Anda di halaman 1dari 27

Case Report

KEJANG DEMAM

Oleh :

dr. Eka Sri Wahyuni

Pembimbing :
dr. Yohana Ika Karolina
dr. Darfius

RUMAH SAKIT ENGKU HAJI DAUD

TANJUNG UBAN

KEPULAUAN RIAU

2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 1
1. Definisi 1
2. Epidemiologi 1
3 Klasifikasi 2
4. Faktor Resiko 2
5. Patofisiologi 3
6. Manifestasi Klinis 5
7. Diagnosis 5
8. Diagnosis banding 7
9. Penatalaksanaan 7

BAB III. LAPORAN KASUS .............................................................. 12


BAB IV. DISKUSI ............................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 25

2
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1 Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam
(suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau
gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat
kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam
adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan
dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.1,3
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak
termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu
ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2 Definisi ini menyingkirkan
kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau
ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.3
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam. 2

2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus
merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada
tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada
laki-laki.3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5

1
tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai
5 tahun hampir 2 - 5%.2,10

3. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang
demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului
kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain
itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan
khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira
33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak
mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia
dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam
timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam
dan riwayat keluarga epilepsi. 5,6
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam
keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang
demam kompleks. 5,6

2
5. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel
dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui
oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-
KATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.9

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium

3
maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu
38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada
tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat
biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada
kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas
otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan
sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang”
dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
sehingga terjadi epilepsi.9

4
6. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh
infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam
24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik
(kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama
10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan
berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit,
gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau
tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan
kulitnya kebiruan.1,9,10
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian
anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam
yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan
gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat
berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.4

7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam
keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6
c. Pemeriksaan Penunjang

5
1.) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.5
2. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan,
bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila
yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal. 5
3. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5
4.) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan
neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil
edema.5

6
8. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan
klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak
menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka
perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2

9. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena
adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang
praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam
rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk
anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3
tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti
diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali
dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam
setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka
pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti,

7
pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.5

b. Pemberian obat pada saat demam


1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali
sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-
4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat
menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan,
sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.2,3,5
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60%
kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8
jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-
39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam
tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

c. Pemberian Obat Rumat


1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy,
retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal

8
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali
atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari
12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali per tahun.5
2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti
ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat
dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat
ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-
3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5

10. EDUKASI PADA ORANG TUA


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.4,5
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.

9
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
b. Tetap bersama pasien selama kejang.
c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih .5

11. VAKSINASI
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap
anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi
jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang
yang lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam
pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi
berikutnya. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000
anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun
setelahnya.5,7 Sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko
meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.7 Dianjurkan untuk memberikan
diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT
atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat
vaksinasi hingga 3 hari kemudian.5

12. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.5,9

10
BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan
NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan hipotensi.6

11
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M. R
Umur : 17 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn. T
Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
Nama Ibu : Ny. W
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Teluk Sasah
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.

A. Keluhan Utama

Kejang pada seluruh tubuh sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien kejang, kejang terjadi seluruh tubuh sejak 2 jam sebelum masuk rumah
sakit,. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas. Kejang
berlangsung 1 kali selama 4 menit. Setelah kejang berhenti, pasien menangis,
tidak ada penurunan kesadaran setelah kejang.
Pasien demam, demam mendadak tinggi sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Demam disertai batuk, tidak ada pilek, tidak disertai muntah dan sesak
napas.
Kemudian oleh keluarga, pasien dibawa ke rumah sakit Emgku Haji Daud.
Menurut pengakuan keluarga, di IGD pasien tidak kejang tetapi masih panas.
Buang air besar 1 kali/hari, lembek, berwarna kuning. Buang air kecil warna
kuning jernih terakhir 4 jam SMRS.

12
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang sebelumnya karena panas : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat kejang karena panas pada keluarga : (-)
Riwayat epilepsi : (-)

E. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ayah : sehat
Ibu : sehat

F. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal


Pemeriksaan di : Bidan
Frekuensi : Trimester I : 1x/ 1 bulan
Trimester II : 2x/ 1 bulan
Trimester III : 2x/ 1 minggu
Keluhan selama kehamilan: tidak ada
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah
darah.

G. Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3500 gram dan panjang 47 cm,
lahir spontan, langsung menangis kuat segera setelah lahir, usia kehamilan 38
minggu.

H. Riwayat Postnatal
Rutin ke puskesmas setiap bulan untuk menimbang badan dan mendapat
imunisasi.

13
I. Imunisasi
Jenis I II III IV
1. BCG 1 bulan - - -
2. DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan -
3. Polio 2 hari 2 bulan 3 bulan 4 bulan
4. Campak 9 bulan - - -
5. Hepatitis B Lahir 2 bulan 3 bulan -

Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap sesuai Depkes

J. Riwayat Petumbuhan dan Perkembangan


Motorik Kasar
Mengangkat kepala : 3 bulan
Tengkurap kepala tegak : 4 bulan
Duduk sendiri : 6 bulan
Berdiri sendiri : 11 bulan
Berjalan : 13 bulan
Bahasa
Bersuara “aah/ooh” : 2,5 bulan
Berkata (tidak spesifik) : 8,5 bulan
Motorik halus
Memegang benda : 3,5 bulan
Personal sosial
Tersenyum : 2 bulan
Mulai makan : 6 bulan
Tepuk tangan : 9 bulan
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

L. Riwayat Makan Minum Anak


1. Usia 0-6 bulan : ASI diselingi dengan Susu Formula, frekuensi minum ASI
dan Susu Formula tiap kali bayi menangis dan tampak kehausan, sehari

14
biasanya lebih dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian kiri
kanan.
2. Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan
diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya sekali sehari satu
potong (siang hari).
3. Usia 8-12 bulan : nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan sayur
hijau/wortel, lauk ikan /tempe, dengan diselingi dengan ASI jika bayi masih
lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong.
4. Usia 1 tahun - sekarang : diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan
sayur bervariasi dan lauk ikan, ayam /tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali
sehari. ASI masih tapi hanya kadang-kadang. Buah pepaya/pisang/jeruk
jumlah menyesuaikan.
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

M. Riwayat Keluarga Berencana :


Ibu penderita tidak mengikuti program KB.

N. Pohon Keluarga

II

III
An. M.R, ♂,
17 bulan, 10 kg, 76 cm

Pasien merupakan anak kedua. Anak pertama perempuan usia 6 tahun. Ayah
dan ibu menikah satu kali. Riwayat keluarga dengan riwayat kejang demam (-
).

15
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : sedang
Derajat kesadaran : kompos mentis
Status gizi : kesan gizi baik
Tanda vital
BB : 10 kg
TB : 76 cm
Nadi : 120 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
Pernafasan : 30x/menit, tipe thorakoabdominal
Suhu : 38,2º C (per axiler)
Kulit : Warna sawo matang, kelembaban cukup
Kepala : Bentuk normocephali, rambut hitam sukar dicabut, distribusi
merata, UUB sudah menutup, LK= 49 cm (-2 SD < LK < 0 SD)
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
Telinga : Bentuk normal, sekret(-).
Tenggorok : Uvula ditengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1 , faring hiperemis (+)
Leher : Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar
Lymphonodi : Retroaurikuler : tidak membesar
Submandibuler : tidak membesar
Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
Kanan atas : RIC II LPSD
Kanan bawah: RIC IV LPSD
Kiri bawah : RIC IV LMCS

16
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan =kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SN vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), Wh (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut
Auskultasi : peristaltik (+) meningkat
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor
kembali cepat.
Urogenital : dalam batas normal
Ekstremitas :
Akral dingin - - Sianosis
- -
- - - -
Oedem Wasting
- - - -
- - - -

ADP teraba kuat


CRT <2”

Pemeriksaan Neurologis
Motorik : Koordinasi baik, kekuatan +4 +4
+4 +4
Sensorik : Belum dapat dinilai
Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+2/+2)
R. Triseps : (+2/+2)
R. Patella : (+2/+2)
R. Archilles : (+2/+2)
Reflek Patologis : R. Babinsky :(-/-)
R. Chaddock :(-/-)

17
R. Oppeinheim : ( - / - )
Meningeal Sign : Kaku kuduk :(-)
Brudzinsky I :(-)
Brudzinsky II :(-)
Kernig sign :(-)

Perhitungan Status Gizi (secara antropometris)


BB : 10 kg
TB : 76 cm
Status gizi :
BB/U : 10/10,7 x 100 % = 93,45 % (-2 < BB/U < 0 SD)

TB/U : 76/81 x 100 % = 93,82 % (TB/U=-2SD)

BB/TB : 10/9,5 x 100 % = 105,2 % (0SD< BB/TB <1SD)

Kesan : Gizi baik secara antropometri (WHO, 2010)


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium darah
Indeks Eritrosit Hitung Jenis

MCV : 79,0 /um Eosinofil : 1,00 %


MCH : 26,0 Pg Basofil : 0,10%
MCHC : 32,9 g/dl Netrofil : 64.80 %
Limfosit : 28,10 %
Monosit : 6,00 %

Hematologi Rutin
Hb : 11,1 g/dL
Hct : 34 %
Erit : 4,27.106/μL
Leu : 11,2.103 /μL

18
Tr : 300.103 /μL
Kimia Darah :
GDS : 172 mg/dl
Elektrolit : tidak bisa diperiksa

VI. DAFTAR MASALAH


1. Demam
2. Kejang (1 kali, kejang 4 menit, setelah kejang, pasien menangis)
3. Faring hiperemis

VII.DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang Demam Sederhana
dd : Infeksi Intrakranial
Gangguan Elektrolit
2. Faringitis Akut

VIII. DIAGNOSIS KERJA


2.) Kejang Demam Simpleks
3.) Faringitis Akut

IX. PENATALAKSANAAN
Terapi
1. O2 nasal 2 lpm
2. IVFD D5 1/4NS 10 tpm makro
3. Phenobarbital (luminal) 3-4 mg/kgbb/hari ~ 2x 20 mg p.o
4. Paracetamol 100 mg per oral jika demam
5. Inj Ceftizoxime 2x500 mg
6. Vostrin syr 2x5ml
Monitoring
1. KU dan VS per 6 jam
2. Awasi timbulnya kejang

19
Edukasi
Kompres hangat jika panas dan menerangkan kondisi pasien terhadap orang tua
pasien

X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

20
Follow Up

Tanggal Jam Pemeriksaan Terapi


10/07/2019 08.00 S : Tidak kejang, demam 1. O2 nasal 2 lpm
berkurang, batuk (+), dahak (+)
2. IVFD D5 1/4NS 10 tpm
O : CM, gizi baik
TV : HR = 114 x/1’ makro
RR = 36 x/1’ 3. Phenobarbital (luminal) 3-4
S = 37,6oC (per axila)
mg/kgbb/hari ~ 2x 20 mg p.o
4. Paracetamol 100 mg per
oral
5. Vostrin syr 2x5 ml

11/07/2019 08.00 S : Tidak kejang, tidak panas, 1. O2 nasal 2 lpm


batuk (+) sudah berkurang
2. IVFD D5 1/4NS 10 tpm
O : CM, gizi baik
TV : HR = 104 x/1’ makro
RR = 32 x/1’ 3. Phenobarbital (luminal) 3-4
S = 36,9oC (per axila)
mg/kgbb/hari ~ 2x 20 mg p.o
4. Paracetamol 100 mg per
oral jika demam
5. Vostrin syr 2x5ml

12/07/2019 08.00 S : Tidak kejang, tidak panas, 1. Os rawat jalan


batuk (-)
2. Paracetamol syr 100 mg k/p
O : CM, gizi baik
TV : HR = 102x/1’ 3. Vostrin syr 2x5 ml
RR = 32 x/1’ 4. Phenobarbital (luminal) 3-4
S = 36oC (per axila)
mg/kgbb/hari ~ 2x 20 mg
p.o

21
BAB III
ANALISIS KASUS

Seorang anak laki-laki usia 17 bulan datang ke igd rumah sakit engku haji
daud dengan keluhan utama kejang sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit,
pasien kejang, kejang terjadi seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata
melirik ke atas. Kejang berlangsung 1 kali selama 4 menit. Setelah kejang
berhenti, pasien menangis dan tidak ada penurunan kesadaran setelahnya. Kurang
lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien demam, demam mendadak tinggi.
Demam disertai batuk, tidak ada pilek, dan tidak disertai muntah.

Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai umur dan sesuai Depkes. Riwayat
perkembangan dan pertumbuhan baik. Riwayat pemeliharaan prenatal baik.
Riwayat kelahiran, lahir spontan dengan usia kehamilan 38 minggu, pemeliharaan
postnatal baik.

Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sedang, komposmentis


dan gizi kesan baik. Tanda vital: N: 120x/menit, RR: 30x/menit, t= 38,2 oC, .
Pemeriksaan tenggorok didapat faring hiperemis pemeriksaan neurologi dalam
batas normal. Status gizi secara antropometris (WHO, 2000) : gizi baik.
Pemeriksaan laboratorium, Hb: 11,1 g/dL, Hct: 34 %, Ht: 4,27.106/μL, Leu:
11,2.103/μL, T: 300.102/μL, GDS: 172 mg/dl, elektrolit tidak diperiksa.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini dapat didiagnosis dengan
kejang demam simpleks karena durasi kerjang tidak lebih dari 15 menit, frekuensi
tidak lebih 1 kali dalam 24 jam, dan kejang umum tonik klonik. Sumber demam
pada pasien ini bisa disebabkan dari infeksi saluran pernafasan atas dibuktikan
dari faring hiperemis dan di dukung dari adanya peningkatan leukosit. pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium
maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas

22
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang.

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan oksigen untuk mencukupi


kebutuhan oksigen dalam sirkulasi karena selama kejang akan ditakutkan hipoksia
jaringan, kemudian pasien diberi parasetamol 100 mg untuk mengatasi
demam, kemudian diberikan juga phenobarbital peroral 2x20 mg sebagai
maintanance agar pasien tidak kejang kembali, dosis harian dari phenobarbital
adalah 3-4 mg/kgbb/hari. Pemberian vostrin untuk mengatasi batuk pada pasien
dengan produksi mukus berlebihan, dan tidak lupa pemberian antibiotik injeksi
ceftizoxime untuk mengatasi sumber infeksi dengan dosisi harian 50mg/kgbb
dapat diberikan 2-3 kali sehari, jadi pada pasien ini diberi 2x500 mg.

Selama 3 hari perawatan di rumah sakit, os tidak ada kejang berulang,


demam menurun dan batuk sudah berkurang, sehingga pada hari ke empat rawatan
pasien dipulangkan dengan diberikan obat pulang paracetamo 100 mg dan
diminum jika demam kemudian obat batuk vostrin 2x5ml.

Ketika pasien dipulangkan, tidak lupa edukasi keluarga adakah hak yang
terpenting. Berdasarkan rekomendasi kejang demam anak IDAI tahun 2016, ada
hal-hal yang harus disampaikan pada orang tua pasien dalam menghadapi anak
yang tiba-tiba kejang, kita sebagai praktisi harus mengedukasi agar keluarga tetap
tenang dan tidak panik, longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher,
bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun terdapat kemungkinan
(yang sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu
kedalam mulut.Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang. Tetap
bersama anak selama dan sesudah kejang. Berikan diazepam rektal bila kejang
masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan berikan bila kejang telah berhenti.
Diazepam rektal hanya boleh diberikan satu kali oleh orangtua. Bawa ke dokter

23
atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu tubuh lebih dari
40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal, kejang fokal,
setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.

Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah


bahwa kejang dapat timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga
pasien harus sedia obat penurun panas, termometer, dan kompres hangat jika
pasien panas. Dan perlu dijelaskan alasan pemberian obat rumatan adalah untuk
menurunkan resiko berulangnya kejang. Lama pengobatan rumatan adalah 1
tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 sampai 2
bulan.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI.
Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai