2014-2-02334-SP Bab2001 PDF
2014-2-02334-SP Bab2001 PDF
LANDASAN TEORI
2.1 Beton
Beton merupakan bahan bangunan yang memiliki daya tahan terhadap api
yang relatif lebih baik dibandingkan dengan material lain seperti baja, terlebih lagi
kayu. Hal ini dikarenakan beton merupakan material dengan daya hantar panas yang
rendah, sehingga dapat menghalangi rambatan panas ke bagian dalam struktur beton
tersebut. Oleh karena itu, selimut beton biasanya dirancang dengan ketebalan yang
cukup yang dimaksudkan untuk melindungi tulangan dari suhu yang tinggi di luar
jika terjadi kebakaran.
7
8
Secara garis besar, perilaku beton menunjukkan bahwa kuat tekan beton 10
kali lebih besar daripada kuat tarik beton tersebut. Rasio kuat tarik terhadap kuat
tekan akan menurun seiring naiknya kuat tekan beton. Tekanan panas pada
peningkatan suhu mengakibatkan pertambahan retakan yang lebih mempengaruhi
elastisitas beton.
Kuat tekan beton (f’c) yang digunakan pada bangunan yang direncanakan
tidak boleh kurang dari 17,5 MPa. Untuk beton pada komponen struktur yang
merupakan bagian dari sistem pemikul beban gempa, kuat tekan (f’c) beton tidak
boleh kurang dari 20 MPa dan kuat tekan beton agregat ringan yang digunakan
dalam perencanaan tidak boleh melampaui 30 MPa (SNI-03-2847-2002, pasal 7.1
dan 23.2, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung).
2.1.2 Kelebihan dan Kelemahan Beton
Beton memiliki beberapa faktor keunggulan sehingga pemakaiannya begitu
luas. Sifat keunggulan beton antara lain (Nugraha, P., 2007):
• Ketersediaan (availability) material dasar
Agregat, air dan semen pada umumnya bisa didapat dengan mudah dari lokal
setempat dan harga yang relatif murah.
• Kemudahan untuk digunakan (versatility)
Pengangkutan bahan mudah, karena masing-masing bisa diangkut secara
terpisah. Beton bisa dipakai untuk berbagai struktur, seperti bendungan, landasan
udara, fondasi.
• Kebutuhan pemeliharaan yang minimal
Secara umum ketahanan beton cukup tinggi, lebih tahan karat sehingga tidak
perlu dicat, lebih tahan terhadap bahaya kebakaran.
• Kekuatan tekan tinggi
Seperti juga kekuatan tekan pada batu alam, yang membuat beton cocok
untuk dipakai sebagai elemen yang terutama memikul gaya tekan, seperti kolom dan
konstruksi.
Di samping segala keunggulan di atas, beton sebagai struktur juga
mempunyai beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan, yaitu (Nugraha, P.,
2007):
• Kuat tariknya rendah, meskipun kekuatan tekannya besar;
• Bentuk yang telah dibuat sulit diubah;
9
Rangkak adalah sifat beton keras yang dimana beton mengalami perubahan
bentuk (deformasi) permanen akibat beban tetap yang bekerja pada beton tersebut.
Besarnya deformasi sebanding dengan besarnya beban dan waktu pembebanan.
• Susut
Susut adalah perubahan volume beton yang tidak berhubungan dengan beban.
Pada dasarnya ada 2 jenis susut yaitu susut plastis dan susut pengeringan. Susut
plastis terjadi beberapa waktu setelah beton segar dicor ke dalam cetakan, sedangkan
susut pengeringan terjadi setelah beton mencapai bentuk akhirnya dan proses hidrasi
pasta semen telah selesai. Besarnya susut akan semakin berkurang sesuai dengan
umur beton. Semakin beton berumur, semakin sedikit beton mengalami susut.
........................................................ (2.1)
11
Dimana,
f'c = Kuat tekan beton (MPa)
P = Beban tekan maksimum (N)
A = Luas permukaan benda uji (mm2)
Kuat beton karakteristik adalah kuat tekan beton yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan sejumlah besar benda uji, dimana kemungkinan adanya kuat tekan yang
diperoleh di bawah nilai kuat tekan beton karakteristik terbatas sampai 5% saja.
Dengan adanya kemungkinan didapat kuat tekan di bawah kuat tekan beton
karakteristik ini, maka menghasilkan koefisien penyesuaian “k” sebesar 1,64 ,
sehingga kuat tekan beton karakteristik dapat dinyatakan dalam bentuk:
......................................... (2.2)
Dimana :
f’bk = kuat tekan beton karakteristik (kg/cm2)
f’bm = kuat tekan beton rata-rata (kg/cm2)
1,64 = koefisien penyesuaian “k”
S = standar deviasi (kg/cm2)
Standar deviasi sering disebut dengan simpangan baku atau yang biasanya
dilambangkan dengan huruf S yaitu suatu ukuran yang menggambarkan tingkat
penyebaran data dari nilai rata-rata.
....................................... (2.3)
Dimana :
S = standar deviasi (kg/cm2)
f’b = kuat tekan masing-masing benda uji (kg/cm2)
f’bm = kuat tekan rata-rata (kg/cm2)
n = jumlah data (buah)
Kekuatan tekan karakteristik f’bk dihitung f’bk = f’bm - 1,64 x S dengan taraf
signifikan 5%. Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi mutu kekuatan beton
seperti yang dikemukakan oleh Mulyono (2006) yaitu proporsi bahan penyusun,
metode pencampuran, perawatan, dan keadaan pada saat pengecoran. Selain itu,
terdapat banyak parameter lain yang juga mempengaruhi nilai kuat tekan beton.
Berikut adalah beberapa hal yang mempengaruhi nilai kuat tekan pada beton antara
lain:
12
............................................ (2.4)
Dimana :
σ = Tegangan (N/mm2)
P = Beban tekan maksimum (N)
13
Jika suatu benda ditarik atau ditekan, gaya P yang diterima benda
mengakibatkan adanya ketegangan antar partikel dalam material yang besarnya
berbanding lurus. Perubahan tegangan partikel ini menyebabkan adanya pergeseran
struktur material regangan atau himpitan yang besarnya juga berbanding lurus.
Karena adanya pergeseran, maka terjadilah deformasi bentuk material misalnya
perubahan panjang menjadi L + ∆L (jika ditarik) atau L - ∆L (jika ditekan). Dimana
L adalah panjang awal benda dan ∆L adalah perubahan panjang yang terjadi. Rasio
perbandingan antara ∆L terhadap L inilah yang disebut regangan (strain) dan
dilambangkan dengan “ε” (epsilon) dengan rumus berikut. Interaksi hubungan antara
tegangan dan regangan diilustrasikan dalam gambar 2.2.
................................................... (2.5)
................................................... (2.6)
Dimana
E = modulus elastisitas beton (MPa)
σ = tegangan (N/mm2)
ε = regangan (MPa)
Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti. Nilainya bervariasi
tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan, dan karakteristik dan
perbandingan semen dan agregat. Banyak formula dipublikasikan sebagai acuan
referensi untuk menghitung modulus elastisitas beton, berdasarkan SK SNI T-15-
1991:
........................................ (2.7)
Dimana
Ec = modulus elastisitas beton (MPa)
f’c = kuat tekan beton (MPa)
pengekangan eksternal dan lain-lain (Poh dan Bennet, 1995). Ketahanan beton
terhadap temperatur tinggi dihasilkan oleh daya hantar panas beton yang rendah dan
kekuatan yang tinggi. Penambahan selimut beton, kekuatan, kepadatan, dan sifat
kedap air mempertinggi ketahanan suhu terhadap beton (Raina, 1989).
Efek yang paling utama dari pemanasan beton dalam hubungannya dengan
sifat muai suhu adalah spalling (rompal atau rontok). Beberapa tipe agregat,
misalnya silika, akan pecah karena ada perubahan pada struktur kristalnya, meskipun
proses ini hanya terjadi pada permukaan betonnya saja tetapi secara individual
partikel ini akan terlepas sendiri-sendiri. Bisa juga terjadi efek yang lebih serius yaitu
hancurnya lapis permukaan karena pemuaian suhu dan ditambah lagi adanya tekanan
yang dihasilkan dari uap air yang terjebak di dalam pori beton. (Taylor, 2002). Jika
temperatur cukup tinggi akan terjadi retak, bahkan juga pada beton massif,
tergantung dari lamanya kebakaran. Kebakaran dengan temperatur 1000ºC selama
satu atau dua jam akan menyebabkan beton tidak lagi dapat berfungsi sebagai
material struktur, hal ini ditandai dengan meluasnya spalling dan terlihatnya tulangan
utama struktur.
Efek yang paling utama dari pemanasan beton dalam hubungannya dengan
sifat muai suhu adalah pengelupasan (spalling). Beberapa tipe agregat, misalnya
silika, akan pecah karena ada perubahan pada struktur kristalnya, meskipun proses
ini hanya terjadi pada permukaan betonnya saja tetapi secara individual partikel ini
akan terlepas sendiri-sendiri. Terjadi juga efek yang lebih serius yaitu hancurnya
lapis permukaan karena pemuaian suhu dan ditambah lagi adanya tekanan yang
dihasilkan dari uap air yang terjebak di dalam pori beton. (Taylor, 2002).
Tjokrodimuljo (2000) mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak
diharapkan mampu menahan panas sampai di atas 250oC. Akibat panas, beton akan
mengalami retak, terkelupas (spalling), dan kehilangan kekuatan. Kehilangan
kekuatan terjadi karena perubahan komposisi kimia secara bertahap pada pasta
semennya.
Pada temperatur tinggi, pemuaian besi beton akan lebih besar daripada
betonnya sendiri. Tetapi pada konstruksi beton, pemuaian akan tertahan sampai suatu
taraf tertentu karena adanya lekatan antara besi beton dengan beton.
yang meliputi granit, kuarsit, batu pasir, tidak mengalami perubahan kimia pada suhu
yang biasa dijumpai dalam kebakaran (Ray, N., 2009).
Agregat berbobot ringan bisa diproduksi dengan mengekspansi batu karang,
batu tulis, tanah liat, terak atau batu apung atau terjadi alami. Batu tulis, tanah liat
dan karang yang diekspansi dipanasi sampai sekitar 1040° C sampai 1100° C selama
pembuatan. Pada suhu ini agregat tersebut menjadi cair. Akibatnya agregat berbobot
ringan ini yang berada dekat permukaan beton yang mulai melunak setelah terbakar
selama sekitar 4 jam. Dalam praktek pengaruh pelunakan ini umumnya kecil (Ray,
N., 2009).
Pengaruh temperatur tinggi terhadap beton dapat mengakibatkan perubahan,
antara lain (Nugraha, P., 2007) :
Pada suhu 100o C → air kapiler menguap.
Pada suhu 200o C → air yang terserap di dalam agregat menguap.
Penguapan menyebabkan penyusutan pasta.
Pada suhu 400o C → pasta semen yang sudah terhidrasi terurai kembali
sehingga kekuatan beton mulai terganggu. Ca(OH)2 →
CaO + H2O
Kekuatan beton pasca bakar bervariasi tergantung pada temperatur yang
dicapai, lamanya pemanasan, proporsi campuran, agregat yang digunakan dan beban
yang bekerja selama pemanasan. Untuk temperatur sampai pada 300oC, penurunan
kekuatan dari struktur beton tidak signifikan, sementara untuk temperatur diatas
500oC kekuatannya menurun hanya dengan persentase yang kecil dari kekuatan
awalnya. Temperatur 300oC biasanya diambil sebagai temperatur kritis dimana beton
memperlihatkan kerusakan yang mulai signifikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada grafik di bawah ini.
20
Gambar 2.6 Grafik Hubungan Suhu dengan Kuat Tekan Sisa Pasca Bakar
Sumber : European Committee for Standardization, 1995
Tabel 2.2 Model Matematis Hubungan antara Kuat Tekan Beton terhadap Kenaikan
Temperatur
Penulis Model Matematis
Hertz (2005)
BS EN 1992-1-2 (2004)
Tabel 2.4 Perubahan Kimia dan Kekuatan Beton Akibat Beban Suhu Tinggi
Gambar 2.8 Pengaruh Beban Suhu Tinggi Terhadap Modulus Elastisitas Beton
Sumber : Sirait, K.B., 2003
2.3 Beban
2.3.1 Pengertian Beban
Perencanaan struktur bangunan harus memperhitungkan beban mati, beban
hidup, beban gempa dan beban hujan yang bekerja pada struktur tersebut. Pengertian
dari beban – beban tersebut menurut Peraturan Pembebanan Untuk Gedung ( PPI,
1983, hal 7 ) adalah sebagai berikut :
• Beban mati (D) adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat
tetap termasuk segala tambahan, penyelesaian mesin – mesin serta peralatan
tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung tersebut.
Tabel 2.5 Beban Mati pada Struktur
Beban Mati Besar Beban
Batu alam 2600 kg/m3
Beton Bertulang 2400 kg/m3
Dinding Pasangan ½ Bata 250 kg/m3
Langit-langit + penggantung 18 kg/m2
Lantai ubin dari semen Portland 24 kg/m2
Spesi per cm tebal 21 kg/m2
sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983
• Beban hidup (L) adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung, dan kedalamnya termasuk beban – beban pada
lantai yang berasal dari barang – barang yang dapat berpindah, mesin – mesin
serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
26
gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga
mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Beban
hidup diperhitungkan berdasarkan perhitungan matematis dan menurut
kebiasaan yang berlaku pada pelaksanaan konstruksi di Indonesia.
Tabel 2.6 Beban Hidup Berdasarkan Peruntukan
Beban Hidup Besar Beban (kg/m2)
Rumah Tinggal 200
Sekolah, Kantor dan Rumah Sakit 250
Tangga dan Bordes 300
Plat Atap 100
Tempat Ibadah 400
Parkir 400
Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983
• Beban gempa (E) adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada
gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa tersebut.
Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan
suatu analisa dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa di sini
adalah gaya – gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah
akibat gempa itu.
• Beban hujan adalah (W) adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang disebabkan oleh hujan.
• Beban khusus ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan,
penurunan fondasi, susut, gaya-gaya tambahan yang berasal dari beban hidup
seperti gaya rem yang berasal dari kran gaya sentrifugal dan gaya dinamis
yang berasal dari mesin-mesin, serta pengaruh-pengaruh khusus lainnya.
27
..................................... (2.8)
.................................... (2.9)
Dimana
Yc = lendutan pada tengah bentang (m);
Mc = momen pada tengah bentang (kN.m);
P = beban terpusat (kN);
L = panjang balok (m);
E = modulus elastisitas material balok (kN/m2)
I = momen inersia penampang balok (m4)
.............................................. (2.10)
............................................. (2.11)
Dimana
ks = modulus reaksi tanah dasar (kN/m2);
SF = standar keamanan;
qa = daya dukung tanah (kN/m2).
Nilai ks juga dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah seperti disajikan dalam
tabel berikut:
Tabel 2.7 Nilai Perkiraan Modulus Reaksi Tanah (ks) Berdasarkan Jenis Tanah
Soil ks (kN/m2)
Loose sand 4800 – 16000
Medium dense sand 9600 – 80000
Dense sand 64000 – 128000
Clayey medium dense sand 32000 – 80000
Silty medium dense sand 24000 – 48000
Clayey soil
qu ≤ 200 kPa 12000 – 24000
200 < qu ≤ 400 kPa 24000 – 48000
qu > 800 kPa > 48000
Sumber : Bowles, 1983, Foundation Analysis And Design, fifth edition
Tabel 2.8 Nilai Tipikal ks berdasarkan Jenis Tanah
Soil Type ks (kN/m2)
Loose 8000 – 25000
Sand (dry or moist) Medium 25000 – 125000
Dense 125000 – 375000
Loose 10000 – 15000
Sand (Saturated) Medium 35000 – 40000
Dense 130000 – 150000
Clay Stiff 12000 – 25000
35
4,03%, 11,71%, 22,03%. Beton fly ash + Sikament LN pada suhu 200°C,
400°C, dan 500°C mengalami penurunan kuat tekan secara berturut-turut
sebesar 8,64%, 10,96%, 14,37%.
• Analisa Pengaruh Temperatur terhadap Kuat Tekan (Ahmand, I. A., Taufieq,
N. A. S., dan Aras, A.H., 2009);
Penelitian ini dilakukan terhadap benda uji yang digunakan berbentuk kubus
ukuran 15cm x 15cm x 15cm. Pemanasan dilakukan dalam oven pada
temperatur 200oC - 600oC dengan interval kenaikan 50oC dibakar dengan
lama waktu 3 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan beton
rata-rata menurun dengan adanya kenaikan temperatur. Beton yang telah
dipanasi pada temperatur 200oC, 400oC dan 6000C, kuat tekan rata-ratanya
berturut-turut sebesar 14,15%, 41,15% dan 64,92 % dari beton normal.
• Penelitian Uji test di laboratorium dilakukan Sulendra dan Tatong (2007);
Balok yang dibuat di laboratorium dengan ukuran 400 x 200 x 200 (mm), di
panaskan selama 2 jam dengan suhu pemanasan 400oC, 600oC, 800oC,
1000oC dengan kuat tekan awal 23,01 MPa. Dilakukan uji kuat tekan untuk
mengetahui penurunan kuat tekan dengan alat Hammer Test, Kuat tekan hasil
pengujian Hammer Test terlihat pada suhu 400 ºC terjadi penurunan
kekuatannya sekitar 15% sedangkan pada suhu 600 ºC hingga 50 % dan pada
suhu 800 ºC terjadi penurunan yang signifikan sampai 80 %.
• Analisa Kekuatan Beton Pasca Bakar dengan Metode Numerik (Yuzuar
Afrizal, 2013);
Jurnal ini menyimpulkan bahwa, terjadi perambatan panas beton pada waktu
15 menit pertama, mampu mencapai 93% pada lapis pertama sedalam 3,75
cm jika dibanding suhu diluar beton dan pada kondisi struktur gedung yang
terbakar, dibutuhkan waktu kurang dari 30 menit untuk merusak mutu beton
setebal selimut beton.