Anda di halaman 1dari 9

SINDROM NEFROTIK

Oleh:
Geethanjali Patrick Samy 130110132044
Yuni Astuti 130112170693

Preseptor:
Yovita Hartantri,dr.,Sp.PD-KPTI
Nenny Agustanti.,Sp.PD-KGEH

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RSUP DR HASAN SADIKIN
BANDUNG
2019
Definisi

Sindroma nefrotik merupakan kumpulan manifestasi klinis yang ditandai dengan


proteinuria masif lebih dari 3,5 gram per 1,73 m2 luas permukaan badan perhari,
hipoalbuminemia kurang dari 3 gram per milliliter, sembab (edema), lipiduria terlihat sebagai
oval fat bodies, kenaikan serum lipid, kolesterol, trigliserid, lipoprotein, dan globulin serta
berhubungan dengan kelainan glomerulus akibat penyakit-penyakit tertentu atau tidak diketahui
(idiopatik).

Klasifikasi SN Menurut Histopatologis Renal

Dewasa:
1. Glomerulopati proliferatif difus
2. Glomerulopati membranos
3. Glomerulopati minimal
4. Glomerulopati mesangiokapiler
5. Glomerulosklerosis fokal

Anak-anak:
1. Glomerulopati lesi minimal
2. Glomerulosklerosis fokal
3. Glomerulopati mesangiokapiler
4. Glomerulopati proliferatif difus
5. Glomerulopati membranos

1. Glomerulopati lesi minimal


Pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya tidak menemukan kelainan dan glomerolus
seolah-olah nampak normal, pada pemeriksaan mikroskop electron hanya meneukan fusi atau
obliterasi dari foot processes (FP).
Penelitian imunohistokimia/imunofluoresen gagal membuktikan adanya kelainan-
kelainan imunologis, misalnya tidak dijumpai endapan atau deposit immunoglobulin dan
komplemen. Kadang-kadang lesi minimal ini disertai degenerasi lemak dan pembengkakan sel-
sel tubulus , dinamakan juga nefrosis lipid.
Patogenesis glomerulopati lesi minimal tidak diketahui, diduga akibat gangguan atau
disfungsi dari sel T, atau sensitisasi dari sel T terhadap antigen renal. Pada pasien-pasien
glomerulopati lesi minimal tidak ditemukan hipokomplemenemia seperti pada glomerulonefritis
akut pasca streptokok.

2. Glomerulopati membranos
Kelainan histopatologis yang terlihat dibawah mikroskop cahaya seperti penebalan difus
dan uniform dari membrane basalis glomerulus, tetapi tidak ditemukan sel-sel ( epitel, endotel,
mesangium ), maupun tanda-tanda reaksi inflamasi.
Perubahan-perubahan histopatologis pada stadium permulaan dari glomerulopati
membranos sulit dibedakan dengan glomerulopati lesi minimal dengan mikroskop cahaya
kecuali dengan mikroskop electron atau imunofluoresen.
Derajat perubahan dari membran basalis glomerulus dapat diikuti dengan pemeriksaan
mikroskop electron. Pada stadium permulaan membrane basalis glomerolus tidak menebal dan
terlihat deposit yang electrone dense, terletak subepitel. Deposit-deposit ini makin membesar
sehingga pinggir membrane basalis tampak seolah-olah terputus-putus seperti gerigi. Pada
stadium lanjut , deposit-deposit yang electrone dense ini akan terbenam pada membrane basalis
glomerolus. Kelainan-kelainan membrane basalis glomerolus yang telah menebal dan nampak
bergerigi ini dapat dilihat dengan pengecatan silver dibawah mikroskop cahaya.
Patogenesis glomerulopati membranos diduga melalui mekanisme imunologis, karena
berhasil dapat diidentifikasi macam-macam antigen pada lesi-lesi parenkim ginjal. Pada
penelitian imunohistokimia juga membuktikan bahwa deposit yang terlihat dibawah mikroskop
electron ternyata mengandung IgG dan komplemen C3.

Etiologi

Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik


Penyakit ginjal primer: Glomerulonefritis (pasca streptokokus)
- GN lesi minimal (GNLM)
- Glomerulosklerosis fokal (GSF)
- GN membranosa (GNMN)
- GN membranoproliferatif (GNMP)
- GN proliferatif lain
Glomerulonefritis sekunder akibat:
a. Infeksi
- HIV, HBV, HCV
- Sifilis, malaria, skistosoma
- TBC, Leprae
b. Keganasan
- Adenocarcinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin,
mileoma multiple, dan karsinoma ginjal.
c. Penyakit Jaringan Penyambung
- SLE, rematoid artritis, MCTD (mixed connective tissue
disease)
d. Obat dan Toksin
- NSAID, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa,
captopril, heroin.
e. Lain-lain:
- DM, amiloidosis, pre-eklampsia, rejeksi alograf kronik,
refluks vesikoureter, obesitas, transplantasi ginjal, sirosis
hepatis, sindrom nefrotik kongenital.
Manifestasi Klinis
- edema prtiorbital (timbul pagi, sore hilang)
- edema ekstrimitas bawah
- edema anasarka
- puffy face
- oligouria, keruh dan kental
- hipertensi ringan
- sesak nafas
- anemi ringan

Patofisiologi Sindrom Nefrotik


Mekanisme imun atau faktor lain menyebabkan permeabilitas membran basalis
glomerulus meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah protein (albumin). Tubuh kehilangan
albumin lebih dari 3,5 gram / hari menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti gambaran klinis
sindrom nefrotik seperti sembab(edema), hiperlipoproteinemia, dan lipiduria.
Kemampuan filtrasi suatu zat ditentukan oleh ukuran dan muatan listriknya. Molekul
besar dengan muatan negatif lebih sukar difiltrasi. Ukuran molekul albumin sebenarnya cukup
kecil untuk dapat melalui sawar glomerulus ini, tetapi oleh karena bermuatan negatif maka
filtrasinya pada orang normal dihambat oleh sawar filtrasi yang juga bermuatan negatif. Sawar
ini terdiri dari molekul proteoglikan dari heparan sulfat. Pada orang dengan sindrom nefrotik,
diduga konsentrasi heparan sulfat ini berkurang sehingga banyak protein plasma melewati sawar
ini dan diekskresi.

Diagnosis

A. Anamnesis
Tanyakan tanda dan dan gejala yang dialami oleh pasien, meliputi :
- Lemas
- Urin berbusa
- Kehilangan nafsu makan
- Penambahan berat badan yang disebabkan edema anasarka(generalisata)
- Riwayat hipertensi
B. Pemeriksaan fisik
- Garis putih pada kuku (Muehrcke’s band) merupakan tanda hipoalbuminemia
- Edema pada palpebral, ekstremitas, atau area perut
C. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan laboratorium, meliputi :
a) Darah perifer lengkap
b) Hipoalbuminemia
c) Fungsi hati
d) Profil lipid
e) Elektrolit
f) Gula darah
g) Hemostasis
h) Urinalisis (proteinuria, albuminuria, hematuria, sedimen urin)
i) Protein urin kuantitatif 24 jam
j) Pemeriksaan titer ANA, Anti dsDNA, C3, C4, HbsAg, AntiHCV, antiHIV
k) Elektroforesis protein apabila dicurigai myeloma multipel
- Biopsy ginjal

Komplikasi

A. Hiperkoagulabilitas
Gangguan koagulasi terjadi akibat gangguan protein pada kaskade koagulasi serta
adanya peningkatan agregasi platelet, peningkatan fibrinogen dan penurunan fibrinolysis.
Pada pasien SN terjadi peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan protein pada
urin.
Kondisi hiperkoagulasi diperberat dengan adanya imobilisasi, koinsidensi infeksi,
dan hemokonsentrasi. Kondisi hipoproteinemia dan diproteinemiapada pasien SN
menyebabkan peningkatan LED. Nmun kadar LED bukan merupakan pertanda respon
fase akut pada SN.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) dan
emboli paru. Kelainan tersebut terjadi karena perubahan tingkat dan aktivitas berbagai
factor koagulasi intrinsic dan ekstrinsik.
B. Hyperlipidemia dan lipiduria
Respon hiperlipidemia sebagian dicetuskan oleh menurunnya tekanan onkotik
plasma, serta derajat hyperlipidemia berbanding terbalik dan berhubungan dengan
menurunnya tekanan onkotik. Tekanan onkotik yang rendah secara langsung
menstimulasi transkripsi gen apoprotein B di hepar.
Mekanisme hyperlipidemia pada pasien SN dihubungkan dengan peningkatan
sintesis lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya katabolisme. Kadar kolesterol
biasanya meningkat sedangkan trigliserid bervariasi dari normal sampai sedikit meninggi.
Peningkatan kadar kolesterol disebabkan meningkatnya LDL(Low density lipoprotein),
lipoprotein utama pengangkut kolesterol. Kadar trigliserid yang tinggi dikaitkan dengan
peningkatan VLDL(very low density lipoprotein). Selain itu pula IDL(intermediate
density lipoprotein) dan lipoprotein a akan meningkat, sedangkan HDL(High density
lipoprotein) cenderung normal atau rendah.
Peningkatan kadar LDL pada SN disebabkan peningkatan sintesis hati tanpa
gangguan katabolisme. Penginkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan IDL
menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada pasien SN. Selain itu juga karena
adanya penurunan aktivitas enzim LPL(Lipoprotein lipase) pada SN menyebabkan
berkurangnya katabolisme VLDL. Penurunan kadar HDL pada SN diduga akibat
berkurangnya aktivitas enzim LCAT(Lecithin cholesterol acyltransferase) yang berfungsi
dalam katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol dari
sirkulasi menuju hati untuk katabolisme. Penurunan aktivitas enzim tersebut diduga
terkait dengan hipoalbuminemia yang terjadi pada pasien SN.
Lipiduria sering ditemukan pada SN dan ditandai dengan akumulasi lipid pada
debris sel dan cast seperti badan lemak berbentuk oval (oval fat bodies) dan fatty cast.
Lipiduria lebih dikaitkan dengan proteinuria daripada dengan hyperlipidemia.
C. Gangguan keseimbangan nitrogen
Keseimbangan nitrogen menjadi negative karena adanya proteinuria masif, secara klinis
biasanya akan diukur dengan menggunakan kadar albumin plasma. Sindrom nefrotik
adalah suatu wasting illness, namun derajat kehilangan massa otot tertutupi oleh gejala
edema anasarka dan baru tampak setelah edema menghilang. Pada pasien SN bias
ditemui adanya kehilangan massa otot(muscle wasting) sebesar 10-20% dari massa tubuh
tanpa lemak(lean body mass).
D. Metabolism kasium dan tulang
Vitamin D merupakan unsur penting dalammetabolisme kalsium dan tulang pada
manusia. Vitamin D yang terikat protein akan dieksresikan melalui urin sehingga
menyebabkan penurunan kadar plasma. Kadar 25(OH)D dan 1,25(OH) 2D plasma juga
ikut menurun sedangkan kadar vitamin D bebas tidak mengalami gangguan.
Hipokalsemia sering ditemukan pada SN karena berkurangnya kalsium terikat albumin
akibat hopoalbuminemia.
E. Infeksi
Infeksi pada pasien SN terjadi akibat defek imunitas humoral, selular dan
gangguan system komplemen. Penurunan IgG, IgA dan gamma globulin sering
ditemukan pada pasien SN oleh karena sintesis yang menurun atau katabolisme yang
meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang melalui urin.
Jumlah selT dalam sirkulasi berkurang yang menggambarkan gangguan imunitas
selular. Hal ini dikaitkan dengan keluarnya transferrin dan zinc yang dibutuhkan oleh sel
T agar dapat berfungsi dengan normal. Factor risiko lain yang dapat mempermudah
terjadinya infeksi pada pasien SN yaitu akumulasi cairan dalam jumlah besar yang
merupakan tempat pertumbuhan yang baik untuk bakteri, kulit pasien SN yang rapuh
akan mempermudah masuknya bakteri serta edema menyebabkan dilusi dari factor imun
humoral local.

F. Gangguan fungsi ginjal pada sindrom nefrotik


Gangguan ginjal akut

Penyakit ginjal kronik


Proteinuria merupakan factor risiko penentu terhadap progresivitas SN. Progresivitas
kerusakan glomerulus, perkembangan glomerulosklerosis dan kerusakan
tubulointerstitium dikaitkan dengan proteinuria. Risiko perkembangan progresivitas
penyakit akan meningkat sesuai dengan derajat proteinuria (proteinuria lebih dari 5
g/hari)

Terapi
Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit dasar dan
pengobatan non spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema dan mengobati
komplikasi.
Terapi farmakologis :
1. Kombinasi diuretic : loop diuretic dn tiazid. Biasanya diberikan 2x/hari.
2. Penghambat ACE atau ARB sebagai antiproteinuria.
3. Statin untuk hyperlipidemia. Dapat diberikan simvastatin, pravastatin dan lovastatin
untuk menurunkan kadar kolesterol LDL, trigliserid, dan meningkatkan kolesterol HDL.
4. Jika terjadi trombosis dapat diberikan heparin dilanjutkan dengan warfarin selama pasien
masih nefrotik
5. Obat tambahan diberikan pada pasien SN dengan penyebab primer, yaitu :
- Glomerulosklerosis fokal segmental. Prednisone 1mg/kgBB/hari(maks.80 mg) atau
2mg/kgbb/2hari (maks.120mg) regimen diberikan minimal 4 minggu-16 minggu atau
sampai remisi komplit tercapai. Kemudian tapering off kortikosteroid selama 6 bulan
- gGomerulonephritis lesi minimal. Prednisone atau prednisolone
1mg/kgBB/hari(maks.80 mg) atau 2mg/kgbb/2hari (maks.120mg) regimen diberikan
minimal 4 minggu, maksimal 16 minggu.
- Glomerulonephritis membranosa. Terapi inisial selama 6 bulan dengan kortikosteroid
(iv dan oral) dan agen alkil oral (siklofosfamid/klorambusil) bergantian selang 1
bulan. Agen alkil yang lebih disarankan adalah siklofosfamid.
- Glomerulonephritis membranoproliferatif.kortikosteroid dosis rendah (harian atau
selang sehari) ditambah dengan siklofosfamid oral atau mychopenolate mofetil oral.
Terapi ini diberikan selama 6 bulan.
-
Terapi non farmakologis :

1. Diet. Pasien SN dianjurkan untuk menjalankan diet rendah garam (sekitar 2 gram natrium
per hari), rendah lemak jenuh dan rendah kolesterol
2. Pembatasan asupan protein (0,8-1,0 g/kgBB/hari) ditambah dengan eksresi protein dalam
urin selama 24 jam. Bertujuan untuk mengurangi proteinuria
3. Restriksi cairan untuk membantu mengurangi edema.
4. Tirah baring dapat membantu mengontrol edema.
5. Hindari obat0obatan yang nefrotoksik (antibiotic golongan aminoglikosida, OAINS)
DAFTAR PUSTAKA

1.Garna, H. Melinda, H. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. Bandung. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UNPAD RS Hasan Sadikin. 2005.

2. Liu, H.A.; Spahn, J.D.; Leung, D.Y. Childhood Asthma. In : Nelson Textbook of Pediatrics
17th ed. USA : Elsevier Science. 2004

3. McFadden, E.R. Asthma. In : Harrison’s principles of internal medicine 16th ed. USA: Mc
Graw-Hill Companies, Inc. 2005

4. Lydia, aida, Maruhum B. Marbun. Sindrom nefrotik. Buku ajar ilmu penyakit dalam Dalam
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia edisi ke enam jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Diponegoro 71 Jakarta Pusat. Juli 2014. Halaman
2080-2086.

5. Kidney disease : Improving Global Outcomes (KDIGO) Glomerulonephritis Work Group.


KDIGO Clinical Practice Guideline For Glomerulonephritis. Kidney inter. 2012;Suppl.2:139-
274.

6. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson, LoscalzoJ, editors.
Glomerular Disease. Harrison’s principles of Internal Medicine 19th ed. New York. McGraw-
Hill;2015

Anda mungkin juga menyukai