Anda di halaman 1dari 14

BIAStatistics (2016)

Vol. 10, No. 1, hal. 17-30

PENERAPAN METODE OVERLAID CONTOUR PLOT


DAN DESIRABILITY FUNCTION
PADA CENTRAL COMPOSITE DESIGN

Dita Dioputri Againa1, Sri Wirnani2 dan Enny Supartini2


1
Mahasiswa Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran
2
Dosen Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran
Email: ditadioputri@yahoo.com; sri.winarni@unpad.ac.id; arthinii@yahoo.com

ABSTRAK
Optimasi adalah pencarian nilai-nilai variabel yang dianggap optimal, efektif dan efisien untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Proses optimasi yang sering dilakukan pada umumnya hanya
melibatkan satu respon saja. Ketika dalam percobaan melibatkan lebih dari satu respon
(multirespon) maka proses optimasi dilakukan secara simultan atau bersamaan. Metode optimasi
multirespon yang dapat digunakan adalah Overlaid Contour Plot dan Desirability Function. Kedua
metode ini diterapkan pada kasus teknik persiapan untuk misel buatan pada muatan
harminedengan desain dasar yaitu Central Composite Design. Dimana terdapat dua buah faktor
yang terlibat yaitu Harmine dan volume hidrasi, sedangkan responnya adalah jumlah muatan obat
dan indeks polidispersitas. Melalui analisis Overlaid Contour Plot dan Desirability Function
didapatkan komposisi perlakuan Harmine sebesar 1,7273 mg dan perlakuan volume hidrasi
sebesar 10,4545 mL. Komposisi perlakuan tersebut dapat mengoptimalkan respon jumlah muatan
obat sebesar 13,8024 dan respon indeks polidispersitas sebesar 0,1922.

Kata Kunci : Optimasi, Response Surface Methodology, Overlaid Contour Plot, Desirablity
Function, Central Composite Design.

1. PENDAHULUAN

Optimasi adalah pencarian nilai-nilai variabel yang dianggap optimal, efektif


dan efisien untuk mencapai hasil yang diinginkan(Karmiadji,2011). Dalam pengambilan
keputusan, optimasi bertujuan untuk memilih kondisi dari beberapa variabel input atau
disebut juga dengan variabel independen untuk mendapatkan kondisi output yang
optimum. Proses optimasi yang sering dilakukan pada umumnya hanya melibatkan satu
respon saja. Ketika dalam percobaan melibatkan lebih dari satu respon (multirespon)
maka proses optimasi dilakukan secara simultan atau bersamaan . Jika optimasi tidak
dilakukan secara simultan, maka keoptimalan pada setiap responnya belum tentu sama.
Optimal pada satu respon belum tentu optimal pada respon yang lain (Supartini dan
Winarni, 2015). Metode optimasi multirespon yang dapat digunakan adalah Response
Surface Methodologydan desirability function.
Response Surface Methodology(RSM) merupakan suatu metode yang
mengkombinasikan desain eksperimen dengan teknik-teknik statistika untuk menganalisis
permasalahan dimana beberapa variabel independen mempengaruhi hasil dan tujuan
akhirnya adalah untuk mengoptimalkan respon. Metode ini memberikan kemudahan
dalam menentukan kondisi optimum untuk mendapatkan hasil yang sangat memuaskan
(Montgomery, 2009). Pada RSM identifikasi variabel secara visual dapat menggunakan
overlaid contour plot. Overlaid contour plot digunakan untuk proses optimasi respon
secara bersamaan. Metode ini dilakukan dengan menumpangtindihkan contour plot untuk
masing-masing respon dan menemukan daerah yang membuat kemungkinan nilai terbaik
untuk masing-masing respon.

17
Desirability function adalah salah satu metode yang sering digunakan dalam
dunia industri untuk melakukan optimasi multirespon dari suatu proses (Bachtiyar et al,
2011). Optimisasi dengan menggunakan desirability function merupakan salah satu
metode yang digunakan untuk mengoptimalkan proses respon ganda secara simultan.
RSM dapat digunakan pada beberapa desain dasar diantaranya Central
Composite Design(CCD). CCD adalahdesainyang paling umum digunakan dirancangan
percobaan. CCD adalah desain faktorial fraksial dengan poin pusat, ditambah dengan
sekelompok poin aksial yang memungkinkan untuk memperkirakan kelengkungan
(Shivakumar et al, 2008). Pada CCD, agar kualitas dari prediksi menjadi lebih baik, maka
rancangannya selain memiliki sifat ortogonal juga harus rotatable (Jeff Wu, 2009).
Kasus percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada bidang
farmasi mengenai teknik persiapan untuk misel buatan pada muatan harmineyang
dilakukan oleh Yong-Yan Bei dan kawan-kawan (2013). Misel adalah molekul-molekul
surfaktan yang mulai berasosiasi berikutnya. Harmine yang biasa disebut dengan zat
kristal putih merupakan sebuah harmalin (senyawa alkoid) dan diperoleh dengan oksidasi.
Harmine merupakan sebuah polimer sintetis amfipatik terbaru yang disintesis untuk
mengurangi efek samping karena pemberian obat yang tidak larut. Untuk mencapai
manfaat terbaik dilakukan sistem pelepasan efektif untuk obat hidrofobik seperti liposom
dan nanopartikel. Akhir-akhir ini, amfipatik polimer telah dikembangkan, yaitu sebuah
hasil sintesis yang menjadi nanomisel. Dibandingkan dengan liposom dan nanopartikel,
misel polimer mempunyai stabilitas termodinamik. Inti hidrofobik dapat menjadi wadah
untuk obat-obatan yang tidak larut dengan jumlah muatan obat (LD) dan waktu retensi
yang panjang, yang dapat meningkatkan daya larut dan memperbaiki bioavailabilitas.
Harmine mempunyai bioavailabilitas yang rendah sehingga daya larutnya pun akan
rendah. Untuk mendapatkan bioavailabilitas yang memuaskan, maka dilakukan
peningkatan LD pada harmine. Dalam kasus ini respon yang diteliti berupa jumlah
muatan obat (LD)dan indeks polidispersitas (PDI), sedangkan variabel independen yaitu
harmine (HM) yang mempunyai 5 buah taraf dan volume hidrasi yang mempunyai 5 buah
taraf.
Dengan menggunakan formulasi model yang tepat, maka dapat diperoleh nilai
variabel independen (X1 dan X2) yang menyebabkan LD(Y1) dan PDI (Y2) menjadi
optimal. Dalam proses produksinya peneliti ingin mengetahui komposisidari variabel HM
dan volume hidrasi agar dapat mengoptimalkan respon volume LD dan PDI.

2. METODOLOGI

2.1. Response Surface Methodology(RSM)


Langkah pertama dari metode permukaan respon adalah menemukan hubungan
antara respon dengan variabel independen melalui persamaan polinomial orde satu
(model orde pertama). Dinotasikan variabel-variabel independen 1,x2,, . Variabel-
variabel tersebut diasumsikan terkontrol dan mempengaruhi variabel respon . Jika
respon dimodelkan secara baik dengan fungsi linier dari variabel-variabel independen X ,
maka pendekatan fungsi dari model orde satu adalah seperti pada fungsi berikut:
= + + + + + (1)
Jika terdapat kelengkungan pada eksperimen orde pertama maka selanjutnya
dilakukan model orde kedua karenamodel orde kedua diisyaratkan untuk pendekatan
optimasi respon karena adanya lengkungan (curvature) dalam permukaannya. Analisis
respon permukaan orde kedua sering disebut model kuadratik. Model orde kedua
dinyatakan seperti yang disebutkan persamaan berikut:

18 Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016


= + + + + (2)
j<k
Sedangkan pendugaan untuk model order kedua dinyatakan dalam

= + + + . (3)
j<k
dengan nilai dugaan, x variabel predictor, b taksiran parameter regresi dan residual.

2.1.1. Pengujian Kesesuaian Model (Lack of Fit)


Lack of fit artinya penyimpangan atau ketidaktepatan terhadap model. Pengujian
lack of fit artinya pengujian untuk mendeteksi apakah model orde yang diuji sudah fit
dengan data atau belum. Bila tidak terdapat lack of fit maka model orde yang dipilih
sudah tepat, sedangkan bila terdapat lack of fit bermakna maka model orde yang dipilih
tidak tepat dan selanjutnya perlu dikembangkan menjadi model orde yang lebih tinggi
(Winahju, 2010).
Pengujian kesesuaian model ini dilakukan untuk mengetahui apakah model
sudah sesuai atau belum dengan cara menguji ada tidaknya lack of fit pada model.
Hipotesis yang digunakan adalah
H0 : Tidak terdapat Lack of Fit (Model Orde fit dengan data)
H1 : Terdapat adanya Lack of Fit (Model Orde tidak fit dengan data)
Statistik Uji:
. .
= (4)
.
dengan
. . : Mean Square Lack of Fit
. : Mean Square of Pure Error

Kriteria uji dari pengujian ini adalah tolak H0 jika Fhitung> ( ; ; ; ;)


atau
dapat pula menggunakan kriteria uji p-value<, terima dalam hal lainnya.
Jika pada model orde I terdapat lack of fit, maka analisis dilanjutkan pada
pengujian lack of fit untuk model orde II. Jika tidak terdapat lack of fit maka model yang
digunakan adalah model orde II, tetapi jika terdapat lack of fit maka analisis dilanjutkan
pada model dengan orde yang lebih tinggi.

2.1.2. Pengujian Parameter Regresi


Pengujian parameter regresi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
variabel prediktor dengan respon. Pengujian parameter memiliki hipotesis sebagai
berikut,
H0 : i = 0 (tidak ada pengaruh variabel prediktor ke-i terhadap respon)
H1 : i 0 (terdapat pengaruh variabel prediktor ke-i terhadap respon)
Statistik Uji:

= (5)
( )

Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016 19


Kriteria uji dari pengujian parameter resgresi ini adalah tolak H0 jika Tolak H0
jika > ( ;
atau dapat pula menggunakan kriteria uji p-value < , terima
)
dalam hal lainnya. Artinya variabel-variabel independen Xi memberikan pengaruh yang
berarti terhadap respon.

2.1.3. Overlaid Contour Plot


Seiring permasalahan yang muncul dalam dunia industri tidak hanya melibatkan
satu variabel respon saja, tetapi k variabel respon dan i variabel input, atau biasa disebut
dengan multirespon (Khuri and Cornell, 1996). Pendekatan yang relatif mudah untuk
mengoptimalkan multirespon yang bekerja dengan baik adalah menggunakan overlaid
contour plot (Montgomery, 2009).
Overlaid contour plot digunakan untuk mempertimbangkan optimasi respon
secara bersamaan. Metode ini dilakukan dengan menumpangtindihkan contour plot untuk
masing-masing respon dan menemukan daerah yang membuat kemungkinan nilai terbaik
untuk masing-masing respon sehingga bisa mendapatkan kondisi yang optimal. Melalui
pendekatan multirespon secara simultan ini bisa didapatkan setting faktor yang optimal.
Pada RSM untuk mengidentifikasi variabel secara visual dapat menggunakan
overlaid contour plot. Pada umumnya RSM digunakan untuk mengoptimalisasi satu
respon saja. Dalam kasus respon lebih dari satu proses optimasi secara visual dapat
menggunakan overlaid contour plot yaitu dengan cara menumpangtindihkan masing-
masing overlaid contour plot sehingga ditemukan daerah yang beririsan dan daerah irisan
itu yang berpotensi untuk mengoptimalkan respon (Winarni, 2013). Gambar 1.
menunjukan terdapat daerah yang beririsan pada overlaid contour plot.

Gambar 1. Overlaid Contour Plot (Montgomery, 2009)

2.2. Desirability Function


Desirability function merupakan suatu transformasi geometri respon dari nilai
nol sampai satu. Respon-respon yang berada dalam batas yang ditentukan bernilai antara
nol sampai dengan satu (0 <di 1) dan yang berada diluar batas spesifikasi diberi nilai
nol (di = 0), yang kemudian disebut sebagai fungsi individual desirability (di). Untuk
mendapatkan individual desirability pada setiap respon, permasalahan dapat

20 Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016


dirumuskan kedalam 3 golongan, yaitu larger the better, smaller the better, dan nominal
is the best (Myers et al, 2008). Teknik optimasi ini memakai istilah target (T), upper (U),
lower (L), dan bobot (r).
Larger the better digunakan jika menginginkan optimasi respon sebesar
mungkin (pada titik tertinggi), maka individual desirability-nya adalah

0 Jika ( )

( )
= Jika < ( ) (6)


1 Jika ( ) >

Smaller the better digunakan jika menginginkan optimasi respon sekecil mungkin
(optimasi pada titik terendah), maka individual desirability-nya adalah

1 Jika ( )

( )
= Jika < ( ) (7)


0 Jika ( ) >

Nominal the best digunakan jika respon idealnya adalah nilai target tertentu, maka
individual desirability-nya adalah

0 Jika ( )

( )
Jika < ( )

= (8)
( )
Jika < ( )

0 Jika ( ) >

Dari persamaan fungsi individual desirability terdapat bobot (r) yang berguna
untuk mendefinisikan bentuk dari fungsi desirability pada setiap respon. Bobot dipilih
untuk menekankan atau melonggarkan targetnya (Montgomery, 2009).

1. Untuk 0 < r < 1, memberikan penekanan yang kurang pada targetnya. Semakin
besar nilai desirability semakin jauh nilai respon dari target.
2. Untuk r = 1, memberikan nilai kepentingan yang sama pada target dan nilai batas-
batasnya. Nilai desirability dari suatu respon meningkat secara linier.
3. Untuk r > 1, memberikan penekanan yang lebih pada targetnya. Suatu respon harus
sangat dekat dengan target agar memiliki nilai desirability yang tinggi.
Fungsi individual desirability tersebut digabung menggunakan rataan geometri
yang hasilnya disebut fungsi composite atau overall desirability sebagaimana pada
persamaan (9).
= (9)
Setelah perhitungan individual desirability, dihitung nilai overall desirability,
sehingga didapatkan nilai-nilai antara nol sampai satu, dengan nilai-nilai tersebut dapat
ditentukan apakah hasil optimasi sesuai dengan harapan.

Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016 21


2.3. Central Composite Design (CCD)
Pada umumnya Central Composite Design (CCD) adalah desain yang banyak
digunakan untuk mengestimasi order kedua dalam RSM.CCD merupakan salah satu
metode yang paling populer dari model orde kedua. CCD telah dipelajari dan digunakan
oleh banyak peneliti. Desain ini melibatkan fraksional faktorial yang dikombinasikan
dengan poin aksial (Khuri and Cornell, 1996).
Eksperimen yang baru akan didesain setelah wilayah di sekitar respon
optimum dari model orde I diketahui. Pada eksperimen yang baru, digunakan
model orde II untuk mengetahui adanya lengkungan kuadrat permukaan respon
(Kuehl, 2000). Untuk mengestimasi model permukaan respon orde II, biasanya
digunakan Central Composite Design (CCD).
CCD juga merupakan suatu rancangan percobaan dengan faktor yang terdiri
dari 2 level yang diperbesar titik-titik lebih lanjut yang memberikan efek kuadratik.
Desain ini dimulai dengan level yang sama dengan desain 2 , ditambah dengan level
tambahan yang terdiri dari center points dan star points( ). Total kombinasi level yang
terdapat pada CCD adalah 2 +2 +1, dimana k adalah jumlah faktor.
Pada CCD, agar kualitas dari prediksi menjadi lebih baik, maka rancangannya
selain memiliki sifat ortogonal juga harus rotatable. Suatu rancangan
dikatakanrotatablejika ragam dari variabel respon yang destimasi merupakan fungsi dari
1,2,, yang hanya bergantung pada jarak dari pusat rancangan dan tidak bergantung
dari arahnya (letak titik percobaan).Dengan kata lain ragam dari variabel respon yang
diduga sama untuk semua titik asalkan titik-titik tersebut memiliki jarak yang sama dari
pusat rancangan (center runs) (Ernawati, 2012).
Pada percobaan yang melibatkan dua faktor, titik yang dibentuk pada CCD
berjumlah 13 titik dimana titik-titik tersebut terditri atas 4 buah corner point, 4 buah axial
point, 5 buah center point. Mengapa diambillimacenter point dalam desain? Alasannya
karena terkait dengan varians dari nilai prediksi. Ketika penyesuaian permukaan respon
ingin memperkirakan fungsi respon di daerah desain ini di mana untuk menemukan
kondisi optimal. Prediksi dapat diandalkan di seluruh wilayah, dan terutama di dekat
pusat karena memiliki harapan optimal di wilayah tengah. Dengan memilih 5 center
point, varians di tengah adalah kira-kira sama dengan varians di tepi. Jika hanya memiliki
satu atau dua center point, maka akan memiliki presisi yang kurang di tengah-tengah
daripada presisi pada tepinya. Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan presisi di tepi
desain relatif tengah.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bagian ini akan dibahas hasil serta langkah-langkah perhitungan dalam
proses optimasi menggunakan Overlaid Contour Plot dan Desirability Function. Dalam
RSM, komposisi HM dan komposisi volmue hidrasi disebut sebagai variabel bebas
sedangkan LD dan PDI disebut sebagai variabel respon. Data yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yong-Yan Bei dan kawan-
kawan (2013) mengenai optimasi untuk persiapan misel terbaru pada harmine dengan
menggunakan Central Composite Design (CCD).

3.1. Hasil Analisis dengan Pendekatan Overlaid Contour Plot


3.1.1. Surface Plot dan Contour Plot untuk Y1
Langkah awal pada tahap analisis ini adalah menentukan model orde yang fit
dengan data. Sebagai langkah awal, dilakukan pengujian lack of fit untuk model orde I
dengan hipotesis seperti yang telah disebutkan pada Bab III dengan statistik uji pada

22 Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016


persamaan (4). Setelah dilakukan analisis terhadap Model Orde I, didapat hasil bahw p-
value pada uji lack of fit bernilai 0,000 atau kurang dari derajat signifikansi (=0,05), ini
berarti terdapat lack of fit pada model, yang artinya model yang dibuat belum sesuai
dengan data. Karena uji regresi dan lack of fit masih belum terpenuhi. Oleh karena itu
analisis dilanjutkan pada pendugaan model orde yang lebih tinggi yaitu orde II.
Untuk memperoleh model yang sesuai dengan eksperimen yang telah dilakukan,
maka dilakukan rancangan percobaan dengan orde yang lebih tinggi yaitu rancangan
percobaan orde II. Dari rancangan percobaan orde II, maka diperoleh analisis varian yang
selanjutnya akan dilakukan pengujian dengan menggunakan hipotesis seperti yang telah
disebutkan pada Bab III dengan statistik uji pada persamaan (5).
Setelah dilakukan analisis terhadap Model Orde II, didapat hasil seperti yang
disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Tabel ANAVA untuk Y1 pada Model Orde II


Sumber Varian Koefisien P-Value Alpha Keterangan
Konstan -12,9943 0,001 0,05 Signifikan
X1 12,4099 0,000 0,05 Signifikan
X2 2,3167 0,001 0,05 Signifikan
X1*X1 -1,7019 0,000 0,05 Signifikan
X2*X2 -0,1373 0,000 0,05 Signifikan
X1*X2 0,0677 0,218 0,05 Tidak signifikan
Lack of Fit 0,055 0,05 Model fit

Setelah dilakukan analisis varian yang baru, dapat dilihat bahwa telah terjadi
perubahan pada uji lack of fit dimana p-value yang dihasilkan sebesar 0,055 atau lebih
dari derajat signifikansi (=0,05). Hal ini menunjukan bahwa model yang dibuat telah
sesuai dengan data. P-value yang dihasilkan pada interaksi antar faktor X1 dan X2 lebih
besar dari yang berarti interaksi antar faktor tidak signifikan. Lain halnya dengan
interaksi kuadratik sesama faktor yang juga memiliki pengaruh terhadap respon. Begitu
pula pada single factor X1 dan X2 mempunyai pengaruh terhadap respon. Sehingga dapat
diperoleh model orde II untuk respon Y1 sebagai berikut,
= 12,9943 + 12,4099 + 2,3167 1,7019 0,1373
Persamaan yang diperoleh setelah perbaikan model adalah sesuai dengan
persamaan diatas dapat menghasilkan hasil visual untuk respon LD melalui surface plot
dan contour plot yang disajikan pada Gambar 2.

Surface Plot of y1 vs x2; x1 Contour Plot of y1 vs x2; x1


15,0
y1
< 5,0
5,0 7,5
7,5 10,0
12,5 10,0 12,5
12,5 15,0
15,0 17,5
17,5 20,0
> 20,0
20
x2

10,0
15
y1
10
15
5 7,5
10
x2
1
2
3 5
x1 4
5,0
1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0
x1

Gambar 2. Surface Plot dan Contour Plot untuk LD


Daerah yang menghasilkan respon paling optimum dapat dilihat dari contour
yang telah diperoleh. Plot kurva dalam Gambar 2 menunjukan bahwa kurva yang

Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016 23


diperoleh berbentuk kurva maksimum. Kombinasi level medium dari faktor volume
hidrasi dan level tertinggi dari faktor HM akan menyebabkan respon LD maksimum
(optimum). Terlihat pada Gambar 2 dan Gambar 3 bahwa LD akan semakin tinggi
apabila kandungan HM berada pada level tertingginya yaitu 4 mg. Begitu pula dengan
volume hidrasi akan menyebabkan jumlah muatan obat optimum apabila komposisi
volume hidrasi berada pada level mediumnya yaitu sekitar 10 mL.

3.1.2. Surface Plot dan Contour Plot untuk Y2


Sama halnya dengan respon Y1, pada Y2 langkah awal yang dilakukan adalah
menentukan model orde yang fit dengan data. Maka dilakukan analisis Model Orde I
terlebih dahulu dengan hipotesis seperti yang telah disebutkan pada Bab III dengan
statistik uji pada persamaan (4).
Setelah dilakukan analisis terhadap Model Orde I, didapat hasil p-value pada uji
lack of fit bernilai 0,002 atau kurang dari derajat signifikansi (=0,05), ini berarti terdapat
lack of fit pada model, yang artinya model yang dibuat belum sesuai dengan data. Oleh
karena itu analisis dilanjutkan pada pendugaan model orde yang lebih tinggi yaitu orde II.
Untuk memperoleh model yang sesuai dengan eksperimen yang telah dilakukan,
maka dilakukan rancangan percobaan dengan orde yang lebih tinggi yaitu rancangan
percobaan orde II. Dari rancangan percobaan orde II, maka diperoleh analisis varian yang
selanjutnya akan dilakukan pengujian dengan menggunakan hipotesis seperti yang telah
disebutkan pada Bab III dengan statistik uji pada persamaan (5).
Setelah dilakukan analisis terhadap Model Orde II, didapat hasil seperti yang
disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Tabel ANAVA untuk Y2 pada Model Orde II


Sumber Varian Koefisien P-Value Alpha Keterangan
Konstan 1,35939 0,001 0,005 Signifikan
X1 -0,44067 0,002 0,05 Signifikan
X2 -0,14362 0,009 0,05 Signifikan
X1*X1 0,14686 0,000 0,05 Signifikan
X2*X2 0,00722 0,008 0,05 Signifikan
X1*X2 -0,00679 0,216 0,05 Tidak signifikan
Lack of Fit 0,129 0,05 Model fit

Setelah dilakukan analisis varian yang baru, dapat dilihat bahwa telah terjadi
perubahan pada uji lack of fit dimana p-value yang dihasilkan sebesar 0,129 atau lebih
dari derajat signifikansi (=0,05). Hal ini menunjukan bahwa model yang dibuat telah
sesuai dengan data. P-value yang dihasilkan pada interaksi antar faktor X1 dan X2 lebih
besar dari yang berarti interaksi antar faktor tidak signifikan. Lain halnya dengan
interaksi kuadratik sesama faktor yang juga memiliki pengaruh terhadap respon. Begitu
pula pada single factor X1 dan X2 mempunyai pengaruh terhadap respon. Sehinggadapat
diperoleh model orde II untuk respon Y1 sebagai berikut,
= 1,35939 0,44067 0,14362 + 0,14686 + 0,00722
Persamaan yang diperoleh setelah perbaikan model adalah sesuai dengan
persamaan diatas dapat menghasilkan hasil visual untuk respon LD melalui surface plot
dan contour plot yang disajikan pada Gambar 3.

24 Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016


Surface Plot of y2 vs x2; x1 Contour Plot of y2 vs x2; x1
15,0
y2
< 0,2
0,2 0,4
0,4 0,6
12,5 0,6 0,8
0,8 1,0
1,0 1,2
> 1,2

1,2

x2
10,0
0,9
y2
0,6
15
0,3
7,5
10 x2
1
2 5
3
x1 4
5,0
1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0
x1

Gambar 3. Surface Plot dan Contour Plot untuk PDI

Surface Plot pada Gambar 3 menunjukan bahwa respon PDI membentuk kurva
minimum. Contour plot menunjukkan tingkat PDI yang ditandai dengan perbedaan
warna. Semakin rendah tingkat PDI maka akan berada pada warna biru tua dan semakin
tinggi tingkat PDI akan berada pada warna hijau tua. Pada penelitian ini diinginkan jika
respon PDI yang optimum itu adalah rendah atau minimum. Jadi kombinasi kandungan
HM yang berada diantara 1,5 hingga 2 dan volume hidrasi yang berada diantara 10
hingga 11 akan menyebabkan respon PDI menjadi optimum.

3.1.3. Overlaid Contour Plot untuk Y1 dan Y2


Jika kita telah mendapatkan contour plot pada masing-masing respon, dalam
kasus multirespon maka langkah selanjutnya adalah menumpangtindihkan contour-
contour yang dihasilkan tiap respon. Batas atas dan bawah pada respon LD dan PDI
adalah sesuai batas spesifikasi, yaitu untuk LD sebesar 3,8 dan 13,8 sedangkan untuk
respon PDI sebesar 0,05 dan 1. Hasil overlaid contour plot dengan batas-batas diatas
disajikan oleh Gambar 4.

Contour Plot of y1; y2


15,0
y1
3,8
13,8
y2
12,5 0,05
1
x2

10,0

7,5

5,0
1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0
x1

Gambar 4. Overlaid Contour Plot dengan batas spesifikasi

Berdasarkan hasil overlaid contour plot diatas terlihat bahwa daerah irisan yang
dihasilkan belum spesifik yaitu komposisi faktor HM berada pada rentang 1 mg hingga 2
mg, sedangkan komposisi faktor volume hidrasi berada pada rentang 5 mL hingga 15 mL.
Daerah irisan yang dihasilkan pada Gambar 4.3 belum spesifik pada rentang nilai Y1 3,8
sampai 13,8 dan pada rentang Y2 0,05 sampai 1, sehingga langkah selanjutnya adalah
melakukan trial and error untuk mendapatkan nilai X1 dan X2 yang menghasilkan nilai Y1
dan Y2 yang optimum. Batas atas dan batas bawah untuk overlaid contour plot

Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016 25


selanjutnya adalah 12 hingga 13,8 untuk respon LD dan 0,05 hingga 0,3 untuk respon
PDI. Hasil overlaid contour plot dengan batas-batas diatas disajikan oleh Gambar 5.

Contour Plot of y1; y2


15,0
y1
13
13,8
y2
12,5 0,1
0,2

x2
10,0

7,5

5,0
1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0
x1

Gambar 5. Overlaid Contour Plot dengan Y1 sekitar 12 hingga 13,8


dan Y2 sekitar 0,05 hingga 0,3

Berdasarkan hasil overlaid contour plot diatas terlihat bahwa daerah irisan yang
dihasilkan belum spesifik yaitu komposisi faktor HM berada pada rentang 1,5 mg hingga
2,3 mg, sedangkan komposisi faktor volume hidrasi berada pada rentang 7,4 mL hingga
14,8 mL. Daerah irisan yang dihasilkan pada Gambar 4.4 belum spesifik pada rentang
nilai Y1 12 hingga 13,8 dan pada rentang Y2 0,05 sampai 0,3, sehingga langkah
selanjutnya adalah melakukan trial and error untuk mendapatkan nilai X1 dan X2 yang
menghasilkan nilai Y1 dan Y2 yang optimum.
Batas atas dan batas bawah untuk overlaid contour plot selanjutnya adalah 13,5
hingga 13,8 untuk respon LD dan 0,191 hingga 0,193 untuk respon PDI. Hasil overlaid
contour plot dengan batas-batas diatas disajikan oleh Gambar 6.

Contour Plot of y1; y2


15,0
y1
13,5
13,8
y2
12,5 0,191
0,193
x2

10,0

7,5

5,0
1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0
x1

Gambar 6. Overlaid Contour Plot dengan Y1 sekitar 13 hingga 13,8


dan Y2 sekitar 0,1 hingga 0,2

Berdasarkan hasil overlaid contour plot diatas terlihat bahwa daerah irisan yang
dihasilkan sudah cukup spesifik yaitu komposisi faktor HM berada disekitar 1,75 mg dan
faktor volume hidrasi berada disekitar 10,5 mL sehingga dapat mengoptimalkan respon
Y1 pada rentang 13 hingga 1,8 dan respon Y2 pada rentang 0,1 hingga 0,2.

26 Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016


3.2. Desirability Function
Dalam desirability function, peneliti menentukan tujuan dari optimasi respon
apakah akan memaksimalkan respon, sesuai target, atau meminimalkan respon. Pada
kasus ini, peneliti ingin memaksimalkan respon LD dan meminimalkan respon PDI. Hal
ini dikarena jika memaksimum LD maka akan diperoleh bioavailability yang
memuaskan, sedangkan jika meminimumkan PDI maka akan membuat distribusi berat
molekul akan seragam. Dalam tahap desirability function ini ditentukan bahwa r = 1
karena kedua respon memiliki kepentingan yang sama. Perhitungan desirability function
untuk data percobaan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Desirability Function untuk data percobaan CCD


Variabel Prediktor
Perlakuan d1 d2 D
HM(X1) HM(X2)
1 3.60 13.50 19.167 0.714 1 0.301 0.548
2 3.60 6.50 20.466 0.879 1 0.126 0.355
3 1.40 13.50 8.575 0.269 0.477 0.768 0.605
4 1.40 6.50 10.917 0.331 0.711 0.704 0.707
5 4.00 12.50 20.305 0.930 1 0.072 0.269
6 1.00 12.50 6.065 0.304 1 0.732 0.855
7 2.50 15.00 13.790 0.382 0.999 0.650 0.806
8 2.50 5.00 16.390 0.544 1 0.479 0.692
9 2.50 12.50 17.014 0.287 1 0.750 0.866
10 2.50 12.50 17.014 0.287 1 0.750 0.866
11 2.50 12.50 17.014 0.287 1 0.750 0.866
12 2.50 12.50 17.014 0.287 1 0.750 0.866
13 2.50 12.50 17.014 0.287 1 0.750 0.866

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 3, untuk mendapatkan nilai dengan


cara mensubstitusikan nilai X1 dan X2 pada persamaan regresi. Untuk mendapatkan nilai
d1 pada perlakuan pertama, didapatkan dengan cara memilih fungsi individual
desirability. Untuk Y1 peneliti ingin memaksimumkan nilai respon, maka digunakan
individual desirability larger the better seperti pada persamaan (3.6). Selanjutnya
didapatkan nilai d1=1 karena berdasarkan fungsi individual desirability larger the better
jika = 19,167 lebih besar dari nilai target = 13,8, maka nilai d1=1. Untuk perlakuan
ketiga, didapatkan bahwa = 8,575berada diantara nilai batas spesifikasi bawah (L) =
3,8 dan nilai target = 13,8, sehingga untuk mendapatkan nilai d1 digunakan individual
desirability dengan rumus
( )
=

8,575 3,8
= = 0,477
13,8 3,8
maka nilai d1 yang diperoleh untuk perlakuan ketiga yaitu sebesar 0,477. Hal ini
dilakukan untuk perlakuan keempat dan ketujuh karena yang didapat berada diantara
nilai batas spesifikasi bawah (L) dan nilai target.
Untuk mendapatkan nilai d2 pada perlakuan pertama, didapatkan dengan cara
memilih fungsi individual desirability. Untuk Y2 peneliti ingin meminimumkan nilai
respon, maka digunakan individual desirability smaller the betterseperti pada persamaan
(7). Didapatkan bahwa nilai = 0,714 berada diantara nilai target = 0,05 dan nilai batas
spesifikasi atas (U) = 1, sehingga untuk mendapatkan nilai d2 digunakan individual
desirability dengan rumus

Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016 27


( )
=

1 0,714
= = 0,301
1 0,05
maka nilai d2 yang diperoleh untuk perlakuan pertama yaitu sebesar 0,301. Hal ini
dilakukan untuk semua perlakuan karena semua nilai yang diperoleh berada diantara
nilai target dan nilai batas spesifikasi atas (U).
Setelah didapatkan nilai , , d1, dan d2 untuk semua perlakuan, maka
selanjutnya adalah menentukan nilai overall desirability (D) dengan rumus (9). Pada
perlakuan pertama, nilai D yang diperoleh adalah 0,548 yang didapatkan dengan cara
= 1 0,301 = 0,548
dengan k = 2, karena banyak respon yang terlibat sebanyak dua buah respon. Setelah
didapatkan nilai D untuk semua perlakuan, didapatkan nilai D yang paling besar adalah
0,866 dengan komposisi faktor X1 sebesar 2,5 dan faktor X2 sebesar 12,5.
Pada Tabel 3, menunjukkan hasil perhitungan desirability function untuk data
percobaan, maka dihitung pula untuk titik-titik percobaan (trial and error) pada daerah
irisan yang dihasilkan oleh overlaid contour plot. Hasil perhitungan desirability function
untuk daerah irisan pada overlaid contour plot disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Desirability Function untuk Daerah Irisan


Daerah Titik-titik Trial
Batasan respon pada
irisan and Error d1 d2 D
overlaid contour plot
ke X1 X2
1 15 2.587 0.424 0 0.605 0 Y1=3.8 - 13.8
1
1.7 10 13.771 0.196 0.997 0.846 0.918 dan Y2=0.05 - 1
1.8 7.4 14.356 0.275 1 0.763 0.873
Y1=12 13.8
2 1.8 10 14.484 0.196 1 0.845 0.919
dan Y2=0.05 0.3
18 14.8 9.845 0.308 0.604 0.728 0.663
1.7 10 13.771 0.196 0.997 0.746 0.918
Y1= 13 13.8
3 1.71 11 13.393 0.192 0.959 0.85 0.903
dan Y2=0.1 0.2
1.72 12.2 12.564 0.206 0.876 0.834 0.855
1.71 10.4 13.697 0.192 0.989 0.849 0.917
Y1=13.5 13.8
4 1.73 10.45 13.821 0.192 1 0.85 0.922
dan Y2=0.191 0.193
1.74 10.8 13.724 0.192 0.992 0.85 0.9189

Berdasarkan hasil perhitungan desirability function pada percobaan trial and


error, didapatkan nilai D terbesar yaitu D = 0,922 terdapat pada daerah irisan ke-4
dengan komposisi perlakuan X1 sebesar 1,73 dan perlakuan X2 sebesar 10,45. Komposisi
perlakuan tersebut menghasilkan nilai sebesar 13,821 dan sebesar 0,192.
Selain melakukan trial and error diatas, untuk menentukan desirability function
dapat dilakukan dengan cara menggunakan software statistik. Dari hasil analisis
didapatkan setting optimal untuk perlakuan yang akan menghasilkan batasan-batasan
respon yang sesuai dengan harapan peneliti. Nilai desirability ditunjukkan pada Gambar 7.
Didapat kombinasi setting faktoruntuk menghasilkan respon yang optimum,
yaitu komposisi HM sebesar 1,7273 mg dan komposisivolume hidrasi sebesar 10,4545
mL. Kombinasi ini diprediksi akan menghasilkan respon LD sebesar 13,8024% dengan
nilai individual desirabilitysebesar satu dan menghasilkan respon PDI sebesar 0,1922
dengan nilai individual desirabilitysebesar 0,85035. Sedangkan untuk optimasi secara
serentak,nilai overall desirability adalah sebesar 0,92214.

28 Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016


Optimal x1 x2
D High 4,0 15,0
Cur [1,7273] [10,4545]
0,92214 Low 1,0 5,0

Composite
Desirability
0,92214

y1
Maximum
y = 13,8024
d = 1,0000

y2
Minimum
y = 0,1922
d = 0,85035

Gambar 7. Output Desirability Function

Berdasarkan hasil analisis desirability function berdasarkan overlaid contour


plot didapat hasil yang sama dengan analisis menggunakan bantuan software statistik
yaitu komposisi perlakuan X1 sebesar 1,73 dan perlakuan X2 sebesar 10,45. Komposisi
perlakuan tersebut menghasilkan nilai sebesar 13,821 dan sebesar 0,192.

4. KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah disajikan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Overlaid Contour Plot merupakan optimasi secara visual yang dilakukan dengan
melakukan trial and error. Hal ini menjadikan daerah optimum yang dihasilkan
tidak terlalu spesifik. Sedangkan optimasi menggunakan desirability function
menghasilkan titik optimum yang spesifik.
2. Komposisi faktor yang dihasilkan menggunakan trial and error pada metode
overlaid contour plot didapatkan komposisi faktor HM berada disekitar 1,75 mg
sedangkan komposisi faktor volume hidrasi berada disekitar 10,5 mL sehingga dapat
diperoleh respon optimal sebesar 13,821% dan sebesar 0,192. Sedangkan
komposisi faktor yang dihasilkan menggunakan desirablity function adalah
komposisi HM sebesar 1,7273 mg dan komposisi volume hidrasi sebesar 10,4545
mL. Kombinasi ini akan menghasilkan respon LD sebesar 13,8024%dan respon PDI
sebesar 0,1922.
Optimasi menggunakan overlaid contour plot dan desirability function memiliki hasil
yang sejalan

5. DAFTAR PUSTAKA
Bachtiyar, C., Amrillah, Rodhi. 2011. Setting Parameter Mesin Press Dengan Metode Respon
Permukaan pada Pabrik Kelapa Sawit. Medan: Pendidikan Teknologi Kimia Industri
Medan.
Bei, Yong Yang. 2013. Application of The Central Composite Design to Optimize The Preparation
of Novel Micelles of Harmine. Peoples Republic of China: Soochow University.
Jeff Wu, C.F., Hamada, M.S. 2009. Experiment: Planning, Analysis, and Optimization, Second
Edition. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Karmiadji, Djoko W. and Seprianto, Dicky. 2011. Optimasi Multi Respon pada Proses Pembuatan
Paduan Aluminium/Fly Ash Menggunakan Metallurgi Serbuk. Tangerang: Politeknik
Negeri Sriwijaya.

Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016 29


Kleijnen, C.P. Jack. 2008. Response Surface Methodology. Netherland: Tilburg University.
Khuri, A.I. and Cornell, J.A. 1996. Response Surfaces, Second Edition. New York: Dekker.
Kuehl, R.O. (2000).Design of Experiments Statistical Principles of Research Design and
Analysis. Duxburg Verlag, Pacific Grove.
Montgomery,D.C. 2009. Design and Analysis of Experiments,Seventh Edition. New York: John
Wiley & Sons, inc.
Myers, Raymond H., Montgomery, C.D., Anderson-Cook, M., C. 2009. Response Surface
Methodology Process and Product Optimazation using Design Experiments, Third edition.
New York: John Wiley and Sons, Inc.
Myers, Raymond H. 1971. Response Surface Methodology.Boston : Allyn & Bacon, Inc.
Obermiller, D.J. 2009. Multiple Response Optimization using JMP. Midland: The Dow Chemical
Company.
Park, Sung Hyun., Kim, Hyuk Joo., Cho, Jae Li. 1996. Optimal Central Composite Design for
Fitting Second Order Response Surface Regression Models. Seoul: Korea Science and
Engineering Foundation.
Shivakumar, HN. 2008. Design and Optimization of Diclofenac Sodium Controlled Release Solid
Dispersions by Response Surface Methodology.India: Indian J Pharm.
Supartini, Enny., Winarni, Sri. 2015. Kajian Penggunaan Metode Response Surface dan
Desirability Function pada Proses Optimasi Multi Respon. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Winahju, Wiwiek Setya. 2010. Analisis Variansi dan Statistik Matematika yang Terkait. Surabaya:
Institut Teknologi Surabaya.
Winarni, S. 2013. Suatu Pendekatan Metode Response Surface Untuk Proses Optimasi Pada
Desain Parameter Robust (Taguchi). Bandung: Universitas Padjadjaran

30 Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016

Anda mungkin juga menyukai