disusun oleh:
Preseptor:
Definisi
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Keadaan ini biasanya disertai dengan proses inflamasi, baik
steril maupun infeksi.
Pada ulkus kornea, kerusakan sudah mencapai stroma sampai terjadinya
perforasi seluruh ketebalan kornea. Kerusakan stroma oleh jaringan fibrotik dan
setelah penyembuhan akan meninggalkan parut yang ketebalannya sesuai dengan
dalam dan luasnya stroma, yang digantikan jaringan parut.
Patofisiologi
Epitel kornea terdiri dari 5-6 lapis sel. Lapisan air mata yang mengandung
lisozim merupakan sawar pertama terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam
kornea, sedangkan epitel adalah sawar utama yang sangat efektif terhadap pencegahan
terjadinya infeksi kornea. Dengan sistem pertahanan air mata dan epitel kornea ini
infeksi kornea dapat dicegah dengan pengecualian terhadap bakteri tertentu seperti
Neisseria gonorrhoeae. Pada konjugtivitis gonorrhoeae epitel kornea akan ditembus
oleh toksin bakteri ini sehingga terjadi ulkus kornea yang dengan cepat meluas sampai
menembus seluruh lapisan kornea. Selain lapisan epitel yang bertindak seperti sawar,
yaitu pada keadaan mikroorganisme telah berhasil menembus sampai seluruh
ketebalan stroma, maka membran Descemet akan bertindak sebagai sawar agar
bakteri tidak dapat masuk ke dalam bola mata untuk mencegah terjadinya
endoftalmitis. Sayangnya sawar membran Descemet ini tidak berlaku untuk infeksi
jamur.
Etiologi
a. Infeksi: dapat disebabkan oleh bakteri (Staphylococcus sp., P. Aeruginosa,
Streptococcus pneumoniae, and Moraxella sp.), jamur (Candida, Fusarium,
Aspergillus, Penicillium, Cephalosporium, dan mycosis fungoides species),
virus (herpes simpleks, herpes zoster), dan parasit (Acanthamoeba sp.).
b. Non infeksi: paparan benda asing yang dapat disebabkan oleh tumbuh-
tumbuhan, trauma kimia baik asam maupun basa, trauma radiasi/termal,
medikamentosa (kortikosteroid topikal) dalam jangka waktu lama dan
penyakit imunosupresif, pemakaian lensa kontak dimana lensanya
terkontaminasi, malnutrisi, dan tear insufficiency.
c. Proses autoimun yang merupakan reaksi alergi (antigen-antibodi), seperti
penyakit Wagener granulomatosis, artritis rheumatoid, tuberkulosis, lepra,
serta kelainan kolagen dan vaskuler.
Gejala Klinis
a. Gejala subjektif, dari anamnesa didapatkan berupa:
rasa sakit (karena sangat banyaknya ujung serabut saraf yang terdapat pada
kornea)
rasa silau (fotofobia)
penglihatan buram karena adanya penurunan ketajaman penglihatan (karena
kebeningan kornea terganggu)
keluarnya air mata yang berlebih (lakrimasi)
adanya kotoran/sekret pada mata
Penting dalam anamnesa, diteliti apakah terdapat pemakaian obat tetes mata yang
tidak terkendali, obat imunosupresif, penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,
riwayat trauma.
b. Gejala objektif, didapatkan dari pemeriksaan dengan menggunakan kaca pembesar
dan lampu senter atau lebih sempurna lagi dengan pemeriksaan biomikroskop (slit
lamp), yaitu:
blefarospasme, penderita selalu memicingkan mata karena sakit dan silau.
mata merah berupa injeksi silier, yaitu pelebaran pembuluh darah siliar
sekeliling.
limbus kornea yang mengecil dan memucat ke bagian perifer konjungtiva.
tampak produksi air mata yang bertambah bila mata dibuka dengan jari.
terdapat inflitrat berwarna abu-abu pada permukaan kornea, bentuk ulkus
berwarna hijau pada pemeriksaan fluoresin.
pada keadaan yang lebih lanjut dapat ditemukan adanya nanah dibilik depan
mata (hipopion).
Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
Berdasarkan etiologi, ulkus kornea dapat dibagi sebagai berikut:
a) Ulkus Serpens (ulkus pneumokokus)
b) Ulkus Pseudomonas
Sering terjadi pada pemakai lensa kontak ataupun penderita abrasi kornea
yang dilakukan pemeriksaan fluoresin, dimana larutan fluoresin telah
terkontaminasi oleh bakteri Pseudomonas. Gambaran klinis berupa infiltrat
berwarna abu-abu atau kuning dengan eksudat hijau kebiru-biruan. Sangat akut
disertai rasa sakit yang sangat hebat, ulkus meluas ke segala arah dengan cepat
merusak lapisan kornea karena enzim proteolitik yang dikeluarkan kuman ini.
Pada keadaan seluruh ketebalan stroma telah hancur, akan terjadi penonjolan
keluar membran Descemet akibat harus menahan tekanan bola mata, tampak
sepintas iris menonjol keluar seolah akan prolaps (descemetocele) dikelilingi oleh
eksudat hijau kebiruan. Pemeriksaan apus Gram menunjukkan adanya bakteri sel
batang yang panjang dan pipih berwarna merah (Gram negatif).
c) Ulkus Marginal
Penyebabnya adalah stafilokokus akibat sekunder dari konjungtivitis
stafilokokus. Umumnya dari kerokan ulkus tidak akan ditemukan bakteri
penyebabnya karena ulkus ini merupakan reaksi alergi terhadap stafilokokus dari
pembuluh darah limbus yang berdifusi melalui epitel kornea.
d) Keratitis/ulkus jamur
Penyebab umumnya jamur oportunistik seperti Candida, Fusarium,
Aspergillus, Penicillium dan Cephalosporium. Pada anamnesa umumnya ada
riwayat trauma mata oleh tumbuh-tumbuhan, atau ada riwayat pemakaian
kortikosteroid topikal yang tak terkendali. Klinis, infiltrat berwarna abu-abu, atau
ulkus superfisial dengan pinggir yang tidak rata, karena jamur dapat menembus
membran Descemet maka sering terjadi hipopion yang kental berisi unsur jamur
dengan permukaan tidak rata pada bilik mata depan.
Selain lesi utama biasanya disertai lesi satelit di daerah perifer kornea
berupa bercak pada endotel kornea.
Pada pemeriksaan kerokan apus kornea dan nanah dari bilik depan mata
dengan pewarnaan Giemsa ditemukan bentuk dan unsur hifa atau bentuk ragi.
e) Keratitis Herpes Simpleks
f) Ulkus Mooren
Ulkus Mooren bukan disebabkan infeksi oleh mikroba, tetapi diduga
merupakan reaksi alergi (penyakit
autoimun). Merupakan ulkus bergaung
yang terjadi di sekeliling limbus, terjadi
unilateral bersifat progresif sehingga
terlihat pencekungan limbus yang
meluas ke bagian sentral.
g) Keratomalasia
Merupakan ulkus kornea bilateral disertai perlunakan kornea karena
penyakit defisiensi vitamin A (xeroftalmia). Tidak ada infeksi mikroba dan reaksi
radang pada penyakit ini.
Ulkus berbentuk cekungan seperti tusukan jarum pada kornea yang tenang,
hanya disini terlihat kekeringan kornea didahului dengan kekeringan konjungtiva
akibat terjadinya keratinisasi epitel disertai hilangnya lapisan lendir pada air mata
yang dihasilkan oleh sel-sel goblet konjungtiva. Penyakit umumnya terjadi pada
anak balita yang menderita KKP (Kwashiorkor), yang diperparah oleh penyakit-
penyakit infeksi yang disertai demam yang lama, seperti morbilli.
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan fluoresin
Pemeriksaan fluoresin bertujuan untuk melihat defek pada epitel kornea,
karena bagian epitel kornea yang rusak akan terwarnai setelah ditetesi larutan
atau strip fluoresin kemudian dibilas dengan larutan garam fisiologis dan
dilihat di slit lamp dengan filter kobalt biru.
Pemeriksaan fistel (Seidel test)
Tes fistel berguna untuk mendiagnosa adanya kebocoran/perforasi kornea.
Caranya: setelah ditetesi larutan Na-Flourescein 0,5-2%, tidak dilakukan
pembilasan dengan larutan garam fisiologis tetapi dibiarkan. Kemudian bola
mata ditekan, bila terdapat kebocoran, maka humor akuos akan keluar dari
bilik mata depan melalui lubang perforasi pada kornea membentuk aliran yang
berwarna hijau, jelas terlihat dengan sinar kobalt biru pada pemeriksaan
biomikroskopi (slit lamp).
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menegakkan diagnosa etiologi dan
terapi. Bahan pemeriksaan adalah kerokan dari infiltrat ataupun pinggir ulkus kornea
yang diambil dengan spatula. Selain itu, bahan kerokan juga diambil dari konjungtiva
forniks yang merupakan “tempat berkumpulnya” mikroba yang menjadi penyebab
radang. Dari bahan kerokan tersebut dibuat sediaan apus yang diwarnai dengan
pewarnaan Gram serta Giemsa/pemeriksaan KOH 10%, untuk menemukan bakteri
atau jamur yang terdapat pada ulkus. Pada waktu yang sama sebagian dari bahan
kerokan dibuat biakan/kultur bakteri ataupun jamur serta uji resistensi sebelum
pengobatan diberikan. Hasil pemeriksaan sediaan apus Gram dan Giemsa/KOH 10%
merupakan pedoman untuk pengobatan dengan antimikroba/antifungal yang sesuai.
Pemeriksaan untuk identifikasi virus secara teknis lebih rumit dan mahal
biayanya, sehingga tidak dijadikan sebagai pemeriksaan rutin. Sehingga bila pada
pemeriksaan Gram dan Giemsa/KOH 10% tidak ditemukan bakteri ataupun jamur
serta diperoleh gambaran klinis menunjang, maka dapat disimpulkan sementara
bahwa penyebab ulkus atau keratitis adalah virus.
Penatalaksanaan ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur tergantung dari hasil
laboratorium. Apabila belum teridentifikasi jenis jamur penyebab atau jamur
berfilamen, dapat diberikan:
Amfoterisin B 1,0-2,5 mg/ml tetes mata
Thimerosal (10 mg/mL)
Natamisin (Piramisin 2,5-5% tetes mata atau salep mata)
Golongan Imidazol (Kotrimazol, Mivonazol)
Prognosa penyakit
Dalam keadaan umum yang baik serta penemuan dini dan pengobatan yang
segera diharapkan tidak akan menimbulkan gejala sisa berbentuk kekeruhan kornea.
Tapi bila terjadi ulkus umumnya penyembuhan akan meninggalkan parut kornea dari
kedalaman dan luas ulkus kornea.
Terjadinya kekambuhan yang berulang akan menimbulkan kekeruhan kornea
yang menetap. Kekeruhan sentral berupa makula sampai lekhoma adheren akan
menimbulkan gangguan penglihatan sampai terjadinya kebutaan. Kebutaan oleh
kekeruhan kornea ini masih dapat disembuhkan dengan transplantasi kornea
(keratoplasti tembus).
Pencegahan
Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ulkus kornea adalah:
1. Menghindari trauma pada bola mata yang dapat merusak lapisan epitel kornea.
2. Menghidari penggunaan obat-obatan kortikosteroid oral maupun topikal yang
tidak terkendali.
DAFTAR PUSTAKA
Bag.I.K.Mata RSMC. 2006. Pedoman Pelayanan Medis Rumah Sakit Mata Cicendo.
Edisis kedua. Bandung: Bag.I.K.Mata RSMC.