Anda di halaman 1dari 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengeringan
Pengeringan merupakan salah satu metode pengolahan pangan yang
memiliki tujuan untuk membuat umur simpan pangan lebih lama. Hal ini
didukung oleh pernyataan Octyaningum (2015) yang menyatakan bahwa salah
satu cara untuk mengawetkan bahan makanan adalah dengan pengeringan.
Pengeringan dalam bahasa ilmiah dikenal dengan istilah penghidratan, yang
berarti menghilangkan air dari suatu bahan. Proses pengeringan atau penghidratan
berlaku apabila bahan yang dikeringkan kehilangan sebagian atau keseluruhan air
yang terdapat pada bahan. Proses utama yang terjadi pada proses pengeringan
adalah penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang terdapat pada bahan ter uap
ketika panas diberikan kepada bahan tersebut. Panas ini dapat diberikan melalui
berbagai sumber seperti matahari, kayu api, minyak dan gas, arang ataupun tenaga
surya. Pengeringan juga dapat berlangsung dengan cara lain yaitu dengan
memecahkan ikatan molekul-molekul air yang terdapat di dalam bahan. Apabila
ikatan molekul-molekul air yang terdiri dari unsur dasar oksigen dan hidrogen
dipecahkan, maka molekul tersebut akan keluar dari bahan. Akibatnya air pada
bahan akan berkurang dan hilang (Hasibuan, 2005).
Metode pengeringan memiliki banyak jenis baik secara tradisional, semi
modern maupun modern. Setiap sistem pengeringan memiliki kelebihan dan
kekurangan tersendiri. Salah satu metode pengeringan modern adalah pengeringan
menggunakan gelombang mikro. Prinsip pengeringan ini adalah dengan
memecahkan ikatan molekul-molekul air yang terdapat di dalam bahan. Apabila
ikatan molekul-molekul air yang terdiri dari unsur dasar oksigen dan hidrogen
dipecahkan, maka molekul tersebut akan keluar dari bahan. Akibatnya bahan
tersebut akan kehilangan air. Sebagai contoh yaitu oven gelombang mikro
(microwave). Pengeringan dengan sistem gelombang mikro mahal sehingga tidak
digunakan secara luas untuk mengeringkan suatu bahan terutama dalam sektor
pertanian (Hasibuan, 2005).
4
Universitas Sriwijaya
5

Metode pengeringan yang paling umum digunakan adalah menggunakan


energi surya baik secara langsung maupun tidak langsung karena pengeringan -
dengan energi surya tidak membutuhkan biaya yang tidak mahal. Selain itu,
pengeringan energi surya juga seringkali dikombinasikan dengan sumber energi
lain seperti listrik, gas, dan biomassa. Pengeringan dengan sistem seperti ini tidak
efektif bila digunakan untuk mengeringkan buah dan dayur karena dapat
menurunkan mutu bahan.
Metode pengeringan yang dapat memberikan mutu terbaik untuk
mengeringkan hasil pertanian dan pangan adalah metode pengeringan beku.
Pengeringan beku menghasilkan produk dengan mutu prima karena dalam proses
pengeringannya produk tidak pernah berhubungan dengan suhu tinggi dan
struktur selulernya utuh karena dalam prosesnya air yang ada di dalam produk
dibekukan terlebih dahulu dan dikeluarkan dengan proses sublimasi sehingga
produk yang dihasilkan masih mempunyai volume, warna dan aroma produk asli
serta mempunyai rasio rehidrasi yang tinggi. Teknologi ini mahal karena
diperlukan energi ekstra untuk membekukan produk dan diperlukan suatu tabung
khusus yang tahan tekanan tinggi akibat tekanan rendah (vakum) yang diperlukan
untuk proses sublimasi (Saputra, 2006).
Mujumdar (2006) mengemukakan bahwa ketika pengeringan berlangsung
terdapat dua proses yang berlangsung secara simultan yaitu:
a. Proses 1 : menghilangkan air pada permukaan bahan sebagai uap, tergantung
pada suhu kondisi eksternal, kelembaban dan kecepatan udara, luas
permukaan yang terekspos, dan tekanan.
b. Proses 2 : pergerakan air internal dalam padatan, ini merupakan fungsi dari
sifat fisik padatan, suhu, dan kadar air. Dalam operasi pengeringan salah satu
dari proses-proses ini mungkin menjadi faktor pembatas yang mengatur laju
pengeringan, meskipun keduanya terjadi secara bersamaan sepanjang siklus
pengeringan.

2.2. Pengeringan Osmosis


Pengeringan secara osmosis digunakan untuk mengambil air dari bahan
dengan menggunakan larutan osmosis yang berkonsentrasi tinggi, yaitu diantara
Universitas Sriwijaya
6

keduanya terdapat membran semipermeable. Sifat membran semipermeable hanya


dapat dilewati oleh air dan senyawa yang memiliki berat molekul kecil sehingga
solute yang terdifusi oleh membran terjadi secara lambat dan sedikit. Oleh karena
itu perpindahan massa yang utama terjadi pada proses osmosis adalah
perpindahan massa air dari dalam bahan ke larutan yang berkonsentrasi tinggi.
Pengeringan secara osmosis dapat diterapkan pada sayuran dan buah – buahan
karena sel – sel alami penyusun sayur dan buah – buahan merupakan membran
semipermeable. Potensi kimia tergantung pada konsentrasi larutan osmosis , suhu
dan tekanan. Semakin tinggi konsentrasi solute maka akan semakin tinggi potensi
kimia solven (Jaya et al. 2012)
Pengeringan secara osmosis merupakan salah satu alternatif pengeringan
yang dapat diterapkan untuk pengawetan buah – buahan karena pada prosesnya
sebagian kadar air dari bahan segar dibuang dengan proses osmosis, sehingga
pengeringan bahan menggunakan panas dapat diminimalisir. Pengeringan
dehidrasi osmotik digunakan sebagai pra-perlakuan untuk mengurangi kadar air
bahan. Dengan berkurangnya kadar air bahan sebelum proses pengeringan
menggunakan oven, maka energi yang dibutuhkan saat mengeringkan
menggunakan oven akan lebih sedikit dan waktu pengeringan pun akan lebih
cepat meski menggunakan suhu rendah (Octyaningrum, 2015).
Beberapa faktor yang berpengaruh selama peristiwa osmosis adalah
sebagai berikut :
2.2.1. Jenis Media Osmosis
Jenis media osmotis merupakan faktor terpenting dalam proses osmosis,
karena jenis zat osmotik adalah faktor yang menentukan laju difusi. Jenis zat
terlarut yang sering digunakan sebagai agen osmotik pada umumnya adalah
sukrosa, glukosa, sorbitol, gliserol, sirup glukosa, sirup jagung dan fructo-
oligosakarida. Jenis media osmotik yang memiliki berat molekul rendah lebih
mudah menembus sel buah dibandingkan dengan jenis media osmotik yang
memiliki berat molekul tinggi (Naknean, 2012).
Bahan yang umum digunakan untuk media osmotik memiliki banyak jenis
dan setiap bahan memiliki karakteristik tersendiri. Bahan yang digunakan untuk
media osmotik harus bersifat non toxic, mempunyai rasa yang bagus, dan efektif

Universitas Sriwijaya
7

bila digunakan untuk proses osmosis (Yadav dan Singh, 2014). Berikut
merupakan tabel beberapa jenis medium osmotik dan sifatnya.

Tabel 2.1 Jenis media osmosis untuk proses dehidrasi osmosis


Jenis Media Osmosis Deskripsi
Kalsium Klorida (CaCl2) Meningkatkan kekakuan dari potongan apel,
mempertahankan tekstur selama penyimpanan.
Mencegah pencoklatan karena efeknya
sinergisitas dengan asam askorbik atau sulful
dioksida
Etanol Menurunkan viskositas dan titik beku larutan
osmotik dalam proses pendinginan de-hydro
Fruktosa Nilai laju difusivitas lebih tinggi dibandingkan
dengan sukrosa, tetapi sukrosa lebih disukai
dibandingkan dengan fruktosa
Invert Sugar Lebih efektif dibandingkan dengan sukrosa pada
konsentrasi yang sama karena memiliki dua kali
lebih banyak molekul per satuan volume.
Laktosa Memiliki tingkat kemanisan yang lebih rendah
dibandingkan dengan sukrosa. Tingkat kelarutan
dalam air juga rendah
Meltodextrin Dapat digunakan pada konsentrasi tinggi dan
bias digunakan dalam sistem campuran.
Sodium Chloride Agen osmotik yang sangat baik untuk sayuran.
Menghambat oksidatif dan pencoklatan non
enzimatis. Efek pemutihan warna pada produk
dapat dicegah dengan menggunakan campuran
garam dan gula. Konsentrasi yang digunakan
sebaiknya sekitar 10% untuk menghambat
penyusutan
Sukrosa / Gula pasir Penggunan agen osmostik ini dapat enimbulkan
terjadinya pencoklatan. Karena rasa nya yang
manis, penggunaannya tidak disarankan untuk
sayuran.
Campuran invert sugar dan Lebih efektif dibandingkan dengan hanya
garam, sukrosa dan garam, menggunakan sukrosa. Hal ini dikarenakan
ethanol dan garam kelarutan dari gabungan kedua unsur menjadi
lebih banyak
Sumber : Yadav dan Singh, 2014

Naknean et al. (2012) meneliti pengaruh berbagai jenis agen osmostik


terhadap sifat fisika, kimia dan sensoris pada pengeringan osmosis buah melon.

Universitas Sriwijaya
8

Jenis medium osmotik yang digunakan adalah sukrosa, maltitol, sorbitol dan
invert sugar. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa setiap jenis agen osmotik
yang digunakan selama proses dehidrasi osmotik pada osmosis buah melon
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peristiwa transfer massa, sifat fisik,
kimia dan sifat sensorik produk jadi. Kehilangan air dan peningkatan padatan
tertinggi terjadi pada sampel sorbitol. Gula alkohol atau invert sugar bisa
mengurangi pencoklatan, mempertahankan tekstur, dan mengurangi gula dan
konten HMF dari produk jadi. Selain itu invert sugar bisa mengurangi aw dan
menghambat kristalisasi gula. Namun, penggunaan gula alkohol juga
menyebabkan hilangnya komponen gizi seperti vitamin C dan senyawa fenolik.
Oleh sebab itu, gula alkohol bisa meningkatkan fisik, kimia dan sensoris sifat
melon osmo-dried dibandingkan dengan konvensional agen osmotik seperti
sukrosa.

2.2.1.1. Gula Pasir


Sukrosa atau gula pasir merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam
golongan karbohidrat,memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhydrous dan
kelarutannya dalamair mencapai 67,7% (w/w) pada suhu 20°C. Sukrosa adalah
disakarida yang apabila dihidrolisis berubah menjadi dua molekul monosakarida
yaitu glukosadan fruktosa. (Faridah et al, 2008).

2.2.1.2. Garam
Garam merupakan kumpulan senyawa kimia yang bagian utamanya adalah
Natrium Klorida (NaCl) dengan zat – zat pengotor terdiri dari CaSO4, MgSO4,
MgCl2 dan lain – lain. Garam dapat diperoleh dengan tiga cara, yaitu penguapan
air laut dengan sinar matahari, penambangan buatan garam (rock salt) dan dari air
sumur garam (brine). Garam hasil tambang berbeda – beda dalam komposisinya
yang tergantung pada lokasi, namun biasanya mengandung lebih dari 95% NaCl.
Proses produksi garam di Indonesia pada umumnya dilakukan dengan metode
penguapan air laut dengan sinar matahari (Rositawati et al. 2013).

Universitas Sriwijaya
9

Utami (2016) melakukan analisa tekanan osmotik terhadap larutan gula


dan garam. Hasil menunjukka bahwa wortel dalam larutan garam makin menyusut
karena terjadi peristiwa osmosis yaitu keluarnya pelarut/air dari dalam wortel
(konsentrasi rendah) menuju ke larutan garam (konsentrasi tinggi). Makin banyak
gelembung gas berarti makin banyak pula air yang keluar sehingga larutan garam
makin encer dan massa jenisnya makin kecil sehingga wortel melayang. Larutan
garam terurai menjadi ion –ion (elektrolit) sehingga jumlah partikelnya makin
banyak sehingga tekanan osmotik pada larutan garam lebih besar dibanding
larutan gula yang tidak terurai menjadi ion - ion tetapi tetap dalam bentuk molekul
(non elektrolit).

2.2.2. Suhu Media Osmosis


Salah satu faktor penting yang mempengaruhi proses osmosis adalah suhu.
Tingkat osmosis sangat dipengaruhi oleh suhu. Ini adalah parameter yang paling
penting yang mempengaruhi kinetika (Chandra dan Kumari, 2016). Suhu medium
osmosis yang tinggi mengakibatkan proses kehilangan air pada bahan lebih cepat
dikarenakan terjadinya pembengkakan dan plasticizing pada membran sel
sehingga air lebih cepat terdifusi. Viskositas pada permukaan bahan yang lebih
rendah dibandingkan dengan media osmotik juga menjadi salah satu penyebab
mengapa difusi air terjadi lebih cepat (Naknean, 2012).
Magdalena et al. (2015) meneliti pengaruh suhu media osmosis terhadap
osmoss buah wuluh dengan menggunakan tiga taraf suhu yang berbeda yaitu
300C, 400C, dan 500C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman bahan
pada medium dengan suhu 500C memiliki nilai peningkatan total padatan terlarut,
solid gain, water loss, dan menurunkan kadar air, bobot, dan volume bahan.

2.2.3. Konsentrasi Larutan


Salah satu variabel yang berpengaruh pada proses dehidrasi osmosis
adalah konsenrasi dari medium osmotik. Konsentrasi larutan berpengaruh pada
proses perpindahan massa. Semakin tinggi konsentrasi pada larutan osmosis,
maka akan semakin besar pula tingkat kehilangan air dan peningkatan padatan
pada bahan serta berpengaruh pada kadar air kesetimbangan (Naknean, 2012).
Universitas Sriwijaya
10

Khan et al. (2016) melakukan penelitian mengenai proses perpindahan


massa selama proses dehidrasi osmosis pada buah apel yang menggunakan jenis
medium osmosis sukrosa, fruktosa dan maltodextrin. Konsentrasi yang digunakan
untuk ketiga jenis media osmosis adalah 40, 50 dan 60%. Hasil penelitian
mengemukakan bahwa tingkat kehilangan air dan peningkatan padatan pada
bahan tertinggi terjadi pada konsentrasi larutan sukrosa 60%. Hal ini juga berlaku
pada jenis medium yang lain yaitu fruktosa dan maltodekstrin. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan maka akan semakin tinggi
pula laju penurunan kadar air dan peningkatan bahan, dan berlaku untuk semua
jenis agen osmotik.

2.3. Labu Siam (Sechium edule)


Labu siam (Sechium edule (Jacq.) Sw.) merupakan tanaman sayuran yang
tumbuh di wilayah subtropis dan tumbuh dengan cara merambat. Labu siam
termasuk dalam suku labu – labuan yaitu cucurbitaceae. Taksonomi labu siam
adalah sebagai berikut (Putri, 2012) :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Cucurbitales
Suku : Cucurbitaceae
Marga : Sechium
Jenis : Sechium edule Sw
Bagian tanaman labu siam yang paling umum dikonsumsi adalah buah dan
daun. Buah labu siam di Indonesia seringkali diolah menjadi campuran masakan
dan direbus sebagai lalapan. Beberapa inovasi dalam pemanfaatan labu siam juga
sudah cukup banyak dilakukan. Buah labu siam memberikan rasa cenderung
manis, sehingga tidak memerlukan perlakuan khusus untuk mengolahnya menjadi
bahan baku panganan. Selain itu nilai gizi yang terkandung dalam labu siam juga
tinggi. Nilai gizi yang terkandung dalam buah labu siam tercantum pada table
berikut :

Universitas Sriwijaya
11

Tabel 2.2 Kandungan nilai gizi pada buah labu siam


Kandungan Gizi Jumlah Kandungan Gizi Jumlah
Kalori 26-31 kkal Kalsium 12-19 mg
Gula larut air 3,30 % Fosfor 4-30 mg
Protein 0,9-1,1 % Seng 2,77 mg
Lemak 0,1-0,3 % Mangan 0,38 mg
Karbohidrat 3,5-7,7 % Besi 0,2-0,6 mg
Serat 0,4-1 % Tembaga 0,25 mg
Hemiselulosa 7,55 mg Vitamin A 5 mg
Selulosa 16,42 mg Thiamin 0,03 mg
Lignin 0,23 mg Riboflavin 0,04 mg
Natrium 36 mg Niasin 0,4-0,5 mg
Kalium 3378,62 mg Asam Askorbat 11-20 mg
Magnesium 147 mg Saponin 1,65 %
Alkaloid 1,57 Flavonoid 0,95 %
Polifenol 5,93 mg Proantosianin 75,75 mg
Sumber : Saade, 1996

Labu siam mempunyai kegunaan sebagai penurun tekanan darah,


mempunyai efek diuretik, dapat menyembuhkan gangguan sariawan, panas dalam,
demam pada anak-anak serta baik digunakan oleh penderita asam urat dan
diabetes. Labu siam juga memiliki efek antioksi dan, antimicrobial, aksi diuretik
dan anti hipertensi.

2.4. Manisan Kering


Manisan merupakan produk semi basah. Produk ini bersifat awet karena
mengandung kadar gula tinggi, yang dapat terdiri dari sukrosa, fruktosa dan
glukosa yaitu jika produk memiliki pH asam dan kadar gula 65% atau jika pH
netral kadar gula harus 70% (Nur, 2015).
Manisan merupakan salah satu panganan yang terbuat dari bahan baku
buah – buahan dan sayur – sayuran. Manisan adalah olahan komoditi yang
diawetkan dengan pemberian kadar gula yang tinggi. Penambahan gula yang
tinggi bertujuan untuk memberikan rasa manis sekaligus mencegah tumbuhnya
mikroorganisme seperti jamur. Mikroorganisme menyebabkan terjadinya
perubahan warna, tekstur, cita rasa, dan pembusukan pada komoditi tersebut.
Pembuatan manisan tidak hanya gula yang diberikan, tetapi juga kapur, garam,

Universitas Sriwijaya
12

dan yang mengandung sulfur. Tujuan pemberian ini sama dengan pemberian gula.
Pemberian bahan -bahan ini diharapkan buah akan memiliki masa simpan yang
lebih lama (Fatah dan Bachtiar, 2004).
Buah yang akan digunakan sebagai bahan dasar manisan adalah buah yang
mengkal atau mentah. Hal ini karena buah yang matang umumnya tidak tahan
pemasakan berulang-ulang sehingga tekstur manisan menjadi terlalu lunak
meskipun memiliki aroma dan cita rasa yang lebih baik. Sedangkan untuk buah
yng mentah masih memiliki struktur yang kaku sehingga buah kering yang
dihasilkan memiliki tekstur yang baik (Nur, 2015).
Tekstur produk hasil pengeringan dapat diperbaiki dengan melakukan
perendaman dalam garam kalsium yang dapat mengeraskan jaringan produk.
Terdapat 2 macam enzim pemecah pektin yang terdapat pada jaringan buah yang
telah masak, yaitu esterase dan poligalakturonase, yang aktivitasnya meningkat
selama proses pematangan buah. Proses pengolahan, pemanasan atau pembekuan
dapat melunakkan jaringan sel tanaman tersebut, sehingga produk yang diperoleh
mempunyai tekstur yang lunak. Ion kalsium akan berikatan dengan pektin
membentuk Ca-Pektat/Ca Pektat yang tidak larut dalam air dan menghasilkan
tekstur yang keras. Pengaruh kekerasan oleh ion kalsium disebabkan terbentuknya
ikatan menyilang antara ion kalsium divalent dengan polimer senyawa pectin
yang bermuatan negatif yaitu pada gugus karboksil asam galakturonat dan bila
ikatan menyilang ini terjadi dalam jumlah besar maka akan terjadi jaringan
molekul yang melebar. Jaringan tersebut akan mempengaruhi daya larut senyawa
pektin dan akan semakin kokoh dari pengaruh mekanis (Hidayat, 2007).
Meskipun jenis manisan buah yang umum dipasarkan ada bermacam -
macam bentuk dan rasanya, namun dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan
yaitu:
1. Golongan pertama adalah manisan basah dengan larutan gula encer (buah
dilarutkan dalam gula jambu, mangga, salak dan kedondong).
2. Golongan kedua adalah manisan larutan gula kental menempel pada buah.
Manisan jenis ini adalah pala, lobi - lobi dan ceremai.

Universitas Sriwijaya
13

3. Golongan ketiga adalah manisan kering dengan gula utuh (sebagai gula tidak
larut dan menempel pada buah). Buah yang sering digunakan adalah buah
mangga, kedondong, sirsak dan pala.
4. Golongan keempat adalah manisan kering asin karena unsur dominan dalam
bahan adalah garam. Jenis buah yang dibuat adalah jambu biji, buah, mangga,
belimbing dan buah pala (Hidayat,2007).
Setiap jenis manisan memiliki kelebihan dan kelemahan. Bila dilihat dari
sisi keawetan dan penampakan, maka manisan kering memiliki nilai lebih
dibandingkan dengan jenis manisan yang lain. Berikut adalah standar nasional
Indonesia untuk buah kering atau manisan kering:

Tabel 2.3 Standar Nasional Indonesia Buah Kering (SNI 01-3710-1995)


No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan :
1.1. Penampakan - Normal
1.2. Bau - Normal
1.3. Rasa - Normal
2. Air % b/b Maks.31
3. Bahan tambahan makanan :
3.1. Pemanis buatan (sakarin, - Negatif
siklamat)
3.2. Pewarna sesuai SNI 01-0222-1987
3.3. Pengawet sesuai SNI 01-0222-1987
4. Cemaran Logam :
4.1. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
4.2. Tembaga (Cu) Mg/kg Maks. 5,0
4.3. Seng (Zn) Mg/kg Maks. 40,0
4.4. Timah (Sn) Mg/kg Maks. 40,0/250**
4.5. Raksa (Hg) Mg/kg Maks. 0,03
5. Cemaran Arsen (As) Mg/kg Maks. 1,0
6. Cemaran mikrobia :
6.1. E. coli APM/g <3
**Khusus untuk produk yang dikemas dalam kaleng
Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3710-1995)

Selama pembuatan manisan kering, ada dua proses utama yang harus
diperhatikan yaitu perendaman osmotik dan pengeringan. Kedua proses ini

Universitas Sriwijaya
14

dilakukan untuk membuang kadar air yang ada pada bahan sehingga tujuan utama
untuk mengawetkan bahan dapat terpenuhi.

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai