Anda di halaman 1dari 24

POLITIK HUKUM SISTEM JAMINAN SOSIAL

NASIONAL DI INDONESIA

MAKALAH
Diajukan Kepada Dosen Mata Kuliah Politik Hukum
um Universitas
Esa Unggul Program Studi Magister Hukum Untuk Memenuhi
Tugas Akhir Semester Sebagai Persyaratan Kelulusan
Mata Kuliah Politik Hukum

Dosen Pembimbing:
Dr. Drs. Helvis, S.Sos., SH., MH.

Oleh:
Yongky Susanto,
Susanto SH. 20180402046

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan berkat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga terselesaikannya makalah “Politik Hukum
Sistem Jaminan Sosial Nasional Di Indonesia”

Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Dr. Drs. Helvis,
S.Sos., SH., MH., selaku dosen mata kuliah politik hukum yang memberikan
kesempatan untuk menyusun makalah sebagai tugas akhir semester.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis mempersembahkan


makalah ini dan atas segala saran dan kritik guna penyempurnaan makalah ini.
Harapan penulis adalah makalah ini bisa bermanfaat dan berguna bagi penelitian
berikutnya.

Jakarta, 21 Juli 2019

Yongky Susanto, SH.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 4
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian .......................................... 4
D. Metode Penelitian .................................................................. 4

BAB II POLITIK HUKUM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL


DI INDONESIA
A. Pancasila dan Politik Hukum ................................................. 5
B. Konfigurasi Politik Hukum ...................................................... 8
C. Sistem Jaminan Sosial Nasional
1. Sistem Jaminan Sosial Nasional ...................................... 10
2. Dasar Hukum Sistem Jaminan Sosial Nasional ............... 13
3. Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional ................ 15
.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 21
B. Saran ..................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Politik hukum pembentukkan undang-undang merupakan kajian yang
sangat menarik karena “selama 200 tahun terakhir, lembaga legislatif
merupakan institusi kunci [key institutions] dalam perkembangan politik negara-
negara modern1 dan lembaga legislatif di Indonesia terdiri dari Majelis
Permusyawatan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Lantas bagaimana seharusnya undang-undang dikatakan efektif, undang-
undang yang efektif adalah undang-undang yang merespon keinginan
masyarakatnya atau disebut sebagai hukum responsib. Mochtar
Kusumaatmadja mengatakan “Negara Republik Indonesia dalam kebijaksanaan
hukumnya menganut teori hubungan”, yaitu kebijakan hukum berupa
pembentukkan perundang-undangan terkait perkambangan masyarakat2.
Sistem Jaminan Sosial Nasional (national social security system) adalah
sistem penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk memberikan
perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidup yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh
penduduk Indonesia. Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi hal-hal yang
tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya
pendapatan seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau pensiun,
maupun karena gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain
sebagainya3.
Sistem perlindungan dan jaminan sosial yang ada di Indonesia diawali
oleh adanya beberapa permasalahan pokok, yaitu, pertama, belum adanya
kepastian perlindungan dan jaminan sosial untuk setiap penduduk warga
negara Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sebagaimana
yang diamanatkan dalam perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya
dalam tulisan ini disebut UUD 1945) tahun 2002, Pasal 34 ayat (2), yaitu
“Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat”.

1
GR Boynton dan Chong Lim Kim dalam bukunya Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi
Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presdidensial Indonesia, [Jakarta;
Rajawali Pers, 2010], hlm. 1
2
Artidjo Alkstar, Pembangunan Hukum Dalam perspektif Politik Hukum Nasional, [Jakarta; CV.
Rajawali, 1986], hlm. 114.
3
http://wimee.wordpress.com/2011/06/20/sjsn-sistem-jaminan-sosial-nasional/diakses, tanggal 19
Juli 2019.

1
Perlindungan dan jaminan sosial yang ada saat ini belum mampu
mencakup seluruh warga negara Indonesia. Misalnya, belum adanya
perlindungan dan jaminan sosial bagi pekerja sektor informal. Masalah kedua
adalah belum adanya satu peraturan perundang-undangan yang melandasi
pelaksanaan sistem perlindungan dan jaminan sosial. Hal ini merupakan tugas
negara atau pemerintah Indonesia untuk mewujudkannya.
Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (selanjutnya dalam tulisan ini disebut
SJSN) telah terbit pada tahun 2004. Adalah harapan kita, setelah itu kita bisa
mewujudkan apa yang terkandung didalam Undang-Undang No 40 tahun 2004,
agar setiap warga negara Indonesia memperoleh perlindungan sosial yang
layak, sejak lahir hingga meninggal dunia. Hal ini juga untuk mewujudkan
amanat konstitusi (Pancasila), mewujudkan masyarakat yang sejahtera yang
berkeadilan sosial. Suatu hal yang bahkan perlu dipertimbangkan langkah
percepatan untuk mewujudkan Undang-undang SJSN itu, mengingat
ketertinggalan Indonesia dalam penyelenggaraan program jaminan sosial
dibanding negara-negara lainnya dan Program Jamsostek berupa produk
jasa, dimaksudkan untuk melindungi resiko.sosial tenaga kerja yang dihadapi
oleh tenaga kerja4.
Indonesia yang tercinta ini telah merdeka sejak 74 [tujuh puluh empat
tahun] lalu yang di Proklamasikan oleh Ir. Soekarno. Sebelumnya, Muhammad
Yamin dan Soepomo mengungkapkan pandangannya mengenai dasar negara.
Kemudian dalam pidato 1 Juni 1945, Soekarno menyebut dasar negara dengan
menggunakan bahasa Belanda, Philosophische grondslag bagi Indonesia
merdeka.5
Philosophische grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-
dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan
gedung Indonesia merdeka. Soekarno juga menyebut dasar negara dengan
istilah ‘Weltanschauung’ atau pandangan dunia (Bahar, Kusuma, dan
Hudawaty, 1995: 63, 69, 81; dan Kusuma, 2004: 117, 121, 128, 129). Dapat
diumpamakan, Pancasila merupakan dasar atau landasan tempat gedung
Republik Indonesia itu didirikan (Soepardo dkk, 1962: 47).6

4
Sutardji, Analisis Kepuasan Peserta Jamsostek pada Kantor Cabang Jamsostek (Persero)
Semarang, [Surakarta: Tesis, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta], hlm.
2.
5
___, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, [Jakarta : Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, 2016], hlm. 86.
6
Ibid..

2
Foto 1 : Bung Karno di Sidang Umum PBB XV: Pancasila adalah Ideologi
Dunia 7
Alternatif Dunia.

Nah kita sebagai rakyat Indonesia seharusnya berbangga diri di mata dunia
Internasional karena ternyata Indonesia juga memiliki seorang filsuf terkenal
yakni Ir. Soekarno yang menjadikan filsafat Pancasila [aliran filsafat bangsa
Indonesia] bagi bangsa Indonesia yang bertahan sampai saat ini.
Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai
Philosophische Grondslag dari negara, ideologi negara, staatsidee.
staatsidee Dalam hal
tersebut, Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintah negara.
Atau dengan
an kata lain, Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur
penyelenggaraan negara (Darmodiharjo, 1991: 19).8
Undang-Undang
Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional sebagai penjabaran dari Pasal 28H UUD Tahun 1945 dan Pasal 34
UUD Tahun 1945
945.. Pemerintah dalam mewujudkan isi atau tujuan Undang-
Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional telah
mengeluarkan Undang Undang
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
Pembangunan nasional merupakan pengamalan
pengamalan Pancasila dan
pelaksanaan UUD 1945 yang diarahkan pada peningkatan harkat, martabat
dan kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri dalam rangka
mewujudkan
kan masyarakat adil dan makmur bagi bangsa Indonesia untuk
selama-lamanya.
lamanya. .

7
https://www.suaradewan.com/bung-karno-di-sidang-umum-pbb-xv-pancasila
https://www.suaradewan.com/bung pancasila-adalah-ideologi-
alternatif-dunia/
8
Ibid.

3
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan rumusan masalah Politik
Hukum Sistem Jaminan Sosial Nasional Di Indonesia ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Tujuan Penelitian ini untuk :
1. Untuk analisis analisis Politik Hukum Sistem Jaminan Sosial Nasional Di
Indonesia sesuai Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 berlaku di
Indonesia saat ini.
2. Peran filsafat hukum Pancasila dalam politik hukum dalam Undang undang
Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
perkembangan hukum Indonesia.

Kegunaan Penelitian ini untuk :


1. Kegunaan Teoritis
Untuk mengembangkan pengetahuan politik hukum mampu memberikan
apa yang harus dilakukan mengenai penerapan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia saat ini (ius constitutum) dan yang akan
berlaku di Indonesia (ius constituendum).
2. Kegunaan Praktis
1. Untuk berpikir secara filsafat hukum untuk mengembangkan
pengetahuan tentang hukum di Indonesia.
2. Filsafat hukum adalah berpikir yang secara terus menerus yang berguna
bagi setiap manusia atau pun instansi-instansi dan para penegak hukum
di Indonesia

D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian yuridis normatif, yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara menginvertaris bahan pustaka atau data sekunder 9.

9
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, [Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 1994], hlm. 33.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pancasila dan Politik Hukum


Pancasila dan Politik Hukum merupakan suatu kesatuan, karena setiap
peraturan perundang-undangan yang di Indonesia wajib memuat jiwa
Pancasila. Bung Karno menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila digali dari bumi
pertiwi Indonesia,10 jadi Pancasila sebagai sebagai dasar negara11. Indonesia.
Makna penting lainnya dari pernyataan Bung Karno tersebut adalah Pancasila
sebagai dasar negara merupakan pemberian atau ilham dari Tuhan Yang Maha
Kuasa. Apabila dikaitkan dengan teori kausalitas dari Notonegoro bahwa
Pancasila merupakan penyebab lahirnya (kemerdekaan) bangsa Indonesia,
maka kemerdekaan berasal dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan
dengan makna Alinea III Pembukaan UUD 1945.12
Pasal 2 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, yang menyatakan bahwa “Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum”, yang mana Ideologi Pancasila menjelma
diantara segala peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.
Terkait dengan yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan,
ada pengaturan tentang jenis dan hierarkinya, yaitu UU No. 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah:

1. Undang-Undang Dasar 1945;


2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu);
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi;
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Jadi menurut secara tingkat perundang-undangan atau hirarki adalah


seperti berikut ini:13

10
___, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, [Jakarta : Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, 2016], hlm. 29.
11
Ibid., 12
12
Ibid., 30.
13
Taufiqurrohman Syahuri, Materi : Teori Hukum, [Jakarta, 2019]., hlm. 46.

5
Politik hukum nasional pertama kali resmi dibuat oleh para pendiri bangsa
Indonesia yaitu pancasila yang merupakan cermin keanekaragaman budaya
dan adat istiadat bangsa dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila merupakan asas yang menjadi pedoman dan pemandu dalam
pembentukan UUD 1945, undang-undang dan peraturan lainnya. Pancasila
merupakan norma fundamental yang membangun norma-norma hukum
dibawahnya secara berjenjang, sehingga norma hukum yang ada dibawahnya
tidak bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi. Pancasila juga
menjadi cita hukum (rechtsidee) dalam kehidupan bangsa Indonesia.14
Politik hukum merupakan suatu bagian dalam kajian ilmu hukum yang
terdiri atas dua disiplin ilmu, yaitu ilmu politik dan ilmu hukum. Moh. Mahfud MD,
menganggap politik hukum masuk dalam disiplin ilmu hukum. Beliau
berpendapat bahwa politik hukum diartikan sebagai legal policy (kebijakan
hukum) yang akan atau telah dilaksanakan oleh pemerintah. Politik hukum ini
mencakup pembuatan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaharuan
terhadap materi-materi hukum agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan, dan
pelaksanaan ketentuan hukum yang sudah ada, termasuk penegakan fungsi
lembaga dan pembinaan para penegak hukum.15

14
A. Hamid At-Tamimi, Pancasila: Cita Hukum dalam Kehidupan Bangsa Indonesia, [Jakarta;
Makalah disampaikan pada BP7 Pusat, 1993], hlm. 77.
15
M. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, [Jakarta: LP3ES, 1998], hlm. 8.

6
Pengertian politik hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh Mahfud
MD tersebut sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Abdul Hakim
Garuda Nusantara yang juga bermakna legal policy.16 Perbedaannya, Abdul
Hakim lebih mengedepankan kajian politik hukum pada pembangunan hukum,
yaitu tentang perlunya mengikutsertakan peran kelompok-kelompok sosial
dalam masyarakat dalam hal bagaimana hukum itu dibentuk,
dikonseptualisasikan diterapkan dan dilembagakan dalam suatu proses politik
yang sesuai dengan cita-cita awal suatu negara.17
Padmo Wahjono berpandangan, politik hukum adalah kebijakan dasar
yang menentukan arah, bentuk, maupun isi hukum yang akan dibentuk.18
Menurut Satjipto Rahardjo, politik hukum merupakan aktivitas memilih dan
mekanisme yang digunakan dalam rangka mencapai tujuan sosial dan hukum
tertentu dalam masyarakat.19 Sedangkan Soedarto menjelaskan bahwa politik
hukum merupakan kebijakan negara melalui badan-badan negara yang
berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang
diperkirakan dan yang digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung
dalam masyarakat dan untuk mencapai tujuan yang menjadi cita-cita.20
Indonesia merupakan negara yang menganut faham Rechtstaat (negara
berdasarkan hukum), mempunyai agenda utama dalam mengarahkan kebijakan
hukum, yaitu untuk mewujudkan keadilan sosial dan menegakkan negara yang
berkedaulatan rakyat sebagaimana tertera dalam pembukaan UUD 1945.
Namun demikian, menurut Abdul Hakim, dalam proses pembangunan di
Indonesia yakni pada masa orde baru, teryata banyak birokrat dan militer yang
mendominasi, sedangkan organisasi-organisasi sosial di luar itu terpinggirkan
dan kebijakan hukum terkesan hanya mewakili kelompok-kelompok yang
berkuasa. Oleh karena itu keadilan sosial dan demokrasi yang dicita-citakan
tidak terwujud. Maka perlu adanya pembangunan hukum yang menyertakan
kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat agar kepentingan mereka dapat
terakomodasi.21

16
Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik Hukum Indonesia [Jakarta: YLBHI, 1988], hlm. 27.
17
Ibid., 27.
18
Padmo Wahjono, dalam Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia [Jakarta: Rajawali, 2010], hlm.
1.
19
Abdul Hakim Garuda Nusantara, dalam Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, menegakkan
Konstitusi, [Jakarta: Rajawali Press, 2011], hlm. 15.
20
Soedarto dalam Mahfud MD, Ibid., hlm. 14.
21
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia [Jakarta: LP3ES,1998], hlm. 35.

7
B. Konfigurasi Politik Hukum
Hukum merupakan hasil tarik-menarik pelbagai kekuatan politik yang
terealisasi dalam suatu produk hukum. Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa
hukum merupakan instrumentasi dari putusan atau keinginan politik sehingga
pembentukan peraturan perundang-undangan disarati oleh berbagai
kepentingan. Oleh karena itu pembuatan undang-undang menjadi medan
pertarungan dan perbenturan berbagai kepentingan badan pembuat undang-
undang yang menerminkan suatu konfigurasi kekuatan dan kepentingan yang
terdapat dalam masyarakat.22
Konfigurasi bermakna bentuk wujud (untuk menggambarkan orang atau
benda),23 sedangkan Moh. Mahfud MD memberikan pengertian terhadap
konfigurasi dengan susunan konstelasi politik.24 Kata konstelasi politik, terdiri
dari dua kata, yaitu konstelasi dan politik. Kata konstelasi bermakna gambaran
atau keadaan yang dibayangkan. Dalam negara demokratis, pemerintah
sedapat mungkin merupakan cerminan dari kekuatan yang ada di dalam
masyarakat. Oleh karena itu, konstelasi politik adalah rangkuman dari
kehendak-kehendak politik masyarakat. Menurut Mahfud MD politik hukum juga
berkaitan dengan pengertian tentang bagaimana politik mempengaruhi hukum
dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada di belakang pembuatan dan
penegakan hukum.25 Konfigurasi politik suatu negara akan melahirkan karakter
produk hukum yang sesuai dengan konfigurasi yang digunakan.
Konfigurasi kekuatan dan kepentingan pemerintah sebagai badan
pembuat undang-undang menjadi penting karena proses pembuatan undang-
undang modern bukan sekedar perumusan materi hukum secara baku sesuai
rambu-rambu yuridis saja, melainkan pembuatan suatu keputusan politik.
Intervensi-intervensi dari eksternal maupun internal pemerintah, bahkan
kepentingan politik global secara tidak langsung turut mewarnai proses
pembentukan undang-undang. Intervensi tersebut terutama dilakukan oleh
kelompok yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan baik secara politik, sosial
maupun ekonomi.26
Mahfud MD menggambarkan dua konsep politik hukum yaitu konfigurasi
politik demokratis dan konfigurasi politik otoriter. Konfigurasi politik demokratis

22
Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum, Perkembangan, Metode dan Pilihan Masalah, [Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 2002], hlm. 126.
23
Kamus Besar Hukum Indonesia Edisi ke-empat Departeman Pendidikan Nasional, [ Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008], hlm. 723.
24
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia [Jakarta: LP3ES, 1998], hlm. 76.
25
Ibid., 1-2
26
Satjipto Rahardjo, Op.,Cit.

8
adalah susunan sistem politik yang membuka kesempatan bagi berperannya
potensi rakyat secara penuh untuk ikut aktif menentukan kebijakan umum.
Partisipasi ini ditentukan atas asas mayoritas oleh wakil-wakil rakyat dalam
pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjadinya kebebasan politik di negara
demokrasi. Konfigurasi politik demokratis melahirkan produk hukum responsive.
Konfigurasi politik otoriter adalah susunan sistem politik yang lebih
memungkinkan negara berperan sangat aktif serta mengambil seluruh inisiatif
dalam pembuatan kebijakan negara. Konfigurasi ini dicirikan oleh dorongan elit
kekuasaan untuk memaksakan persatuan, penghapusan oposisi terbuka,
dominasi pimpinan negara untuk menentukan kebijakan negara dan dominasi
kekuasaan politik oleh elit politik yang kekal. Konfigurasi politik otoriter
menghasilkan produk hukum yang berkarakter ortodoks.27
Bintan Ragen Saragih,28 mendefinisikan konfigurasi politik hukum sebagai
suatu kekuatan-kekuatan politik yang riel dan eksis dalam suatu sistem politik.
Konfigurasi ini biasanya muncul dalam wujud partai-partai politik. Jika partai
politik ini berperan secara nyata dalam sistem politik yang berlaku
dalampengambilan kebijakan hukum maupun kebijakan lainnya, maka
konfigurasi politik itu adalah konfigurasi politik yang demokratis. Sedangkan
apabila berlaku sebaliknya maka konfigurasi politik itu adalah konfigurasi politik
otoriter. Kekuatan politik juga nampak dalam organisasi-organisasi kepentingan,
tokoh berpengaruh dan sebagainya.
Jadi Konfigurasi Politik (Karakter Produk Hukum) adalah suatu sistem
yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku
manusia dapat terkontrol. Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya
kepastian hukum dalam masyarakat sehingga terciptanya keadilan di dalam
masyarakat. Politik Hukum Indonesia ada sejak “Proklamasi kemerdekaan
bangsa Indonesia, pada hari Jumat legi tanggal 17 Agustus 1945 jam 10 pagi
[waktu jawa], dibagian muka rumah jalan Pegangsaan Timur No. 56, di Jakarta,
dibacakan sebuah “Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia” oleh Bung
Karno yang ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama Bangsa
Indonesia”.29

27
Satya Arinanto, Kumpulan Materi Presentasi Hukum (dikumpulkan dari berbagai referensi),
[Jakarta: Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010], hlm. 77.
28
Bintan Ragen saragih, Politik Hukum [Bandung: CV Utomo , 2006], hlm. 33.
29
H. Sri Soemantri, Undang Undang Dasar 1945, Kedudukan Dan Artinya Dalam Kehidupan
Bangsa, [Bandung : Departemen Pendidikan Nasional Universitas Padjajaran, 2001], hlm. 2

9
C. Sistem Jaminan Sosial Nasional
1. Sistem Jaminan Sosial Nasional
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional dimana Pasal 1 angka 1 mendefinisikan bahwa “Jaminan
Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak”. dan
Pasal 1 ayat 2 mendefisinikan “Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah
suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa
badan penyelenggara jaminan sosial”.
Pemikiran mendasar yang melandasi penyusunan SJSN bagi
penyelenggaraan jaminan sosial untuk seluruh warga negara adalah sebagai
penyelenggaraan SJSN berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak
konstitusional setiap orang, sebagaimana pada UUD Negara RI Tahun 1945
Pasal 28H ayat (3) menetapkan, ”Setiap orang berhak atas jaminan sosial
yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia
yang bermanfaat.”
Selanjutnya, Subianto menjelaskan bahwa SJSN adalah sistem
pemberian jaminan kesejahteraan berlaku kepada semua warganegara dan
sifatnya adalah dasar (Basic)30. Definisi ini hendak menegaskan bahwa
fasilitas jaminan kesejahteraan harus dapat dinikmati oleh semua warga
Negara tanpa terkecuali.
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, Jaminan Sosial mempunyai pengertian yang universal,
sehingga jika disimak lebih dalam, maka Jaminan Sosial merupakan suatu
perlindungan bagi seluruh rakyat dalam bentuk santunan baik berupa uang
sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang
maupun pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang diakibatkan
oleh risiko-risiko sosial berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari
tua dan meninggal dunia melalui mekanisme pengumpulan dana yang
bersifat wajib.
Gotong-royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam
hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam
kebudayaan kita Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib
untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui
prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial

30
Achmad Subianto, Sistem Jaminan Sosial Nasional, [Jakarta; Gibon Books, 2010], hlm. 277.

10
bagi seluruh rakyat Indonesia,31 maka dari itu mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indoensia.32
Jaminan sosial dapat diwujudkan melalui mekanisme asuransi sosial
dan tabungan sosial. Adanya perlindungan terhadap resiko sosial ekonomi
melalui asuransi sosial dapat mengurangi beban Negara dalam penyediaan
dana bantuan sosial yang memang sangat terbatas. Melalui prinsip
kegotongroyongan, mekanisme asuransi sosial merupakan sebuah instrumen
negara yang kuat dan digunakan di hampir seluruh negara maju dalam
menanggulangi risiko sosial ekonomi yang setiap saat dapat terjadi pada
setiap warga negaranya.33
Dilihat dari aspek ekonomi makro, jaminan sosial nasional adalah suatu
instrumen yang efektif untuk memobilisasi dana masyarakat dalam jumlah
besar, yang sangat bermanfaat untuk membiayai program pembangunan dan
kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri. Selain memberikan perlindungan
melalui mekanisme asuransi sosial, dana jaminan sosial yang terkumpul
dapat menjadi sumber dana investasi yang memiliki daya ungkit besar bagi
pertumbuhan perekonomian nasional. Dilihat dari aspek dana, program ini
merupakan suatu gerakan tabungan nasional yang berlandaskan prinsip
solidaritas sosial dan kegotongroyongan.34
Menurut Mochtar Kusumaatmadja35 hukum mempunyai kekuasaan
untuk melindungi dan mengayomi seluruh lapisan masyarakat sehingga
tujuan hukum dapat tercapai dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia dan sekaligus menunjang pembangunan secara
menyeluruh.
Van Apeldoorn mengatakan bahwa kepastian hukum berarti
perlindungan hukum, dalam hal ini para pihak yang bersengketa dapat
dihindarkan dari kesewenangan.36

31
___, Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional Dalam Sistem Jaminan Sosial
Nasional [Jakarta; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011], hlm. 17
32
Alinea Ke-4 Pembukaan UUD Tahun 1945.
33
Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, [Jakarta:
Mutiara, 1982], hlm. 37
34
Sulastomo , Sistem Jaminan Sosial Nasional [Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia, 2005], hlm. 19
35
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional, [Bandung:
Binacipta, 1976], hlm. 17.
36
Teguh Prasetyo & Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori, & Ilmu Hukum, [Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2012], hal 107.

11
Jeremy Bentham berpendapat bahwa dalam membentuk undang-
undang haruslah melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkan
keadilan bagi semua individu. Dari pendapat tersebut, maka peraturan
perundang-undangan hendaknya memberikan kebahagiaan yang terbesar
bagi sebagian besar masyarakat (the greatest happiness for the greatest
number).37
Pancasila sebagai filsafat negara menurut Darji Darmodiharjo, dkk38;
mengandung nilai nilai dalam sifat objektif dan subjektif, objektif berarti
sesuai objeknya umum dan universal, karena:
1. Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri menunjukkan adanya sifat-
sifat yang abstrak, umum, dan universal,
2. Inti dari nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam
kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain, baik
dalam adat kebiasaan, kebudayaan, bernegara, maupun dalam hidup
keagamaan,
3. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD Tahun 1945
menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok norma fundamental
negara, tidak dapat diubah kecuali oleh pembentuk negara, berarti nilai-
nilai Pancasila akan abadi dan objekti

Nilai subjektif dalam Pancasila dalam arti keberadaannya tergantung


pada bangsa Indonesia sendiri, sebagai berikut:
1. Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia, sebagai hasil penilaian
dan pemikiran filsafat bangsa Indonesia,
2. Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia yang paling
sesuai, yang diyakini oleh bangsa Indonesia sebagai petunjuk yang
paling baik, benar, adil, baijaksana dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara,
3. Nilai-nilai Pancasila mengandung keempat macam nilai kerohanian, yang
manifestasinya sesuai dengan sifat budi nurani bangsa Indonesia.

Konsekuensi Pancasila sebagai “dasar” dan “ideologi” negara serta


UUD NKRI Tahun 1945 sebagai hukum dasar dalam peraturan perundang-
undangan, menempatkan keduanya sebagai “batu loncatan” dalam setiap
pembentukan peraturan perundang-undangan. Intinya setiap peraturan
perundang-undangan yang dibentuk wajib tidak bertentangan dengan
Pancasila.

37
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, [Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006], hal.275.
38
Dikutip Horadin Saragih, Hubungan Kerja Berdasarkan Pancasila; Perspektif Pancasila,
[Jakarta; Materi Filsafat Hukum Magister Ilmu Hukum Universitas Esa Unggul , 2019] hlm. 3.
dari Darji Darmodiharjo, dk, Pokok-pokok Filsafat Hukum, apa dan bagaimana filsafat hukum
Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, hlm. 230-231.

12
2. Dasar Hukum Politik Sistem Jaminan Sosial Nasional
Ideologi Pancasila diwujudkan menjadi UUD RI 1945, dan dari
perwujudan UUD 1945 baik Pembukaan, Batang Tubuh UUD 1945 sampai
dengan Perundang-Undangan yang dibawahnya mengandung Ideologi
Pancasila. Untuk UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial maupun peraturan terkaitnya wajib mengandung Ideologi
Pancasila.
Secara sederhana Jiwa Pancasila telah dituangkan menjadi UUD
Tahun 1945 kemudian UUD Tahun 1945 menuangkan filsafat Pncasila ke
dalam UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan
UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di
Indonesia.
Jadi sangat tepat bangsa Indonesia melalui Ir. Soekarno menyatakan
Pancasila seagai “Philosophische grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran
yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di
atasnya didirikan gedung Indonesia merdeka.39 Pancasila sebagai dasar
negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag dari negara,
ideologi negara, staatsidee. Dalam hal tersebut, Pancasila digunakan
sebagai dasar mengatur pemerintah negara. Atau dengan kata lain,
Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan
negara Darmodiharjo, 1991 : 19)”.40
Adapun UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional sebagai pelaksanaan dari UUD Tahun 1945 dari bunyi41 :
“Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan tantangan
berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum terpecahkan.
Salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat,
yang diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (3) mengenai hak terhadap
jaminan sosial dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.”
Selain itu, penyelenggaraan SJSN adalah wujud tanggung jawab
Negara dalam pembangunan perekonomian nasional dan kesejahteraan
social. Hal ini Berdasarkan UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 34 ayat (2)
menetapkan, ”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh

39
___, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, Loc. Cit., hlm. 86.
40
Ibid.
41
Penjelasan Umum Alinea Kedua UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

13
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan.”
Program jaminan sosial ditujukan untuk memungkinkan setiap orang
mampu mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermanfaat, sebagaimana tercantum dalam UUD Negara RI Tahun 1945
Pasal 28H ayat (3), ”Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermanfaat.”
Cita Hukum bangsa Indonesia berakar dalam Pancasila sebagai
landasan kefilsafatan dalam menata kerangka dan struktur dasar organisasi
negara sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD NKRI Tahun
1945, dan dijabarkan lebih lanjut dalam batang tubuh serta ditetapkan
kembali dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang menyatakan bahwa
“Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum”, yang mana
Ideologi Pancasila menjelma diantara peraturan sistem jaminan sosial
nasional sebagai berikut :
1. Pasal 28H UUD 1945 dan Pasal 32 UUD 1945
2. UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
3. UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
4. Perpres No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.

Namun demikian, dalam perkembangannya seringkali peraturan


perundang-undangan yang ada menimbulkan beberapa permasalahan
sehingga belum dapat mewujudkan sistem hukum nasional yang
mencerminkan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 hingga perlu
dibawah ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.42
UUD 1945 juga menerapkan pengawasan bagi peraturan perundang-
undangan dibawahnya yang tidak sesuai dengan Ideologi Pancasila atau
diragukan dapat ajukan pengujian peraturan perundang-undangan [judicial
review] ke Mahkamah Konstitusi. Nanti Majelis Hakim di Mahkamah
Konstitusi RI-lah yang menentukan apakah suatu perundang-undangan dari
judulnya sampai dengan pasal-pasal bahkan sampai tafsiran ayat sesuai
atau tidak sesuai dengan Pancasila.

42
Lihat Pasal III UUD 1945 yang berbunyi : “Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya
pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah
Agung.

14
3. Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional
Untuk mengelola dana dan menyelenggarakan jaminan sosial agar
berjalan dengan efektif, maka diperlukan lembaga pengelola yang kredibel.
Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang SJSN disebutkan bahwa Dana Jaminan
Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial, selanjutnya Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa badan
penyelenggara jaminan sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial. Sebelum diundangkannya
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, telah ada badan-badan
Penyelenggara Jaminan Sosial yang juga dinyatakan masih berlaku sesuai
dengan Pasal 5 ayat (3), yaitu:

a) Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja


(JAMSOSTEK).
b) Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai
Negeri (TASPEN).
c) Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ASABRI); dan
d) Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia
(ASKES).

Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang


BPJS tanggal 25 Nopember 2011, maka terjadi regulasi terhadap
penyelenggaraan jaminan sosial yang merupakan amanat Undang-Undang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Secara garis besar isi UU No. 24
Tahun 2011 Tentang BPJS meliputi:
1. BPJS dibagi 2, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
2. BPJS berbentuk Badan Hukum Publik
3. BPJS bertanggung-jawab langsung kepada Presiden
4. BPJS berwenang menagih iuran, menempatkan dana, melakukan
pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan pemberi
kerja, mengenakan sanksi administrasi kepada Peserta dan pemberi
kerja.
5. Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan
di Indonesia, wajib menjadi peserta Program Jaminan Sosial.
6. Sangsi adminstratif yang dapat dilakukan oleh BPJS: teguran tertulis dan
denda.

15
Penyelenggaraan SJSN berdasarkan asas kemanusiaan dan berkaitan
dengan penghargaan terhadap martabat manusia43. Undang-Undang No. 40
Tahun 2004 Pasal 2 menetapkan, “Sistem Jaminan Sosial Nasional
diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat,asas
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Penjelasan Pasal 2 UU No.
40 Tahun 2004 menjelaskan bahwa asas kemanusiaan berkaitan dengan
penghargaan terhadap martabat manusia.
Jaminan sosial dari aspek tujuannya yakni untuk terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota
keluarganya. Hal ini diatur berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 3
menetapkan, “Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta
dan/atau anggota keluarganya.” Penjelasan UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 3
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah
kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jenis-jenis SJSN Berdasarkan pada UU SJSN menetapkan 5 (lima)
jenis program jaminan sosial, yaitu:
1. Jaminan kesehatan
Jaminan adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara
nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta dan anggota
keluarganya memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.44

2. Jaminan kecelakaan kerja


Jaminan kecelakaan kerja adalah program jaminan sosial yang
diselenggarakan secara nasional dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai
apabila ia mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat
kerja.45

3. Jaminan hari tua


Jaminan hari tua adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan
secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima
uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total
tetap, atau meninggal dunia.46

43
Sila Ke- 2 Pancasila, “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”
44
Lihat Pasal 19 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 20 ayat 2 UU SJSN
45
Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2 UU SJSN
46
Pasal 35 ayat 1 dan ayat 2 UU SJSN

16
4. Jaminan pensiun
Jaminan pensiun adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan
secara nasional dengan tujuan untuk mempertahankan derajat
kehidupan yang layak pada saat peserta mengalami kehilangan atau
berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau
mengalami cacat tetap total.47

5. Jaminan kematian
Jaminan kematian adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan
secara nasional dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian
yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.

UUD 1945 juga menerapkan pengawasan bagi peraturan perundang-


undangan dibawahnya yang tidak sesuai dengan Idelogi Pancasila atau
diragukan dapat ajukan pengujian peraturan perunundang-undangan [judicial
review] yakni tercantum secara tegas dalam Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945
yang berbunyi :
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum

UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional


mengalami pengujian peraturan perunundang-undangan [judicial review] ke
Mahkamah Konstitusi RI untuk menentukan apakah UU No. 40 Tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional sesuai atau tidak sesuai dengan
Pancasila yang menjadi sumber Ideologi Bangsa Indonesia, bahkan UU No. 40
Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional48 dan UU No. 24 Tahun
2011 Tentang Badan Peyelanggaran Jaminan Sosial49 hingga saat ini makin
berkembang di masyarakat.

47
Lihat, Pasal 39 ayat 1 dan ayat 2
48
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 007/PUU-III/2005.
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 50/PUU-VIII/2010.
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 51/PUU-IX/2011.
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 70/PUU-IX/2011.
49
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 82/PUU-X/2012.
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 26/PUU-XII/2014.
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 138/PUU-XII/2014.

17
Pancasila yang menjadi UUD 1945 serta Pembukaannya dan Batang
Tubuh UUD 1945 dalam hal ini mengikat bangsa Indonesia untuk
melaksanakan kenegaraan kita, untuk mengetahui tujuan dalam
memperkembangkan kebangsaan kita, untuk setia kepada suara batin yang
hidup dalam kalbu rakyat kita. Jiwa Pancasila telah dituangkan menjadi UUD
Tahun 1945 kemudian UUD Tahun 1945 menuangkan filsafat Pncasila ke dalam
UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No. 24
Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di Indonesia.
Politik hukum yang diwujudkan menjadi UU No. 40 Tahun 2004 Tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelanggara Jaminan Sosial telah mengandung nilai atau kualitas yang
terkandung dalam Pancasila (kemanusiaan yang adil dan beradab dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).
Adapun UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelanggara Jaminan Sosial
menurut Politik Hukum akan selalu mengikuti perkembangan bangsa Indoensia
baik untuk atau diganti, ditambah, dihilangkan sebagian maupun
dipertahankan.
Evaluasi peraturan perundangan-undangan di Mahkamah Agung RI dan
Mahkamah Konstitusi RI melalui penafsiran hakim atau penemuan hukum ini
lazimnya diartikan sebagai pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-
petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap
peristiwa-peristiwa hukum yang konkrit50, (menggali nilai-nilai di dalam
masyarakat) memperjelas kaidah-kaidah hukum maupun peraturan perundang-
undangan sistem jaminan sosial nasional dan badan penyelenggaran sistem
jaminan sosial untuk “memajukan kesejahteraan umum bangsa Indonesia51” dan
“mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia52” menjadi
“adil dan makmur53” berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945.
.

50
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, [Yogyakarta; Liberty, 2005], hlm.
162.
51
Alinea Ke-4 Pembukaan UUD Tahun 1945.
52
Ibid.
53
Alinea Ke-2 Pembukaan UUD Tahun 1945.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan seluruh uraian sederhana di bab-bab sebelumnya, maka
Peran pemerintah sebagai pelaksana Ideolgi Pancasila sebagai isi dari Politik
Hukum Sistem Jaminan Sosial Nasional Di Indonesia dan perwujudannya
adalah UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU
No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelanggaran Jaminan Sosial) telah
dalam perjalanannya selalu mengikuti perkembangan bangsa Indoensia (baik
peraturan perundang-undangan sistem jaminan sosial nasional diganti,
ditambah, dihilangkan sebagian maupun dipertahankan oleh pemerintah)
Politik Hukum Indonesia harus sesuai dengan nilai atau kualitas yang
terkandung dalam Pancasila (kemanusiaan yang adil dan beradab dan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia) untuk “memajukan kesejahteraan umum
bangsa Indonesia54” dan “mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia55” menjadi “adil dan makmur56”. .

B. Saran
Berdasarkan seluruh uraian sederhana di bab-bab sebelumnya, maka
saran penulis filosofis Pancasila sebagai ideology bangsa dan sumber segala
hukum di Indonesia maupun politik hukum Indonesia perlu digali lebih dalam
dan di-sosialisasi-kan, karena sejak Proklamasi Kemerdekaan 74 [tujuh puluh
empat] tahun lalu hingga saat ini terus menerus tanpa henti mengalami
ancaman, tantangan, gangguan dan hambatan baik dari dalam negeri maupun
dari luar negeri.

54
Alinea Ke-4 Pembukaan UUD Tahun 1945.
55
Ibid.
56
Alinea Ke-2 Pembukaan UUD Tahun 1945.

19
.DAFTAR PUSTAKA

A. Perundang-Undangan

Pancasila dan Undang Undang Dasar Tahun 1945

UU No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

B. Buku

Alkstar, Artidjo, Pembangunan Hukum Dalam perspektif Politik Hukum Nasional,


Jakarta; CV. Rajawali, 1986.

At-Tamimi, A. Hamid, Pancasila: Cita Hukum dalam Kehidupan Bangsa


Indonesia, Jakarta; Makalah disampaikan pada BP7 Pusat, 1993.

Arinanto, Satya, Kumpulan Materi Presentasi Hukum (dikumpulkan dari berbagai


referensi), Jakarta: Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2010.

Isra, Saldi, Pergeseran Fungsi Legislasi Menguatnya Model Legislasi


Parlementer Dalam Sistem Presdidensial Indonesia, Jakarta; Rajawali
Pers, 2010.

Kertonegoro, Sentanoe, Jaminan Sosial: Prinsip dan Pelaksanaannya di


Indonesia, Jakarta: Mutiara, 1982.

Kusumaatmadja, Mochtar, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum


Nasional, Bandung: Binacipta, 1976.

M., Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1998.

M., Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali, 2010.

M., Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, menegakkan Konstitusi, Jakarta:


Rajawali Press, 2011.

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta;


Liberty, 2005.

Nusantara, Abdul Hakim Garuda, Politik Hukum Indonesia, Jakarta: YLBHI,


1988.

Prasetyo, Teguh, dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori, & Ilmu Hukum,
Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006

20
Rahardjo, Satjipto, Sosiologi Hukum, Perkembangan, Metode dan Pilihan
Masalah, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2002.

Saragih, Bintan Ragen, Politik Hukum, Bandung: CV Utomo , 2006.

Saragih, Horadin, Hubungan Kerja Berdasarkan Pancasila; Perspektif


Pancasila, Jakarta; Materi Filsafat Hukum Magister Ilmu Hukum Universitas
Esa Unggul, 2019.

Sulastomo , Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia,


2005.

Subianto, Achmad, Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jakarta; Gibon Books,


2010

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1994.

Soemantri, H. Sri, Undang Undang Dasar 1945, Kedudukan Dan Artinya Dalam
Kehidupan Bangsa, Bandung : Departemen Pendidikan Nasional
Universitas Padjajaran, 2001.

Sutardji, Analisis Kepuasan Peserta Jamsostek pada Kantor Cabang Jamsostek


(Persero) Semarang, Surakarta: Tesis, Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2000.

Syahuri, Taufiqurrohman, Materi: Teori Hukum, Jakarta, 2019

___, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Kementerian


Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, 2016.

___, Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional Dalam Sistem


Jaminan Sosial Nasional, Jakarta; Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2011.

___, Kamus Besar Hukum Indonesia Edisi ke-empat Departeman Pendidikan


Nasional, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.

C. Internet

https://www.suaradewan.com/bung-karno-di-sidang-umum-pbb-xv-pancasila-
adalah-ideologi-alternatif-dunia/

http://wimee.wordpress.com/2011/06/20/sjsn-sistem-jaminan-sosial-nasional/
diakses, tanggal 19 Juli 2019.

21

Anda mungkin juga menyukai