Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Angina pectoris adalah nyeri dada yang ditimbulkan karena iskhemik miokard
dan bersifat sementara atau reversibel, selain itu angina pectoris ini juga diartikan
sebagai sindroma kronis dimana klien mendapat serangans akit dada yang khas yaitu
seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang sering kali menjalar ke lengan sebelah
kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bilaa ktifitas berhenti. Hingga
saat ini angina pectoris masih menjadi manifestasi paling umum dari penyakit
iskemia jantung. Penyakit iskemia jantung adalah kondisi dimana terjadi
ketidakseimbangan persediaan oksigen miokardium dan oksigen yang dibutuhkan
miokardium akibat adanya aterosklerosis di arteri coroner.1
Angina pectoris tak stabil terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler,
dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan
akumulasi lipid.
Saat ini telah terjadi peningkatan insiden angina tidak stabil di Amerika
Serikat dan setiap tahunnya lebih dari satu juta orang dirawat di rumah sakit karena
angina pectoris tidak stabil, dimana enam sampai delapan persen kemudian mendapat
serangan infark jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satutahun setelah
diagnosis ditegakkan. 2
Usia rata-rata presentasi angina tidak stabil adalah 62 tahun (berkisar antara
23-100 tahun). Rata-rata wanita yang mengalami angina tidak stabil adalah 5 tahun
lebih tua daripada pria, dengan sekitar setengah dari wanita berumur lebih tua dari 65
tahun. Hal tersebut hanya terjadi pada sekitar sepertiga dari pria. Orang kulit hitam
cenderung mengalami angina tidak stabil pada usia yang lebih muda.

1
Risiko infark miokard, komplikasi, dan kematian pada angina tidak stabil
bervariasi karena spektrum klinis yang luas dan ditutupi oleh istilah angina tidak
stabil. Prediktor lain yang menunjukkan hasil jangka panjang lebih buruk pada angina
tidak stabil termasuk disfungsi sistolik ventrikel kiri yang mendasari dan tingkat yang
lebih luas dari penyakit jantung koroner. Tingkat troponin positif berkorelasi dengan
kematian jangka menengah dalam mode tergantung dosis (kisaran, 1,0-7,5% pada 6
minggu) independen usia, tingkat CKMB isoenzim (CK-MB), dan penyimpangan
segmen-ST. 3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Angina pectoris tak stabil terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler,
dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan
akumulasi lipid.2
Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner
akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah
atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot
jantung, dikatakan mengalami infark.
Angina pektoris tak stabil, kadang-kadang disebut angina kresendo
ditandai dengan nyeri angina yang frekuensinya meningkat dan merupakan tanda
awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin irreversibel sehingga
kadang-kadang disebut angina prainfark. 4

2.2. KLASIFIKASI

Tabel 2-1.Klasifikasi Braunwald pada Angina tidak stabil

1. Kehebatan
Kelas I :
o Serangan baru, berat, atau mempercepat angina.
o Pasien dengan angina lamanya < 2 bulan, angina berat atau
terjadi ≥3 kali/hari, atau lebih sering angina dan dipicu oleh

3
kurangnya eksersi, tidak ada nyeri istirahat pada 2 bulan
terakhir.
Kelas II (Sub akut) :
o Angina saat istirahat
o Pasien dengan angina ≥1 saat istirahat selama bulan
sebelumnya tapi tidak sampai 48 jam
Kelas III (Akut) :
o Angina saat istirahat
o Pasien dengan angina ≥1 saat istirahat sampai 48 jam
2. Keadaan Klinis
Kelas A
Angina tidak stabil kedua: Eksterinsik keadaan identifikasi
dengan jelas untuk dasar vaskular koroner bahwa
memperkuat iskemia miokard termasuk anemia, demam,
infeksi, hipotensi, takiaritmia, tirotoksikosis, hipoksemia
sekunder untuk gagal respirasi.
Kelas B
Angina tak stabil primer
Kelas C
Angina tidak stabil pasca-infark (dalam 2 minggu untuk
IMA)
3. Intensitas pengobatan
1) Tidak ada atau pengobatan minimal.
2) Adanya standar terapi untuk angina stabil kronik (dosis biasa
pada oral beta bloker, nitrat, dan antagonis kalsium).
3) Meskipun terjadi dosis toleransi maksimal pada semua 3
kategori dari terapi oral. Termasuk nitrogliserin intravena. 5

4
2.3. PATOFISIOLOGI

 Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pectoris tak
stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh
coroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Dua
pertiga dari pembuluh yang mengalami rupture sebelumnya mempunyai
penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina tak
stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak aterosklerotik terdiri
dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic
(fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak
mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya rupture
terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada
bahu dari timbunan lemak.
Terjadinya rupture menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet
dan menyebabkan aktvasi terbentuknya trombus. Bila thrombus menutup
pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST,
sedangkan bila thrombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan
stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.

5
 Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu
disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos ,
makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam
pembentukan trombus yang kaya trombosis, sedangkan sel otot polos dan
sel busa (foom cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi
faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah
faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade
reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombus dan fibrin.
Sebagai reaksi gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan
platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas,
vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi
ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan
berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.

 Vasospasme
Terjadinya vasokontstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak
stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
doproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh
darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada
angina printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya
spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mampunyai peran
dalam pembentukan trombin.

 Erosi pada Plak tanpa Ruptur

6
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi
dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel;
adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat
menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia. 2

2.4. GAMBARAN KLINIS ANGINA PECTORIS TAK STABIL


Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau
keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina
biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat,
atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan
sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin.
Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas. 2

2.5. DIAGNOSIS
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan
anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG dengan tanda-tanda
iskemik.

Anamnesis
1. Nyeri dada :
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA:
- Lokasi: substernal, retrosternal, dan perikordial.
- Sifat nyeri: rasa sakit ditekan, terbakar, ditindih benda berat, ditusuk,
diperas, dipelintir.
- Penjalaran: lengan kiri, leher, punggung, interskapula, perut, lengan kanan
bawah.
- Nyeri membaik/menghilang dengan istirahat/nitrat.
- Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.

7
- Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
cemas, lemas.

2. Sesak napas (Dispneu):


Dispneu adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri napas
tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan keluhan
dari:
- Penyakit jantung: koroner, valvular, dan miokardial
- Penyakit paru: limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi) dan
keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karna
hipoksia.
- Penyakit deformitas dinding toraks
- Sakit otot pernapasan
- Obesitas
- Anemia, dll.

Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan


penyebab yang mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru,
pneumotoraks, udema pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi jalan
napas.Sesak napas yang hilang dengan pemakaian bronkodilator dan
kortikosteroid diperkirakan akibat asma.Namun sesak napas yang hilang
dengan istirahat, obat diuretik, dan digitalis diperkirakan akibat gagal
jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat gagal jantung kiri dimana
ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah:
- Dyspnea on Effort (DOE)
- Orthopnea
- Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
- Dyspnea at rest
Pemeriksaan Fisik

8
Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa
beristirahat (gelisah) akibat nyeri dada dengan durasi sekitar >20 menit
dengan ekstremitas pucat kadang disertai keringat dingin dan mual muntah. 6

Pemeriksaan Penunjang
a. Elekrokardiografi
Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya
iskemi akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemi atau
NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti
depresi sgemen ST kurang dari 0,5mm dan gelombang T negatif kurang
dari 2 mm tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena hal
lain. Pada unstable angina 4% EKGnya normal.
b. Ui Latih
Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan
tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill.
Bila hasilnya negatif, maka prognosis baik. Bila hasilnya positif, lebih-
lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan angiografi koroner untuk menilai keadaan
pembuluh koronernya apakah perlu tindakan revaskularisasi, karena resiko
terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup
besar.
c. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis
angina tidak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan
faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral,dan abnormalitas gerakan
dinding regional jantung,menandakan prognosis kurang baik.
Ekokardiografi stres juga dapat membantu menegakkan adnya iskemia
miokardium. 2

9
Pemeriksaan Laboratorium
Dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif sampai dalam
24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian bertambah
dengan tingkat kenaikan troponin. Kenaikan CRP dalam SKA berhubungan
dengan mortalitas jangka panjang. 2

2.6. PENATALAKSANAAN

a. Obat Anti Iskemia


 Nitrat
o Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol
perifer dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat
mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen (oxygen demand).
Nitrat juga menambah suplai oksigen dengan vasodilatasi pembuluh
koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral.
o Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi
(kontraindikasi bila TD Sistolik < 90 mmHg, bradikardia, takikardia)
atau Morfin 2,5 mg intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis
total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg
intravena jika nyeri tidak teratasi dengan nitrat.
 Penyekat Beta
o Penyekat Beta seperti propranolol, metoprolol, atenolol, dapat
menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan
denyut jantung dan daya kontraksi miokardium.
o Penyekat Beta diberikan bila tidak ada kontraindikasi, seperti pasien
dengan asma bronkial dan bradiaritmia.
 Antagonis Kalsium
o Antagonis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar : golongan
dihidropiridin seperti nifedipin dan golongan nondihidropiridin seperti

10
diltiazem dan verapamil, yang berefek vasodilatasi koroner dan
menurunkan tekanan darah.
o Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan
penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek
inotropik negatif juga lebih kecil.
o Verapamil dan diltiazem dapat memperbaiki survival dan mengurangi
infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi
normal.
o Pemakaian antagonis kalsium biasanya pada pasien yang telah diberi
penyekat beta tapi keluhan angina masih refrakter.
b. Obat Antiagregasi Trombotik/Antitrombotik/Antiplatelet
 Aspirin
o Aspirin terbukti mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark
fatal maupun non fatal dari 51% sampai 72% pada pasien dengan
angina pektoris tidak stabil.
o Aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal
160 mg per hari dan dosis selanjutnya 80 sampai 325 mg per hari.
o Bila alergi/intoleransi/tidak responsif dapat diganti dengan tiklopidin
atau klopidogrel.
 Tiklopidin
o Tiklopidin suatu derivat tienopiridin merupakan obat lini kedua dalam
pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin.
o Tiklopidin memiliki efek granulositopenia, sehingga mulai
ditinggalkan sejak adanya klopidogrel yang lebih aman.
 Klopidogrel
o Klopidogrel juga merupakan derivat tienopiridin.
o Efek samping lebih kecil dari tiklopidin dan terbukti dapat mengurangi
stroke, infark, dan kematian kardiovaskular.

11
o Dosis klopidogrel dimulai 300 mg per hari dan selanjutnya 75 mg per
hari.
 Inhibitor Glikoprotein IIb/IIIa
o Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan
terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa
menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat
dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi.
o Terdapat 3 macam obat yang telah disetujui penggunaannya :
absiksimab, eptifibatid, tirofiban.
c. Obat Antitrombin/Antikoagulan
 Unfractionated Heparin
o Heparin adalah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagai
rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas
antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan
heparin, akan bekerja menghambat trombin dan faktor Xa.
Kelemahannya adalah heparin juga mengikat protein plasma yang lain
sehingga mengurangi bioavailibilitas, efek terhadap trombus yang
kaya trombosit dan dapat dirusak faktor 4.
o Heparin 5000 unit bolus intravena, dilanjutkan drip 1000 unit/jam
sampai angina terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1,5 – 2 kali nilai
kontrol yang dipantau setiap 6 jam setelah pemberian.
 Low Molecular Weight Heparin (LWMH)
o LWMH dibuat dengan melakukan depolimerasi rantai polisakarida
heparin dan hanya bekerja pada faktor Xa. LMWH mempunyai ikatan
terhadap protein plasma kurang, bioavailibilitas lebih besar dan tidak
mudah dinetralisir oleh faktor 4, lebih besar pelepasan tissue factor
pathway inhibitor (TFPI) dan kejadian trombositopenia lebih sedikit.

12
o LWMH yang ada di Indonesia adalah dalteparin, nadroparin,
enoksaparin, dan fondaparinux.

d. Direct Thrombin Inhibitors


 Obat ini secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja langsung
mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein
maupun platelet faktor 4. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan
heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin.
e. Tindakan Revaskularisasi Pembuluh Koroner
 Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia
berat, dan refakter dengan terapi medikamentosa. Coronary Artery Bypass
Surgery dapat dilakukan pada pasien dengan penyempitan di left main atau
penyempitan pada 3 pembuluh darah. Percutaneous Coronary Intervention
dilakukan pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan
penyempitan pada satu pembuluh darah atau 2 pembuluh darah atau bila ada
kontraindikasi tindakan pembedahan.
 Pada angina tidak stabil apa perlu tindakan invasif atau konservatif tergantung
dari stratifikasi risiko pasien; pada risiko tinggi perlu tindakan invasif dini.2

13
BAB III
KESIMPULAN

Angina pectoris tak stabil terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler,
dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan
akumulasi lipid.
Saat ini telah terjadi peningkatan insiden angina tidak stabil di Amerika
Serikat dan setiap tahunnya lebih dari satu juta orang dirawat di rumah sakit karena
angina pectoris tidak stabil, dimana enam sampai delapan persen kemudian mendapat
serangan infark jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satutahun setelah
diagnosis ditegakkan. Usia rata-rata presentasi angina tidak stabil adalah 62 tahun
(berkisar antara 23-100 tahun). Rata-rata wanita yang mengalami angina tidak stabil
adalah 5 tahun lebih tua daripada pria, dengan sekitar setengah dari wanita berumur
lebih tua dari 65 tahun. Hal tersebut hanya terjadi pada sekitar sepertiga dari pria.
Orang kulit hitam cenderung mengalami angina tidak stabil pada usia yang lebih
muda.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Jannah, RD. 2012. Sindrom Koroner Akut Angina Pektoris Tidak Stabil.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo.
A vailable from : https://id.scribd.com/document/168288372/Angina-Pektoris-Tidak-
Stabil-REFERAT

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi IV. Jakarta: Interna Publishing

3. Al-atas, SF. 2015. Angina Pektoris Tidak Stabil. Universitas Syiah Kuala. A available
from : https://id.scribd.com/doc/283553389/Unstable-Angina-Pectoris

4. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta: EGC. 2007.

5. Rampengan, SH. 2014. Buku Praktis Kardiologi. Jakarta: FKUI

6. Riskayani A. 2014. Angina Pectoris tak stabil. FK Universitas Hasanuddin Makasar.


A available from : https://id.scribd.com/document/261022325/Riska-Laporan-Kasus-
Unstable-Angina-Pectoris

15

Anda mungkin juga menyukai