Anda di halaman 1dari 42

1

PROPOSAL PENELITIAN

I. JUDUL PENELITIAN
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU
MEROKOK PADA REMAJA DI SMP NEGERI 1 KAJUARA
KABUPATEN BONE TAHUN 2017

II. RUANG LINGKUP


KEPERAWATAN KOMUNITAS

III. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merokok dalam wacana keseharian adalah suatu perbuatan yang terlanjur

mendapatkan stigma buruk di masyarakat dan kebiasaan merokok telah lama

dikenal di muka bumi ini. Merokok dalam kajian kesehatan adalah tindakan yang

merugikan bagi kesehatan baik perokok aktif maupun perokok pasif. Kebiasaan

merokok telah terbukti berhubungan dengan mengakibatkan sedikitnya 25 jenis

penyakit di tubuh manusia (Aditama. T. Y., 2011).

Remaja adalah suatu kurun usia yang serba labil. Dan untuk kematangan

berpikir serta mempertimbangkan sesuatu masih campur aduk antara emosi

(perasaan) dan rasio (logika). Oleh karena itu, sesuatu yang sifatnya coba-coba

atau bereksperimen sering muncul dan sebagian remaja memiliki rasa ingin tahu

terhadap hal-hal baru tanpa melihat apakah itu bersifat positif atau negatif. Rokok

dianggap cukup diminati banyak kalangan remaja. Hal ini dibuktikan dalam

berbagai iklan rokok baik dari media elektronik maupun media massa lainnya

yang selalu menginisialkan tokoh remaja sehingga membuat citra (brand image)

bahwa rokok diprioritaskan untuk kalangan anak muda (Gunawan. H., 2013).
2

Menurut para ahli dari World Health Organization (WHO) menyatakan

bahwa sekitar separuh (50%) dari para perokok mulai sejak usia remaja dan sulit

untuk menghilangkan kebiasaan tersebut. Hasil penelitian selama 40 tahun di

Inggris yang menunjukkan bahwa sekitar separuh (50%) dari pada perokok yang

mulai sejak remaja akan meninggal dengan berbagai penyakit karena kebiasaan

merokok. WHO memperkirakan bahwa di Negara industri sekitar sepertiga kaum

pria berumur di atas lima belas tahun punya kebiasaan merokok. Di pihak lain,

sekitar setengah dari kaum pria di Negara berkembang juga mempunyai kebiasaan

yang sama (Aditama. T. Y., 2011).

Jumlah perokok aktif di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung

meningkat dan sebagian besar adalah pada usia pekerja 15-55 tahun yang bekerja

di sektor formal dan informal. Perilaku merokok merupakan perilaku yang

berbahaya bagi kesehatan, tetapi masih banyak yang melakukannya. Meskipun

semua orang mengetahui bahaya yang ditimbulkan akibat rokok, tetapi hal ini

tidak pernah surut dan hampir setiap saat dapat ditemui banyak orang yang sedang

merokok bahkan perilaku merokok sudah sangat wajar dipandang oleh para

remaja khususnya laki-laki (Priyoto, 2015).

Perilaku merokok yang dinilai merugikan telah bergeser menjadi perilaku

yang menyenagkan dan menjadi aktifitas yang bersifat obsesif. Faktor terbesar

dari kebiasaan merokok adalah faktor sosial atau lingkungan. Terkait hal itu, kita

tentu telah mengetahui bahwa karakter seseorang banyak dibentuk oleh

lingkungan sekitar, baik keluarga, tetangga ataupun teman pergaulan (Priyoto,

2015).
3

Saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah perokok

terbesar di dunia setelah Cina dan India. Sejak tahun 1995-2007, jumlah perokok

remaja meningkat hingga 12 kali lipat (Kemenkes 2013). Hasil analisis

menunjukkan bahwa prevalesi perokok secara nasional sekitar 27,7%. Prevalensi

perokok ini berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan. Pada laki-laki yang

berpendidikan SD di bawah sekitar 74,8%, SLTP 70,9%, SMU 61,5% dan

akademi/perguruan tinggi 44,2%. Di daerah perdesaan lebih banyak dibanding

diperkotaan (Wijaya and Sajidah, 2011).

Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat, rerata batang rokok yang dihisap

perhari penduduk umur ≥10 tahun di Indonesia adalah 12,3 batang (setara satu

bungkus). Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun

sebesar 33,4 persen, pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok

perempuan (47,5% banding 1,1%). Proporsi penduduk umur ≥15 tahun yang

merokok dan mengunyah tembakau cenderung meningkat dalam Riskesdas

(34,2%), Riskesdas 2010 (34,7%) dan Riskesdas 2013 (36,3%) (Riskesdas, 2013).

Penduduk di Sulawesi Selatan 22,8% adalah jumlah perokok yang

mengkomsumsi rokok seriap hari dan sebanyak 4,2% yang kadang-kadang

merokok. Dengan rerata jumlah batang rokok 11-12 batang per hari. Berdasarkan

jenis pekerjaan, petani/nelayan/buruh adalah proporsi perokok aktif setiap hari

yang terbesar (44,5%) dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya. Proporsi

perokok setiap hari tampak cenderung menurun pada kuintil indeks kepemilikan

yang lebih tinggi (Riskesdas, 2013).


4

Pola asuh orang tua sangat berperan penting dalam memberikan pengaruh

pada setiap anaknya. Menurut Ahmad Tafsir, Pola asuh orang tua adalah upaya

orang tua yang konsisten dan persisten dalam menjaga dan membimbing anak dari

lahir hingga remaja. Pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak

yang bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu (Aditama. T. Y., 2011).

Orang tua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan

membimbing anak. Cara dan pola asuh tersebut akan berbeda-beda antara satu

keluarga dengan keluarga lainnya. Pola asuh orang tua merupakan gambaran sikap

dan perilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama

mengadakan kegiatan pengasuhan (Aditama. T. Y., 2011).

Bentuk-bentuk pola asuh orang tua mempengaruhi pembentukan

kepribadian anak setelah menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dan unsur-

unsur watak seorang individu dewasa sebenarnya jauh sebelumnya benih-

benihnya sudah ditanamtumbuhkan ke dalam jiwa seorang individual yaitu sejak

ia masih kanak-kanak (Aditama. T. Y., 2011).

Hilang dan berkurangnya keteladanan orang tua dalam memberikan pola

asuh pada anak akan memberikan peluang bagi anak untuk mencari figur yang

lain sebagai tumpuan harapan untuk berbagai perasaan dalam duka dan lara. Di

luar rumah anak mencari teman yang di anggapnya dapat memahami perasaannya

dan keinginanya, sehingga sebagian besar anak pada usia remaja melakukan

perilaku menyimpang di antaranya yaitu merokok (Aditama. T. Y., 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kharie, dkk, (2014) menunjukkan

bahwa ada hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada anak
5

laki-laki usia 15-17 tahun di Kelurahan Tanah Raja Kota Ternate dengan hasil uji

statistik Chi-Square diperoleh nilai r = 0,003. Hal ini berarti nilai p lebih kecil dari

á (0,05).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmanah S, (2013) menjelaskan

58.3% perempuan, 59.4% berusia 16 tahun, 56 responden perokok aktif

kebanyakan laki-laki, merokok 1-10 batang/hari. Pada uji chi square didapatkan

ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku merokok siswa SMA

(p= 0.000) dan didapatkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan

perilaku merokok siswa SMA (p=0.000, OR= 8.766). Peneliti merekomendasikan

agar dilakukan penelitian lanjutan mengenai korelasi pola asuh orang tua dengan

perilaku merokok.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya & sajidah, (2015)

menyatakan hasil analisa statistik dengan menggunakan Uji Chi Square diperoleh

hasil X2 hitung = 17.999 dan X2 tabel = 12.592 dengan taraf signifikan 0.05%

maka di dapatkan X2 hitung > dari X2 tabel (17.999 > 12.592), dan taraf signifikan

(P value) 0.006 dengan taraf kesalahan α = 0.05 maka P value < nilai α (0.006 <

0.05), dengan demikian maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada

hubungan antara pola asuh orang tua dengan kejadian merokok pada siswa SMA

Negeri 1 Tanjung Kabupaten Lombok Utara.

Menurut data yang diperoleh di SMP Negeri 1 kajuara terdapat jumlah

siswa keseluruhan 725 orang, laki-laki sebanyak 323 dan perempuan 402 dan rata-

rata berumur 14-17 tahun. Sebagian dari siswa tersebut telah mengkomsumsi dan

merasakan rokok (Data Primer, 2017).


6

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan

pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada remaja di SMP Negeri 1

Kajuara Kabupaten Bone Tahun 2017. Hal disebabkan karena selain untuk

menuntut ilmu, sekolah merupakan tempat bergaul para remaja dan banyak

menemukan hal-hal yang baru. Usia masa SMP merupakan usia yang mudah

untuk dipengaruhi dan dapat menimbulkan sikap menyimpang pada anak

diantaranya perilaku merokok, sehingga peneliti tertarik meneliti pola asuh orang

tua yang diterapkan pada remaja dengan meningkatnya angka perilaku merokok

pada remaja khususnya di SMP Negeri 1 Kajuara Kabupaten Bone Tahun 2017.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku

merokok pada remaja di SMP Negeri 1 Kajuara Kab. Bone Tahun 2017?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum :

Untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku

merokok pada remaja di SMP Negeri 1 Kajuara Kab. Bone Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus :

a. Untuk mengetahui pola asuh demokratis pada remaja di SMP Negeri 1

Kajuara Kab. Bone Tahun 2017.

b. Untuk mengetahui pola asuh otoriter pada remaja di SMP Negeri 1

Kajuara Kab. Bone Tahun 2017.

c. Untuk mengetahui pola asuh permisif pada remaja di SMP Negeri 1

Kajuara Kab. Bone Tahun 2017.


7

d. Untuk mengetahui perilaku merokok pada remaja di SMP Negeri 1

Kajuara Kab. Bone Tahun 2017.

e. Untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku

merokok pada remaja di SMP Negeri 1 Kajuara Kab. Bone Tahun 2017

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan referensi dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan referensi dalam

penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi

bagi instansi dalam memberikan bimbingan-bimbingan khusus pada

siswa-siswi di SMP Negeri 1 Kajuara dalam melakukan promosi kesehatan

pada siswa dalam hal perilaku merokok.

3. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan atau

pengetahuan bagi Peneliti mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan

perilaku remaja merokok.

4. Manfaat Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pemahaman Masyarakat tentang pola asuh orang tua dengan perilaku

remaja merokok.
8

IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Perilaku Remaja Merokok

Merokok merupakan masalah yang belum bisa terselesaikan hingga saat

ini. Merokok sudah melanda berbagai kalangan, baik anak-anak sampai orang tua,

laki-laki maupun perempuan, terlebih pada siswa-siswi SMA dan SMP. Banyak

faktor yang dapat menyebabkan siswa-siswi tersebut merokok. Diduga beberapa

faktor yang mempengaruhi perilaku merokok ini diantaranya adalah karena

pengaruh pola asuh orang tua, pengaruh teman, faktor kepribadian dan karena

iklan. Hal ini kalau dibiarkan akan sangat berpengaruh bagi kondisi fisiknya dan

selanjutnya akan menghambat prestasinya di sekolah (Wijaya & Sajidah, 2011).

1. Kandungan Rokok

Menurut ilmu kedokteran, rokok mengandung lebih 4000 bahan

kimia, diantaranya nikotin, tar, karbon monoksida dan hidrogen sianida.

Nikotin dijumpai secara alami di dalam batang dan daun tembakau yang

mengandung nikotin palin tinggi atau sebanyak 5% dari berat tembakau.

Nikotin merupakan racun saraf manjur (potent nerve persion) dan

digunakan sebagai racun serangga. Pada suhu rendah, bahan ini bertindak

sebagai perangsang dan salah satu sebab utama mengapa merokok

digemari dan dijadikan sebagai tabiat.

Selain tembakau, nikotin juga ditemui di dalam tumbuhan family

Solanaceae termasuk tomat, terung ungu (eggplant), kentang dan lada

hijau. Nikotin dapat merangsang dan meningkatkan aktivitas,

kewaspadaan atau refleksi, kecerdasaan serta daya ingat. Namun di sisi


9

lain nikotin adalah racun yang dapat menagkal dan menghilangkan

pengaruh berbagai macam obat, misalnya: antibiotik yang digunakan

sebagai obat penangkal terhadap kuman, kadang antibiotik tersebut gagal

memberi kesan yang diharapkan, disebabkan oleh nikotin.

Kuinin digunakan sebagai obat malaria, namun dengan banyaknya

nikotin di dalam tubuh akan mempercepat penyingkiran obat kuinin

tersebut dari tubuh. Teofilin sebagai obat pereda sesak nafas, yang menurut

hasil penelitian, pada sebagian besar perokok akan lebih cepat

menyingkirkan teofilin dibanding pasien yang yang tidak merokok.

2. Proses Kimiawi

Proses pembakaran rokok tidaklah berbedah dengan proses

pembakaran bahan-bahan padat lainnya. Rokok yang terbuat dari daun

tembakau kering, kertas, zat perasa yang dapat dibentuk oleh elemen

Karbon (C), elemen Hidrogen (H), elemen Oksigen (O), elemen Nitrogen

(N), elemen Sulfur (S) dan elemen-elemen lain yang berjumlah kecil.

Rokok secara keseluruhan dapat diformulasikan secara kimia yaitu sebagai

(CvHwOtNySzSi), dua reaksi yang mungkin terjadi dalam proses

merokok. Pertama adalah reaksi oksigen yang membentuk senyawa-

senyawa seperti CO2, H2O, NOx, Sox dan CO. Reaksi ini disebut reaksi

pembakaran yang terjadi pada temperatur tinggi yaitu diatas 800o C.

Selain reaksi kimia, juga terjadi proses penguapan uap air dan

nikotin yang berlangsung pada temperatur antara 100-400o C. Nikotin yang

menguap pada daerah temperatur di atas tidak dapat kesempatan untuk


10

melalui temperatur tinggi dan tidak melalui proses pembakaran.

Berdasarkan keseimbangan tidak semua nikotin dalam gas terkondensasi

sebelum memasuki mulut dan gas yang masuk dalam paru-paru masih

mengandung nikotin. Sesampai di paru-paru nikotin akan mengalami

keseimbangan baru dan akan terjadi kondensasi lagi.

3. Kandungan Racun Pada Rokok

Asap rokok mengandung bahan kimia beracun dan bahan-bahan

yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Kandungan racun pada

rokok antara lain:

a. Tar

Tar terbentuk selama pemanasan tembakau. Tar merupakan

kumpulan berbagai zat kimia yang berasal dari daun tembakau itu sendiri,

maupun yang ditambahkan dalam proses pertanian dan industri sigaret. Tar

adalah hidrokarbon aromatik polisiklik yang ada dalam asap rokok,

tergolong dalam zat karsinogen, yaitu zat yang dapat membentuk kanker.

Kadar tar yang terkandung dalam asap rokok inilah yang berhubungan

dengan risiko timbulnya kanker.

b. Nikotin

Nikotin adalah alkaloid toksis yang terdapat dalam tembakau.

Sebatang rokok umumnya berisis 1-3 mg nikotin. Nikotin diserap melalui

paru-paru dan kecepatan absorpsinya hampir sama dengan masuknya

nikotin secara intravena. Nikotin masuk ke dalam otak dengan cepat dalam

waktu kurang lebih 10 detik. Dapat melewati barrier di otak dan diedarkan
11

keseluruh bagian otak, kemudian menurun secara cepat, setelah beredar

keseluruh bagian tubuh dalam waktu 15-20 menit pada waktu penghisapan

terakhir. Efek bifasik dari nikotin pada dosis rendah menyebabkan

rangsangan ganglionik yang eksitasi.

Nikotin juga memiliki karakteristik efek adiktif dan psikoaktif.

Jangka panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami

kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin

yang semakin tinggi untuk mencapai kepuasan dan ketagihannya. Sifat

nikotin yang adiktif ini dibuktikan dengan adanya jurang antara jumlah

perokok yang ingin berhenti dan jumlah perokok yang berhasil berhenti.

c. Karbon Monoksida

Karbon monoksida merupakan gas beracun yang tidak berwarna.

Kandungannya di dalam asap rokok 2-6 %. Karbon monoksida pada paru-

paru mempunyai daya pengikat (afinitasi) dengan hemoglobin (Hb) sekitar

200 kali lebih kuat dari pada daya ikat oksigen (O2) dengan hemoglobin.

Dalam waktu paruh 4-7 jam sebanyak 10% dari Hb dapat terisi oleh

karbon monoksida (CO) dalam bentuk Carboly Haemoglobin (COHb) dan

akibatnya sel darah merah akan kekurangan oksigen, yang akhirnya sel

tubuh akan kekurangan oksigen. Pengurangan oksigen jangka panjang

dapat mengakibatkan pembuluh darah akan terganggu karena menyempit

dan mengeras, bila menyerang pembuluh darah jantung maka akan terjadi

serangan jantung.
12

d. Timah Hitam (Pb)

Timah hitam (Pb) yang dihasilkan oleh rokok sebanyak 0,5 ug.

Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang khas dihisap dalam satu hari akan

menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang

masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari.

e. Amoniak

Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari

nitrogen dan hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang.

Begitu kerasnya racun yang ada pada ammonia sehingga jika masuk

sedikit pun ke dalam peredaran darah akan mengakibatkan seseorang

pingsan dan koma.

f. Hidrogen Sianda (HCN)

Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna,

tidak berbau dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling

ringan, mudah terbakar dan sangat efisien untuk menhalangi pernapasan

dan merusak saluran pernapasan. Sianida adalah salah satu zat yang

mengandung racun yang sangat berbahaya. Sedikit saja sianida

dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat mengakibatkan kematian.

g. Nitrous Oxide

Nitrous oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna dan bila

terhisap dapat menyebabkan hilangnya pertimbangan dan menyebabkan

rasa sakit.
13

h. Fenol

Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi

beberapa zat organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang.

Zat ini beracun dan membahayakan karena fenol ini terikat ke protein dan

menghalangi aktivitas enzim.

i. Hidrogen Sulfida

Hidrogen sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang gampang

terbakar dengan bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim (zat

besi yang berisi pigmen) (Sukendro. S, 2007 & Priyoto, 2015).

4. Penyakit Yang Diakibatkan Oleh Rokok

a. Mata: perokok berisiko tiga kali lebih tinggi menderita katarak yang

menyebabkan kebutaan.

b. Mulut, tenggorokan, pita suara, dan esophagus: mengakibatkan kanker

mulut, tenggorokan, pita suara, dan esophagus. Juga penyakit gusi, pilek

dan kerongkongan kering.

c. Gigi: perokok berisiko 10 kali lebih tinggi menderita periodontitis (gusi

terbakar yang mengarah infeksi) yang akan merusak jaringan halus dan

tulang.

d. Paru-paru : wanita perokok 13 kali lebih besar kemungkinan terkena

kanker paru-paru, sedangkan pria 23 kali lebih besar. Akibat lain:

pneumonia, bronchitis, asma, batuk kronis dan bengek.

e. Jantung: gagal jantung, serangan jantung, hipertensi dan stroke.

f. Perut: kanker perut dan kanker lambung.


14

g. Ginjal dan Pankreas: kanker ginjal dan kanker pancreas.

h. Kandung kemih dan Leher Rahim: kanker kandung kemih dan kanker

leher Rahim.

i. Kehamilan: kemandulan, keguguran, bayi lahir premature, Bobot kurang.

j. Tulang dan darah: tulang rapuh dan leukemia atau kanker darah

(Sukendro. S, 2007).

5. Faktor- Faktor Penyebab Seseorang Sulit Berhenti Merokok

a. Faktor Adiksi

Tidak sedikit perokok yang berusaha berhenti merokok, namun

banyak gagal. Perokok mungkin dapat berhenti selama beberapa hari,

minggu atau bulan, tapi ada kemungkinan kambuh kembali. Hal ini

disebabkan adanya sifat adiksi pada tembakau. Sifat adiksi ini yang

menyebabkan seseorang menjadi ketergantungan pada rokok. Perokok

akan merasakan beberapa keluhan jika kebiasaan merokoknya dihentikan.

Perokok yang sudah ketagihan akan merasa kurang percaya diri, sulit

berkonsentrasi dan tidak bersemangat, itulah sebabnya mereka sulit

berhenti merokok.

b. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan berpengaruh besar pada niatan seseorang untuk

berhenti merokok. Seseorang yang berada dalam lingkungan perokok tentu

saja lebih sulit berhenti merokok. Sebaliknya, berada dalam lingkungan

bukan perokok membuat seseorang lebih mudah berhenti merokok.


15

c. Faktor Pendidikan

Banyak perokok tidak mau berhenti merokok disebabkan mereka

tidak mengerti bahaya merokok. Kebanyakan mereka sulit menerima

alasan bahaya merokok bagi kesehatan. Terbukti mereka yang tetap

merokok merasa sehat-sehat saja. Itulah yang tidak disadari oleh perokok.

Bahaya rokok memang tidak langsung dirasakan oleh perokok saat itu

juga. Ada rentang waktu yang sangat panjang dari seseorang mulai

merokok hingga menderita berbagai penyakit, yaitu sekitar 20-25 tahun.

Hal ini juga yang mungkin pesan kesehatan pada kemasan rokok terasa

basi dan tidak dihiraukan. Apalagi minat baca (dan kemampuan baca)

sebagian besar masyarakat kita masih rendah. Perlu adanya promosi

kesehatan yang tepat untuk penaggulangan perilaku merokok.

d. Faktor Iklan

Iklan rokok terdapat diberbagai media dengan berbagai macam

bentuk promosinya. Diistilahkan seperti “bak jamur dimusim hujan”.

Kenyataannya, iklan rokok memberikan kesan positif pada perokok. Iklan

rokok yang bertebaran itu tidak diimbangi dengan iklan antirokok yang

mencukupi. Hal ini membuat perokok kurang menyadari bahaya yang

menggancam kehidupannya dan orang di sekitarnya, akibatnya perokok

sulit untuk berhenti merokok.

e. Faktor Kemudahan

Rokok merupakan barang yang sangat murah dan mudah

didapatkan. Dari supermarket sampai warung-warung kecil, rokok selalu


16

tersedia. Parahnya lagi, hal ini tentu saja mempermudah anak-anak dan

remaja untuk membeli dan menikmati rokok. Mudahnya mendapatkan

rokok membuat anak-anak dan remaja sulit berhenti merokok (Priyoto

2015).

6. Menurut Smet, tipe perokok dibagi 3 yaitu

a. Perokok ringan merokok 1-4 batang per hari

b. Perokok sedang merokok 5-14 batang per hari

c. Perokok berat merokok lebih dari 15 batang per hari

7. Domain Perilaku

Domain perilaku terdiri dari tiga bagian menurut Notoatmojo (2007) yaitu:

a. Pengetahuan : hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa, dan raba.

b. Sikap : reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulus atau objek

c. Tindakan : suatu sikap pada diri individu (Sinaga, 2015).

8. Kontrol Diri terhadap Perilaku Merokok

Goldfield dan Merbaum (Lazarus, dalam Indraprasti dan

Rachmawati, 2008) yang mendefinisikan kemampuan mengontrol diri

sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan

mengarahkan bentuk perilaku yang membawa individu ke arah


17

konsekuensi positif, dalam penelitian ini adalah menghindari perilaku

merokok yang berisiko bagi kesehatan (Wulaningsih & Hartini, 2015).

Berdasarkan Averill (Zulkarnain, 2002) terdapat tiga jenis kontrol

diri yang meliputi lima aspek, yaitu :

d. Kemampuan mengontrol perilaku (behavioral control)

1) Kemampuan mengontrol pelaksanaan (regulated administration) yaitu

kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi

atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya.

2) Kemampuan mengontrol stimulus (stimulus modifiability) merupakan

kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang

tidak dikehendaki dihadapi.

e. Kontrol kognitif (cognitive control)

1) Kemampuan memperoleh informasi (information gain) dengan informasi

yang dimiliki, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan

berbagai pertimbangan secara relatif objektif.

2) Kemampuan melakukan penilaian (appraisal) yaitu melakukan penilaian

berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau

peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara objektif.

f. Kemampuan mengontrol keputusan (decisional control) merupakan

kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan

berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya (Wulaningsih &

Hartini, 2015).
18

9. Teori ABC (Antesenden-Behavior-Consequence)

Teori ABC merupakan alat observasi langsung yang dapat

digunakan untuk mengumpulkan informasi yang peristiwa yang terjadi.

Dimana A (Antesenden) merupakan peristiwa yang mendahului perilaku, B

(Behavior) merupakan perilaku yang diamati dan C (Cinsequence)

merupakan tindakan yang segera. Teori ABC ini merupakan strategi untuk

perubahan perilaku untuk memberikan informasi pada audien yang

umumnya akan memungkinkan mereka untuk menjawab pertayaan atau

melakukan sesuatu berdasarkan tujuan perilaku. Menurut teori ini, perilaku

sebetulnya dapat diubah menjadi dua cara yaitu berdasarkan apa yang

mempengaruhi perilaku sebelum terjadi dan apa yang mempengaruhi

perilaku setelah terjadi.

a. Antesenden

Antesenden merupakan pemicu terjadinya perilaku seseorang,

sedangkan menurut ahli lain (Holland & Skinner, 1961; sulzer-azarofi &

Mayer, 1977; Bandura, 1977; Miller, 1980), antesenden adalah peristiwa

lingkungan yang membentuk tahap atau pemicu perilaku. Antesenden

dibagi jadi 2 bagian yaitu:

1) Antesenden ilmiah

Merupakan perilaku yang timbul karena dipicu oleh peristiwa-

peristiwa lingkungan yang sudah terjadi. Misalnya, peningkatan kasus

HIV/AIDS mendorong orang untuk berprilaku seks sehat.


19

2) Antesenden terencena

Merupakan perilaku yang timbul karena untuk melakukan sebuah

persiapan. Mislanya, seorang PSK pernah mengalami Penyakit Menular

Seksual (PMS) karena tidak memakai kondom maka selaput selanjutnya ia

akan terus menggunakan kondom supaya tidak terkena PMS lagi.

b. Behavior

Behavior atau perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktifitas

atau tindakan yang akan dilakukan oleh makhluk hidup. Menurut Geller

(2002), perilaku mengacu pada tindakan individu yang dapat diamati

orang lain. Robert Kwick dalam Notoadmodjo (2007) mendefenisikan

perilaku adalah tindakan-tindakan atau perbuatan organisme yang dapat

diamati bahkan dapat dipelajari. Skinner, merumuskan bahwa perilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan

dari luar), oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus

terhadap organisme dan kemudian organisme terasebut merespon, maka

teori ini disebut S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon). Untuk merespon itu

sendiri dibedakan menjadi dua jenis yaitu :

1) Respon yang tidak disengaja atau terjadi secara alamiah karena adanya

stimulus dari lingkungan luar.

2) Operan respon atau instrumental respon, yaitu respon yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

Dilihat dari jenis respon terhadap stimulus ini, perilaku dapat

dibedakan menjadi dua yaitu :


20

1) Perilaku tertutup (Covert Behaviour)

Respon seseorang terhdap stimulan dalam bentuk terselubung atau

tertutup, ini masih terbatas pada reaksi perhatian, persepsi, pengetahuan

atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang menerima stimulus

tersebut, sehingga belum dapat diamati belum jelas oleh orang lain.

2) Perilaku terbuka (Overt Behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata

atau terbuka, ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek dengan

mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain, contohnya anak diberi

stimulus cubitan langsung melakukan tindakan spontan menangis.

c. Konsekuensi (Consequence)

Konsekuensi adalah peristiwa lingkungan yang mengikuti sebuah

perilaku yang menguatkan, melemahkan atau menghentikan suatu

perilaku. Secara umum, orang cenderung mengulangi perilaku-perilaku

yang membawa hasil-hasil positif (konsekuensi positif) dan menghindari

perilaku-perilaku yamg memberikan hasil-hasil negatif:

1) Reinforcement positif adalah peristiwa menyenangkan dan diinginkan

peristiwa ramah yamg mengikuti sebuah perilaku. Tipe reinforcement ini

menguatkan perilaku perilaku atau meningkatkan kemungkinan perilaku

tersebut akan terjadi lagi.

2) Reinforcement negative adalah peristiwa atau persepsi dari suatu peristiwa

yang tidak menyenangkan dan tidak diinginkan, tetapi juga memperkuat

perilaku, seseorang cenderung mengulangi sebuah perilaku yang dapat


21

menghentikan peristiwa yang tidak menyenangkan. Orang akan mencoba

menjalankan berbagai perilaku mengakhiri peristiwa negatif.

3) Hukuman (punishment) adalah suatu kensekuensi negatif yang menekan

atau melemahkan perilaku. Peristiwa-peristiwa berlaku berbagai hukuman

karena perilaku yang mereka anut kecil kemungkinannya terjadi lagi .

Ciri-ciri Konsekuen

1) Suatu konsekuen yang segera mengikuti suatu perilaku adalah jauh lebih

kuat mempengaruhi perilaku dari pada konsekuen timbul setelah suatu

masa penundaan.

2) Makin menonjol, relevan penting atau bermakna suatu konsekuensi bagi

individu, maka makin berdaya guna konsekuensi itu terhadap individu.

3) Sebuah konsekuen yang lebih kongkrit lebih berdaya guna dibandingkan

dengan konsekuen yang abstrak.

4) Sekali sebuah perilaku berhasil dipelajari maka konsekuen yang

menyenagkan tidak perlu mengikuti setiap kejadian untuk memelihara

perilaku dan mempertahankan perilaku tersebut tidak perlu selalu ada saat

perilaku dilakukan.

10. Modifikasi Perilaku

Perilaku merupakan saatu hal yang bisa diarahkan untuk mencapai

apa yang ingin dicapai. Pengarahan perilaku dengan empat cara yaitu :

a. Penguatan positif (Positive reinforcement), merupakan proses yang

memperkuat sebuah perilaku dengan menunjukkan secara bersyarat

sesuatu yang menyenagkan. Sebuah perilaku diperkuat ketika frekuensinya


22

meningkat dan melemah ketika frekuensinya menurun. Bentuk-bentuk

positive reinforcement, antara lain:

1) Penguat primer (Primary reinforce), tingkah laku yang menguatkan untuk

diri sendri yang umumnya berhubungan untuk membantu kehidupan kita.

Mislanya makan dan minum secara alamiah menguatkan kita untuk

mengambilnya pada saat kita lapar dan haus. Status lapar dan haus

menjadikan suatu peristiwa.

2) Penguat sekunder (Secondary reinforce or conditioned reinforce),

merupakan hal yang biasanya berupa ucapan. Misalnya memuji,

berterimah kasih atau memberikan suatu kehormatan dan anugerah yang

dapat hakekatnya diri mereka sendiri.

3) Penguat ekstrinsik (Extrinsic reinforce), merupakan reinforce (penguat)

yang terukur atau konsekuensinya jelas terlihat, bisa dirasakan dan bisa

disentuh. Misalnya, ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan karena

mendapat bingkisan. Maka ia melakukan pemeriksaan.

4) Penguat hakiki (Intrinsic reinforce), merupakan suatu tingkah laku yang

akan memperkuat dirinya sendiri. Aktifitas yang kreatif sering

dipertimbangkan sebagai reinforce. Misalnya, seseorang memainkan gitar

dan bernyanyi karena keinginannya sendiri (hobi). Maka dalam hal ini

sebenarnya kita tidak bisa menambahkan konsekuensi kepada orang

tersebut untuk memainkan gitarnya.

5) Penguat otomatis (Automatic reinforcement), merupakan tingkah laku

yang tidak ada hubungannya dengan interaksi orang lain. Misalkan


23

perilaku merokok, pengaruh nikotin dan pola tingkah laku self-stimulating

ini adalah hal yang merugikan diri sendiri. Hal ini contoh dari penguatan

otomatis dan beberapa tingkah laku self-injurious (SIBs) yang

dipertahankan dengan penguatan otomatis.

6) Penguat sosial (Social reinforcement), merupakan salah satu jenis

penguatan sekunder yang melibatkan pemberitahuan perhatian dari pihak

lain. Bergantung pada kebiasaan sosial dan siapa perhatian berasal,

perhatian mereka mungkin dapat menguatkan dan dapat tidak menguatkan.

Peristiwa yang sama dapat melibatkan kedua reinforce (primer dan

sekunder).

7) Penguatan yang disamaratakan (Generalized reinforce), sebagai tambahan

dari reinforce, terkondisikan. Misalkan uang, binatang, chip, titik, tanda

dan berbagai macam reinforce yang dapat ditukar.

8) Penguatan ulang (Backup reinforce), Generalized reinforce tidak akan

efektif kecuali jika mereka memiliki backup reinforce dengan yang dapat

diperoleh sebagai pertukaran dengan generalized reinforce. Contoh

backup reinforce adalah TV, mobil, pakaian, boneka, baju, makanan kecil,

hal istimewa dan sebagainya.

9) Hadiah yang dapat dimakan (Edibles), makanan dapat digunakan sebagai

salah satu reinforce, hal ini sering disebut edible. Bentuk edible biasanya

potongan kecil dari makanan, seperti kacang, biskuit kering atau crackers,

buah anggur dan lainnya. Pada skema dasar pemikiran, penggunaan

makanan khususnya permen dan beberapa bahan sehat lainnya


24

dimaksudkan sebagai suatu keadaan sementara, dengan harapan suatu saat

dapat diganti dengan penguat sosial dan penguat alamiah.

10) Mengusahakan penguatan (Contrived reinforcement), merupakan suatu

istilah yang digunakan oleh Skinner untuk menunjukkan secara khusus

konsekuensi tiruan pada tingkah laku yang diusahakan.

11) Pertimbangan (Satiation or deprivation), merupakan suatu pertimbangan

penting kedua yang harus dilakukan dengan memberikan penghargaan

pada penguat yang dimaksud. Misalnya, anda memakan coklat secara

terus-menerus, meskipun awalnya menjadi reinforce. Seiring berjalannya

waktu, maka coklat tersebut dapat berubah fungsi lagi menjadi penguat.

12) Habitat (Habituation), merupakan hal yang digunakan untuk mengubah

sesuatu, biasanya digunakan untuk sesuatu yang baru atau perhatian kita

yang menginginkan keadaan yang lebih baik dari pada yang biasa

dilakukan. Di sisi lain, kita dapat menggunakannya untuk mengubah hal-

hal yang tidak menarik dan dapat digunakan sebagai penguatan positif.

b. Pengaruh negatif (Negative reinforcement), merupakan proses yang

memperkuat sebuah perilaku dengan penarikan sesuatu yang menyenagkan

secara bersyarat.

1) Melarikan diri (Escape), merupakan dimana tingkah laku terjadi dan

berakhir pada situasi penolakan (aversive). Misalnya ketika malam hari

kita menyetel jam beker agar bisa bangun pagi. Ketika alarm berbunyi

dipagi hari, maka secara otomatis tangan kita akan mematikan jam tersebut

karena bising.
25

2) Menghindar (AvoidanceP), merupakan suatu kondisi yang dapat kita buat

dengan cara tertentu untuk menghindari tingkah laku aversive sebelum

terjadi. Misalnya ketika kita mengendarai kendaraan dengan kecepatan

tinggi, kemudian kita melihat ada polisi, maka kita akan mengurangi

kecepatan agar tidak dapat tilang.

3) Pemberian hukuman (Punishment), merupakan proses melemahkan

perilaku melalui hadirnya sesuatu yang tidak menyenagkan bersyarat.

Hukuman merupakan suatu konsekuensi negatif yang menekankan atau

melemahkan perilaku, dapat berupa hukuman. Hukuman adalah suatu

tindakan memberikan konsekuensi yang tidak menyenagkan dan diikuti

tingkah laku yang tidak baik. Salah satu hal yang paling kontroversial

dalam modifikasi tingkah laku adalah penguatan pengondisian (control

aversif), yaitu hukuman secara khusus. Banyak orang yang menentang

penggunaan hukuman dalam alasan-alasan etis. Sementara pihak lain

mengatakan hal ini tidak jadi masalah. Pihak lain pun masih mencegah

penggunaan hukuman sesedikit mungkin karena dalam penerapannya

muncul banyak masalah yang pantas dipertimbangkan.

4) Prosedur penghapusan (Extinction), merupakan faktor-faktor yang dapat

melemahkan perilaku seseorang dengan cara mengabaikannya atau

membuat kepercayaan melemah. Prosedur penghapusan adalah prosedur

menghentikan p emberian pengukuhan pada perilaku yang semula

dikukuhkan. Beberapa perilaku yang memerlukan prosedur penghapusan


26

seperti tindakan mengacuhkan kelas, tindakan agresif, amarah yang

berlebihan, perilaku tidak belajar dan membual (Priyoto, 2015).

B. Tinjauan Pola Asuh Orang Tua

Remaja sering diistilahkan sebagai masa pertumbuhan, proses fisik dan

mental sangat mempengaruhi perkembangannya. Maka yang harus ditekankan

ialah pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua merupakan salah satu aspek

terpenting yang turut memebentuk perilaku dan karakter anak. Pola asuh yang

kurang baik akan menimbulkan perilaku yang menyimpang , salah satunya

dengan perilaku merokok.

1. Pola asuh orang tua

Para ahli mengemukakan bahwa pola asuh dari orang tua amat

mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak. Baumrind, ahli psikolongi

perkembangan membagi pola asuh orang tua menjadi 3 yakni otoriter,

perimisif, dan demokratis.

a. Pola asuh otoriter (parent orinted) ciri-ciri dari pola asuh ini, menekankan

segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak

semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak. Anak harus menurut dan

tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua.

Dalam hal ini, anak seolah-olah menjadi “robot” sehingga ia kurang

insiatif merasa takut, tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder

dalam pergaulan; tetapi disisi lain, anak bisa memberontak, nakal, atau

melarikan diri kenyataan, mislanya dengan menggunakan narkoba

(alcohol or drug abuse). Dari segi positifnya anak yang dididik dalam pola
27

asuh ini, cenderung akan mejadi disiplin yakni mentaati peraturan, tetapi

bisa jadi, ia mau menunjukkan kedisiplinan dihadapan orangtua, padahal

hatinya berbicara lain. Hal itu tujuannya semata hanya untuk

menyenangkan hati orang tua. Jadi anak cenderung memiliki kedisiplinan

dan kepatuhan yang semu.

b. Pola asuh permisif. Sifat pola asuh ini, children centered yakni segala

aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh

anak diperbolehkan anak. Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak

semena-mena bertindak tanpa pengawasan orang tua. Ia bebas melaukakan

apa saja yang diinginkan. Dari sisi negatif lain, anak kurang disiplin

dengan aturan-aturan sosial Yang berlaku. Bila Anak mampu

menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab, maka anak

akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif, dan mampu

mewujudkan aktualisasinya.

c. Pola asuh demokratis, kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu

keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah

pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang

dilakukan oleh anak tetap harus dibawah pengawasan orang tua dan dapat

dipertanggungjawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat

berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk

mempertanggungjawabkan segala tindakannya. Akibat dari pola asuh ini,

anak akan menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain,

bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakannya, tidak munafik, jujur.


28

Namun akibat negatif anak akan cenderung merongrong, kewibawaan

otoritas orang tua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan antara

orang tua.

Dari model asuh diatas, mana yang dianggap efektif dan efesien

untuk menghadapi kehidupan dalam keluarga? Pertanyaan ini sulit dijawab

secara pasti, karena masing-masing keluarga memiliki karakteristik

masalah yang berbeda atau tidak sama. Oleh karena itu, tergantung orang

tua yang menghadapi masalah dalam keluarganya sendiri. Adakalanya,

orang tua menggunakan pola otoriter, tetapi adakalanya orang tua

menerapkan pola permisif atau demokratis. Dengan demikian, secara tidak

langsung, tidak ada jenis pola asuh yang murni diterapkan dalam keluarga

yang bersangkutan. Inilah yang akan mengarah pada pola asuh situasional

(Djamarah, S. B., 2014).

2. Dimensi Pola Asuh

Pada umumnya pelaksanaan praktek pengasuhan orang tua kepada

anak di bagi menjadi dua dimensi (Maccoby, 1998) yaitu dimensi kontrol

dan dimensi kehangatan.

a. Dimensi kontrol

Dimensi kontrol berhubungan dengan sejauh mana orang tua

mengharapkan dan menuntut kematangan anak serta tingkah laku yang

bertanggung jawab dari anak. Bentuk kontrol orang tua ini diwujudkan

melalui perlakuan sebagai berikut:


29

1) Pembatasan (Restrictiveness)

Perlakuan orang tua dengan seperangkat peraturan dan larangan yang

dikenakan kepada anak. Pada perlakuan ini orang cenderung untuk

membatasi dan mengekang tingkah laku anak atau kegiatan-kegiatan yang

dilakukan oleh anak.

2) Tuntutan (Demandigness)

Perlakuan ini diterapkan oleh orang tua agar anak dapat mencapai tujuan

yang diharapkan orang tua.

3) Keketatan (Strictness)

Perlakuan orang tua bersifat ketat dan tegas sehingga anak harus mematuhi

semua aturan atau tuntutan yang ditetapkan oleh orang tua dan tidak

membiarkan anak untuk melanggarnya.

4) Campur Tangan (Intrusiveness)

Dalam hal ini orang tua melakukan intervensi terhadap anak dalam segala

rencana, hubungan anak atau kegiatan-kegiatan lain. Hal ini membuat anak

menjadi kurang dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengontrol

diri.

5) Penggunaan kekuasan sewenang-wenang (Airbitary power assertion)

Perlakuan orang tua yang menggunakan kekuasaan sewenang-wenang,

menerapkan kontrol yang tinggi, menekankan aturan-aturan dan batasan-

batasan bahkan mungkin akan menggunakan hukuman bila tingkah laku

anak menyimpang dari yang diharapkan. Dalam memberikan hukuman,

orang tua tidak memberikan penjelasan karena merasa mempunyai hak-


30

hak khusus untuk menentukan segala sesuatu yang menyangkut anak dan

anakpun diharuskan untuk mengikuti.

b. Dimensi kehangatan

Dimensi ini berhubungan dengan tingkat respon terhadap kebutuhan anak

dalam penerimaan dan dukungan. Ada orang tua yang memperlakukan

anaknya dengan penuh kehangatan serta menerima dan ada pula yang

responsif, menolak. Penerimaan orang tua terhadap anak identik dengan

pemberian kasih sayang tanpa imbalan. Sedangkan perlakuan orang tua

yang menolak anak, terlihat dari sikap tidak peduli terhadap kesejahteraan

anak, sangat menuntut bahkan memusuhi.

3. Relevansi Pola Asuh Orang Tua dengan Anak SLTP

Tidak seperti anak Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau Anak

Taman Kanak-Kanak (TK) dengan tingkat ketergantungan dengan orang

tua yang masih kuat. Betapa sedihnya seorang anak ketika mendengar dan

melihat orang tuanya akan meninggalkannya di rumah karena sesuatu hal

dalam jangka waktu tertentu. Dia sedih karena tidak di bawa serta oleh

orang tuanya. Tetapi, anak tidak akan pernah sedih ketika dia sendiri yang

meninggalkan orang tuanya di rumah karena ingin berteman ke rumah

tetangga dekat atau bermain-main bersama teman-teman sebanyanya di

sepanjang jalan yang aman atau di pekarangan rumah di sekitar rumah

tetangganya.

Anak Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) tidak lagi seperti

itu. Gaya fathernalistik tidak tepat lagi digunakan untuk anak SLTP yang
31

dalam rentang usia antara sekitar 12 sampai dengan sekitar 15 tahun.

Karena ketergantungan anak kepada orang tua sangat lemah dengan

tingkat kepercayaan orang tua yang kuat. Anak sudah mandiri dalam hal

tertentu. Oleh karena itu, anak tidak terlalu mempersoalkan ketika

ditinggal di rumah sendirian atau bersama anggota keluarga. Dalam

kasuistik tertentu, orang tua membuka ruang, memberi kesempatan kepada

anak untuk memilih di antara dua pilihan secara bebas tetapi “tetap dalam

kontrol”.

4. Komunikasi Dalam Keluarga

Komunikasi adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam

kehidupan keluarga. Tanpa komonikasi, sepilah kehidupan keluarga dari

kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran dan sebagainya. Akibatnya,

kerawanan hubungan antara keluarga pun sukar di hindari.

Setiap hari orang tua selalu ingin berbincang-bincang kepada

anaknya. Canda dan tawa menyertai dialog orang tua dan anak. Perintah

suruhan, larangan dan sebagainya merupakan alat pendidikan yang sering

digunakan oleh orang tua atau anak dalam kegiatan komonikasi keluarga .

Dalam perhubungan antara orang tua dan anak akan terjadi

interaksi. Dalam interaksi itu orang tua akan berusaha mempengaruhi anak

untuk terlibat secara pikiran dan emosi untuk memperhatikan apa yang

akan disampaikan. Anak mungkin akan berusaha menjadi pendengar yang

baik dalam menafsirkan pesan-pesan yang akan disampaikan oleh orang

tua.
32

5. Interaksi Orang Tua dan Anak

a. Interaksi Ibu dan Anak

Kenyataan menunjukkan, bahwa peranan ibu pada masa anak-anak

adalah besar sekali. Sejak dilahirkan, peranan tersebut tampak dengan

nyata, sehingga ibu dapat dikatakan bahwa pada awal proses sosialisasi,

seorang ibu mempunyai peranan yang besar sekali (bahkan lebih besar dari

pada seorang ayah). Peranan ibu dalam proses sosialisasi tersebut,

mengantarkan anak ke dalam sistem kehidupan sosial yang berstruktur.

Anak diperkenalkan dengan kehidupan perkelompok yang saling

ketergantungan dalam jalinan interaksi sosial.

Hubungan antara ibu dan anak tidak hanya terjadi pasca-kelahiran

anak, tetapi sudah berlangsung ketika anak sedang dalam kandungan ibu.

Hubungan ibu dan anak bersifat fisiologis dan psikologis. Secara

psikologis, antara ibu dan anak terjalin hubungan emosional. Hubungan

darah antara ibu dan anak melahirkan pendidikan yang bersifat kodrati.

Karenanya secara naluriah, meskipun mendidik anak adalah suatu

kewajiban, tetapi setiap ibu merasa terpanggil untuk mendidik anaknya

dengan cara mereka sendiri.

b. Interaksi Ayah dan Anak

Di Indonesia, seorang ayah dianggap sebagai kepala keluarga yang

diharapkan mempunyai sifat-sifat kepemimpinan yang mantap. Sesuai

dengan ajaran-ajaran tradisional (jiwa), maka seorang pemimpin harus


33

dapat memberikan teladan yang baik, memberikan semangat sehingga ikut

kreatif.

Pada fase awal dari kehidupan anak, dia tidak hanya berkenala

dengan ibunya, tetapi juga berkenalan dengan ayahnya sebagai orang

tuanya. Keduanya memberikan cinta, kasih dan saying kepada anak-

anaknya. Karenanya menjadi tugas dan tanggung jawab orang tua untuk

memberikan pengalaman yang baik kepada anak melalui pendidikan yang

diberikan dalam maupun luar rumah (Djamarah, S. B., 2014).

V. KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian

1. Perilaku Merokok

Perilaku merokok adalah suatu perilaku yang merugikan bagi

kesehatan baik orang yang mengkomsumsi rokok maupun yang tidak.

Perilaku merokok dikalangan remaja yang dengan cepat berkembang

karena adanya faktor pergaulan remaja itu sendiri maupun dari

lingkungannya serta bagaimana pola asuh yang diterapkan oleh setiap

orang tua.

2. Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua adalah gambaran sikap dan perilaku orang tua

dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan

pengasuhan.
34

B. Pola Pikir Variabel

Pola pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk skema

seperti di bawah ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola asuh Demokratis

Perilaku
Pola asuh Otoriter
Merokok

Pola asuh Permisif

Keterangan :

Variabel Independen :

Variabel Dependen :

Variabel yang diteliti :

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Perilaku Merokok

Perilaku merokok adalah perilaku yang muncul karena adanya faktor

keinginan untuk merokok dan faktor pengaruh dari orang tua, teman sebaya

maupun lingkungan.

Kriteria Objektif:

Perokok berat : jika menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari

Perokok sedang : jika menghisap 5-15 batang rokok dalam sehari

Perokok ringan : jika menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari


35

2. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan

anak, akan tetapi orang tua tetap dapat mengendalikan anak.

Kriteria Objektif:

Demokratif : jika skor responden 6-10

Tidak demokratif : jika skor responden 1-5

3. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola asuh orang tua yang cenderung bersifat

memaksa pada anak dan mutlak harus dituruti serta memerintah dan

menghukum anak.

Kriteria Objektif:

Otoriter : jika skor responden 6-10

Tidak otoriter : jika skor responden 1-5

4. Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif adalah pola asuh yang memberikan kebebasan pada

anak untuk melakukan sesuatu tanpa adanya control dan pengawasan dari

orang tua.

Kriteria Objektif

Permisif : jika skor responden 6-10

Tidak Permisif : jika skor responden 1-5


36

D. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada remaja.

2. Tidak ada hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku merokok pada

remaja.

VI. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan

menggunakan metode Cross Sectional, yaitu jenis penelitian dimana seluruh

variabel yang diamati, diukur pada saat bersamaan ketika penelitian berlangsung.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 1 Kajuara Kabupaten

Bone Tahun 2017.

2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober Tahun 2017

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa laki-laki SMP Negeri 1

Kajuara Kabupaten Bone Tahun 2017.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi yang akan diteliti

atau sebagian dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel dalam
37

penelitian ini yaitu sebanyak 179 orang, dengan perhitungan sebagai

berikut:

a. Perhitungan besar sampel

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan

rumus sebagai berikut :

N
n=
1 + N (d)2
Keterangan :

n : Jumlah Sampel

N : Besar populasi

d : Ketetapan yang diinginkan (0,05)

323
n=
1 + 323 (0,05)2

323
n=
1,8075

n= 178,69

n= 179 Orang

Besarnya sampel yang diambil tiap kelas dengan menggunakan rumus

proportional stratified random sampling, sebagai berikut:

Nh = Nh x n

Keterangan :

Nh : jumlah siswa di kelas

N : jumlah pupulasi
38

N : jumlah sampel

Kelas I : 124 x 179 = 69 orang

323

Kelas II : 101 x 179 = 56 orang

323

Kelas III : 98 x 179 = 54 orang

323

b. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

Simple random sampling atau sampel acak, yaitu dengan cara semua yang

terdaftar sebagai populasi diberi nomor urut mulai dari 1 sampai dengan

banyaknya subjek yang telah ditentukan dan terlebih dahulu peneliti sudah

menentukan besarnya jumlah sampel yang akan diteliti.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan oleh

peneliti adalah sebagai berikut :

1) Kriteria Inklusi

a) Siswa laki-laki di SMP Negeri 1 Kajuara Kabupaten Bone yang tercatat

aktif tahun 2017/2018.

b) Siswa laki-laki yang merokok

c) Siswa laki-laki yang bersedia menjadi responden.

2) Kriteria Eksklusi

a) Siswa laki-laki yang tidak merokok


39

D. Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Data primer

Data primer dikumpulkan dari wawancara langsung kepada pasien

dan menggunakan kuesioner untuk mengetahui hubungan pola asuh orang

tua dengan perilaku remaja merokok.

b. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data arsip siswa

yang ada di SMP Negeri 1 Kajuara Kabupaten Bone .

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrument penelitian adalah alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah lembar kuisioner untuk mengetahui prilaku remaja merokok dan

pola asuh orang tua. Kuisioner terdiri atas dua bagian yaitu kuisioner pola

asuh orang tua yang terdiri 30 pertanyaan dan kuisioner perilaku merokok

terdiri 10 pertanyaan.

E. Pengolahan Data

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul.


40

2. Coding

Coding merupkan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini

sangat penting bila pengelolahan dan analisis data menggunakan

komputer.

3. Tabulasi

Tabulasi dilakukan setelah kegiatan editing dan coding, yaitu dengan

cara mengelompokkan data ke dalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang

dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian.

4. Entri Data

Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau data base komputer, kemudian

membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat

tabel kontigensi.

5. Analysis

Analysis dilakukan setelah pengumpulan data secara manual, data

kemudian diolah secara komputerisasi dengan menggunakan uji statistik

yaitu analisis univariat yang dilakukan untuk variabel tunggal yang

dianggap terkait dengan penelitian dan analisis bivariat untuk melihat

distribusi variabel yang dianggap terkait dan menggunakan uji chi-square

dengan kemaknaan (ɑ = 0,05).


41

F. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap-tiap variabel penelitian

untuk mengetahui distribusi frekuensi dari tiap variabel yang diteliti.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap variabel independen dan

variabel dependen dengan menggunakan uji Chi – Square untuk

mengetahui adanya hubungan pola asuh orang tua dengan prilaku remaja

merokok, dengan tingkat signifikan ɑ < 0,05.

Pada penelitian ini, dikatakan ada hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen jika nilai p < ɑ (0,05), dan

dikatakan tidak ada hubungan jika nilai p ≥ ɑ (0,05). Bila terdapat nilai

expected (E) <5 maka digunakan uji alternatif yaitu menggunakan uji

Fisher exact.

G. Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan grafik yang disertai

penjelasan antara variabel.

H. Etika Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan

permohonan kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini SMP Negeri 1

Kajuara Kabupaten Bone, setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan

penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian yang meliputi :


42

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Lembaran persetujuan yang akan diberikan kepada responden yang

akan diteliti dengan menjelaskan maksud, tujuan serta dampak yang

mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data.

2. Tanpa Nama (Anonymity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak boleh

mencantumkan nama responden, tetapi hanya dengan memberi kode.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Memberikan jaminan kerahasiaan informasi responden dan hanya

kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai