Anda di halaman 1dari 6

Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil / OH oleh suatu senyawa.

Gugus
OH dapat diperoleh dari senyawa air. Hidrolisis dapat digolongkan menjadi hidrolisis murni,
hidrolisis katalis asam, hidrolisis katalis basa, gabungan alkali dengan air dan hidrolisis
dengan katalis enzim. Sedangkan berdasarkan fase reaksi yang terjadi diklasifikasikan
menjadi hidrolisis fase cair dan hidrolisis fase uap.
Hidrolisis pati terjadi antara suatu reaktan pati dengan reaktan air. Reaksi ini adalah orde
satu karena reaktan air yang dibuat berlebih, sehingga perubahan reaktan dapat diabaikan.
Reaksi hidrolisis pati dapat menggunakan katalisator ion H+ yang dapat diambil dari asam.
Reaksi yang terjadi pada hidrolisis pati adalah sebagai berikut: (C 6H10O5)x + x H2O x
C6H12O6. Produk hasil hidrolisa pati sangat banyak digunakan dan diterapkan dalam
penggunaan pati pada produk-produk pengolahan hasil pangan. Proses hidrolisa pati
menggunakan asam maupun enzim adalah proses yang umum digunakan untuk mengubah
pati menjadi molekul yang lebih kecil lagi bahkan hingga mengubah pati menjadi gula
sederhana.
Klasifikasi proses hidrolisa dapat dibagi menjadi: (1) Hidrolisa fase gas: sebagai
penghidrolisa adalah air dan reaksi berjalan pada fase uap. (2) Hidrolisa fase cair: pada
hidrolisa ini, ada 4 tipe hidrolisa, yaitu: (a) Hidrolisa murni: efek dekomposisinya jarang
terjadi, tidak semua bahan terhidrolisa. Efektif digunakan pada : reaksi Grigrard dimana air
digunakan sebagai penghidrolisa, (b) Hidrolisa bahan-bahan berupa anhidrid asam laktan dan
laktanida. Hidrolisa senyawa alkil yang mempunyai komposisi kompleks, hidrolisa asam
berair. Pada umumnya dengan HCl dan H2SO4, dimana banyak digunakan pada industri
bahan pangan, misal: hidrolisa gluten menjadi monosodium glutamate, hidrolisa pati menjadi
glukosa. Sedangkan H2SO4 banyak digunakan pada hidrolisa senyawa organik dimana
peranan H2SO4 tidak dapat diganti. (c) Hidrolisa dengan alkali berair: Penggunaan
konsentrasi alkali yang rendah dalam proses hidrolisa diharapkan ion H+ bertindak sebagai
katalisator sedangkan pada konsentrasi tinggi diharapkan dapat bereaksi dengan asam yang
terbentuk. (d) Hidrolisa dengan enzim Senyawa dapat digunakan untuk mengubah suatu
bahan menjadi bahan hidrolisa lain. Hidrolisa ini dapat digunakan : hidrolisa molase, beer
(pati maltosa/glukosa) dengan enzim amilase.
Pembuatan produk hidrolisat pati sering dilakukan karena produk hidrolisat pati memiliki
banyak kegunaan terutama industri pangan. Aplikasi hidrolisa pati banyak digunakan dalam
Industri makanan dan minuman menggunakan sirup glukosa hasil hidrolisis pati sebagai
pemanis. Produk akhir hidrolisa pati adalah glukosa yang dapat dijadikan bahan baku untuk
produksi fruktosa dan sorbitol. Hasil hidrolisis pati juga banyak digunakan dalam industri
obat-obatan. Dan juga glukosa yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan bioethanol.
Sirup glukosa adalah cairan kental dan jernih dengan komponen utama glukosa yang
diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik. Proses hidrolisis pada
dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati (C 6H12O6)n menjadi unit-unit monosakarida
(C6H12O6) (Nuri 2012). Sirup glukosa sering disebut juga dengan gula cair dan merupakan
monosakarida, yang terdiri atas satu monomer yaitu glukosa, sedangkan gula pasir atau
sukrosa merupakan disakarida, yang terdiri atas ikatan glukosa dan fruktosa.
Proses pembuatan sirup glukosa dapat dibuat dengan cara hidrolisis asam atau dengan
cara enzimatis. Pembuatan sirup glukosa ini menggunakan bahan baku yang berasal dari pati
umbi-umbian seperti pati dari ubi jalar, ubi ganyong, garut, kimpul, ataupun suweg, yang
kurang dimanfaatkan dan dikembangkan di Indonesia. Pembuatan sirup glukosa (gula cair)
ini diharapkan menjadi alternatif pengganti gula pasir (sukrosa) untuk memenuhi kebutuhan
pokok pangan penduduk Indonesia. Pada saat proses pembuatan sirup glukosa, pemilihan
sumber pati harus mempertimbangkan kandungan amilosa dan amilopektinnya. Sumber pati
yang mempunyai amilopektin tinggi lebih baik karena memiliki pati ISP (Insoluble Starch
Particles) yang dapat dihidrolisis secara asam maupun enzimatik (Nuri 2012).
Bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan sirup glukosa adalah enzim alfa
amilase, glukoamilase, karbon aktif, resin, bahan kimia NaOH dan HCl untuk pengatur pH
dan NaHCO3 untuk menstabilkan pH. Proses produksi sirup glukosa meliputi likuifikasi,
sakarifikasi, penjernihan, penetralan, dan evaporasi. Tahap likuifikasi adalah proses hidrolisa
pati menjadi dekstrin oleh a-amilase pada suhu di atas suhu gelatinisasi dan pH optimum
aktivitas a-amilase, selama waktu yang telah ditentukan untuk setiap jenis enzim. Proses
likuifikasi berlangsung pada suhu 95oC (aktivitas enzim termofilik), karena itu suhu
gelatinisasi pati yang akan dihidrolisis sebaiknya kurang dari 95oC. Di bawah suhu
gelatinisasinya, pati tidak akan terurai atau terhidrolisis secara enzimatis maupun asam.
Sesudah itu tangki diusahakan pada suhu 105oC dan pH 4,0-7,0 untuk pemasakan sirup
sampai semua amilosa dapat terdegradasi menjadi dekstrin. Setiap dua jam, sirup pada tangki
dianalisis kadar amilosanya dengan uji iod untuk mengetahui nilai DE (Dextrose Equivalen).
Bila iod sudah menunjukkan warna coklat berarti amilosa sudah terdegradasi (nilai DE
sekitar 8,0-14,0) maka proses likuifikasi sudah selesai (Nuri 2012).
Pada proses sakarifikasi, dekstrin didinginkan sampai 60 oC, pH diatur pada angka 4,0-
4,6. Proses ini biasanya berlangsung selama 72 jam dengan pengadukan secara terus-
menerus. Proses sakarifikasi dianggap selesai bila sirup telah mencapai nilai DE minimal
94,5%, nilai warna 60%, transmiten dan Brix 30-36. Selanjutnya dilakukan proses
pemucatan, penyaringan dan penguapan. Pemucatan bertujuan untuk menghilangkan bau,
warna, kotoran, dan menghentikan aktivitas enzim. Proses hidrolisa pati menjadi molekul
glukosa secara kimia dapat ditulis (C6H10O5)n n (C6H12O6) (pati).
Maltodekstrin dan sirup glukosa pada saat pembuatannya juga rentan mengalami
kegagalan. Faktor yang dapat mempengaruhi kegagalan pembuatan maltodekstrin dan sirup
glukosa adalah perbedaan konsentrasi asam klorida dalam perlakuan, asam klorida yang lebih
kuat akan lebih kuat mendegradasi polisakarida dalam bahan, pengaruh pengadukan pada saat
memasak maltodekstrin dan sirup glukosa, pengadukan yang tidak merata pada saat
pemasakan menyebabkan larutan pati yang akan diolah menjadi maltodekstrin dan sirup
glukosa akan gosong pada bagian bawah. Selain itu, mutu bahan yang digunakan mungkin
sudah tidak bagus lagi karena dalam pembuatan bahan dengan analisis mutu memiliki waktu
yang relatif lama.
Penggunaan asam sebagai penghidrolisa menghasilkan biaya produksi yang sedikit,
namun produk yang dihasilkan tidak seragam dan banyak senyawa pati yang rusak oleh asam
tersebut, sedangkan penggunaan enzim sebagai penghidrolisa menghasilkan produk yang
seragam, lebih terkontrol, namun biaya produksi lebih tinggi karena harga dari enzim sendiri
lebih mahal jika dibandingkan dengan asam.
Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap reaksi hidrolisa :
1. Katalisator
Hampir semua reaksi hidrolisa memerlukan katalisator untuk mempercepat jalannya
reaksi. Katalisator yang dipakai dapat berupa enzim atau asam sebagai katalisator, karena
kerjanya lebih cepat. Asam yang dipakai beraneka ragam mulai dari asam klorida (Agra
dkk 1973; Stout & Rydberg Jr. 1939), Asam sulfat sampai asam nitrat. Yang berpengaruh
terhadap kecepatan reaksi adalah konsentrasi ion H, bukan jenis asamnya. Meskipun
demikian di dalam industri umumnya memakai larutan HCl yang mempunyai konsentrasi
asam lebih tinggi dari pada pembuatan sirup. Hidrolisa pada tekanan 1 atm memerlukan
asam yang jauh lebih pekat.
2. Suhu dan tekanan
Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi mengikuti persamaan Arhenius.makin tinggi
suhu, makin cepat jalannya reaksi. Untuk mencapai konversi tertentu diperlukan waktu
sekitar 3 jam untuk menghidrolisa pati ketela rambat pada suhu 100C. tetapi kalau
suhunya dinaikkan sampai suhu 135C, konversi yang sebesar itu dapat dicapai dalam 40
menit (Agra dkk1973). Hidrolisis pati gandum dan jagung dengan katalisator asam sulfat
memerlukan suhu 160C. karena panas reaksi hampir mendekati nol dan reaksi berjalan
dalam fase cair maka suhu dan tekanan tidak banyak mempengaruhi keseimbangan.
3. Pencampuran (pengadukan)
Supaya zat pereaksi dapat saling bertumbukan dengan sebaik-baiknya, maka perlu
adanya pencampuran. Untuk proses batch, hal ini dapat dicapai dengan bantuan pengaduk
atau alat pengocok (Agra dkk 1973). Apabila prosesnya berupa proses alir (kontinyu),
maka pencampuran dilakukan dengan cara mengatur aliran di dalam reaktor supaya
berbentuk olakan.
4. Perbandingan zat pereaksi
Jika salah satu zat pereaksi berlebihan jumlahnya maka keseimbangan dapat
menggeser ke sebelah kanan dengan baik. Oleh karena itu suspensi pati yang kadarnya
rendah memberi hasil yang lebih baik dibandingkan kadar patinya tinggi. Bila kadar
suspensi diturunkan dari 40% menjadi 20% atau 1%, maka konversi akan bertambah dari
80% menjadi 87 atau 99% (Groggins 1958). Pada permukaan kadar suspensi pati yang
tinggi sehingga molekul-molekul zat pereaksi akan sulit bergerak. Untuk menghasilkan
pati sekitar 20%.
Pada produk hidrolisat pati, dilakukan pengujian dengan menggunakan iod. Uji iod
bertujuan untuk mengidentifikasi polisakarida. Reagent yang digunakan adalah larutan iodin
yang merupakan I2 terlarut dalam potassium iodide. Reaksi antara polisakarida dengan iodin
membentuk rantai poliiodida. Polisakarida umumnya membentuk rantai heliks (melingkar),
sehingga dapat berikatan dengan iodin, sedangkan karbohidrat berantai pendek seperti
disakarida dan monosakaraida tidak membentuk struktur heliks sehingga tidak dapat
berikatan dengan iodin.
Pada hidrolisis sempurna, pati seluruhnya dikonversi menjadi dektrosa, derajat konversi
tersebut dinyatakan dengan dextrose equivalent (DE), dari larutan tersebut diberi indeks 100.
Dextrose Equivalent (DE) adalah besaran yang menyatakan nilai total pereduksi pati atau
produk modifikasi pati dalam satuan persen. DE berhubungan dengan derajat polimerisasi
(DP). DP menyatakan jumlah unit monomer dalam satu molekul. Unit monomer dalam pati
adalah glukosa sehingga maltosa memiliki DP 2 dan DE 50 (Wurzburg 1989).
Produk yang dihasilkan dari proses hidrolisat pati contohnya adalah maltodekstrin dan
sirup glukosa. Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung
unit -D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang
dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C 6H10O5)nH2O)] . Maltodekstrin merupakan
produk dari modifikasi pati salah satunya singkong (tapioka). Maltodekstrin sangat banyak
aplikasinya. Seperti halnya pati maltodekstrin merupakan bahan pengental sekaligus dapat
sebagai emulsifier. Kelebihan maltodekstrin adalah bahan tersebut dapat dengan mudah
melarut pada air dingin. Aplikasinya penggunaan maltodekstrin contohnya pada minuman
susu bubuk, minunan berenergi (energen) dan minuman prebiotik.
Proses pembuatannya ada dua, yaitu maltodekstrin dengan hidrolisat asam dan
maltodekstrin dengan hidrolisat enzim. Maltodekstrin dengan hidrolisat asam prosesnya
cukup sederhana yang pertama larutkan tapioka kedalam air hingga konsentrasi 30%.
Kemudian, tambahkan asam (HCL) kedalamnya dan dipanaskan pada suhu antara 80-90C.
dalam pemanasan harus selalu diaduk untuk menghindari proses gelatinisasi dari pati. proses
berikutnya adalah mengeringkan suspensi tersebut dengan drum drier atau spray drier. jika
telah dikeringkan, produk yang masih dalam bentuk kerak digiling menggunakan blander
hingga halus. Produk selanjutnya dengan kemasan kering dan disimpan pada tempat kering.
Untuk maltodekstrin dengan hidrolisat enzim caranya hampir sama dengan pembuatan
maltodekstrin dengan hidrolisat asam hanya mengganti asam yang telah ditambahkan dengan
enzim. jika dibandingkan proses pembuatan malto dekstrin dengan hidrolisat enzim akan
lebih mudah dengan biaya yang murah daripada pembuatan maltodekstrin dengan hidrolisat
enzim.

Pada praktikum praktikum kali ini, kelompok 1 membuat maltodekstrin dari tapioka
dengan katalis asam, kelompok 2 membuat maltodekstrin dari tapiokadengan katalis enzim
alfa amilase, kelompok 3 membuat maltodextrin dari sagu dengan asam, kelompok 4
membuat maltodextrin dari sagu dengan enzim, kelompok 5 membuat sirup glukosa dengan
katalis asam, dan kelompok 6 membuat sirup glukosa dengan katalis enzim. Pada praktikum
ini dilakukan beberapa uji, antara lain total gula, total gula pereduksi, nilai DE dan nilai DP.
Pada uji total gula diukur dengan menggunakan metode fenol. Dari hasil praktikum uji
fenol dilakukan pada sampel gula yang belum mengalami inversi untuk melihat kandungan
total gula yang terdapat di dalam larutan gula. Bahan yang digunakan untuk pengujian ini
adalah gula invert dan hasil produk hidrolisat pati (maltodekstrin dan sirup glukosa).
Diketahui saat nilai blanko (0), Dari data hasil pengamatan, nilai absorbansi produk hidrolisat
pati dari tiap kelompok adalah 0,198, 0.26, 0.105, 0.214, 0.57, dan 0.759. Dari nilai
absorbansi tersebut, dapat digunakan untuk menentukan nilai konsentrasi total gula yang
dikandung oleh produk hidrolisat pati dengan menggunakan kurva standar yang sebelumnya
telah dibuat. Sehingga diperoleh nilai kandungan total gula pada saat 40 ppm dan nilai blanko
3.49 dari masing- masing kelompok, yakni 21.66 ppm, 27.34 ppm, 13.13 ppm, 23.13 ppm,
55.79 ppm, dan 73.13 ppm. Produk hidrolisat pati didapatkan nilai absorbansi tertinggi yaitu
pada kelompok 6 (0.759) yang dibuat dari sirup glukosa dengan katalis enzim dan yang
terendah ada pada kelompok 3 (0.105) yang dibuat dari maltodextrin dari sagu dengan asam.
Sedangkan nilai kandungan total gula dari produk hidrolisat pati yang memliki nilai
absorbansi tertinggi dimiliki oleh kelompok 6 (73.13) yaitu sirup glukosa dengan enzim dan
yang terendah ada pada kelompok 3 (23.13) yang dibuat dari maltodextrin dari sagu dengan
asam. Hal ini disebabkan karena nilai absorbansi sebanding dengan kandungan gula
pereduksi di dalam suatu larutan dengan asumsi tidak ada senyawa pengotor lain yang tidak
diinginkan.
Selanjutnya uji total gula pereduksi dengan menggunakan metode DNS. Dari hasil
praktikum uji gula pereduksi (DNS) dilakukan pada setiap sampel produk hidrolisat pati
(maltodekstrin dan sirup glukosa). Diketahui saat nilai blanko (0), Dari data hasil
pengamatan, nilai absorbansi produk hidrolisat pati dari tiap kelompok adalah -0.049, 0.028,
-0.816, 0.09, 0.025, dan 0.064. Dari nilai absorbansi tersebut, dapat digunakan untuk
menentukan nilai konsentrasi gula pereduksi yang dikandung oleh produk hidrolisat pati
dengan menggunakan kurva standar yang sebelumnya telah dibuat. Sehingga diperoleh nilai
kandungan gula pereduksi dari masing- masing kelompok, yakni 30.643 ppm, 58.143 ppm,
-243.286 ppm, 80.286 ppm, 57.0714 ppm, dan 71 ppm. Produk hidrolisat pati didapatkan
nilai absorbansi tertinggi yaitu pada kelompok 6 (0.064) yang dibuat dari sirup glukosa
dengan katalis enzim dan yang terendah ada pada kelompok 3 (-0.816) yang dibuat dari
maltodextrin dari sagu dengan asam. Rentang transmitat yang baik adalah diantara 0.2-0.8.
Sedangkan hasil kandungan gula pereduksi dari produk hidrolisat pati yang memliki nilai
absorbansi tertinggi dimiliki oleh kelompok 4 (80.286) yaitu maltodextrin dari sagu dengan
enzim. Terjadi kejanggalan pada nilai kandungan gula pereduksi pada kelompok 3 karena
telah menunjukkan hasil yang negatif atau minus dan diduga bahwa terjadi kesalahan pada
nilai yang ditunjukkan oleh spektrofotometer.
Praktikum selanjutnya yaitu uji DE dan DP. nilai DE diperoleh dari total gula dibagi
dengan total gula pereduksi dikali 100, sedangkan nilai DP diperoleh dari total gula dibagi
total gula pereduksi. Nilai DE hidrolisat pati pada kelompok 1 mendapat nilai 78.72,
kelompok 2 tidak mendapatkan nilai mungkin karena terjadi kesalahan dalam praktikum
sehingga nilai DE tidak didapatkan, kelompok 3 mendapatkan nilai 82.97, kelompok 4
mendapatkan nilai 15.9, kelompok 5 mendapat nilai 110.04, kelompok 6 mendapat nilai
97.1. Menurut Tjokroadikoesoemo (1985), konversi asam umumnya terbatas sampai DE 55,
konversi diatas 55, DE akan menghasilkan banyak zat warna dan timbulnya rasa pahit. Nilai
DE 100 adalah murni dekstrosa sedangkan nilai DE 0 adalah pati alami. Hidrolisat dengan
nilai DE 50 adalah maltosa, nilai DE di bawah 20 adalah maltodekstrin, sedangkan hidrolisat
dengan DE berkisar antara 20-100 adalah sirup glukosa.
Uji nilai DP dengan menggunakan bahan produk hidrolisat pati. Mendapatkan hasil pada
kelompok 1 mendapat nilai 1.27, kelompok 2 tidak mendapatkan nilai mungkin karena terjadi
kesalahan dalam praktikum sehingga nilai DP tidak didapatkan, kelompok 3 mendapatkan
nilai 0.79, kelompok 4 mendapatkan nilai 6.047, kelompok 5 mendapat nilai 0.89, kelompok
6 mendapat nilai 1.26. Uji nilai DP mendapatkan nilai menurun dari 6.9047 0.89, seiring
dengan perbedaan perlakuan yang digunakan dalam hidrolisis. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan konsentrasi asam klorida dalam perlakuan, asam klorida yang lebih kuat akan
lebih kuat mendegradasi polisakarida dalam bahan, sehingga nilai DP yang menunjukkan
angka rata-rata unit monomer dalam suatu molekul akan menurun dan mutu bahan yang
digunakan sudah jelek.

Anda mungkin juga menyukai