Anda di halaman 1dari 11

TUTORIAL KLINIK

DISFAGIA ET CAUSA CORPAL ESOFAGUS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorokan RSUD Temanggung

Disusun oleh:

Annisa Nur Rahmawati

20184010079

Pembimbing:

dr. Pramono, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT RSUD TEMANGGUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2018
A. PROBLEM
Pasien wanita 67 tahun dirawat inap RSUD Temanggung, keluhan yang dirasakan
adalah nyeri jika menelan, merasakan seperti ada yang mengganjal di tenggorokan
sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan batuk dan pilek disangkal. Muntah (+). nyeri kepala
(+).
B. HIPOTESIS
Disfagia
Stenosis esofagus distal
Corpal esofagus
C. MEKANISME

Menelan merupakan satu proses yang kompleks yang memungkinkan pergerakan


makanan dan cairan dari rongga mulut ke lambung. Proses ini melibatkan struktur di dalam
mulut, faring, laring dan esofagus. Disfagia sering terjadi pada orang tua yang dirawat di
rumah dan dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan, seperti gangguan nutrisi dan
susahnya memberikan obat padat secara per oral dan menurunnya kualitas hidup. Disfagia
lebih sering terjadi pada lanjut usia daripada pada orang muda karena berbagai macam sebab.
Penyakit yang banyak menyebabkan disfagia, seperti Alzheimer dan stroke lebih sering
terjadi pada orang tua dibandingkan dengan dewasa muda. Selain itu, pada orang lanjut usia
refleks sphincter antara laring dengan esofagus bagian atas, serta fungsi kelenjar saliva (yang
sangat berperan pada proses menelan) menurun pada orang lanjut usia.
Terdapat sejumlah perubahan yang berkaitan dengan usia pada fase oral, faringeal dan
esofageal. Perubahan-perubahan ini mencakup peningkatan jaringan lemak dan jaringan
penghubung pada lidah, atrofi pada tulang alveolar dan jumlah gigi yang berkurang,
menurunnya kemampuan mengunyah, dan menurunnya tonus otot esofagus. Proses menelan
menjadi semakin lambat seiring dengan bertambahnya usia, karena fase faringeal yang
melambat. Selain itu, pada fase oral terjadi perlambatan dalam proses pembentukan bolus,
dan bolus terdapat sedikit lebih posterior pada pasien lanjut usia. Sedangkan pada fase
esofageal terdapat perlambatan dalam karena tidak semua perubahan terkait usia ini tidak
meningkatkan secara keseluruhan insiden disfagia, penetrasi ke laring dan frekuensi aspirasi.

D. MORE INFO
Identitas pasien:
a. Nama : Ny. S
b. Umur : 67 th
c. Alamat: Temanggung

1
Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Cukup, compos mentis

Vital sign :

 Tekanan darah : 140/80


 Nadi : 82 / menit
 RR : 20 / menit
 Suhu : 37ocelsius

Status General

1. Kepala

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Bibir : Sianosis (-), sariawan (-)

2. Leher

Pembesaran limfonodi (-), massa (-), nyeri palpasi (-)

3. Thorax

Pulmo (paru) Cor (jantung)

Inspeksi Gerakan respirasi simetris Ictus cordis tidak nampak

Palpasi Ketinggalan gerak (-)

Perkusi Sonor seluruh lapang

Auskultasi Suara dasar vesikuler, BJ1-BJ2 reguler, suara


suara tambahan (-) tambahan (-)

4. Abdomen

Inspeksi : tidak ada tanda peradangan

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen

2
Palpasi : nyeri tekan (-), palpasi hepar dan lien tidak teraba

5. Ekstremitas

Superior : akral hangat, edema (-)

Inferior : akral hangat, edema (-)

Status Lokalis THT

1. Telinga

Bagian Telinga Auris Dextra Auris Sinistra

Auricula
- Deformitas (-) (-)
- Hiperemis (-) (-)
- Edema (-) (-)
- Nyeri tekan (-) (-)

Daerah Preauricula
- Deformitas (-) (-)
- Hiperemis (-) (-)
- Edema (-) (-)

Daerah retroaurikula
- Edema (-) (-)
- Hiperemis (-) (-)
- Nyeri tekan (-) (-)
- Sulcus cekung cekung

MAE
- Serumen (-) (-)
- Edema (-) (-)
- Hiperemis (-) (-)
- Otore (-) (-)

Membran Timpani

3
- Warna Putih mutiara Putih mutiara
- Perforasi (-) (-)
- Cone of light (+) (+)

2. Hidung

Dextra Sinistra

Hidung Luar Bentuk normal, Bentuk normal,


hiperemis (-) hiperemis (-)

Nyeri tekan:
pangkal hidung, (-) (-)
pipi, dahi

Rhinoskopi Dextra Sinistra


Anterior

Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)

Cavun nasi Edema (-), mukosa Edema (-), mukosa


hiperemis (-), rinore (-) hiperemis (-), rinore (-)

Konka inferior Edema (-), mukosa Edema (-), mukosa


hiperemis (-) hiperemis (-)

Meatus nasi Polip (-), korpus alienum Polip (-), korpus alienum
inferior (-), Massa tumor (-), (-), Massa tumor (-),
perdarahan (-) perdarahan (-)

Konka media Edema (-), mukosa Edema (-), mukosa


hiperemis (-) hiperemis (-)

Meatus nasi Polip (-), korpus alienum Polip (-), korpus alienum
media (-), Massa tumor (-), (-), Massa tumor (-),
perdarahan (-) perdarahan (-)

Konka superior Edema (-), mukosa Edema (-), mukosa


hiperemis (-) hiperemis (-)

Meatus nasi Polip (-), korpus alienum Polip (-), korpus alienum
superior (-), Massa tumor (-), (-), Massa tumor (-),
perdarahan (-) perdarahan (-)

Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-)

4
3. Tenggorok

Inspeksi Dextra Sinistra

Tonsil palatina T1, hiperemis (-), detritus T1, hiperemis (-), detritus
(-), kripte tidak melebar (-), kripte tidak melebar

Uvula Deviasi (-)

Pemeriksaan Penunjang :
Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Hemoglobin 7,4 (L) 11,7-15,5
Hematokrit 25 (L) 35-47
AL 5,0 3,6-11,0
Eritrosit 3,89 3,8-5,2
Trombosit 435 150-440
Hitung Jenis:
Eosinofil 2,4 2-4
Basofil 0,2 0-1
Netrofil 51,5 50,0-70,0
Limfosit 36,7 25,0-40,0
Monosit 9,2 (H) 2,0-8,0

Diagnosis Kerja:
Disfagia ec. Corpal Esofagus

Diagnosis Banding:
Stenosis esofagus distal

TUJUAN BELAJAR DAN PEMBAHASAN


1. Definisi
Corpal esofagus atau benda asing esofagus adalah benda tajam maupun
tumpul atau makanan yang tersangkut dan terjepit di esofagus karena tertelan, baik
secara sengaja maupun tidak sengaja. 7
Peristiwa tertelan dan tersangkutnya benda asing merupakan masalah utama
terutama pada anak-anak usia 6 bulan sampai 6 tahun dan orang lanjut usia, walaupun
dapat terjadi di seluruh usia pada tiap lokasi di esofagus, baik di tempat penyempitan

5
fisiologis maupun patologis dan dapat pula menimbulkan komplikasi fatal akibat
perforasi.7,10
2. Anatomi dan Fisiologi

Esofagus merupakan bagian saluran cerna yang menghubungkan hipofaring dengan


lambung. Bagian proksimalnya disebut introitus esofagus yang terletak setinggi batas bawah
kartilago krikoid atau setinggi vertebra servikal 6. Di dalam perjalanannya dari daerah
servikal, esofagus masuk ke dalam rongga toraks. Didalam rongga toraks ,esofagus berada di
mediastinum superior antara trakea dan kolumna vertebra terus ke mediastinum posterior di
belakang atrium kiri dan menembus diafragma setinggi vertebra torakal 10 dengan jarak
kurang lebih 3 cm di depan vertebra. Akhirnya esofagus ini sampai di rongga abdomen dan
bersatu dengan lambung di daerah kardia. Berdasarkan letaknya esofagus dibagi dalam bagian
servikal, torakal dan abdominal. Esofagus menyempit pada tiga tempat. 6,8
Penyempitan pertama yang bersifat sfingter terletak setinggi tulang rawan krikoid pada
batas antara esofagus dengan faring, yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi otot
polos. Penyempitan kedua terletak di rongga dada bagian tengah, akibat tertekan lengkung
aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak bersifat sfingter. Penyempitan terakhir
terletak pada hiatus esofagus diafragma yaitu tempat esofagus berakhir pada kardia lambung.
Otot polos pada bagian ini murni bersifat sfingter. Inervasi esofagus berasal dari dua sumber
utama, yaitu saraf parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis dari serabut-serabut ganglia
simpatis servikalis inferior, nervus torakal dan n. splangnikus.6,8

Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut :


(1) pembentukan bolus makanan dengan bentuk dan konsistensi yang baik,
(2) usaha sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan,
(3) kerja sama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan
ke arah lambung,
(4) mencegah masuknya bolus makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring,
(5) mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi,
(6) usaha untuk membersihkan kembali esofagus.

Proses menelan dapat dibagi dalam tiga fase yaitu7 :


1. Fase Oral
Fase oral terjadi secara sadar, makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan
liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini akan bergerak dari rongga mulut
melalui dorsum lidah ke orofaring akibat kontraksiotot intrinsik lidah. Kontraksi
m.levator veli palatine mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas,

6
palatum molle terangkat dan bagian atas dinding posterior faring akan terangkat pula.
Bolus kemudian akan terdorong ke posterior karena lidah yang terangkat ke atas.
Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m. levator
palatini. Selanjutnya terjadi kontraksi m. palatoglossus yang menyebabkan ismus
fausium tertutup, diikuti oleh konraksi m. palatofaring, sehingga bolus makanan tidak
akan berbalik ke rongga mulut.
2. Fase Faringeal
Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus
makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi m.
stilofaring, m. salfingofaring, m.tirohioid dan m. palatofaring. Aditus laring tertutup
oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika
ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m. ariepiglotika dan m.
aritenoid obliqus. Bersamaan dengan itu terjadi penghentian aliran udara ke laring
karena refleks yang menghambat pernapasan sehingga bolus makanan tidak akan
masuk ke saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esofagus,
karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.
3. Fase Esofageal
Fase esofageal adalah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung.
Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan
bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi m. krikofaring
sehingga introitus esofagus terbuka dan makanan masuk ke esofagus. Gerakan bolus
makanan pada esophagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi m. konstriktor
faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus akan didorong ke distal
oleh gerak peristaltik esofagus.
3. Etiologi
Faktor predisposisi antara lain belum tumbuhnya gigi molar untuk dapat
menelan dengan baik, koordinasi proses menelan dan sfingter laring yang belum
sempurna pada kelompok usia 6 bulan sampai 1 tahun, retardasi mental, gangguan
pertumbuhan dan penyakit-penyakit neurologik lain yang mendasarinya. Pada
orang dewasa tertelan benda asing sering dialami oleh pemabuk atau pemakai gigi
palsu yang telah kehilangan sensasi rasa (tactile sensation) dari palatum, pada
pasien gangguan mental dan psikosis.7
Terdapat sejumlah perubahan yang berkaitan dengan usia pada fase oral, faringeal
dan esofageal. Perubahan-perubahan ini mencakup peningkatan jaringan lemak dan
jaringan penghubung pada lidah, atrofi pada tulang alveolar dan jumlah gigi yang
berkurang, menurunnya kemampuan mengunyah, dan menurunnya tonus otot esofagus.

7
Proses menelan menjadi semakin lambat seiring dengan bertambahnya usia, karena fase
faringeal yang melambat. Selain itu, pada fase oral terjadi perlambatan dalam proses
pembentukan bolus, dan bolus terdapat sedikit lebih posterior pada pasien lanjut usia.
Sedangkan pada fase esofageal terdapat perlambatan dalam karena tidak semua
perubahan terkait usia ini tidak meningkatkan secara keseluruhan insiden disfagia,
penetrasi ke laring dan frekuensi aspirasi.2,4
Beberapa penyakit yang berhubungan dengan penuaan dapat mempengaruhi
mekanisme menelan. Penyakit stroke yang menyerang korteks cerebri kanan dan kiri
dapat menyebabkan kesulitan menelan. Berdasarkan penelitian terbukti bahwa stroke
yang menyerang korteks sisi kiri dapat menyebabkan kesulitan menelan pada fase oral,
mencakup masalah mencetuskan menelan dan tertundanya penarikan bolus dari rongga
mulut. Sebaliknya, stroke pada korteks sisi kanan cenderung mengalami masalah pada
fase faringeal yang menimbulkan adanya sisa makanan pada faring yang dapat
menimbulkan aspirasi. Penyakit motor neuron dapat menyebabkan kesulitan menelan
sebagai keluhan utama karena berkurangnya kontrol lidah dan berkurangnya gerakan
palatum dan bibir. Penyakit Parkinson menimbulkan keluhan menelan yang khas yang
mencakup gerakan memompa lidah yang berulang untuk mencetuskan fase oral menelan,
perlambatan fase faringeal dan sisa pada faring. Selain itu, beberapa penyakit seperti
rheumatoid arthritis, nuropati diabetikum, dan polimiositis dapat menimbulkan kesulitan
menelan karena proses patoligiknya. 2,3,4,5
4. Gejala
Gejala sumbatan akibat benda asing esofagus tergantung pada ukuran, bentuk,
dan jenis benda asing, lokasi tersangkutnya, komplikasi yang dapat timbul, dan
lamanya benda asing tertelan. Gejala permulaan yang dirasakan adalah rasa nyeri
di daerah leher bila benda asing tersangkut di daerah servikal. Bila tersangkut di
esofagus bagian distal timbul rasa tidak enak di daerah substernal atau
punggung.5,6
Gejala disfagia bervariasi tergantung ukuran benda asing. Disfagia lebih berat
jika terdapat edema mukosa yang dapat memperberat sumbatan. Gejala lain
adalah odinofagi yaitu nyeri ketika menelan, hipersalivasi, regurgitasi dan muntah.
Jika terdapat gangguan napas dengan stridor, dispnea, dan sianosis diakibatkan
oleh penekanan di trakea oleh benda asing.10
5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis ditemukan gejala yang dirasakan pasien

8
seperti disfagia, odinofagia, riwayat rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorok
(gagging), batuk, muntah.7
Pemeriksaan radiologis yang dilakukan adalah foto rontgen polos esofagus
servikal dan thorakal anteroposterir dan lateral, harus dibuat pada semua pasien yang
diduga melean benda asing. Foto polos juga sering tidak menunjukkan gambaran benda
asing, seperti daging dan tulang ikan, sehingga memerlukan pemeriksaan esofagus
dengan kontras (esofagogram). esofagogram pada benda asing radiolusen akan
memperlihatkan “filling defect persistant”, namun tidak dianjurkan pada benda asing
radioopak. CT scan esofagus dapat menunjukkan gambaran inflamasi jaringan lunak dan
abses. MRI dapat menunjukkan gambaran semua keadaan patologik pada esofagus.
Pemeriksaan gold standard yang dapat dilakukan adalah dengan endoskopi untuk tujuan
mendiagnosis dan terapi.6,7,8

E. PROBLEM SOLVING
Benda asing di esofagus dikeluarkan dengan tindakan esofagoskopi dengan
menggunakan cunam yang sesuai. Jika benda asing tidak berhasil dikeluarkan, maka
dapat dilakukan pembedahan servikotomi, torakotomi, esofagotomi, tergantung
lokasinya. Jika benda asing mengganggu pernapasan, maka harus segera diambil.6,8
Bila curiga adanya perforasi segera pasang pipa nasogaster dan pemberian
antibiotik spektrum luas selama 7-10 hari.6
F. DAFTAR PUSTAKA
1. Hermani, Bambang. 2006. Suara Parau dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
dan Tenggorokan edisi ke 5 . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia .
2. Novelli, William D. 2006. The Merck Manual of Health and Aging. New York: Ballantine
Books. New York.
3.
Pachigolla, Ravi. 1999. Geriatric Otolaryngology on www.utmb.edu/otoref/geriatric-oto-
9911.doc. Last updated at 1999.
4. Bailey, Byron. 2002. Nose and throat disorders in elderly on http://www.
ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3611032.
5. Morris, Heather. 2003. Dysphagia in the elderly on www.
countrydoctor.co.uk/education/elderly20.htm.
6. Yuniazaf, Mariana. 2012. Benda Asing di Esofagus. Jakarta: FKUI. Edisi VII.
7. Soepardi, Efiaty Arsyad. 2012. Disfagia. Jakarta: FKUI. Edisi VII.
8. Hadjat, Fachri. 2012. Penyakit dan Kelainan Esofagus. Jakarta: FKUI. Edisi VII.
9. Setiawan, Fendy. 2009. Gangguan Hidung dan Tenggorokan pada Lansia. Jakarta: FKUT.

9
10. Marasabessy, Siti N., dkk. 2015. BENDA ASING ESOFAGUS DI BAGIAN/SMF THT-
KL BLU RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 -
DESEMBER 2014. Manado: Jurnal Eclinic.

10

Anda mungkin juga menyukai