BAB II
TINJAUAN UMUM
1) Lahan dan bangunan Rumah Sakit harus dalam satu kesatuan lokasi
yang saling berhubungan dengan ukuran, luas dan bentuk lahan serta
bangunan/ruang mengikuti ketentuan tata ruang daerah setempat
yang berlaku.
2) Persyaratan lokasi meliputi :
a) Tidak berada di lokasi area berbahaya (di tepi lereng, dekat kaki
gunung yang rawan terhadap longsor, dekat anak sungai atau
badan air yang dpt mengikis pondasi, dekat dengan jalur patahan
aktif/gempa, rawan tsunami, rawan banjir, berada dalam zona
topan/badai, dan lain-lain).
b) Harus tersedia infrastruktur aksesibilitas untuk jalur transportasi.
c) Ketersediaan utilitas publik mencukupi seperti air bersih,
jaringan air kotor, listrik, jalur komunikasi/telepon.
d) Ketersediaan lahan parkir.
e) Tidak berada di bawah pengaruh SUTT dan SUTET.
3) Rencana cakupan, jenis pelayanan kesehatan, dan fasilitas lain
4) Jumlah, spesialisasi, dan kualifikasi sumber daya manusia; dan
5) Jumlah, jenis, dan spesifikasi peralatan mulai dari peralatan
sederhana hingga peralatan canggih.
c. Kajian kemampuan pendanaan/pembiayaan yang meliputi:
1) Prakiraan jumlah kebutuhan dana investasi dan sumber pendanaan
2) Prakiraan pendapatan atau proyeksi pendapatan terhadap prakiraan
jumlah kunjungan dan pengisian tempat tidur
3) Prakiraan biaya atau proyeksi biaya tetap dan biaya tidak tetap
terhadap prakiraan sumber daya manusia
4) Proyeksi arus kas 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) tahun; dan
5) Proyeksi laba atau rugi 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) tahun.
Master plan sebagaimana yang dimaksud memuat strategi
pengembangan aset untuk sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun kedepan
dalam pemberian pelayanan kesehatan secara optimal yang meliputi
identifikasi proyek perencanaan, demografis, tren masa depan, fasilitas yang
ada, modal dan pembiayaan.
13
8. Transplantasi
9. PKMRS; atau
10. Terapi Rumatan Metadon
2.1.8 Susunan Organisasi Rumah Sakit Budhi Asih (5)
Adapun susunan organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Budhi
Asih, sebagai berikut :
a. Direktur
b. Wakil Direktur Keuangan dan Umum, terdiri dari :
1. Bagian Umum dan Pemasaran
2. Bagian Sumber Daya Manusia
3. Bagian keuangan dan Perencanaan
c. Wakil Direktur Pelayanan, terdiri dari :
1. Bidang Pelayanan Medis
2. Bidang Pelayanan Penunjang Medis
3. Bidang Pelayanan Keperawatan
d. SPI
e. Komite Medik
f. Komite Keperawatan
g. Komite Mutu
h. Komite Jabatan Fungsional
2.1.9 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2.1.9.1 Definisi (2)
Menurut permenkes nomer 72 tahun 2016. Instalasi Farmasi adalah
unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Pengorganisasian Instalasi Farmasi
harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
16
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, pelayanan farmasi klinik dan
manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan
dengan tetap menjaga mutu.
2.1.9.2 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Menurut Permenkes No 72 Tahun 2016:
a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi
seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional
serta sesuai prosedur dan etik profesi;
b. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;
c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna
memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko;
d. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;
e. Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi;
f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan
Kefarmasian; memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar
pengobatan dan formularium Rumah Sakit.
2.1.9.3 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Menurut Permenkes No. 72 Tahun 2016;
a) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai
1. Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;
2. Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal;
3. Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai
ketentuan yang berlaku
17
c. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga
yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan
dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan,
penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan,
pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses
pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang
dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian
lain di luar instalasi farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai antara lain:
1) Bahan baku obat harus disertai sertifikat analisa.
2) Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet
(MSDS).
3) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus
mempunyai nomor izin edar.
4) Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tertentu
(vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang
dapat dipertanggung jawabkan.
Rumah sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah
kekosongan stok obat yang secara normal tersedia di rumah sakit dan
mendapatkan obat saat instalasi farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian
Untuk rumah sakit pemerintah pembelian sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan
22
✓
Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
✓
Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain
f. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah,
dan ketepatan waktu. Rumah sakit harus menentukan sistem distribusi
yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di unit
pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
a. Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock)
➢
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan
dikelola oleh instalasi farmasi.
➢
Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang
sangat dibutuhkan.
➢
Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang
mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya
didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan.
➢
Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat
floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab
ruangan.
➢
Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan
kemungkinan interaksi obat pada setiap jenis obat yang
disediakan di floor stock.
b. Sistem resep perorangan
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan
dan rawat inap melalui instalasi farmasi.
26
d. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien
atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker
bertanggung jawab terhadap informasi Obat yang diberikan.
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat,
tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker
kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta
pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
PIO bertujuan untuk:
a) menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah
Sakit
b) menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan Obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi Komite/Tim Farmasi dan
Terapi
c) menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan PIO meliputi :
a) Menjawab Pertanyaan
b) Menerbitkan bulletin, poster, newsletter
c) Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit
d) Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap
e) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga keehatan lainnya
f) Melakukan penelitian
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO :
a) Sumber daya manusia
34
b) Tempat perlengkapan
5. Konseling
Koseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau
saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien
dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat
inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif
Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya.
Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien
dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan
hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki
(ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya
meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).
Secara khusus konseling Obat ditujukan untuk:
1) Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien
2) Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
3) Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat
4) Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan
Obat dengan penyakitnya
5) Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
6) Mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat
7) Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam
hal terapi
8) Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
9) Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat
sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan
mutu pengobatan pasien.
Kegiatan dalam konseling Obat meliputi:
1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
2) Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan
Obat melalui Three Prime Questions;
35
a) Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut
tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau
menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena,
pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini
memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui
sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan
beracun atau radio aktif. Limbah benda tajam mempunyai potensi
bahaya tambahan yang dapat menyebabkan infeksi atau cidera karena
mengandung bahan kimia beracun atau radio aktif.
Potensi untuk menularkan penyakit akan sangat besar bila benda tajam
tadi digunakan untuk pengobatan pasien infeksi atau penyakit infeksi.
b) Limbah infeksius, memiliki pengertian sebagai limbah yang berkaitan
dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan
intensif) dan limbah laboratorium. Limbah infeksius mencakup
pengertian sebagai berikut:
1) Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular (perawatan intensif).
2) Limbah laboratorium yang berkaitan dengan mikrobiologi dari
rumah sakit atau ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
Namun beberapa institusi memasukkan juga bangkai hewan
percobaan yang terkontaminasi atau yang diduga terkontaminasi
oleh organisme pathogen ke dalam kelompok limbah infeksius.
c) Limbah patologi (jaringan tubuh) adalah jaringan tubuh yang terbuang
dari proses bedah atau autopsi.
d) Limbah sitotoksis adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi dengan obat sitotoksis selama peracikan,
pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksis dan harus dimusnahkan
melalui incinerator pada suhu lebih dari 1.000ºC. Tempat pengumpul
sampah sitotoksis setelah dikosongkan lalu dibersihkan dan
didesinfeksi.
43
2) Pewadahan
Sesuai dengan permenkes 1204/Menkes/SK/X/2004. Adapun syarat
kesehatan menurut permenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 yaitu memenuhi
syarat jika :
a. Tempat sampah anti bocor dan anti tusuk.
b. Memiliki tutup dan tidak mudah dibuka orang.
c. Sampah medis padat yang akan dimanfaatkan harus melalui sterilisasi.
d. Pewadahan sampah medis menggunakan label (warna kantong
plastik/kontainer).
e. Sampah radioaktif menggunakan warna merah.
f. Sampah sangat infeksius menggunakan warna kuning.
g. Sampah/ limbah infeksius, patologi dan anatomi menggunakan warna
kuning.
h. Sampah sitotoksis menggunakan warna ungu.
i. Sampah/limbah kimia dan farmasi menggunakan warna cokelat.
Penanganan sampah dari masing-masing sumber dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1) Wadah tidak boleh penuh, bila wadah sudah terisi ¾ bagian, maka
segera ketempat pembuangan akhir.
2) Wadah berupa kantongan plastik dapat diikat rapat pada saat akan
diangkut dan dibuang berikut wadahnya.
3) Pengumpulan limbah dari ruang perawatan atau pengobatan harus
tetap pada wadahnya dan jangan dituangkan pada gerobak yang
terbuka. Hal ini dimaksud untuk menghindari terjadinya kontaminasi
disekitarnya dan mengurangi resiko kecelakaan terhadap petugas,
pasien dan pengunjung.
4) Petugas yang menangani harus selalu menggunakan sarung tangan
dan sepatu, serta harus mencuci tangan dengan sabun setiap selesai
mengambil limbah. Berikut ini kategori pewadahan limbah sesuai
dengan karesteristiknya.
48
Jenis gas medis yang biasa dipergunakan untuk keperluan rumah sakit
adalah sebagai baerikut (9) :
a. Oxygen (O2)
b. Nitrous Oxide (N2O)
c. Nitrogen (N2)
d. Karbon dioksida (CO2)
e. Cyclopropane (C3H6)
f. Helium (He)
g. Mixture gas
h. Medical Compressed Air (Breathing Air)
i. Vaccum (Suction)
Vakum medik meliputi sebuah rakitan dari peralatan vaku secara
sentral dan jaringan pemipaan untuk pemakaian penghisapan cairan tubuh
pada pasien medik, bedah medik, dan buangan sisa gas anestesi. Buangan sisa
gas anestesi merupanan proses penangkapan dan penyaluran gas yang
dibuang dari sirkit pernapasan pasien selama operasi normal gas anastesi atau
peralata analgesi. (8)
2.4.3 Penggunaan Gas Medik dan Vakum Medik (8)
Penggunaan Gas Medik dan Vakum Medik di fasilitas pelayanan
kesehatan dilakukan melalui :
a. Sistem Instalasi Gas Medik dan Vakum Medik
b. Tabung Gas Medik
c. Oksigen Konsentrator portabel; dan/atau
d. Alat Vakum Medik portabel
Dalam hal penggunaan Gas Medik dan Vakum Medik pada fasilitas
pelayanan kesehatan di ruag operasi, ruang intensif, dan ruang gawat darurat
harus dilakukan melalui penyaluran pada Sistem Instalasi Gas Medik dan
Vakum Medik.
Dalam penggunaan Gas Medik dan Vakum Medik wajib dioperasikan
oleh petugas fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki kompetensi di
bidang Gas Medik dan Vakum Medik atau menunjuk pihak yang
berkompeten.
53
2.5 Akreditasi
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib
dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi
Rumah Sakit dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam
maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku.(10)
Setiap Rumah Sakit yang telah mendapatkan Izin Operasional harus
diregistrasi dan diakreditasi. Registrasi dan akreditasi merupakan persyaratan
untuk perpanjangan Izin Operasional dan perubahan kelas.(4)
2.6 Audit
Dalam penyelenggaraannya, Rumah Sakit harus dilakukan audit.
Audit sebagaimana yang dimaksud berupa audit kinerja dan audit medis.
Audit kinerja dan audit medis dapat dilakukan secara internal dan eksternal.
Audit kinerja eksternal dapat dilakukan oleh tenaga pengawas. Pelaksanaan
audit medis berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri.(10)
Audit kinerja adalah pengukuran kinerja yang berkala yang meliputi
pelayanan dan kinerja keuangan. Audit medis adalah upaya evaluasi secara
professional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien
dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis.
Audit Medis dapat dilakukan oleh Komite Medik Rumah Sakit, sedangkan
Audit Kinerja Internal dapat dilakukan oleh Satuan Pemeriksa Internal.(10)