Anda di halaman 1dari 7

2.

Proses Hidrolisis

2.1.1 Pengertian Hidrolisis


Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air untuk
memisahkan ikatan kimia dari substansinya. Hidrolisis pati merupakan proses
pemecahan molekul amilum menjadi bagian-bagian penyusunnya yang lebih
sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltosa dan glukosa. Pati atau amilum adalah
karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan
tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk
menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang.
Pati dapat dibuat dari tumbuhan singkong (ubi kayu), ubi jalar, kentang, jagung,
sagu, dan lain-lain (Rahmayanti, 2010).
Reaksi hidrolisis ini merupakan reaksi reversibel dan cenderung lambat
sehingga konversinya cenderung rendah. Untuk itu perlu diupayakan cara-cara untuk
meningkatkan yield (% hasil) dalam waktu yang singkat. Optimalisasi reaksi
dilakukan dengan memvariasikan waktu reaksi, konsentrasi katalis, suhu reaksi dan
perbandingan reaktan (Aziz, dkk., 2013).
Reaksi hidrolisis pati dituliskan sebagai berikut :

Tetapi reaksi antara air dan pati jalannya sangat lambat sehingga diperlukan
bantuan katalisator untuk memperbesar keaktifan air (Mastuti dan Setyawardhani,
2010).
Faktor-faktor yang berpengaruh pada hidrolisis pati antara lain :
a. Suhu Reaksi
Dari kinetika reaksi kimia, semakin tinggi suhu reaksi makin cepat pula
jalannya reaksi, seperti yang diberkan oleh persamaan Arrhenius. Tetapi jika
berlangsung pada suhu yang terlalu tinggi konversi akan menurun. Hal ini
disebabkan adanya glukosa yang pecah menjadi arang (warna larutan hasil
semakin tua).
b. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu hidrolisis, konversi yang dicapai semakin besar
sampai pada batas waktu tertentu akan diperoleh konversi yang relatif baik dan
apabila waktu tersebut diperpanjang, pertambahan konversi kecil sekali.
c. Pencampuran Reaksi

Karena pati tidak larut dalam air, maka pengadukan perlu sekali dilakukan
agar persentuhan butir-butir pati dengan air dapat berlangsung dengan baik.
d. Konsentrasi Asam
Penambahan katalisator bertujuan memperbesar kecepatan reaksi, sesuai
dengan persamaan Arrhenius. Jadi makin banyak asam yang dipakai makin
cepat reaksi hidrolisis, dan dalam waktu tertentu pati yang berubah menjadi
glukosa juga meningkat. Tetapi penggunaan asam sebagai katalisator sedapat
mungkin terbatas pada nilai terkecil agar garam yang tersisa dalam hasil
setelah penetralan tidka mengganggu rasa manis.
e. Kadar Suspensi Pati
Perbandingan antara air dan pati yang tepat akan membuat reaksi hidrolisis
berjalan cepat. Penggunaan air yang berlebihan akan memperbesar penggunaan
energi untuk pemekatan hasil. Sebaliknya, jika pati berlebihan, tumbukan
antara pati dan air akan berkurang sehingga mengurangi kecepatan reaksi.
(Mastuti dan Setyawardhani, 2010).
Jenis hidrolisis ada 5 macam , yaitu :
a. Hidrolisis murni (hanya dengan H2O)
b. Hidrolisis asam (menggunakan asam kuat sebagai katalis)
Hidrolisis secara asam memutus rantai pati secara acak (Rahmayanti, 2010).

Katalisator yang biasa digunakan adalah asam klorida, asam nitrat dan asam
sulfat. Bila hidrolisis dilakukan dengan bantuan katalisator asam, hasil reaksi
harus dinetralkan dulu dengan basa untuk menghilangkan sifat asamnya.
Dalam industri umumnya digunakan asam klorida sebagai katalisator.
Pemilihan ini didasarkan bahwa garam yang terbentuk setelah penetralan hasil
merupakan garam yang tidak berbahaya, yaitu garam dapur (Mastuti dan
Setyawardhani, 2010).
c. Hidrolisis basa (dengan katalisator basa)
d. Hidrolisis fusion (dilakukan dengan atau tanpa H2 O pada suhu tinggi)
e. Hidrolisis enzim (menggunakan katalis enzim, sehingga mencegah reaksi
samping)
Proses pembuatan glukosa dari pati pada umumnya menggunakan
hidrolisis enzim. Enzim yang banyak digunakan misalnya, amilase, glukosa-

isomerase, papain, bromelin, lipase, dan protease. Enzim dapat diisolasi dari
hewan, tumbuhan dan mikroorganisme (Muljadi, dkk., 2009).
Proses hidrolisis enzimatik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: enzim,
ukuran partikel, suhu, pH, waktu hidrolisis, perbandingan cairan terhadap
bahan baku (volume substrat), dan pengadukan. Hidrolisis secara enzimatis
memutus rantai pati secara spesifik pada percabangan tertentu. Hidrolisis
secara enzimatis lebih menguntungkan dibandingkan hidrolisis asam, karena
prosesnya lebih spesifik, kondisi prosesnya dapat dikontrol, biaya pemurnian
lebih murah, dan kerusakan warna dapat diminimalkan (Rahmayanti, 2010).
Kelebihan lain hidrolisis enzim :
(1) Dapat meningkatkan produk.
(2) Bekerja pada pH netral dan suhu rendah.
(3) Selektif terhadap subtrat.
(Muljadi, dkk., 2009).
2.1.2 Aplikasi Hidrolisis dalam Industri Proses Produksi Bioetanol Berbasis
Singkong
Salah satu jenis umbi-umbian yang telah lama dikenal dan dibudidayakan
adalah singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon (Cassava). Singkong
merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein
(Muljadi, dkk., 2009).
Ketela pohon merupakan tanaman berkayu, beruas-ruas dan panjang,
ketinggiannya bisa mencapai 3 meter atau lebih. Ketela pohon atau singkong
merupakan umbi atau akar pohon yang panjangnya antara 20 80 cm dan bergaris
tengah 5 10 cm tergantung jenis ketela pohon yang ditanam. Komponen utama
ketela pohon adalah karbohidrat (34 %), air (62,5 %) dan sisanya terdiri dari protein,
lemak dan abu (Mastuti dan Setyawardhani, 2010).
Proses pembuatan glukosa dari pati pada umumnya menggunakan hidrolisis
enzim (Muljadi, dkk., 2009). Enzim yang biasa digunakan untuk proses pembuatan
sirup glukosa secara sinergis adalah enzim -amilase dan enzim glukoamilase. Enzim
-amilase akan memotong ikatan amilosa dengan cepat pada pati kental yang telah

mengalami gelatinisasi. Kemudian enzim glukoamilase akan menguraikan pati secara


sempurna menjadi glukosa pada tahap sakarifikasi (Rahmayanti, 2010).
Reaksi pembentukkan bioetanol ditujukkan pada reaksi (1) dan (2).

Pati

Glukosa

Glukosa

Etanol

Tahapan proses produksi bioetanol dari pati, yaitu :


a. Proses Gelatinasi
Dilakukan terhadap bahan baku pati (singkong), yaitu bahan dihancurkan
dan dicampur air. Slurry diperkirakan mengandung pati 30 % dipanaskan
sehingga berbentuk gel. Proses gelatinasi tersebut dapat dilakukan dengan cara
bubur pati dipanaskan sampai 110 oC selama 30 menit, kemudian didinginkan
sampai mencapai temperature 90 oC tambah enzim -amilase. Suhu 90 oC
dipertahankan selama 1 jam.
b. Proses Sakarifikasi
Dilakukan terhadap hasil gelatinasi yang didinginkan sampai mencapai 60
o

C, kemudian ditambah enzim glukoamilase waktu proses 3 jam.

c. Proses Fermentasi
Dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi alkohol dengan
menggunakan yeast. Proses fermentasi alkohol terjadi pada kondisi anaerob
dengan menggunakan Saccharomyces yang mengubah glukosa menjadi etanol
dan CO2. Bioetanol yang diperoleh dari proses fermentasi ini, berkadar 6 10
% (kaldu fermentasi).
d. Proses Distilasi
Dimaksudkan untuk memurnikan bioetanol hasil fermentasi yang
mempunyai kemurnian sekitar 6 10 % menjadi > 90 % alkohol.
(Muljadi, dkk., 2009).

Uraian Proses
Singkong dikupas kulitnya, dibersihkan kemudian diparut dengan mesin
pemarut. Hasil parutan diperas untuk memperoleh sari patinya. Bubur pati
dipanaskan sampai 105 oC. Apabila larutan sudah mulai mengental tambahkan
sejumlah enzim amilase sesuai dosis yang dijalankan, dan suhu dijaga 90 oC
selama 1 jam lalu didinginkan sampai mencapai temperatur 60 oC. Tambahkan enzim
glukoamilase sesuai dosis yang divariasikan dan temperatur 60

C tersebut

dipertahankan selama sekitar 3 jam. Hasil yang telah diperoleh dilanjutkan dengan
proses fermentasi dengan menambahkan ragi, dan nutrisi (urea dan NPK). Proses ini
dilakukan dalam fermentor dan berlangsung selama kurang lebih 4 hari. Selama
fermentasi berlangsung suhu akan naik dan diikuti penggelembungan gas CO 2.
Fermentasi selesai ditandai dengan menurunnya suhu hingga suhu sekeliling.
Bioetanol hasil fermentasi (kaldu fermentasi) ini mempunyai kadar alkohol 6 10 %.
Selanjutnya, kaldu fermentasi dimurnikan menggunakan alat distilasi dan hasil
proses pemurnian dianalisis kadar alkoholnya (Muljadi, dkk., 2009).

Diagram Pengolahan

Gambar 2.1 Diagram Pengolahan Ketela Pohon untuk Energi Alternatif


(Muljadi, dkk., 2009)

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Isalmi., Nurbayti, Siti., Suwandari, Juwita. 2013. Pembuatan Gliserol dengan
Reaksi Hidrolisis Minyak Goreng Bekas. Prodi Kimia, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah : Jakarta.
Mastuti, Endang dan Setyawardhani, Dwi Ardiana. 2010. Pengaruh Variasi
Temperatur dan Konsentrasi Katalis pada Kinetika Reaksi Hidrolisis
Tepung Kulit Ketela Pohon. Ekuilibrium, Vol. 9, No. 1, ISSN : 1412-9124.
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret : Jawa
Tengah.
Muljadi, Edi., Billah, Mutasim., Karaman, Novel. 2009. Proses Produksi Bioetanol
Berbasis Singkong. Seminar Nasional, Implementasi Teknologi Informasi
dalam Pengembangan Industri Pangan, Kimia dan Manufaktur. Fakultas
Teknik Industri dan LPPM, UPN Veteran : Jawa Timur.
Rahmayanti, Dian. 2010. Pemodelan dan Optimasi Hidrolisa Pati Menjadi Glukosa
dengan Metode Artificial Neural Network-Genetic Algorithm (ANN-GA).
Skripsi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro :
Semarang.

Anda mungkin juga menyukai