dengan
rangsangan reseptor
nyeri yang merupakan
6. Anjurkan ibu mengkonsumsi
ujung-ujung saraf yang
makanan yang mengandung
memiliki myelin yang
protein tinggi.
terbesar pada kulit dan
mukosa.

(Maryunani, Anik. 2010:5-8)


7. Jelaskan pada ibu bahwa nyeri
8. Metode relaksasi
luka operasi merupakan hal
berfokus pada
yang fisiologis.
pengontrolan pernapasan
Inhalasi – melalui
hidung dan terjadi
relaksasi bahu dan
Ekshalasi melalui mulut,
sambil mengeluarkan
semua tekanan dalam
tubuh.
(Maryunani, Anik. 2010:97)
9. Keadaan luka yang
8. Ajarkan ibu cara mengurangi basah memicu terjadinya
rasa nyeri dengan tehnik infeksi dan
relaksasi. memperlambat proses
penyembuhan luka.

10. Payudara menjadi bersih,


puting susu menjadi
lebih elastis sehingga
saat dihisap oleh anak,
mengurangi resiko
terjadinya lecet pada

9. Anjurkan ibu unntuk menjaga puting susu.

luka tetap kering. 11. Dengan perawatan


payudara di rumah/ di
waktu luang maka
payudara ibu tetap
10. Ajarkan ibu cara terjaga kebersihannya.
perawatan payudara yang
12. Dokter berwenang dalam
benar.
memberikan terapi
lanjutan kepada pasien
sesuai dengan keadaan.

11. Anjurkan ibu untuk


melakukan perawatan
payudara di waktu luang.

12. Kolaborasi dengan dokter


SpOG untuk pemebrian
terapi.

VI. IMPLEMENTASI

Sesuai dengan intervensi yang dilakukan kepada klien.


VII. EVALUASI

Evaluasi sesuai dengan tindakan yang dilakukan menggunakan SOAP.


DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, Prawirohardjo. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBPSP.

Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Penerbit
ANDI.

Gant, Norman F, Cunningham, F Gary. Alih bahasa, Brahm U. Pendit. 2010. Dasar-dasar
Ginekologi dan Obstetri. Jakarta: EGC.

Sarwono Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP.

Sarwono Prawirohardjo. 2011. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: YBPSP.

Rasjidi, Imam. 2009. Manual Seksio Sesarea dan Laparotomi Kelainan Adneksa berdasarkan
Evidence Based. Jakarta: Sagung Seto.

Reeder, Martin, dkk. Alih bahasa, Yati Afiyanti. 2011. Keperawatan Maternitas Volume 2.
Jakarta: EGC.

Nugroho, Taufan.,dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3 Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nanny, Vivian. 2012. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai