Anda di halaman 1dari 13

ULKUS KORNEA

disusun oleh:

Geethanjali Patrick Samy


130110132044

Preseptor:

Karmelita Satari, dr., Sp.M


Grimaldi Ihsan, dr.,Sp.M

Program Pendidikan Profesi Dokter


Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/
Rumah Sakit Mata Cicendo
PEMBAHASAN
ULKUS KORNEA

Definisi
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Keadaan ini biasanya disertai dengan proses inflamasi, baik
steril maupun infeksi.
Pada ulkus kornea, kerusakan sudah mencapai stroma sampai terjadinya
perforasi seluruh ketebalan kornea. Kerusakan stroma oleh jaringan fibrotik dan
setelah penyembuhan akan meninggalkan parut yang ketebalannya sesuai dengan
dalam dan luasnya stroma, yang digantikan jaringan parut.

Patofisiologi
Epitel kornea terdiri dari 5-6 lapis sel. Lapisan air mata yang mengandung
lisozim merupakan sawar pertama terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam
kornea, sedangkan epitel adalah sawar utama yang sangat efektif terhadap pencegahan
terjadinya infeksi kornea. Dengan sistem pertahanan air mata dan epitel kornea ini
infeksi kornea dapat dicegah dengan pengecualian terhadap bakteri tertentu seperti
Neisseria gonorrhoeae. Pada konjugtivitis gonorrhoeae epitel kornea akan ditembus
oleh toksin bakteri ini sehingga terjadi ulkus kornea yang dengan cepat meluas sampai
menembus seluruh lapisan kornea. Selain lapisan epitel yang bertindak seperti sawar,
yaitu pada keadaan mikroorganisme telah berhasil menembus sampai seluruh
ketebalan stroma, maka membran Descemet akan bertindak sebagai sawar agar
bakteri tidak dapat masuk ke dalam bola mata untuk mencegah terjadinya
endoftalmitis. Sayangnya sawar membran Descemet ini tidak berlaku untuk infeksi
jamur.

Etiologi
a. Infeksi: dapat disebabkan oleh bakteri (Staphylococcus sp., P. Aeruginosa,
Streptococcus pneumoniae, and Moraxella sp.), jamur (Candida, Fusarium,
Aspergillus, Penicillium, Cephalosporium, dan mycosis fungoides species),
virus (herpes simpleks, herpes zoster), dan parasit (Acanthamoeba sp.).
b. Non infeksi: paparan benda asing yang dapat disebabkan oleh tumbuh-
tumbuhan, trauma kimia baik asam maupun basa, trauma radiasi/termal,
medikamentosa (kortikosteroid topikal) dalam jangka waktu lama dan
penyakit imunosupresif, pemakaian lensa kontak dimana lensanya
terkontaminasi, malnutrisi, dan tear insufficiency.
c. Proses autoimun yang merupakan reaksi alergi (antigen-antibodi), seperti
penyakit Wagener granulomatosis, artritis rheumatoid, tuberkulosis, lepra,
serta kelainan kolagen dan vaskuler.

Gejala Klinis
a. Gejala subjektif, dari anamnesa didapatkan berupa:
 rasa sakit (karena sangat banyaknya ujung serabut saraf yang terdapat pada
kornea)
 rasa silau (fotofobia)
 penglihatan buram karena adanya penurunan ketajaman penglihatan (karena
kebeningan kornea terganggu)
 keluarnya air mata yang berlebih (lakrimasi)
 adanya kotoran/sekret pada mata
Penting dalam anamnesa, diteliti apakah terdapat pemakaian obat tetes mata yang
tidak terkendali, obat imunosupresif, penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,
riwayat trauma.
b. Gejala objektif, didapatkan dari pemeriksaan dengan menggunakan kaca pembesar
dan lampu senter atau lebih sempurna lagi dengan pemeriksaan biomikroskop (slit
lamp), yaitu:
 blefarospasme, penderita selalu memicingkan mata karena sakit dan silau.
 mata merah berupa injeksi silier, yaitu pelebaran pembuluh darah siliar
sekeliling.
 limbus kornea yang mengecil dan memucat ke bagian perifer konjungtiva.
 tampak produksi air mata yang bertambah bila mata dibuka dengan jari.
 terdapat inflitrat berwarna abu-abu pada permukaan kornea, bentuk ulkus
berwarna hijau pada pemeriksaan fluoresin.
 pada keadaan yang lebih lanjut dapat ditemukan adanya nanah dibilik depan
mata (hipopion).
Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
Berdasarkan etiologi, ulkus kornea dapat dibagi sebagai berikut:
a) Ulkus Serpens (ulkus pneumokokus)

Penyebabnya adalah Streptococcus pneumonia (Pneumococcus).


Merupakan ulkus yang paling sering dijumpai, berjalan sangat akut biasanya
timbul 24-48 jam setelah bakteri masuk ke dalam kornea melalui kerusakan epitel.
Ulkus umumnya cenderung meluas ke bagian sentral kornea, berwarna abu-abu
dengan batas tegas. Biasanya terbentuk hipopion di bilik mata depan yang terdiri
dari kumpulan sel-sel radang tanpa adanya bakteri penyebabnya (hipopion yang
steril). Kerokan pinggir ulkus dengan pewarnaan Gram akan memperlihatkan
diplokokus gram positif.

b) Ulkus Pseudomonas

Sering terjadi pada pemakai lensa kontak ataupun penderita abrasi kornea
yang dilakukan pemeriksaan fluoresin, dimana larutan fluoresin telah
terkontaminasi oleh bakteri Pseudomonas. Gambaran klinis berupa infiltrat
berwarna abu-abu atau kuning dengan eksudat hijau kebiru-biruan. Sangat akut
disertai rasa sakit yang sangat hebat, ulkus meluas ke segala arah dengan cepat
merusak lapisan kornea karena enzim proteolitik yang dikeluarkan kuman ini.
Pada keadaan seluruh ketebalan stroma telah hancur, akan terjadi penonjolan
keluar membran Descemet akibat harus menahan tekanan bola mata, tampak
sepintas iris menonjol keluar seolah akan prolaps (descemetocele) dikelilingi oleh
eksudat hijau kebiruan. Pemeriksaan apus Gram menunjukkan adanya bakteri sel
batang yang panjang dan pipih berwarna merah (Gram negatif).

c) Ulkus Marginal
Penyebabnya adalah stafilokokus akibat sekunder dari konjungtivitis
stafilokokus. Umumnya dari kerokan ulkus tidak akan ditemukan bakteri
penyebabnya karena ulkus ini merupakan reaksi alergi terhadap stafilokokus dari
pembuluh darah limbus yang berdifusi melalui epitel kornea.

d) Keratitis/ulkus jamur
Penyebab umumnya jamur oportunistik seperti Candida, Fusarium,
Aspergillus, Penicillium dan Cephalosporium. Pada anamnesa umumnya ada
riwayat trauma mata oleh tumbuh-tumbuhan, atau ada riwayat pemakaian
kortikosteroid topikal yang tak terkendali. Klinis, infiltrat berwarna abu-abu, atau
ulkus superfisial dengan pinggir yang tidak rata, karena jamur dapat menembus
membran Descemet maka sering terjadi hipopion yang kental berisi unsur jamur
dengan permukaan tidak rata pada bilik mata depan.
Selain lesi utama biasanya disertai lesi satelit di daerah perifer kornea
berupa bercak pada endotel kornea.
Pada pemeriksaan kerokan apus kornea dan nanah dari bilik depan mata
dengan pewarnaan Giemsa ditemukan bentuk dan unsur hifa atau bentuk ragi.
e) Keratitis Herpes Simpleks

Penyebabnya adalah virus Herpes Simpleks tipe 1. Karena terdapat


penurunan sensibilitas kornea, biasanya pasien tidak terlalu merasakan gangguan
pada tahap awal dari penyakit. Gejala nyeri, fotofobia dan lakrimasi minimal
dibandingkan keratitis non-Herpes. Umumnya mereka baru memeriksakan diri
setelah merasakan adanya gangguan penglihatan karena lesi yang timbul pada
kornea dalam bentuk bintik-bintik, bintang (stellate), filamen, dendrit yang
bercabang-cabang dan bentuk diskiform.
Dapat terjadi rekurensi, karena virus Herpes simpleks bersarang di
ganglion Gasseri. Kekambuhan biasanya dipicu oleh trigger mechanisms: demam,
sengatan matahari, stres, menstruasi, serta sumber imunosupresi lokal atau
sistemik. Pemeriksaan preparat apus Gram adalah negatif, pada pemeriksaan
Giemsa dapat ditemukan eksudat mononuklear yang terdiri dari sel-sel giant
epitel.

f) Ulkus Mooren
Ulkus Mooren bukan disebabkan infeksi oleh mikroba, tetapi diduga
merupakan reaksi alergi (penyakit
autoimun). Merupakan ulkus bergaung
yang terjadi di sekeliling limbus, terjadi
unilateral bersifat progresif sehingga
terlihat pencekungan limbus yang
meluas ke bagian sentral.
g) Keratomalasia
Merupakan ulkus kornea bilateral disertai perlunakan kornea karena
penyakit defisiensi vitamin A (xeroftalmia). Tidak ada infeksi mikroba dan reaksi
radang pada penyakit ini.

Ulkus berbentuk cekungan seperti tusukan jarum pada kornea yang tenang,
hanya disini terlihat kekeringan kornea didahului dengan kekeringan konjungtiva
akibat terjadinya keratinisasi epitel disertai hilangnya lapisan lendir pada air mata
yang dihasilkan oleh sel-sel goblet konjungtiva. Penyakit umumnya terjadi pada
anak balita yang menderita KKP (Kwashiorkor), yang diperparah oleh penyakit-
penyakit infeksi yang disertai demam yang lama, seperti morbilli.

Pemeriksaan Khusus
 Pemeriksaan fluoresin
Pemeriksaan fluoresin bertujuan untuk melihat defek pada epitel kornea,
karena bagian epitel kornea yang rusak akan terwarnai setelah ditetesi larutan
atau strip fluoresin kemudian dibilas dengan larutan garam fisiologis dan
dilihat di slit lamp dengan filter kobalt biru.
 Pemeriksaan fistel (Seidel test)
Tes fistel berguna untuk mendiagnosa adanya kebocoran/perforasi kornea.
Caranya: setelah ditetesi larutan Na-Flourescein 0,5-2%, tidak dilakukan
pembilasan dengan larutan garam fisiologis tetapi dibiarkan. Kemudian bola
mata ditekan, bila terdapat kebocoran, maka humor akuos akan keluar dari
bilik mata depan melalui lubang perforasi pada kornea membentuk aliran yang
berwarna hijau, jelas terlihat dengan sinar kobalt biru pada pemeriksaan
biomikroskopi (slit lamp).

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menegakkan diagnosa etiologi dan
terapi. Bahan pemeriksaan adalah kerokan dari infiltrat ataupun pinggir ulkus kornea
yang diambil dengan spatula. Selain itu, bahan kerokan juga diambil dari konjungtiva
forniks yang merupakan “tempat berkumpulnya” mikroba yang menjadi penyebab
radang. Dari bahan kerokan tersebut dibuat sediaan apus yang diwarnai dengan
pewarnaan Gram serta Giemsa/pemeriksaan KOH 10%, untuk menemukan bakteri
atau jamur yang terdapat pada ulkus. Pada waktu yang sama sebagian dari bahan
kerokan dibuat biakan/kultur bakteri ataupun jamur serta uji resistensi sebelum
pengobatan diberikan. Hasil pemeriksaan sediaan apus Gram dan Giemsa/KOH 10%
merupakan pedoman untuk pengobatan dengan antimikroba/antifungal yang sesuai.
Pemeriksaan untuk identifikasi virus secara teknis lebih rumit dan mahal
biayanya, sehingga tidak dijadikan sebagai pemeriksaan rutin. Sehingga bila pada
pemeriksaan Gram dan Giemsa/KOH 10% tidak ditemukan bakteri ataupun jamur
serta diperoleh gambaran klinis menunjang, maka dapat disimpulkan sementara
bahwa penyebab ulkus atau keratitis adalah virus.

Penatalaksanaan Ulkus Kornea


Bila diagnosa keratitis atau ulkus telah ditegakkan maka pengobatan harus
segera diberikan. Pemberian sikloplegik topikal (Sulfas atropin 0,5-1% tetes mata)
bertujuan untuk mengistirahatkan iris dan badan siliar, sehingga mengurangi rasa sakit
dan lakrimasi. Selain itu yang utama adalah menghambat reaksi radang pada traktus
uvealis, sehingga penjalaran penyakit ke bagian mata yang lebih dalam dapat dicegah.
Pengobatan ulkus kornea sendiri bertujuan untuk menghalangi hidupnya
bakteri (dengan antibiotika) mengurangi reaksi radang (dengan steroid). Antijamur
diberikan bila penyebabnya adalah jamur, begitu pula antiviral untuk ulkus yang
disebabkan oleh virus. Secara umum ulkus diobati sebagai berikut:
 Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi
sebagai inkubator.
 Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali dalam sehari.
 Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.
 Debridemen sangat membantu penyembuhan.
 Diberikan antibiotika yang sesuai dengan kausa, biasanya diberi lokal kecuali
keadaan berat.
Pemberian antibiotika atau antifungal atau antiviral terutama pada ulkus
kornea dalam bentuk tetes mata dengan frekuensi waktu yang sesering mungkin agar
terjadi penyembuhan yang cepat karena terjadi eradikasi mikroba yang terdapat pada
kornea.
Ulkus kornea karena bakteri yaitu suatu peradangan yang ditandai dengan
adanya defek epitel, infiltrat, dan terdapat bakteri pada biakan. Gambaran klinis dari
bakteri-bakteri penyebab ulkus kornea sebagai berikut:
 Gram positif kokus (Staphilococcus sp.), bentuk bundar dan oval, dangkal dan
berbatas tegas, pada stroma terdapat infiltrat berwarna putih kekuningan.
Dapat menimbulkan perforasi.
 Gram negatif kokus (Streptococcus sp.), bentuk bulat seperti cawan, batas
tegas, meluas tidak beraturan, dan bergaung. Sering disertai hipopion dan
perforasi.
 Gram negatif batang (Pseudomonas), berwarna keabu-abuan atau kekuningan,
menjalar ke semua arah. Infiltrat berwarna kuning kehijaun disertai hipopion
dan perforasi.
Ulkus kornea karena jamur ditandai dengan adanya defek epitel infiltrat dan
terdapat jamur pada apus dan biakan. Gambaran klinis dari jamur sebagai penyebab
ulkus kornea yaitu terdapat lesi satelit, dengan tepi ulkus menonjol dan kering,
infiltrat keabu-abuan permukaan kotor dan kasar. Dapat terjadi hipopion dengan
permukaan tidak rata.
Berikut ini merupakan penatalaksanaan ulkus kornea yang disebabkan oleh
bakteri:
1. Antibiotika (obat terpilih dan pengganti)
 Tidak didapatkan kuman:
- Topikal:
o Basitrasin 0,5% salep atau 10000 IU/mL tetes mata
o Gentamisin 0,3%
o Sefalosporin dan Aminoglikosida
- Dilanjutkan dengan subkonjungtiva:
o Metilisin 10 mg + Gentamisin 20 mg selama 3 hari
 Gram positif kokus:
- Topikal:
o Basitrasin 10000 IU/mL tetes mata atau 0,5% salep
mata ditambah Gentamisin 0,3% tetes mata 6 kali per tiap jam
o Sefalosporin 50 mg/mL
- Subkonjungtiva:
o Metilisin 100 mg
o Serazolidin 100 mg
- Sistemik:
o Gentamisin 40 mg parenteral
 Gram negatif kokus:
- Topikal:
o Basitrasin 10000 IU/mL tetes atau 0,5% salep
o Eritromisin, Polimiksin, Gramisidin
- Subkonjungtiva:
o Penisilin 100000 IU
o Eritromisin 50 mg
- Sistemik:
o Penisilin 2-4,8 juta IU/hari
 Gram positif batang:
- Topikal:
o Basitrasin 0,5 % salep atau 10000IU/mL tetes
o Sefalosporin 50 mg/mL tetes
o Tetrasiklin 1,0%
- Subkonjungtiva:
o Metilisin 100-150 mg
o Gentamisin 20 mg/0,5 cc
 Gram negatif batang:
- Topikal:
o Gentamisin 0,3% + Karbanecilin 4 mg/mL tetes mata
tiap 1-2 jam
o Basitrasin 10000 IU/mL tetes mata
- Subkonjungtiva:
o Gentamisin 20 mg + Karbanesilin 125 mg tiap 12 jam
sampai hasil kultur
o Serazolidin 100 mg
- Sikloplegik tetes mata:
o Atropin 1%, 2-3 kali/hari
o Skopolamin 0,25 %
2. Terapi bedah
 Debridemen
 Flap konjungtiva
 Keratoplasti tembus

Penatalaksanaan ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur tergantung dari hasil
laboratorium. Apabila belum teridentifikasi jenis jamur penyebab atau jamur
berfilamen, dapat diberikan:
 Amfoterisin B 1,0-2,5 mg/ml tetes mata
 Thimerosal (10 mg/mL)
 Natamisin (Piramisin 2,5-5% tetes mata atau salep mata)
 Golongan Imidazol (Kotrimazol, Mivonazol)

Sedangkan untuk terapi jamur ragi adalah sebagai berikut:


 Amfoterisin B 1,0-22,5 mg/mL tetes
 Natamisin (Pimarisin)
 Sikloplegik
 Terapi bedah
Sikloplegika
No. Nama Mulai kerja Lama kerja
1. Atropin sulfat 30-40 menit 2 minggu
2. Skopolamin hidrobromida 40 menit 3-5 hari
3. Homatropin hidroklorida < 3 jam 36-48 jam
4. Siklopentolat hidroklorida 30-60 menit <24 jam
5. Tropikamid 20-25 menit 5-6 jam
6. Siklopentolat hidroklorida- 3-6 menit <24 jam
Fenilefrin hidroklorida

Prognosa penyakit
Dalam keadaan umum yang baik serta penemuan dini dan pengobatan yang
segera diharapkan tidak akan menimbulkan gejala sisa berbentuk kekeruhan kornea.
Tapi bila terjadi ulkus umumnya penyembuhan akan meninggalkan parut kornea dari
kedalaman dan luas ulkus kornea.
Terjadinya kekambuhan yang berulang akan menimbulkan kekeruhan kornea
yang menetap. Kekeruhan sentral berupa makula sampai lekhoma adheren akan
menimbulkan gangguan penglihatan sampai terjadinya kebutaan. Kebutaan oleh
kekeruhan kornea ini masih dapat disembuhkan dengan transplantasi kornea
(keratoplasti tembus).

Pencegahan
Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ulkus kornea adalah:
1. Menghindari trauma pada bola mata yang dapat merusak lapisan epitel kornea.
2. Menghidari penggunaan obat-obatan kortikosteroid oral maupun topikal yang
tidak terkendali.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, I. 1999. Bahan Kuliah Keratitis. Bandung: Bag.I.K.Mata FKUP/RSMC.


Ilyas, S. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Bag.I.K.Mata RSMC. 2006. Pedoman Pelayanan Medis Rumah Sakit Mata Cicendo.
Edisis kedua. Bandung: Bag.I.K.Mata RSMC.

Perdami. 2006. Panduan Manajemen Klinis Perdami. Jakarta: CV Ondo.

Anda mungkin juga menyukai