Anda di halaman 1dari 8

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah cair


Menurut PP No 82 tahun 2001 limbah cair adalah sisa dari suatu hasil
usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Limbah cair berasal dari dua jenis
sumber yaitu limbah rumah tangga (limbah cair domestik) dan industri. Setiap
limbah cair wajib melalui pengelolaan sehingga kandungan berbahaya di
dalamnya dapat diminimalisasi terlebih dahulu sebelum dilepaskan ke lingkungan,
sebab zat-zat berbahaya tersebut dapat mematikan fungsi mikroorganisme yang
berfungsi menguraikan senyawa-senyawa dalam air limbah. Penanganan limbah
cair biasanya dilakukan secara kimiawi, fisik dan biologi untuk mengeliminasi
zat-zat yang berbahaya (Santi, 2004).
Limbah cair yang berasal dari limbah kegiatan rumah tangga dan ditampung
di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) lebih dikenal dengan air lindi (leachate).
Limbah yang dibuang ke TPA sebagian besar terdiri atas komponen sampah
organik dan sebagian kecil anorganik. Sampah organik akan mengalami proses
penguraian atau dekomposisi, yang menghasilkan bahan padat dan gas antara lain
CO₂, CH₄, dan sebagian kecil H₂S. Hasil penguraian sampah lainnya adalah
berupa asam-asam organik. Asam ini dapat mempengaruhi proses mineralisasi
atau penguraian logam-logam yang ada dalam sampah. Asam-asam organik ini
dapat terbawa oleh air hujan menjadi air lindi yang akan tertampung dalam
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) (Nuryani et al, 2003).

2.2 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

2.2.1.IPAL TPA Bantar Gebang


Tujuan utama pengolahan air sampah ialah untuk mengurangi kandungan
bahan pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi,
mikroba patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme di alam. Proses IPAL yang dilakukan di TPA Bantar Gebang
meliputi beberapa tahapan antara lain : pengolahan awal (Pretreatment) tahap ini
bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam tanah.
4

Tahap kedua adalah pengolahan tahap pertama (Primary Treatment), tahapan ini
tidak jauh berbeda dengan tahap awal hanya saja pada tahap ini mulai dilakukan
netralisasi, penambahan bahan kimia untuk koagulasi, pemisahan serta
sedimentasi. Tahapan berikutnya ialah pengolahan tahap kedua (Secondary
Treatment), pengolahan pada tahap ini bertujuan untuk menghilangkan zat-zat
terlarut yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Pengolahan ini
menggunakan alat rotating biological contactor. Setelah air sampah diolah dalam
rotating biological contractor air kemudian dipisahkan dengan lumpur melalui
alat yang disebut clarifier biologi yang kemudian diproses secara kimia untuk
proses koagulasi dan flokulasi. Dari proses ini lumpur (sludge) yang terpisah akan
disalurkan pada kolam penampung sludge, sedangkan airnya akan dialirkan ke
kolam clean water treatment yang kemudian dialirkan kembali ke sungai setelah
memenuhi baku mutu COD sebesar 300mg/l dan BOD sebesar 150 mg/l, serta
setelah pH mencapai 6-7 (Anonim, 2011).

Keterangan: (1) Bak equalisasi 1 dan 2; (2) bak fakultatif;(3) Rotary biological
denitrification; (4) bak aerasi; (5) clarifier kimia;(6) polishing pond;(7) bak
pengendapan;(8) clarifier biologi; (9) clean water outlet; (10) bak penampung
sludge

Gambar 1. Proses IPAL TPA Bantar Gebang, Bekasi.


5

2.2.2. PDAM Kota Bogor

Pengolahan air yang dilakukan di PDAM Kota Bogor bertujuan untuk


mengolah air sungai Cisadane untuk menjadi sumber air minum bagi masyarakat.
Tahap awal yang dilakukan dalam pengolahan air ialah pemisahan air dengan
sampah yang berasal dari sungai Cisadane. Setelah air sungai terpisah dengan
padatan sampah, air kemudian diolah dalam suatu instalasi agar menjadi aman
bagi masyarakat. Besarnya air baku sungai Cisadane yang masuk dalam
pengolahan adalah sebesar 1000 liter/detik. Air baku ini kemudian ditambahkan
polyalumuniumclorida (PAC) kurang lebih 17 ppm. Tujuan dari penambahan
bahan ini adalah untuk memisahkan partikel-partikel dalam air yang tidak dapat
dipisahkan secara fisik. Pemisahan partikel ini menggunakan metode koagulasi,
flokulasi dan sedimentasi. Air hasil sedimentasi kemudian diolah dalam kolam
filtrasi yang akan menghasilkan air bersih. Namun selain menghasilkan air bersih,
proses sedimentasi ini juga menghasilkan residu berupa lumpur (sludge). Sludge
hasil proses sedimentasi dialirkan dalam kolam-kolam penampung sludge. Untuk
penanganan sludge dilakukan secara manual dengan pengerukan pada kolam-
kolam sludge dengan tenaga manusia. Air bersih dari proses sedimentasi
kemudian di desinfeksi untuk meminimalisir mikroba berbahaya dalam air. Proses
desinfeksi dilakukan dengan penambahan gas klor 0.9mg/liter ke dalam air yang
kemudian dialirkan kepada masyarakat.

(a) (b) (c)


Keterangan : (a) kolam koagulsi dan flokulasi, (b) sistem filtrasi, (c) kolam penampung
sludge

Gambar 2. Proses pengolahan air PDAM Kota Bogor.


6

2.3. Sludge
Pengelolaan limbah cair di Indonesia sudah diberlakukan bagi setiap
industri, sedangkan untuk limbah cair domestik belum berlaku secara menyeluruh
(Hidayat, 2008). Hasil residu IPAL (sludge) mungkin mengandung unsur-unsur
dalam jumlah yang cukup tinggi, selain itu sludge juga sangat mungkin
mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya. Hasil penelitian Marinova (2005)
menunjukan keberadaan unsur hara makro dalam sludge, seperti N, P, dan K. Hal
tersebut menjadi dasar untuk memanfaatkan sludge dalam bidang pertanian
sebagai pupuk dengan mengelolanya (mengurangi kadar air) terlebih dahulu.

2.3.1. Jenis dan karakteristik sludge


Berdasarkan sumbernya, sludge terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Sludge dari limbah rumah tangga
Jenis sludge ini berasal dari kegiatan dan sanitasi dalam rumah tangga.
Karena sumber dari sludge ini adalah limbah dari kegiatan rumah tangga membuat
karakteristik dari sludge ini memiliki kandungan bahan-bahan organik yang cukup
tinggi. Limbah rumah tangga dikelola dengan ditampung pada Tempat
Pembuangan Akhir untuk kemudian diproses lebih lanjut. Penelitian yang
dilakukan Marinova (2005) tentang pemanfaatan sludge untuk pertanian
menunjukan bahwa sludge dari limbah rumah tangga memiliki kadar unsur-unsur
hara seperti N, P,dan K yang tinggi. Namun, selain unsur-unsur hara, di dalam
sludge juga ditemukan kadar logam berat seperti Pb, Cd, Cu dan Cr.
b. Sludge dari limbah industri
Limbah cair dari kegitan industri harus dikelola dalam IPAL. Sludge
limbah cair industri sangat sering menimbulkan masalah seperti kematian ikan,
keracunan pada manusia dan ternak, kematian plankton, akumulasi dalam daging
ikan dan moluska, terutama bila limbah cair tersebut mengandung As, CN, Cr, Cd,
Cu, Fe, Hg, Pd dan Zn (Anonim, 2012).

2.3.2. Teknologi pengelolaan sludge


Karakteristik sludge yang memiliki kadar air yang tinggi membuat sludge
lebih sulit untuk dikelola. Beberapa teknik pengeringan sudah diterapkan seperti
7

sentrifusi, pengepresan, penyaringan, dan pembakaran. Pengelolaan lain ialah


inaktivasi unsur atau senyawa berbahaya melalui penambahan bahan-bahan yang
mampu merubah bentuk persenyawaan penyusun sludge menjadi bahan yang
tidak berbahaya, inaktif, atau imobil (Liang, 1976). Selain itu ada satu teknologi
yang dapat dijadikan alternatif yaitu elektrokinetik.

2.4. Elektrokinetik dan pemanfaatannya


2.4.1. Elektrokinetik
Salah satu metode pengeringan media jenuh air adalah dengan teknologi
elektrokinetik. Prinsip dasar teknik elektrokinetik adalah menyalurkan arus searah
(DC) melalui elektroda (anoda dan katoda) dengan voltase rendah sebagai media
porous dan lembab sehingga terjadi pergerakan massa di bawah medan listrik.
Berdasarkan fenomena bahwa kontaminan yang bersifat mobil dapat bergerak
melalui pergerakan massa di bawah pengaruh medan listrik, maka teknik
elektrokinetik dapat digunakan untuk meremediasi tanah yang tercemar (Acar dan
Alshawabkeh, 1993). Metode ini menggunakan arus listrik yang dialirkan pada
dua kutub elektroda, yaitu anoda dan katoda. Pada saat kedua elektroda ini
ditanam di dalam proses tanah dan diberi beda potensial, maka akan terjadi proses
(a) elektroosmosis, (b) elektrolisis, (c) elektromigrasi dan (d) elektroforesis.

a. Elektroosmosis
Elektroosmosis adalah pergerakan air dibawah pengaruh potensial listrik
yang berubah dari anoda ke katoda, dan terutama dipengaruhi oleh porositas tanah
dan zeta potensial dari media tanah (Pamukcu, 1997). Teknologi ini menggunakan
arus listrik yang dialirkan pada dua kutub elektroda, yaitu anoda dan katoda.
Prinsip dasar teknik elektroosmosis adalah menyalurkan arus searah (DC) melalui
elektroda (anoda dan katoda) pada media porous dan lembab sehingga terjadi
pergerakan molekul air di bawah medan listrik ( Acar dan Alshawabkeh, 1993).

b. Elektrolisis
Selama proses elektrokinetik berlangsung terjadi juga proses elektrolisis
dengan persamaan sebagai berikut :
8

Anoda : 2H₂O ₂ + 4H⁺ + 4e⁻


Katoda : 4H₂O + 4e⁻ 2H₂ + 4OH⁻
Proses elektrolisis ini dapat mengakibatkan perubahan pH di elektroda. Hal
tersebut disebabkan oleh proses oksidasi air yang terjadi di anoda dan
menghasilkan ion-ion hidrogen (H⁺). Ion-ion H⁺ tersebut membangkitkan asam
untuk berpindah menuju katoda dan .mengakibatkan penurunan pH pada anoda
Sebaliknya, penurunan air terjadi pada katoda dan menghasilkan ion-ion hidroksil
(OH⁻) yang kemudian berpindah kearah anoda sehingga mengakibatkan kenaikan
pH pada katoda(Reddy, 2005).

c. Elektromigrasi
Elektromigrasi merupakan pergerakan kation dan anion karena pengaruh
sifat listrik yang dihasilkan sistem tersebut pada tanah. Kation (ion bermuatan +)
cenderung untuk berpindah ke arah katoda bermuatan negatif, dan anion (ion
bermuatan -) berpindah ke arah anoda bermuatan positif ( Acar dan Alshawabkeh,
1993).

d. Elektroforesis
Elektroforesis merupakan perpindahan dari partikel-partikel koloid di
bawah pengaruh arus listrik (Shenbagavalli, 2010). Ketika arus listrik searah (DC)
dialirkan pada suatu media, akan terjadi pergerakan partikel-pertikel koloid secara
elektrik ke arah elektroda yang berlawanan dengan muatan partikel. Dimana
partikel yang bemuatan positif (kation) akan bergerak ke arah katoda, sedangkan
partikel bermuatan negatif (anion) akan bergerak ke arah anoda (Ahmad, 2004).

2.4.2. Pemanfaatan elektrokinetik untuk remediasi tanah


Berbagai teknologi remidiasi tanah dapat dilakukan untuk perlakuan tanah
dan air tanah terkontaminasi yang dibagi menjadi teknologi ex-situ dan in-situ
(Reddy et al, 1999). Teknologi ex-situ dilakukan pada tanah dan atau air tanah
yang terkontaminasi setelah kontaminan dipindahkan dari permukaan, sedangkan
teknologi in-situ dilakukan di dalam permukaan tanah yang terkontaminasi.
Teknologi in-situ lebih banyak dipilih karena secara umum teknologi ini sedikit
9

mengalami gangguan, sedikit menimbulkan pencemaran lingkungan, tingkat


kerumitan yang kecil serta lebih ekonomis. Teknologi in-situ yang dapat
dilakukan untuk remidiasi tanah meliputi pencucian tanah, oksidasi kimia,
pembakaran, bioremidiasi, elektrokinetik, phytoremidiasi. Salah satu teknologi
yang banyak memberi keuntungan adalah elektrokinetik (Reddy, 2002).

Gambar 3 Skema teknologi elektrokinetik untuk remidiasi tanah (Reddy, 2002)

Dengan teknologi ini akan terjadi reaksi fisik dan kimia serta terjadi
transportasi kontaminan yang mobil dibawah pengaruh arus listrik.

2.4.3 Elektrokinetik untuk pengeringan (dewatering)


Proses pengeringan untuk pemindahan sedimen hasil pengerukan menjadi
salah satu inovasi yang dapat diterapkan, sehingga pemindahan dapat dilakukan
dengan cara yang cepat, aman, dan dengan biaya yang murah. Beberapa perlakuan
lain yang dapat diterapkan untuk pengeringan adalah dengan pemompaan,
pembuatan saluran-saluran, dan penambahan bahan kimia. Namun metode
tersebut tidak efektif dan memerlukan biaya yang cukup tinggi. Pengeringan
dengan metode elektroosmosis merupakan salah satu metode yang sederhana dan
efisien untuk mempercepat pengeringan sedimen. Prinsip dasar dari teknologi
10

elektroosmosis adalah menggiring air keluar sistem di bawah pengaruh medan


listrik (Reddy, 2005).
Tujuan utama dari proses pengeringan adalah untuk mengurangi massa total
dan volume dari sedimen tersebut, namun efektivitas pengeringan untuk berbagai
tipe sedimen tergantung dari karakteristik kimia dan fisik dari sedimen tersebut
serta kadar air dalam sedimen tersebut (Lucache et al, 2008).

2.4.4. Elektrokinetik untuk mengurangi kadar logam berat


Pencemaran tanah pada site-site tertentu di daerah industri dan
pertambangan biasanya terjadi pada tingkat pencemaran yang tinggi, sehingga
tidak dapat dibiarkan. Salah satu teknik yang dikembangkan untuk mengatasinya
adalah teknik elektrokinetik. (Reddy dan Parupudi, 1997). Keberadaan logam
berat menyebar pada berbagai polusi yang terdapat di beberapa daerah perkotaan.
Banyak penelitian yang dikembangkan untuk remediasi tanah dari logam berat
dengan teknologi elektrokinetik. Penelitian Korolev (2006) menunjukkan bahwa
ion Cadmium (Cd²⁺), Timbal (Pb²⁺), dan Zinc (Zn²⁺) dapat dipindahkan secara
elektrokinetik pada tanah liat. Perpindahan ion ini ditunjukan pada Tabel 1. Hal
tersebut menunjukan interaksi antara logam berat dengan tanah mineral liat di
bawah pengaruh pemberian arus listrik, dimana konsentrasi logam berat dapat
diturunkan sebesar 50-90%.

Tabel 1. Perpindahan logam berat pada tanah liat secara elektrokinetik


(Korolev, 2006)

Jumlah ion (%) Mg Zn Pb Cd


Dipindahkan dari tanah dengan filtrasi 20.5 - 41.2 42.3
Mengendap di elektroda 0.003 0.001 4.5 1.6
Dalam larutan 10.5 81.8 34.3 24.1
Dalam pertukaran kompleks 69.0 12.8 20.0 32.0
Total 100 94.6 100 100

Anda mungkin juga menyukai