Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN KASUS

SERVISITIS NON-SPESIFIK

Ketut Kris Adi Marta, dr. IGK Darmada, Sp.KK (K),


dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar

ABSTRAK

Servisitis Non-Spesifik adalah infeksi pada serviks dimana saat pemeriksaan sederhana
(gram dan sediaan basah) ditemukan leukosit polimorfonuklear >15/lpb dengan
pembesaran 400x atau >5pmn/lpb pada pembesaran 1000x, dimana tidak ditemukan
adanya diplokokus gram negatif, kandida, trikomonas. Patogen yang mendasari
kejadian servisitis non-spesifik adalah C. trachomatis karena bakteri ini tidak dapat
terdeteksi oleh pemeriksaan penunjang biasa seperti pengecatan gram atau sediaan
basah. Servisitis non-spesifik merupakan IMS (infeksi menular seksual) tersering
dilaporkan dan terbanyak menyerang remaja dan dewasa muda yaitu berkisar 10-40%.
Dilaporkan kasus seorang wanita berumur 27 tahun dengan diagnosis servisitis non-
spesifik. Gambaran klinis dengan keluhan berat badan yang menurun, keputihan kental
dan tidak berbau. Pada mukosa vagina dan serviks tampak eritema, edema, dan duh
tubuh encer. Pada pemeriksaan gram dari serviks dan vagina tampak leukosit 25-30/lpb.
Sediaan basah tidak didapatkan clue cell, kandida atau trikomonas vaginalis.
Pengobatan yang diberikan doksisiklin 2 x 100 mg/hari selama 7 hari. Prognosis pasien
ini baik.

Kata kunci: servisitis non-spesifik, RSUP Sanglah, C. trachomatis

ABSTRACT
Non - Specific cervicitis is an infection of the cervix where simple examination ( grams
and wet mount ) found polymorphonuclear leukocytes > 15/lpb with 400x
magnification or > 5pmn/lpb at 1000x magnification , with no evidence of gram-
negative diplococci , candida , trichomonas . The underlying pathogenic events of non -
specific cervicitis is C. trachomatis because these bacteria can not be detected by usual
workup such as Gram's staining or wet mount . Non-specific cervicitis is an STI (
sexually transmitted infections ) reported the most common and most attacking
teenagers and young adults that range from 10-40 % . Reported the case of a 27 -year -
old woman with a diagnosis of non - specific cervicitis . Clinical features with
complaints decreased weight , thick and odorless vaginal discharge . In the vaginal
mucosa and cervical erythema , edema , and discharge watery body . On examination of
the cervix and vagina gram looks leukocytes 25-30/lpb . Wet mount of clue cells are not
obtained , candida or trichomonas vaginalis . Doxycycline treatment given 2 x 100 mg /
day for 7 days . Patient's prognosis is good .

Keywords: servisitis non-spesifik, RSUP Sanglah, C. trachomatis

PENDAHULUAN
Servisitis sebuah sindrom dari inflamasi serviks uteri dan manifestasi yang biasa pada infeksi menular seksual (IMS) seperti Chlamydia
trachomatis, dan Neisseria gonorrhea. Servisitis Non-Spesifik adalah infeksi pada serviks dimana saat pemeriksaan sederhana (gram dan sediaan
basah) ditemukan leukosit polimorfonuklear >15/lpb dengan pembesaran 400x atau >5pmn/lpb pada pembesaran 1000x, dimana tidak ditemukan
adanya diplokokus gram negatif, kandida, trikomonas. Diketahui bahwa patogen yang mendasari kejadian servisitis non-spesifik adalah C. trachomatis
karena bakteri ini tidak dapat terdeteksi oleh pemeriksaan penunjang biasa seperti pengecatan gram atau sediaan basah. Servisitis non-spesifik
merupakan IMS (infeksi menular seksual) tersering dilaporkan dan terbanyak menyerang remaja dan dewasa muda yaitu berkisar 10-40%. Kota-kota
besar di Indonesia seperti Jakarta dan Medan dilaporkan memiliki prevalensi kejadian servisitis non-spesifik yang cukup tinggi yaitu berturut-turut
35,48% dan 45% dari jumlah kasus IMS. Gejala servisitis non-spesifik dapat bermanifestasi asimptomatik sehingga perlu adanya pemeriksaan rutin
wanita dengan resiko tinggi terinfeksi C. trachomatis. Kesadaran yang rendah dari wanita dengan resiko tinggi tersebut akan mengarahkan pada
komplikasi servisitis non-spesifik yang lebih parah seperti penyakit radang panggul, infertilitas, kehamilan ektopik, infeksi perinatal, dan bahkan
kanker serviks . Laporan ini mempresentasikan kasus servisitis non-spesifik.1,2,3

LAPORAN KASUS
Seorang wanita berumur 27 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Sanglah dengan no. RM 1303025 pada tanggal 19 November 2013 diantar petugas
instalasi VCT . Pasien datang dengan keluhan berat badan yang menurun, keputihan dan
nyeri buang air kecil sejak 3 bulan yang lalu. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama
berupa keputihan sejak 3 bulan yang lalu, kental dan tidak berbau. Tidak ditemukan
riwayat gatal. Terdapat nyeri saat kencing sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat pengobatan
terdahulu pasien diberi obat intra vagina saat berkunjung ke dokter umum.
Tidak ada riwayat alergi baik obat maupun makanan. Tidak ditemukan penyakit
penyerta. Riwayat operasi dan tranfusi tidak ditemukan. Riwayat penyakit dalam
keluarga disangkal. Tidak terdapat erosi pada mukosa. Pada rambut tidak terjadi
alopesia. Tidak terdapat kelainan pada kuku. Pada penilaian fungsi kelenjar keringat
tidak ditemukan hiperhidrosis maupun anhidrosis. Pembesaran kelenjar limfe dan
penebalan saraf negatif. Status internus pasien dalam batas normal.
Pada kasus, status venerologi lokalisasi kelainan pada mukosa vagina dan
serviks. Pada eflorisensi terlihat eritema, edema dan duh tubuh encer pada mukosa
serviks. Diagnosis banding adalah servisitis karena N. gonorroheae, servisitis karena T.
vaginalis dan kandidiasis vaginalis. Pemeriksaan gram pada mukosa servik dan vagina
menunjukan jumlah leukosit 25-30/lpb, tidak ditemukan diplokokus gram negatif.
Sediaan basah didapatkan clue cell, kandida dan trikomonas negatif. Pemeriksaan
larutan KOH 10% didapatkan kandida dan trikomonas negatif. Diagnosa kerja adalah
Servisitis Non Spesifik. Penatalaksaan diberikan doksisiklin kapsul 2x100mg/hari
selama 7 hari. KIE adalah kontrol poliklinik setelah obat dihabiskan dan membawa
pasangan seksnya untuk diperiksa dan diobati. Prognosis pasien baik.

DISKUSI
Servisitis Non-Spesifik adalah infeksi pada serviks dimana saat pemeriksaan
sederhana (gram dan sediaan basah) ditemukan leukosit polimorfonuklear >15/lpb
dengan pembesaran 400x atau >5pmn/lpb pada pembesaran 1000x, dimana tidak
ditemukan adanya diplokokus gram negatif, kandida, trikomonas. Patogen yang
mendasari kejadian servisitis non-spesifik adalah C. trachomatis karena bakteri ini tidak
dapat terdeteksi oleh pemeriksaan penunjang biasa seperti pengecatan gram atau
sediaan basah.4
Gambaran klinis subjektif pasien servisitis non-spesifik bermanifestasi asimptomatik dan simptomatik. Simptomatik, terdapat vaginal
discharge yang abnormal dan atau pendarahan vagina yang abnormal. Gambaran klinis objektif pada pemeriksaan fisik, terlihat eksudat ostium serviks
uteri purulen cair pada kanal ostium serviks uteri atau pada spesimen hapusan endoseviks. Didapatkan juga pendarahan serviks uteri diakibatkan
friabilitas yang meningkat. Gejala yang paling sering muncul pada servisitis non-spesifik adalah mudahnya terjadi pendarahan pada ostium serviks
uteri dan memiliki sensitivitas yang tinggi dalam penegakkan diagnosis.3,6
Pada kasus, berupa keputihan sejak 3 bulan yang lalu, kental dan tidak berbau. Terdapat nyeri saat kencing sejak 3 bulan. Riwayat
pengobatan terdahulu pasien diberi obat intra vagina saat berkunjung ke dokter umum. Status internus pasien dalam batas normal. status venerologi
lokalisasi kelainan pada mukosa vagina dan serviks. Pada eflorisensi terlihat eritema, edema dan duh tubuh encer pada mukosa serviks. Diagnosis
banding adalah servisitis karena N. gonorroheae, servisitis karena T. vaginalis dan kandidiasis vaginalis. Pemeriksaan gram pada mukosa servik dan
vagina menunjukan jumlah leukosit 25-30/lpb. Kasus sesuai dengan gambaran klinis servisitis non-spesifik.

Diagnosis banding dengan servisitis karena N. gonorrhoeae, servisitis


karena T. vaginalis dan kandidiasis vaginalis karena hal sebagai berikut :
1. Servisitis karena N. gonorrhoeae adalah servisitis yang disebabkan oleh infeksi N.
gonorrhoeae dan memiliki gejala khas eksudat mukopurulen kental pada serviks
uteri dan dapat terdeteksi oleh pengecatan gram.
2. Servisitis karena T. vaginalis adalah servisitis yang disebabkan oleh infeksi T.
vaginalis dan memiliki gejala khas yaitu penampakan “serviks stroberi” atau
makularis kolpitis yang disebabkan oleh inflamasi erosif pada ektoserviks.
3. Kandidiasis vaginalis adalah infeksi jamur pada vagina yang memiliki gejala seperti
keputihan yang menggumpal seperti keju dengan rasa nyeri dan gatal.
Di Negara berkembang yang memiliki sarana pemeriksaan penunjang yang terbatas, dapat dilakukan diagnosis dengan hanya melihat
gejala klinis dan hasil pemeriksaan sediaan apus duh tubuh serviks dan vagina sebagai indikator visual agar mendapat penanganan lebih dini. Gejala
klinis yang ditemukan pada servisitis non-spesifik berupa sekret endoserviks mukopurulen dan serviks yang mudah berdarah (rapuh). Hasil
pemeriksaan sediaan duh tubuh serviks dan vagina dengan pengecatan gram pada wanita dengan servisitis non-spesifik didapatkan peningkatan jumlah
leukosit PMN menjadi lebih dari 15/lpb.3

Pada kasus, pemeriksaan penunjang adalah pengecatan gram, sediaan basah dan
pemeriksaan KOH. Hasil pengecatan terlihat peingkatan jumlah leukosit yaitu 25-30/lpb
(serviks) dan 25-35/lpb (vagina). Patogen tidak teridentifikasi baik pada pengecatan
gram, sediaan basah maupun dengan larutan KOH 10%. Hal ini dikarenakan modalitas
pemeriksaan penunjang yang memiliki sensitivitas rendah. NAAT dan kultur sel
memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengecatan gram, sediaan
basah maupun larutan KOH 10%. Karena pada pemeriksaan penunjang tidak ada
patogen yang teridentifikasi maka diagnosis sementara adalah servisitis non-spesifik.
Pengobatan empiris untuk infeksi klamidia selama menunggu hasil NAAT
adalah ceftriaxone 250 mg im x 1 ditambah dengan antimikrobial kedua yaitu
azitromisin 1 g po x 1 atau doksisiklin 100 mg 2 kali sehari po x 7 hari. Pengobatan
untuk suspek infeksi Chlamydia trachomatis adalah azitromisin 1.0 g po dosis tunggal
atau doksisiklin 100 mg 2 kai sehari po untuk 7 hari sebagai rekomendasi. Mekanisme
kerja doksisiklin adalah dengan memperlambat pertumbuhan bakteri yang sensitif
dengan mengganggu produksi protein yang diperlukan bagi pertumbuhan bakteri.
Dengan pertumbuhan bakteri yang lambat selanjutnya mekanisme pertahanan badan
(seperti sel darah putih ) akan memusnahkan bakteri tersebut. Efek samping yang sering
terjadi dalam penggunaan Doksisiklin adalah mual muntah, diare, dysphagia, iritasi
esofagus, anoreksia , flushing dan tinnitus.3,4,6
Pada kasus, pemberian doksisiklin 2 x 100 mg/hari selama 7 hari sudah tepat.
Pemberian terapi ini sesuai dengan penatalaksaan infeksi servisitis non-spesifik yang
dikarenakan infeksi C. trachomatis. Prognosis adalah baik dengan pengobatan sesuai
dengan patogen yang menjadi kausa secara tepat dan cepat. KIE yang diberikan adalah
kontrol poliklinik setelah obat habis dan membawa pasangan seksnya untuk diperiksa
dan diobati. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa pasangan pasien
juga harus diberkan terapi karena memiliki resiko yang besar untuk tertular.

DAFTAR PUSTAKA
1. Pollett Simon, Calderon Martha, Heitzinger Kristen,Solari
Vicky,Montano M Silvia,Zunt Joseph. Prevalence and predictors
of cervicitis in female sex workers in Peru: am observational
study. BMC Infectious Disease. Callao, Peru. 2013. 13:195.
2. Marrazzo M Jeanne, Martin H David. Management of Women
with Cervicitis. Clinical Infectious Disease. Seattle. 2007.
44:S102-10.
3. Wahyudi T Danang, Pusponegoro HD Erdina, Daili F syaiful.
Sensitivitas dan Spesifisitas Pendekatan Sindrom dan Jumlah Sel
Polimorfonuklear (PMN) pada Infeksi Chlamydia Trachomatis
Genital Wanita Dibandingkan dengan Hasil Pemeriksaan
Polymerase Chain Reaction (PCR). Departemen IK. Kulit dan
Kelamin FK Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo. Jakarta.
4. Darville Toni, Hiltke J Thomas. Patogenesis of Genital Tract
Disease Due to Chlamydia trachomatis. The Journal of Infectious
Disease. Maryland. 2010.
5. Jensen S Jorgen. European Guideline on the Diagnosis and
Treatment of Gonorrhea in Adults 2012. PubMed. Copenhagen.
2012.
6. Cervicitis : CDC's sexually transmitted diseases treatment
guidelines 2010. Chapter 7. US Centers for Disease Control.
Washington. 2010.
2

Anda mungkin juga menyukai