Disusun oleh:
20184010079
Pembimbing:
2018
A. PROBLEM
Pasien wanita 67 tahun dirawat inap RSUD Temanggung, keluhan yang dirasakan
adalah nyeri jika menelan, merasakan seperti ada yang mengganjal di tenggorokan
sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan batuk dan pilek disangkal. Muntah (+). nyeri kepala
(+).
B. HIPOTESIS
Disfagia
Stenosis esofagus distal
Corpal esofagus
C. MEKANISME
D. MORE INFO
Identitas pasien:
a. Nama : Ny. S
b. Umur : 67 th
c. Alamat: Temanggung
1
Pemeriksaan Fisik
Vital sign :
Status General
1. Kepala
2. Leher
3. Thorax
4. Abdomen
2
Palpasi : nyeri tekan (-), palpasi hepar dan lien tidak teraba
5. Ekstremitas
1. Telinga
Auricula
- Deformitas (-) (-)
- Hiperemis (-) (-)
- Edema (-) (-)
- Nyeri tekan (-) (-)
Daerah Preauricula
- Deformitas (-) (-)
- Hiperemis (-) (-)
- Edema (-) (-)
Daerah retroaurikula
- Edema (-) (-)
- Hiperemis (-) (-)
- Nyeri tekan (-) (-)
- Sulcus cekung cekung
MAE
- Serumen (-) (-)
- Edema (-) (-)
- Hiperemis (-) (-)
- Otore (-) (-)
Membran Timpani
3
- Warna Putih mutiara Putih mutiara
- Perforasi (-) (-)
- Cone of light (+) (+)
2. Hidung
Dextra Sinistra
Nyeri tekan:
pangkal hidung, (-) (-)
pipi, dahi
Meatus nasi Polip (-), korpus alienum Polip (-), korpus alienum
inferior (-), Massa tumor (-), (-), Massa tumor (-),
perdarahan (-) perdarahan (-)
Meatus nasi Polip (-), korpus alienum Polip (-), korpus alienum
media (-), Massa tumor (-), (-), Massa tumor (-),
perdarahan (-) perdarahan (-)
Meatus nasi Polip (-), korpus alienum Polip (-), korpus alienum
superior (-), Massa tumor (-), (-), Massa tumor (-),
perdarahan (-) perdarahan (-)
4
3. Tenggorok
Tonsil palatina T1, hiperemis (-), detritus T1, hiperemis (-), detritus
(-), kripte tidak melebar (-), kripte tidak melebar
Pemeriksaan Penunjang :
Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Hemoglobin 7,4 (L) 11,7-15,5
Hematokrit 25 (L) 35-47
AL 5,0 3,6-11,0
Eritrosit 3,89 3,8-5,2
Trombosit 435 150-440
Hitung Jenis:
Eosinofil 2,4 2-4
Basofil 0,2 0-1
Netrofil 51,5 50,0-70,0
Limfosit 36,7 25,0-40,0
Monosit 9,2 (H) 2,0-8,0
Diagnosis Kerja:
Disfagia ec. Corpal Esofagus
Diagnosis Banding:
Stenosis esofagus distal
5
fisiologis maupun patologis dan dapat pula menimbulkan komplikasi fatal akibat
perforasi.7,10
2. Anatomi dan Fisiologi
6
palatum molle terangkat dan bagian atas dinding posterior faring akan terangkat pula.
Bolus kemudian akan terdorong ke posterior karena lidah yang terangkat ke atas.
Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m. levator
palatini. Selanjutnya terjadi kontraksi m. palatoglossus yang menyebabkan ismus
fausium tertutup, diikuti oleh konraksi m. palatofaring, sehingga bolus makanan tidak
akan berbalik ke rongga mulut.
2. Fase Faringeal
Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus
makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi m.
stilofaring, m. salfingofaring, m.tirohioid dan m. palatofaring. Aditus laring tertutup
oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika
ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m. ariepiglotika dan m.
aritenoid obliqus. Bersamaan dengan itu terjadi penghentian aliran udara ke laring
karena refleks yang menghambat pernapasan sehingga bolus makanan tidak akan
masuk ke saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esofagus,
karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.
3. Fase Esofageal
Fase esofageal adalah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung.
Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan
bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi m. krikofaring
sehingga introitus esofagus terbuka dan makanan masuk ke esofagus. Gerakan bolus
makanan pada esophagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi m. konstriktor
faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus akan didorong ke distal
oleh gerak peristaltik esofagus.
3. Etiologi
Faktor predisposisi antara lain belum tumbuhnya gigi molar untuk dapat
menelan dengan baik, koordinasi proses menelan dan sfingter laring yang belum
sempurna pada kelompok usia 6 bulan sampai 1 tahun, retardasi mental, gangguan
pertumbuhan dan penyakit-penyakit neurologik lain yang mendasarinya. Pada
orang dewasa tertelan benda asing sering dialami oleh pemabuk atau pemakai gigi
palsu yang telah kehilangan sensasi rasa (tactile sensation) dari palatum, pada
pasien gangguan mental dan psikosis.7
Terdapat sejumlah perubahan yang berkaitan dengan usia pada fase oral, faringeal
dan esofageal. Perubahan-perubahan ini mencakup peningkatan jaringan lemak dan
jaringan penghubung pada lidah, atrofi pada tulang alveolar dan jumlah gigi yang
berkurang, menurunnya kemampuan mengunyah, dan menurunnya tonus otot esofagus.
7
Proses menelan menjadi semakin lambat seiring dengan bertambahnya usia, karena fase
faringeal yang melambat. Selain itu, pada fase oral terjadi perlambatan dalam proses
pembentukan bolus, dan bolus terdapat sedikit lebih posterior pada pasien lanjut usia.
Sedangkan pada fase esofageal terdapat perlambatan dalam karena tidak semua
perubahan terkait usia ini tidak meningkatkan secara keseluruhan insiden disfagia,
penetrasi ke laring dan frekuensi aspirasi.2,4
Beberapa penyakit yang berhubungan dengan penuaan dapat mempengaruhi
mekanisme menelan. Penyakit stroke yang menyerang korteks cerebri kanan dan kiri
dapat menyebabkan kesulitan menelan. Berdasarkan penelitian terbukti bahwa stroke
yang menyerang korteks sisi kiri dapat menyebabkan kesulitan menelan pada fase oral,
mencakup masalah mencetuskan menelan dan tertundanya penarikan bolus dari rongga
mulut. Sebaliknya, stroke pada korteks sisi kanan cenderung mengalami masalah pada
fase faringeal yang menimbulkan adanya sisa makanan pada faring yang dapat
menimbulkan aspirasi. Penyakit motor neuron dapat menyebabkan kesulitan menelan
sebagai keluhan utama karena berkurangnya kontrol lidah dan berkurangnya gerakan
palatum dan bibir. Penyakit Parkinson menimbulkan keluhan menelan yang khas yang
mencakup gerakan memompa lidah yang berulang untuk mencetuskan fase oral menelan,
perlambatan fase faringeal dan sisa pada faring. Selain itu, beberapa penyakit seperti
rheumatoid arthritis, nuropati diabetikum, dan polimiositis dapat menimbulkan kesulitan
menelan karena proses patoligiknya. 2,3,4,5
4. Gejala
Gejala sumbatan akibat benda asing esofagus tergantung pada ukuran, bentuk,
dan jenis benda asing, lokasi tersangkutnya, komplikasi yang dapat timbul, dan
lamanya benda asing tertelan. Gejala permulaan yang dirasakan adalah rasa nyeri
di daerah leher bila benda asing tersangkut di daerah servikal. Bila tersangkut di
esofagus bagian distal timbul rasa tidak enak di daerah substernal atau
punggung.5,6
Gejala disfagia bervariasi tergantung ukuran benda asing. Disfagia lebih berat
jika terdapat edema mukosa yang dapat memperberat sumbatan. Gejala lain
adalah odinofagi yaitu nyeri ketika menelan, hipersalivasi, regurgitasi dan muntah.
Jika terdapat gangguan napas dengan stridor, dispnea, dan sianosis diakibatkan
oleh penekanan di trakea oleh benda asing.10
5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis ditemukan gejala yang dirasakan pasien
8
seperti disfagia, odinofagia, riwayat rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorok
(gagging), batuk, muntah.7
Pemeriksaan radiologis yang dilakukan adalah foto rontgen polos esofagus
servikal dan thorakal anteroposterir dan lateral, harus dibuat pada semua pasien yang
diduga melean benda asing. Foto polos juga sering tidak menunjukkan gambaran benda
asing, seperti daging dan tulang ikan, sehingga memerlukan pemeriksaan esofagus
dengan kontras (esofagogram). esofagogram pada benda asing radiolusen akan
memperlihatkan “filling defect persistant”, namun tidak dianjurkan pada benda asing
radioopak. CT scan esofagus dapat menunjukkan gambaran inflamasi jaringan lunak dan
abses. MRI dapat menunjukkan gambaran semua keadaan patologik pada esofagus.
Pemeriksaan gold standard yang dapat dilakukan adalah dengan endoskopi untuk tujuan
mendiagnosis dan terapi.6,7,8
E. PROBLEM SOLVING
Benda asing di esofagus dikeluarkan dengan tindakan esofagoskopi dengan
menggunakan cunam yang sesuai. Jika benda asing tidak berhasil dikeluarkan, maka
dapat dilakukan pembedahan servikotomi, torakotomi, esofagotomi, tergantung
lokasinya. Jika benda asing mengganggu pernapasan, maka harus segera diambil.6,8
Bila curiga adanya perforasi segera pasang pipa nasogaster dan pemberian
antibiotik spektrum luas selama 7-10 hari.6
F. DAFTAR PUSTAKA
1. Hermani, Bambang. 2006. Suara Parau dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
dan Tenggorokan edisi ke 5 . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia .
2. Novelli, William D. 2006. The Merck Manual of Health and Aging. New York: Ballantine
Books. New York.
3.
Pachigolla, Ravi. 1999. Geriatric Otolaryngology on www.utmb.edu/otoref/geriatric-oto-
9911.doc. Last updated at 1999.
4. Bailey, Byron. 2002. Nose and throat disorders in elderly on http://www.
ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3611032.
5. Morris, Heather. 2003. Dysphagia in the elderly on www.
countrydoctor.co.uk/education/elderly20.htm.
6. Yuniazaf, Mariana. 2012. Benda Asing di Esofagus. Jakarta: FKUI. Edisi VII.
7. Soepardi, Efiaty Arsyad. 2012. Disfagia. Jakarta: FKUI. Edisi VII.
8. Hadjat, Fachri. 2012. Penyakit dan Kelainan Esofagus. Jakarta: FKUI. Edisi VII.
9. Setiawan, Fendy. 2009. Gangguan Hidung dan Tenggorokan pada Lansia. Jakarta: FKUT.
9
10. Marasabessy, Siti N., dkk. 2015. BENDA ASING ESOFAGUS DI BAGIAN/SMF THT-
KL BLU RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 -
DESEMBER 2014. Manado: Jurnal Eclinic.
10