Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja.
Pikiran bunuh diri dan usaha pencobaan bunuh diri merupakan kasus yang sering menampilkan
diri di UGD. Yang menyebabkan bunuh diri termasuk :
1. membuat penderitaan yang amat sangat dan rasa putus asa dan tak berdaya,
2. konflik antara hidup dan stress yang tak tertahankan,
3. penyempitan dari pilihan jalan keluar yang dilihat pasien,
4. serta keinginan untuk melarikan diri dari berbagai hal
Pikiran bunuh diri terjadi pada orang yang rentan dalam reaksi terhadap beraneka stressor
pada tiap umur dan terus merupakan gagasan untuk jangka waktu lama tanpa suatu usaha
percobaan bunuh diri.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa resiko bunuh diri yang berhasil akan meningkat
pada pria, berkulit putih, umur lanjut dan isolasi sosial. Tetapi, selain usia dan jenis kelaminnya
resiko bunuh diri juga disebabkan oleh “psikotik”. Adanya psikosis dengan atau tanpa depresi.
Psikosis harus dipertimbangkan sebagai kemungkinan terbesar resiko bunuh diri, bagi pemikiran
rasional sering bertindak sebagai tindakan akhir untuk merusak diri. Proses psikosis yang harus
dievaluasi dengan baik yaitu:
1. halusinasi perintah
2. perasaan dikontrol oleh mahluk asing
3. keasyikan religious
Selain psikosis dan hubungannya terhadap bunuh diri, pasien dengan “schizophrenia”
mungkin lebih sering berusaha untuk bunuh diri. Tidak berhubungan dengan psikosis tapi
berhubungan dengan depresi yang terjadi sebagai respons terhadap keretakan psikosis akut
seperti hilangnya rasa control internal dan kehilangan arti hidup selanjutnya dapat ditunjukkan
dengan tindakan-tindakan merusak pada dirinya.pasien dengan karakteristik ini paling beresiko
pada :
1. usia muda
2. kekambuhan kronik
3. latar belakang pendidikan baik
4. harapan penampilan yang tinggi
5. kesadaran yang menyakitkan akan penyakitnya
6. takut akan kemunduran mental lanjut
7. ide-ide bunuh diri atau ancaman
8. putus asa
Pada tindakan pencobaan bunuh diri juga harus ditentukan stressor dan dukungan sosial
yaitu seperti pengangguran, keretakan keluarga, perubahan besar dalam tanggung jawab karir,
atau adanya stress katastropik (seperti menyaksikan pembunuhan), dukungan perhatian,
kekurangan teman, keluarga atau dukungan sosial, seperti organisasi gereja sering dilaporkan
sebagai factor resiko, dan akibat kehilangan keluarga atau orang yang dikasihi.
Kemudian, “berkenaan dengan penyakit fisik” bahwa sakit berat sering disertai dengan
meningkatnya resiko bunuh diri terutama yang menyebabkan penurunan mobilitas, kecacatan,
dan nyeri kronis.
Factor “depresi” merupakan factor yang penting untuk di ingat kemungkinan depresi
tidak khas. Berbagai gangguan somatoform, seprti sindrom nyeri psikogenik mungkin disertai
depresi.
Leonard telah menggambarkan tiga jenis kepribadian yang mungkin mencetuskan factor
bunuh diri jika stress, yaitu:
Dimana 80% pasien yang melaksanakan bunuh diri dan berhasil biasanya mengidap
gangguan afektik dan 25 % biasanya trgantung pada alcohol. Bunuh diri merupakan 15% sebab
kematian pada kedua kelompok diatas. Sedangkan resiko tinggi untuk peminum alcohol dalam
kurun waktu 6 bulan setelah suatu kehilangan anggota keluarga. 10% dari penderita
Schizophrenia meninggal akibat bunuh diri.