Anda di halaman 1dari 63

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kepada Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Stroke Hemorrhagic
Intracerebral” sebagai tugas kompetensi kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah
kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan,
dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:

1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan,


2. Dr. Safyudin, M.Biomed, selaku tutor kelompok A3,
3. teman-teman sejawat Fakultas Kedokteran Unsri,
4. semua pihak yang telah membantu kami.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah
SWT. Amin.

Palembang, 18 Februari 2016

Kelompok A3

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar....................................................................................................... 1
Daftar isi................................................................................................................. 2
Skenario................................................................................................................. 4
Klarifikasi istilah.................................................................................................... 5
Identifikasi masalah............................................................................................... 6
Analisis masalah.................................................................................................... 7
Learning issue........................................................................................................ 31
Kerangka konsep.................................................................................................... 63
Kesimpulan............................................................................................................ 64
Daftar pustaka........................................................................................................ 65

KEGIATAN TUTORIAL

Tutor : dr. Safyudin, M.Biomed

2
Moderator : Azillah Syukria N.
Sekretaris Meja 1 : Putra Reza Sikam
Sekretaris Meja 2 : Dwitissa Novaria A.
Hari/Tanggal Pelaksanaan : Senin dan Rabu, 15 dan 17 Februari 2015
Waktu Pelaksanaan : 13.00-15.30 WIB
Peraturan selama tutorial :
 Diperbolehkan untuk minum
 Alat komunikasi mode silent
 Pada saat ingin berbicara terlebih dahulu mengacungkan
tangan, lalu setelah diberi izin moderator baru bicara
 Saling menghargai dan tidak saling menggurui

SKENARIO D

Tn. Budi, umur 55 tahun dibawa ke UGD rumah sakit karena tidak sadar mendadak saat
bermain tenis. Tn. Budi juga mengeluhkan sakit kepala, mual, dan muntah. Tn. Budi juga

3
mengalami mulut mengot dan bicara pelo sebelumnya. Tn. Budi sudah lama menderita
hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, tetapi tidak minum obat secara teratur.

Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: GCS: E2M5V3 (10)
Tanda vital: TD 230/120 mmHg, Nadi 96x/menit, RR 20 x/menit, Temp 37,2 C
Pemeriksaan neurologis:
Pada pemeriksaan nervi kraniales:
- Nervus VII tampak mulut mengot ke kiri, lipatan nasolabialis kanan datar, tidak ada
lagopthalmus, dan kerut dahi simteris.
- Nervus XII bicara pelo lidah deviasi ke kanan
Pada pemeriksaan fungsi motoric:
- Hemiparese dextra tipe spastik
- Refleks fisiologi ekstremitas kanan meningkat
- Refleks patologis babinsky (+) pada kaki kanan
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium : Leukosit: 12.000/mm3, BSS: 200 mg/dl
CT Scan Kepala : Kesan : Lesi hiperdens di kapsula interna hemisferium sinistra

I. KLARIFIKASI ISTILAH
No. Istilah Definisi

1. Bicara pelo Bicara tidak jelas yg merupakan salah satu

4
gejala utama stroke

2. Mulut mengot Mulut yang tidak lurus/ menyerong ke salah


satu sisi

3. Lipatan nasolabialis Lipatan kulit di sisi kiri dan kanan hidung


hingga ke sudut mulut

4. lagopthalmus Ketidakmampuan menutup mata dengan


sempurna

5. Hemiparese dekstra Paresis yang mengenai salah satu sisi tubuh,


tipe spastik dalam hal ini sisi kanan, yang mempunyai sifat
atau ciri spasme (kontraksi otot secara
mendadak, keras, dan involunteer)

6. Reflex patologis Reflex berupa dorsofleksi ibu jari kaki pada


babinsky perangsangan telapak kaki,biasanya terdapat
lesi pada traktus piramidalis walaupus
merupakan reflex normal pada bayi

7. Lesi hiperdens Gambaran putih pada CT Scan yang


menunjukkan adanya perdarahan homogen

8. Kapsula interna Bagian otak yang terdapat di antara nucleus


lentikularis dan nucleus kaudatus

II. IDENTIFIKASI MASALAH

No Masalah Concern

1. Tn. Budi, umur 55 tahun dibawa ke UGD rumah


sakit karena tidak sadar mendadak saat bermain VVV (keluhan utama)
tenis.
2. Tn. Budi juga mengeluhkan sakit kepala, mual, VV (keluhan
dan muntah. tambahan)

3. Tn. Budi juga mengalami mulut mengot dan V (riwayat penyakit

5
bicara pelo sebelumnya. sekarang)

4. Tn. Budi sudah lama menderita hipertensi sejak 5 V (riwayat penyakit


tahun yang lalu, tetapi tidak minum obat secara terdahulu)
teratur.
5. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: GCS: E3M5V3 (10)
Tanda vital: TD 230/120 mmHg, Nadi 96x/menit,
RR 20 x/menit, Temp 37,2 C
Pemeriksaan neurologis:
Pada pemeriksaan nervi kraniales:
- Nervus VII tampak mulut mengot ke kiri,
lipatan nasolabialis kanan datar, tidak ada
lagopthalmus, dan kerut dahi simteris. V

- Nervus XII bicara pelo lidah deviasi ke


kanan
Pada pemeriksaan fungsi motoric:
- Hemiparese dextra tipe spastik
- Refleks fisiologi ekstremitas kanan
meningkat
- Refleks patologis babinsky (+) pada kaki
kanan
6. Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium : Leukosit: 12.000/mm3, BSS:
200 mg/dl
CT Scan Kepala : Kesan : Lesi hiperdens di V
kapsula interna
hemisferium sinistra

III. ANALISIS MASALAH


1. Tn. Budi, umur 55 tahun dibawa ke UGD rumah sakit karena tidak sadar
mendadak saat bermain tenis.
a. Apa saja organ yang terkait dalam kasus ini?

6
Organ yang terkait: Otak, Pembuluh darah, Sistem saraf

b. Bagaimana struktur dan fungsi organ terkait sesuai dengan skenario?


Otak dan Sistem saraf

Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak
tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla
oblongata), dan jembatan varol
a. Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas
mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan
(memori), kesadaran, dan pertimbangan.
b. Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan
otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja
kelenjarkelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus
optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga
merupakan pusat pendengaran.
c. Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot
yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada
rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal
tidak mungkin dilaksanakan.

7
d. Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil
bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang
belakang.
e. Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari
medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi
jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan
kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan.
Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti
bersin, batuk, dan berkedip.

Pembuluh Darah
Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis
(kanan dan kiri) dan arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis
menyuplai darah ke area belakang dan area bawah dari otak, sampai di
tempurung kepala dan arteri karotis interna menyuplai darah ke area depan
dan area atas otak.

Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu


membentuk sirkulus willisi. Sistem ini memungkinkan pembagian darah di
dalam kepala untuk mengimbangi setiap gerakan leher jika aliran darah dalam
salah satu pembuluh nadi leher mengalami kegagalan.

8
Ada dua hemisfer serebri (belahan otak), yaitu hemisfer serebri sinistra
(kiri) dan hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri sinistra (kiri)
berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi kanan tubuh, seperti berbicara,
berhitung dan menulis, sedangkan hemisfer serebri dextra (kanan) berfungsi
dalam mengendalikan gerakan sisi kiri tubuh, seperti perasaan, kemampuan
seni, keterampilan dan orientasi.

Sistem Saraf
c. Apa saja penyebab tidak sadar mendadak secara umum?
 Kelelahan, karena kebutuhan O2 jaringan tubuh (otak, otot, dll.) tidak
sebanding.
 Hipoksia, karena kurangnya O2 sehingga pembuluh darah yang
memperdarahi otak tidak dapat mensuplai sesuai kebutuhan akan O2.
 Gangguan kardiovaskular, pada keadaan dimana adanya penurunan
cardiac output sehingga terjadi hipoperfusi serebral.
 Gangguan Cerebrovaskular, adanya gangguan pada arteri yg
memperdarahi otak, bisa karena adanya sumbatan ataupun pecahnya
pembuluh darah kecil.

d. Apa penyebab dan mekanisme dari tidak sadar mendadak saat bermain tenis
pada scenario?
Penyebab:

9
Adanya riwayat hipertensi yang tidak terkontrol dan diabetes (BSS yang
tinggi).
Mekanisme:
Hipertensi tidak terkontrol kronikPeningkatan beban kerja (afterload)
ventrikel kiriGangguan struktur (hipertrofi) dan kerja ventrikel kiri
Gangguan fungsi atrium kiri  Pembentukan trombus.
Trombus lepas menjadi emboli dan mengalir ke sirkulasi sistemik 
Memasuki a. karotis interna mengalir ke a. cerebri media dan menyumbat
salah satu cabangnya yang memperdarahi korteks motorik dan area broca 
hipoksia pada otak  tidak sadar mendadak.

e. Bagaimana hubungan jenis kelamin dan usia dengan kasus?


Umur merupakan faktor risiko stroke. Sekitar 30% stroke terjadi
sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke dua
kali lipat untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun. Semakin tua usia seseorang,
semakin besar pula risiko untuk terkena stroke.
Stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki berbanding
perempuan, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan bilogis dan juga
perilaku. Wanita memiliki hormone estrogen yang kadarnya lebih tinggi
daripada laki-laki. Estrogen ini memberikan pengaruh terhadap pembuluh
darah. Pada laki-laki lebih mudah terjadi aterosklerosis sehingga menyokong
spasme pembuluh darah dan menjadi hipertensi.

2. Tn. Budi juga mengeluhkan sakit kepala, mual, dan muntah.


a. Apa saja penyebab sakit kepala, mual, dan muntah secara umum?
Sakit Kepala
Secara umum, sakit kepala bisa dikelompokkan berdasarkan
penyebabnya, yaitu sakit kepala yang tidak terkait dengan penyakit lain atau
disebut dengan sakit kepala primer dan sakit kepala yang diakibatkan oleh
penyakit lain atau disebut juga sakit kepala sekunder.
1. Sakit kepala primer
Sakit kepala primer adalah sakit kepala yang disebabkan oleh
gangguan pada struktur di kepala yang sensitif terhadap rasa sakit dan
bukan merupakan gejala akibat penyakit lain.

10
Ada beberapa faktor yang berperan dalam sakit kepala primer,
di antaranya adalah gangguan pada otot leher dan kepala, aktivitas
kimia di otak, pembuluh darah atau/dan saraf. Pada sebagian orang,
sakit kepala primer merupakan kondisi yang turun-temurun di
keluarganya.
2. Sakit kepala sekunder
Sakit kepala sekunder adalah sakit kepala yang disebabkan oleh
aktifnya saraf rasa sakit di kepala akibat suatu penyakit.

Mual dan Muntah


Kondisi medis atau penyakit penyebab Mual dan muntah, antara lain:
Mabuk kendaraan (motion sickness) Hamil muda (mual terjadi pada sekitar
50% -90% dari seluruh kehamilan, muntah pada 25% -55%) Obat pencetus
muntah Rasa sakit yang sangat Stres emosional (seperti rasa takut) Makan
berlebihan (kekenyangan) Penyakit kandung empedu, misalnya Batu Empedu
Keracunan makanan Infeksi virus saluran cerna (diare) Reaksi terhadap bau
tak sedap atau bau tertentu Radang tenggorokan (anak-anak) Serangan jantung
Gegar otak atau cedera otak Tumor otak Ulkus lambung Beberapa bentuk
kanker Bulimia atau penyakit psikologis lain Gastroparesis atau pengosongan
lambung yang lambat (suatu kondisi yang sering terlihat pada orang dengan
diabetes) Menelan racun atau minum alkohol secara berlebihan

b. Apa saja penyebab dan mekanisme sakit kepala, mual, dan muntah pada
kasus?
Sakit kepala:
stroke hemoragik  perluasan hematom  efek masa dan peningkatan
tekanan intrakranial  sakit kepala.
Mual dan muntah:
stroke hemoragik  perluasan hematom  efek masa dan peningkatan
tekanan intrakranial  herniasi menekan chemoreceptor trigger zone (CTZ)
di area postrema pada lantai ventrikel keempat Susunan Saraf  sinyal
somatomotor  tekanan abd meningkat  gerakan antiperistaltik lambung 
mual  selama pengusiran isi lambung, Tn Budi mengambil napas dalam-
dalam, pilorus ditutup, glotis tertutup sehingga respirasi berhenti, dan perut
11
terjepit di antara diafragma dan otot-otot perut  pengosongan cepat 
emesis/muntah.

c. Apa hubungan keluhan tambahan dengan keluhan utama?


Keduanya merupakan akibat dari peningkatan TIK akibat perdarahn di
otak yang disebabkan hipertensi yang tidak terkontrol. Peningkatan TIK
tersebut akan menekan batang otak dan mengganggu fungsi batang otak.
Diantaranya adalah fungsi digestivus yang jika terganggu dapat menyebabkn
mual dan muntah. Juga fungsi kesadaran yang terdapat pada serabut
transversal retikularis yang jika terganggu dapat menyebabkan gangguan
kesadaran.

3. Tn. Budi juga mengalami mulut mengot dan bicara pelo sebelumnya.
a. Apa penyebab mulut mengot dan bicara pelo secara umum?
1. Gangguan pada saraf VII atau n. Facialis yang fungsi motoriknya untuk
inervasi otot wajah.
Beberapa penyebab gangguan N.VII:
 Strok (kebanyakan menyebabkan gangguan jenis sentral)
 Gangguan jenis perifer:
- Paralisis idiopatis (Bell’s palsy)
- Tumor di sudut serebelopontin
- Otitis media
- Meningitis karsinomatosa
- Tumor parotis
- Fraktur dasar tulang tengkorak
2. Gangguan pada nervus XII atau n. hipoglossus yang fungsinya antara lain
untuk menggerakkan lidah, dan otot intrinsik mengubah-ubah bentuk
lidah.
Inti saraf ini menerima serabut dari korteks traktus piramidalis dari satu
sisi, yaitu sisi kontralateral. Dengan demikian ia sering terkena pada
gangguan peredaran darah di otak.
Gangguan Pada N.XII Dan Penyebabnya:
- Lesi N.XII dapat bersifat supranuklir, misalnya pada lesi di korteks atau
kapsula interna, yang dapat disebabkan oleh misalnya pada stroke.

12
Dalam hal ini didapatkan kelumpuhan otot lidah tanpa adanya atrofi dan
fasikulasi.
- Pada lesi nuklir, didapatkan atrofi dan fasikulasi. Hal ini dapat
disebabkan oleh siringobulbi, ALS, radang, gangguan peredaran darah
dan neoplasma
- Pada lesi infranuklir didapatkan atrofi. Hal ini disebabkan oleh proses di
luar medulla oblongata, tetapi masih di dalam tengkorak, misalnya
trauma, fraktur dasar tulang tengkorak, meningitis, dll

b. Apa penyebab dan mekanisme mulut mengot dan bicara pelo pada kasus?
Terjadi kerusakan di area broca ( berperan pada proses bahasa serta
kemampuan dan pemahaman bicara, area broadman 44 & 45 ) dan gyrus
precentralis ( motorik primer ). Kerusakan di area broca ( menyebabkan tidak
dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan, maupun isyarat)
dan motorik primer, yang pada akhirnya akan mengganggu persarafan yang
keluar dari traktus kortikospinal dan kortikobulbar yang pusatnya berasal dari
korteks serebri.
Kortikospinal akan memberikan rangsangan gerak motorik ke
ekstremitas atas dan bawah sedangkan traktus corticobulbar itu tempat keluar
dari saraf nevus kranialis yang motorik kecuali saraf 1 ( olfactorius ), saraf 2
( opticus ), saraf 8 ( vestibulocochlear ).
Salah satu saraf yang terkena adalah nervus facialis ( nervus kranialis
VII ) , mempunyai dua fungsi sensorik dan motorik . Motorik berfungsi dalam
mempersarafi semua otot ekspresi wajah , termasuk tersenyum, mengerutkan
dahi dan menyeringai. Kelemahan otot wajah akan tampak karena timbulnya
lipatan nasolabia, salah satu sisi mulut turun ke bawah dan penurunan
kelompak mata.
Nervus facialis di bagi dua :
 Ventral ( kontralateral )
 Dorsal ( bilateral )
Pada dahi dipersarafi oleh nervus facialis dorsal, oleh karena itu
kerutan dahi simetris. Otot mata di persarafi oleh otot occulomotor, selain itu
juga dipersarafi oleh nervus facialis dorsal sehingga lagoftalmus negative.

c. Apa hubungan riwayat penyakit sekarang dengan keluhan utama?

13
mulut mengot dan bicara pelo merupakan tanda dari stroke, dan tidak
sadak sadar secara memdadak diakibatkan oleh stroke yang dialami Tn. Budi.

4. Tn. Budi sudah lama menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, tetapi tidak
minum obat secara teratur.
a. Apa hubungan hipertensi yang tidak terkontrol dengan keluhan utama?
Sesuai scenario, Tn. Budi menderita hipertensi yang tidak terkontrol.
Berdasarkan penelitian, pada penderita hipertensi yang tidak terkontrol terjadi
perubahan morfologi pada endotel pembuluh darahnya, berupa hyperplasia
dari tunica media dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh proliferasi
dari sel-sel otot polos pembuluh darah yang reaktif, yang biasa disebut
hiperplastik arteriosclerosis. Akhirnya, sel-sel otot polos tersebut akan mati
dan akan digantikan oleh serat kolagen yang akan menimbulkan kerapuhan
dinding pembuluh darah dan cenderung akan bocor dikemudian hari.
Selain itu, hipertensi kronis yang tidak terkontrol juga menimbulkan
vaskulopati kecil pada dinding pembuluh darah dengan karakteristik berupa
lipohialinosis, nekrosis fibrinoid, dan Charcot-Bouchard aneurisma yang akan
menembus arteri penetrasi pada otak.
hipertensi tidakter control juga menyebabkan gangguan autoregulasi
pembuluh darah otak sehingga pada tekanan darah yang sama aliran darah ke
otak pada penderita hipertensi sudah berkurang dibandingkan penderita
normotensi

b. Apa komplikasi dari hipertensi?


Hipertensi yang tidak terkontrol akan meningkatkan angka mortalitas
dan menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital seperti jantung (infark
miokard, jantung koroner, gagal jantung kongestif), otak (stroke, enselopati
hipertensif), ginjal (gagal ginjal kronis), mata (retinopati hipertensif).

14
c. Bagaimana patofisiologi dari hipertensi?
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE).
ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci
dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah
meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi
pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting
pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi esensial
merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah
fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator
hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas
darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural.
Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi
faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi
untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial
berkembang dari hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi
yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten

15
berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ
target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.
Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur
10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi
hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer
meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya
menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun(Menurut Sharma
S et al, 2008 dalam Anggreini AD et al, 2009).

d. Apa kesimpulan dari hasil anamnesis?


Dari anamnesis, dapat disimpulkan bahwa Tn.Budi mengalami stroke.

5. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: GCS: E3M5V3 (10)
Tanda vital: TD 230/120 mmHg, Nadi 96x/menit, RR 20 x/menit, Temp 37,2 C
Pemeriksaan neurologis:
Pada pemeriksaan nervi kraniales:
- Nervus VII tampak mulut mengot ke kiri, lipatan nasolabialis kanan
datar, tidak ada lagopthalmus, dan kerut dahi simteris.
- Nervus XII bicara pelo lidah deviasi ke kanan
Pada pemeriksaan fungsi motoric:
- Hemiparese dextra tipe spastik
- Refleks fisiologi ekstremitas kanan meningkat
- Refleks patologis babinsky (+) pada kaki kanan
a. Bagaimana interpretasi dari keadaan umum hasil pemeriksaan fisik?
GCS: E3M5V3 (10): Somnolen
- E (Eye Response), nilainya 3: dengan rangsang suara (suruh pasien
membuka mata).
- M (Motor response), nilainya 5: melokalisir nyeri (menjangkau &
menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
- V (Verbal response), nilainya 3: kata-kata saja (berbicara tidak jelas,
tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya
“aduh…, bapak…”)

16
b. Bagaimana interpretasi dari tanda vital?
Pemeriksaan tanda vital:
Pemeriksaan Nilai Kasus Normal Interpretasi
Tekanan darah 230/120 mmHg 120/80 mmHg Hipertensi derajat III
Nadi 96x/menit 60-100x/menit Normal tinggi
Respiratory Rate 20x/menit 16-24x/menit Normal

Temperatur 37,2oC 36,5-37,2oC Normal

c. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari tanda vital?


TD: 230/120 mmHg
Tekanan darah : hal ini dapat terjadi akibat long-standing, untreated hipertensi
yang dialaminya. Hipertensi dapat terjadi karena gangguan aliran darah akibat
peningkatan volume dan viskositas darah atau gangguan pada penyaluran
tepatnya pada jantung (kelemahan kontraksi) atau pembuluh darah
(penyempitan lumen atau kekakuan dinding) atau keduanya.

d. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan neurologis?


Pemeriksaan nervi kraniales:

Pemeriksaan Normal Hasil Interpretasi

Nervus VII (Nervus Facialis)

Sudut mulut Gangguan saraf


Sudut mulut Simetris
kanan tertinggal kranialis VII
Plica Plica nasolabialis Gangguan saraf
Simetris
nasolabialis kanan datar kranialis VII

Lagoftalmus (-) (-) Normal

Kerutan dahi Simetris Simetris Normal

Nervus XII (Nervus Hypoglossus)

Disatria Gangguan saraf


(-) (+)
(bicara pelo) kranialis XII; pelo
Gangguan saraf
Lidah deviasi ke
Lidah kranialis XII; parese
kanan
kiri

17
Pemeriksaan fungsi motorik:

Normal Hasil Interpretasi

Hemiparese Kerusakan pada


Hemiparese (-)
dex spastik hemisfer dextra otak
Refleks fisiologis
Normal Meningkat Tidak normal
ekstremitas kanan
Refleks patologis
babinsky pada kaki (-) (+) Tidak normal
kanan

e. Bagaimanna mekanisme abnormalitas pada pemeriksaan neurologis?


Pada pemeriksaan nervi kraniales:
Nervus VII
- Tampak mulut mengot ke kiri
- Lipatan nasolabialis kanan datar
Mekanisme: Uncontrolled hypertensionruptur pembuluh darah
otakperdarahan otakhematoma/ lesi pada kapsula interna hemisferium
sinistraN. VII terganggukarena sifatnya unilateral dan kontralateral
menyebabkan kelumpuhan tubuh bag. Kanan karena lesi pada kapsula interna
hemisferium sinistralipatan nasolabialis kanan datar (karena lumpuh) dan
bagian kiri mulut yang normal masih bisa digerakkan sehingga akan tampak
mulut mengot ke kiri.
Nervus XII
- bicara pelo dan lidah deviasi ke kanan
Mekanisme: Uncontrolled hypertensionruptur pembuluh darah
otakperdarahan otakhematoma/ lesi pada kapsula interna hemisferium
sinistraN. XII terganggukarena sifatnya unilateral dan kontralateral
menyebabkan kelumpuhan tubuh bag. Kanan karena lesi pada kapsula interna
hemisferium sinistralidah yang normal pada sisi kiri akan mendorong lidah
yang lumpuh pada sisi kanan sehingga lidah Nampak deviasi ke arah yang
lumpuh (ke kanan)deviasi lidah menyebabkan bicara menjadi tidak jelas/
bicara pelo.

Pada pemeriksaan fungsi motoric:

18
- Hemiparese dextra tipe spastik
- Refleks fisiologi ekstremitas kanan meningkat

- Refleks patologis babinsky (+) pada kaki kanan


Mekanisme: Uncontrolled hypertensionruptur pembuluh darah
otakperdarahan otakhematoma/ lesi pada kapsula interna hemisferium
sinistra (termasuk UMN) terganggu jika ada lesi pada UMN maka refleks
fisiologi ekstremitas kanan akan meningkat dan refleks patologis babinsky (+)
pada kaki kanan, karena bersifat kontralateral dari lesi yang terjadi yaitu di
kapsula interna hemisferium sinistra maka yang tampak bermasalah adalah sisi
sebelah kanan tubuh dan terjadi kelumpuhan/ hemiparese dextra tipe spastik
karena lesi pada UMN akan meningkatkan tonus otot tubuh

f. Apa kesimpulan dari hasil pemerisaan fisik?


Terdapat kerusakan di nervus VII dan nervus XII bagian kanan sehingga
mengakibatkan hemiparesis dexter tipe spastik dan terdapat penekanan di
batang otak sehingga mengakibatkan penurunan kesadaran.

6. Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium : Leukosit: 12.000/mm3, BSS: 200 mg/dl
CT Scan Kepala : Kesan : Lesi hiperdens di kapsula interna hemisferium
sinistra
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium?
No. Hasil Pemeriksaan Penunjang Nilai Normal Interpretasi

1. Leukosit 12.000/mm3 5-10.000/ mm3 Meningkat

2. BSS 200 mg/dl < 110 Hiperglikemi

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas pemeriksaan laboratorium?


Leukosit meningkat: ruptur  trombin  aktivasi reaksi inflamasi
BSS meningkat:

c. Bagaimana interpretasi dari hasil CT Scan kepala?


No. Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi

19
Penunjang

1. CT Scan Kepala Hematoma pada


hemisfer sinistra.
Lesi hiperdens
menggambarkan
adanya
perdarahan yang
homogen.

d. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil CT Scan kepala?


Stroke hemoragik intraserebral pada CT scan tampak sebagai lesi
hiperdens homogen, batas tegas, bentuknya bulat atau oval. Bayangan
hiperdens ini disebabkan oleh hemoglobin yang keluar dari pembuluh darah.
Zona hemoragik biasanya dikelilingi oleh daerah hipodens tipis, merupakan
edema perifokal yang biasanya timbul pada hari ke 3-4. Pada pendarahan baru,
lesi hiperdens mempunyai nilai 40-90 HU dan zona hipodens yang
mengelilinginya 18-28 HU. Lesi hiperdens sesuai dengan luasnya akan
mengalami penurunan densitas secara perlahan akibat proses resolusi
fibrinolitik bekuan darah dan metabolisme serta fagositosis hemoglobin.

e. Apa kesimpulan dari pemeriksaan penunjang?


Tn. Budi mengalami peningkatan leukosit dan BSS karena adanya inflamasi di
daerah pendarahan. Selain itu, tampak dari hasil pemeriksaan CT Scan
terdapat hematoma intracerebral pada hemisferium sinistra di bagian kapsula
interna.

7. Hipotesis : Tn. Budi, 55 tahun, mengalami Stroke hemorrhagic intracerebral


karena hipertensi yang tidak terkontrol
a. Apa saja differential diagnosis dari kasus?
 Stroke Hemorrhagic Intracerebral
 Stroke hemoragik subrarachnoid
 Stroke hemoragik subdural
 Stroke Iskemik

b. Apa working diagnosis pada kasus?


WD: Stroke Hemorrhagic Intracerebral

20
c. Bagaimana etiologi dari penyakit pada kasus?
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi:
1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan
terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai
bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri,
sehingga darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah
dan menimbulkan perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan
dan degenerasi pembuluh darah.

d. Apa saja faktor risiko dari penyakit pada kasus?


Faktor resiko stroke dibagi menjadi faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan
faktor resiko yang dapat dimodifikasi.
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi :
 Usia
 Jenis kelamin, lebih sering pada ♂
 Ras & etnis (orang Amerika keturunan Afrika memiliki angka kejadian
lebih tinggi daripada orang Kaukasia)
 Riwayat menderita TIA (Transient Ischemic Attack) atau stroke. TIA
(Transient Ischemic Attack) adalah disfungsi serebral yang sembuh total
dalam kurun waktu kurang dari 24 jam.
 Riwayat stroke dalam keluarga
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi :
 Hipertensi
 Diabetes mellitus
 Dislipidemia
 Merokok
 Obesitas
 Penyakit jantung ( fibrilasi atrium, CAD/Coronary Artery Disease)

e. Bagaimana patogenesis dan patofisiologi dari penyakit pada kasus?

21
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah
tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Pada beberapa
orang tua, protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak.
Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat
menyebabkan perdarahan. Angiopati amiloid serebral (CAA) hasil dari
deposisi β-amyloid di tunika media dan tunika adventitia arteri kecil dan
kapiler dari leptomeninges dan korteks serebral dan merupakan penyebab
utama dari perdarahan lobar intraserebral dan gangguan kognitif pada orang
tua.
Hipertensi kronik  perubahan struktur dinding arteri kecil dan
arteriol di otak  1. Nekrosis fibrinoid yang terjadi karena nekrosis dinding
pembuluh darah sehingga plasma masuk ke dalam tunica media dan fibrin
terdeposit di sana (pada pewarnaan hematosiklin eosin terlihat masa homogen
kemerahan). Merupakan proses autoimun.
2. Lipohialinosis dari arteriol kecil sehingga ada cacat dalam mantel otot dan
hanya lapisan intima tipis dengan beberapa gliosis sekitarnya. Hal ini membuat
Charcot-Bouchard Aneurisma (mikroaneurisma) rawan pecah, dengan
ketidakmampuan untuk mengontrol perdarahan dengan vasomotor kejang.

22
Cedera otak primer setelah ICH disebabkan oleh gangguan jaringan akibat
akumulasi darah parenkim dan kerusakan mekanis yang terkait dengan efek
massa (Gambar 1).
Edema perihematomal berkembang meningkatkan tekanan intrakranial
dan berkontribusi terhadap efek massa. Pada jam-jam pertama setelah ICH,
edema terutama dibentuk oleh plasma yang keluar karena tekanan hidrostatik
meningkat dan rusaknya penghalang darah-otak (BBB); edema juga hasil dari
dorongan serum selama gumpalan retraksi. Kemudian, produksi trombin,
eritrosit lisis dan proses inflamasi yang memicu pembentukan edema.
Selain kerusakan jaringan mekanis yang disebabkan oleh hematoma
awal, sel-sel otak terluka dan komponen extravasasi dari bekuan darah
memicu perusakan mekanisme paralel dan sekuensial sehingga memicu jalur
stres inflamasi dan oksidatif.

23
Aktivasi mekanisme hemostatik adalah respon jaringan fisiologis
perdarahan untuk menghentikan pendarahan. Trombin sangat penting untuk
proses pembekuan darah dan akan diaktifkan dalam satu jam pertama setelah
ICH.
Lisis eritrosit dalam hari pertama setelah ICH menyebabkan pelepasan
hemoglobin yang kemudian diubah oleh heme oxygenase-1 enzim (HO-1) ke
dalam komponen neurotoksik seperti heme dan besi yang merupakan
kontributor utama terhadap cedera otak sekunder. Mekanisme yang diusulkan
dari heme- dan neurotoksisitas besi yang diinduksi adalah induksi stres
oksidatif akibat aktivitas HO-1 dan produksi radikal bebas besi-dimediasi
melalui Fenton -reaction.
Reaksi inflamasi yang terdiri dari kedua komponen seluler dan
molekuler merupakan respon umum dari sistem saraf pusat (SSP) terhadap
berbagai rangsangan. Peradangan saraf setelah ICH melibatkan aktivasi awal
mikroglia penduduk, pelepasan mediator proinflamasi dan masuknya leukosit
perifer dan memiliki peran utama dalam patogenesis kerusakan otak sekunder.

24
Mracsko, et al. Neuroinflammation after Intracerebral Hemorrhage. Front.
Cell. Neurosci., 20 November 2014

f. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit pada kasus?


Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri kepala
berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada
pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan
sering kali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran
biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah
jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).

g. Bagaimana tatalaksana dari penyakit pada kasus?


Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik
 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten
terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat
untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
 Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.

25
 Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-
significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah
lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan
fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin
K.
 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR
lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah
sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.
Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor
replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer
weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan
trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan
dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya
perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
 Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
 Tidak dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis
minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan
perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih
mungkin untuk life saving.
 Dioperasi bila:

26
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis
atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel
harus secepatnya dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau
angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang
baik dan lesi strukturnya terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang
memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia
muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih
menguntungkan.

h. Bagaimana pencegahan (komunikasi, informasi, dan edukasi) dari penyakit


pada kasus?
1. Pencegahan Premordial
• Tujuan: mencegah timbulnya faktor risiko bagi individu yang belum
mempunyai faktor risiko
• Dengan cara:
melakukan promosi kesehatan
2. Pencegahan Primer
• Tujuan: mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang
mempunyai faktor risiko tetapi belum menderita stroke
• Dengan cara:
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:
a. Menghindari merokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi
garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan
sejenisnya.
b. Mengurangi kolesterol
c. Mengatur pola makan
d. Mengendalikan faktor risiko
e. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan berolahraga secara
teratur
3. Pencegahan Sekunder

27
• Tujuan: pencegahan bagi mereka yang pernah mendapat stroke
• Dianjurkan untuk mengendalikan:
a. Hipertensi
b. Diabetes melitus
c. Penyakit jantung aritmik nonvalvular (antikoagulan oral)
d. Dislipidemia
e. Berhenti merokok
f. Hindari alkohol, kegemukan dan kurang gerak
4. Pencegahan Tertier
• Meliputi program rehabilitasi penderita stroke yang diberikan setelah
terjadi stroke.
• Rehabilitasi meningkatkan kembali kemampuan fisik dan mental dengan
berbagai cara.
• Tujuan: memulihkan independensi atau mengurangi ketergantungan
sebanyak mungkin.

i. Bagaimana komplikasi dari penyakit pada kasus?


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma
tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam
pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami
penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat
muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah
penyebab utama dari disabilitas permanen.

j. Bagaimana prognosis dari penyakit pada kasus?


Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum hipertensif sangat tinggi,
mendekati 50%. Perdarahan yang terjadi diruang supratentorium (diatas
tentorium cerebeli) memiliki prognosis yang baik apabila volume darah
sedikit. Namun, perdarahan kedalam ruang infratentorium didaerah pons atau
cerebellum memiliki prognosis yang jauh lebih buruk karena cepatnya timbul
tekanan pada struktur–struktur vital dibatang otak.
28
Indikator prognosis adalah :
1. tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat kesadaran
2. Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik
3. Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami
kecacatan jangka panjang
4. Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah
serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan
5. Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahan intrakranial)
tergantung pada ukuran hematoma  hematoma > 3 cm umumnya
mortalitasnya besar, hematoma yang massive biasanya bersifat lethal
6. Jika infark terjadi pada spinal cord  prognosis bervariasi tergantung
keparahan gangguan neurologis  jika kontrol motorik dan sensasi
nyeri terganggu  prognosis jelek

k. Apa kompetensi dokter umum dari penyakit pada kasus?


Tingkat Kemampuan: 3B
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau
mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

l. Bagaimana etika penyampaian breaking bad news dari penyakit pada kasus?
Cara menyampaikan berita buruk

29
a. Waktu harus tepat
b. Kondisi pasien memburuk: Diinfokan sejak awal setiap saat,
keluarga dilibatkan dalam menentukan terapi lanjutan.
c. Kondisi kematian mendadak: Tidak segera diinformasikan,
kumpulkan tim yang terlibat, membuat kesatuan bahasa
informasi, disampaikan oleh tim bersama sama
d. Harus memberi perhatian khusus
e. Jangan menerima telpon
f. Jangan sambil mengerjakan sesuatu
g. Jangan terlihat sibuk
h. Tidak melalui telepon
i. Jangan minta maaf atas semua proses perawatan
j. Diharapkan menyampaikan rasa simpati
k. Jangan memberi informasi terlalu banyak
l. Cari tempat yang tenang
m. Sampaikan berita buruk secara personal
n. Atur waktu yang tepat dan cukup
o. Beri perhatian secara total
p. Gunakan bahasa yang mudah diterima
q. Beri informasi sedikit demi sedikit
r. Sampaikan simpati bukan minta maaf
s. Pastikan semua informasi sudah dapat dipahami (Miranda,
Broody 1992)

IV. LEARNING ISSUE

Topik What I What I don’t What I have to How I


Pembelajaran Know Know Prove Will
Learn

Anatomi dan - Buku


fisiologi organ - Jurnal
yang terkait pada - Artikel
kasus. - Integra

Stroke Pengertian, Etiologi Diagnosis stroke ted

hemorrhagic tanda dan hemorrhagic teachin

gejala, g
30
patofisiologi

Hipertensi
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGAN TERKAIT
Susunan Saraf pusat
1. Medula Spinalis
a. Otak besar
b. Otak kecil
2. Otak
3. Batang otak
Susunan saraf perifer
1. Susunan saraf somatic
Susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur aktivitas
otot sadar atau serat lintang.
2. Susunan saraf otonom
Susunan saraf yang mempunyai peranan penting memengaruhi pekerjaan
otot involunter (otot polos) seperti jantung, hati, pancreas, jalan
pencernaan, kelenjar dan lain-lain.
a. Susunan saraf simpatis
b. Susunan saraf parasimpatis

Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah
tabung yang mulanya memperhatikan tiga gejala pembesaran otak awal.
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, serta
hipotalamus.
b. Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan serebelum.
Serebrum
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:
1. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus
sentralis.
2. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh
korako-oksipitalis.

31
3. Lobus temporalis, terdapat
dibawah lateral dari fisura
serebralis dan di depan
lobus oksipitalis.
4. Oksipitalis yang mengisi
bagian belakang dari
serebrum.

Korteks serebri selain dibagi


dalam lobus dapat juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya area. Campbel
membagi bentuk korteks serebri menjadi 20 area. Secara umum korteks serebri
dibagi menjadi empat bagian:
1. Korteks sensoris. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang
mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat
atau bagian tubuh bergantung pada fungsi alat yang bersangkutan. Di
samping itu juga korteks sensoris bagian fisura lateralis menangani bagian
tubuh bilateral lebih dominan.
2. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan
kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir,
rangsangan yang diterima diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan
daya yang lain. Bagian anterior lobus temporalis mempunyai hubungan
dengan fungsi luhur dan disebut psikokorteks.
3. Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya
adalah kontribusi pada traktur piramidalis yang mengatur bagian tubuh
kontralateral.
4. Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap
mental dan kepribadian.
Fungsi serebrum
Mengingat pengalaman yang lalu.
Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal, intelegensi,
keinginan, dan memori.
Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil.

Batang otak
Batang otak terdiri dari:

32
1. Diensefalon, ialah bagian otak yang paling rostral, dan tertanam di antara
ke-dua belahan otak besar (haemispherium cerebri). Diantara diensefalon
dan mesencephalon, batang otak membengkok hampir sembilah puluh
derajat kearah ventral. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian
depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap
kesamping. Fungsi dari diensefalon:
a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
b. Respiratori, membantu proses persarafan.
c. Mengontrol kegiatan refleks.
d. Membantu kerja jantung.
2. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang
menonjol ke atas. Dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus
superior dan dua di sebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior.
Serat saraf okulomotorius berjalan ke ventral di bagian medial. Serat
nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi
lain. Fungsinya:
a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan
pons varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak
tengah dan medula oblongata. Disini terdapat premotoksid yang mengatur
gerakan pernapasan dan refleks. Fungsinya:
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara
medula oblongata dengan serebelum atau otak besar.
b. Pusat saraf nervus trigeminus.
4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah
yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah
medula oblongata merupakan persambungan medula spinalis ke atas,
bagian atas medula oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di
daerah tengah bagian ventral medula oblongata. Fungsi medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks

33
Serebelum
Serebelum (otak kecil) terletak
pada bagian bawah dan
belakang tengkorak dipisahkan
dengan serebrum oleh fisura
transversalis dibelakangi oleh
pons varoli dan di atas medula
oblongata. Organ ini banyak
menerima serabut aferen
sensoris, merupakan pusat
koordinasi dan integrasi.
Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian
yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan dengan
batang otak melalui pendunkulus serebri inferior (korpus retiformi) permukaan
luar serebelum berlipat-lipat menyerupai serebelum tetapi lipatannya lebih kecil
dan lebih teratur. Permukaan serebelum ini mengandung zat kelabu.
Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu granular
luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang keluar
dari serebrum harus melewati serebelum
Fungsi serebelum
Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga
dalam yang diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan dan
rangsangan pendengaran ke otak.
Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari
reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus)
kelopak mata, rahang atas, dan bawah serta otot pengunyah.
Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi
tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengaturgerakan
sisi badan.

Saraf otak
Urutan Nama Saraf Sifat Memberikan saraf
saraf Saraf untuk dan fungsi
I Nervus Sensorik Hidung, sebagai alat
olfaktorius penciuman
II Nervus Sensorik Bola mata, untuk

34
optikus penglihatan
III Nervus Motorik Penggerak bola mata
okulomotoris dan mengangkat
kelopak mata
IV Nervus Motorik Mata, memutar mata
troklearis dan penggerak bola
mata

V Nervus Motorik -
trigeminus dan
sensorik Kulit kepala dan
N. Oftalmikus kelopak mata atas
Motorik Rahang atas, palatum
N. Maksilaris dan dan hidung
sensorik Rahang bawah dan
N. lidah
Mandibularis Sensorik

Motorik
dan
sensorik
VI Nervus Motorik Mata, penggoyang
abdusen sisi mata
VII Nervus Motorik Otot lidah,
fasialis dan menggerakkan lidah
Sensorik dan selaput lendir
rongga mulut
VIII Nervus Sensorik Telinga, rangsangan
auditorius pendengaran
IX Nervus vagus Sensorik Faring, tonsil, dan
dan lidah, rangsangan
motorik citarasa
X Nervus vagus Sensorik Faring, laring, paru-
dan paru dan esophagus
motorik
XI Nervus Motorik Leher, otot leher
asesorius
XII Nervus Motorik Lidah, citarasa, dan

35
hipoglosus otot lidah

Saraf otonom
Saraf Simpatis
Saraf ini terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan dengan sumsum
tulang belakang melalui serabut – serabut saraf. Sistem simpatis terdiri dari 3
bagian, yaitu :
1. Kornu anterior segmen torakalis ke – 1 sampai ke-12 dan segmen lumbalis
1-3 terdapat nucleus vegetative yang berisi kumpulan – kumpulan sel saraf
simpatis. Sel saraf simpatis ini mempunyai serabut – serabut preganglion
yang keluar dari kornu anterior bersama- sama dengan radiks anterior dan
nucleus spinalis. Setelah keluar dari foramen intervertebralis, serabut –
serabut preganglion ini segera memusnahkan diri dari nucleus spinalis dan
masuk ke trunkus simpatikus serabut. Serabut preganglion ini membentuk
sinap terhadap sel – sel simpatis yang ada dalam trunkus simpatikus.
Tetapi ada pula serabut – serabut preganglion setelah berada di dalam
trunkus simpatikus terus keluar lagi dengan terlebih dahulu membentuk
sinaps menuju ganglion – ganglion / pleksus simpatikus.

2. Trunkus simpatikus beserta cabang – cabangnya. Di sebelah kiri dan kanan


vertebra terdapat barisan ganglion saraf simpatikus yang membujur di
sepanjang vertebra. Barisan ganglion – ganglion saraf simpatikus ini
disebut trunkus simpatikus. Ganglion – ganglion ini berisi sel saraf
simpatis. Antara ganglion satu dengan ganglion lainnya, atas, bawah, kiri,
kanan, dihubungkan oleh saraf simpatis yang keluar masuk ke dalam
ganglion – ganglion itu. Hali ini menyebabkan sepasang trunkus
simpatikus juga menerima serabut – serabut saraf yang datang dari kornu
anterior. Trunkus simpatikus di bagi menjadi 4 bagian yaitu :

a. Trunkus simpatikus servikalis.


Terdiri dari 3 pasang ganglion. Dari ganglion – ganglion ini
keluar cabang – cabang saraf simpatis yang menuju ke jantung dari
arteri karotis. Disekitar arteri karotis membentuk pleksus. Dari
pleksus ini keluar cabang – cabang yang menuju ke atas cabang
lain mempersarafi pembuluh darah serta organ – organ yang

36
terletak di kepala. Misalnya faring, kelenjar ludah, kelenjar
lakrimalis, otot – otot dilatators, pupil mata, dan sebagainya.
b. Trunkus simpatikus torakalis.
Terdiri dari 10-11 ganglion, dari ganglion ini keluar cabang
– cabang simpatis seperti cabang yang mensarafi organ – organ di
dalam toraks ( mis, orta, paru – paru, bronkus, esophagus, dsb )
dan cabang – cabang yang menembus diafragma dan masuk ke
dalam abdomen, Cabang ini dalam rongga abdomen mensarafi
organ – organ di dalamnya.
c. Trunkus simpatikus lumbalis.
Bercabang – cabang menuju ke dalam abdomen, juga ikut
membentuk pleksus solare yang bercabang – cabang ke dalam
pelvis untuk turut membentuk pleksus pelvini.
d. Trunkus simpatikus pelvis.
Bercabang cabang ke dalam pelvis untuk membentuk
pleksus pelvini.
3. Pleksus simpatikus beserta cabang cabangnya. Di dalam abdomen, pelvis,
toraks, serta di dekat organ – organ yang dipersarafi oleh saraf simpatis
( otonom ).
Umumnya terdapat pleksus – pleksus yang dibentuk oleh saraf simpatis /
ganglion yaitu pleksus/ganglion simpatikus.
Ganglion lainnya ( simpatis ) berhubungan dengan rangkaian dua
ganglion besar, ini bersama serabutnya membentuk pleksus – pleksus
simpatis :
1. Pleksus kardio, terletak dekat dasar jantung serta mengarahkan cabangnya
ke daerah tersebut dan paru – paru
2. Pleksus seliaka, terletak di sebelah belakang lambung dan mempersarafi
organ – organ dalam rongga abdomen
3. Pleksus mesentrikus ( pleksus higratrikus ), terletak depan sacrum dan
mencapai organ – organ pelvis

Tabel 10-2 Organ tubuh dan system pengendalian ganda


Organ Rangsangan simpatis Rangsangan
parasimpatis
Jantung Denyut dipercepat Denyut dipercepat

37
Arteri koronari Dilatasi Konstriksi
Pembuluh darah perifer Vasokonstriksi Vasodilatasi
Tekanan darah Naik Turun
Bronkus Dilatasi Konstriksi
Kelenjar ludah Sekresi berkurang Sekresi bertambah
Kelenjar lakrimalis Sekresi berkurang Sekresi bertambah
Pupil mata Dilatasi Konstriksi
Sistem pencernaan Peristaltik berkurang Peristaltik bertambah
makanan (SPM)
Kelenjar – kelenjar SPM Sekresi berkurang Sekresi bertambah
Kelenjar keringat Ekskresi bertambah Ekskresi berkurang

Fungsi serabut saraf simpatis:


 Mensarafi otot jantung
 Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar
 Mempersarafi semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan usus
 Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat
 Serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit
 Mempertahankan tonus semua otot sadar.

Sistem Parasimpatis
Saraf cranial otonom adalah saraf cranial 3, 7, 9, dan 10. Saraf ini
merupakan penghubung, melalui serabut – serabut parasimpatis dalam perjalanan
keluar dari otak menuju organ – organ sebagian dikendalikan oleh serabut – serabut
menuju iris. Dan dengan demikian merangsang gerakan – gerakan saraf ke -3 yaitu
saraf okulomotorik.
Saraf simpatis sacral keluar dari sumsum tulang belakang melalui daerah
sacral. Saraf – saraf ini membentuk urat saraf pada alat – alat dalam pelvis dan
bersama saraf – saraf simpatis membentuk pleksus yang mempersarafi kolon
rectum dan kandung kemih.
Refleks miksi juga menghilang bila saraf sensorik kandung kemih
mengalami gangguan. System pengendalian ganda ( simpatis dan parasimpatis ).
Sebagian kecil organ dan kelenjar memiliki satu sumber persarafan yaitu simpatis
atau parasimpatis. Sebagian besar organ memiliki persarafan ganda yaitu :

38
menerima beberapa serabut dari saraf otonom sacral atau cranial. Kelenjar organ
dirangsang oleh sekelompok urat saraf ( masing – masing bekerja berlawanan ).
Dengan demikian penyesuaian antara aktivitas dan tempat istirahat tetap
dipertahankan. Demikian pula jantung menerima serabut – serabut ekselevator dari
saraf simpatis dan serabut inhibitor dari nervus vagus. Saluran pencernaan memiliki
urat saraf ekselevator dan inhibitor yang mempercepaT dan memperlambat
peristaltic berturut – turut.
Fungsi serabut parasimpatis :
1. Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis,
submandibularis, dan kelenjar – kelenjar dalam mukosa rongga hidung.
2. Mmepersarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung, berpusat di
nuclei lakrimalis, saraf – sarafnya keluar bersama nervus fasialis.
3. Mempersarafi kelenjar ludah ( sublingualis dan submandibularis ), berpusat
di nucleus salivatorius superior, saraf – saraf ini mengikuti nervus VII
4. Mempersarafi parotis yang berpusat di nucleus salivatoris inferior di dalam
medulla oblongata, saraf ini mengikuti nervus IX
5. Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru – paru,
gastrointestinum, ginjal, pancreas, limfa, hepar, dan kelenjar suprarenalis
yang berpusat pada nucleus dorsalis nervus X
6. Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria dan alat
kelamin, berpusat di sacral II, III, IV.
7. Miksi dan defekasi pada dasarnya adalah suatu reflex yang berpusat di
kornu lateralis medulla spinalis bagian sacral. Bila kandung kemih dan
rectum tegang miksi dan defekasi secara reflex. Pada orang dewasa reflex
ini dapat dikendalikan oleh kehendak. Saraf yang berpengaruh menghambat
ini berasal dari korteks di daerah lotus parasentralis yang berjalan dalam
traktus piramidalis.

VASKULARISASI OTAK
Setiap jaringan termasuk juga susunan saraf pusat sangat bergantung pada
aliran darah yang memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolisme.
Aliran darah otak berasal dari suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah bercabang-
cabang dan berhubungan erat satu dengan lainnya sehingga menjamin suplai darah
yang adekuat untuk sel otak. Suplai darah ini dijamin oleh dua pasangarteri, yaitu
arteri vertebralis dan arteri karotis interna.

39
Otak menerima darah yang dipompakan oleh jantung melalui arkus aorta
yang mempunyai tiga cabang, yaitu Trunkus brakhiosefalik, arteri karotiskomunis
sinistra, dan arteri subklavia sinistra. Trunkus brakhiosefalik selanjutya bercabang
menjadi arteri karotis komunis dekstra dan arteri subklavia dekstra. Arteri karotis
komunis dekstra dan sinistra masing-masing bercabang menjadi arteri karotis
interna dan eksterna (dekstra dan sinistra), dan arteri subklavia dekstra dan sinistra
masing-masing mempunyai salah satu cabang yaitu arterivertebralis dekstra dan
sinistra. Cabang-cabang dari arteri-arteri tersebut kemudian akan beranastomosis
membentuk sirkulus arteriosus Willisi. Aliran darah ke susunan saraf pusat yang
melalui arteri vertebralis beserta cabang cabangnyadisebut dengan sistem
vertebrobasiler, dan yang melalui arteri karotis interna beserta cabang-cabangnya
disebut dengan sistem karotis.

Sistem karotis terutama memperdarahi kedua hemisfer otak. Pada tingkat


kartilago tiroid, arteri karotis komunis terbagi menjadi arteri karotis eksterna dan
arteri karotis interna.

40
Arteri Karotis Eksterna
Arteri karotis eksterna meruipakan percabangan dari arteri karotis komunis
pada region region midservikal. Bagian proksimal dari arteri ini berjalan
anteromedial arteri karotis interna, namun selaras berjalan naik arteri ini menuju
posteromedial untuk mensuplai bagian-bagian wajah. Arteri karotis eksterna
mempunyai Sembilan cabang utama, yaitu sebagai berikut :
1. Arteri tiroid superior, mensuplai darah untuk laring dan bagian-bagiantiroid.
2. Arteri pharyngeal asending, mensuplai darah untuk meningen, telinga tengah,
nervus kranial bawah, dan nervus servikal bagian atas.
3. Arteri lingualis, mensuplai darah untuk lidah dan faring
4. Arteri fasialis, mensuplai darah untuk wajah, palatum, dan faring
5. Arteri oksipitalis, mensuplai darah untuk bagian muskulokutaneus dariSCALP
dan leher.
6. Arteri auricularis posterior, mensuplai darah untuk SCALP, kavum timpani,
pinna, dan glandula parotis.
7. Arteri maksilaris, merupakan cabang terbesar yang mempunyai tiga bagian
mayor yang masing-masingnya mempunyai cabang-cabang sendiri.Cabang paling
pentingnya adalah arteri meningen media, yang sering terjadi laserasi pada truma
kepala dan mengakibatkan epidural hematom.
8. Arteri fasialis transversum, yang bersama arteri fasialis mensuplai darah untuk
area buccal.
9. Arteri temporalis superfisialis, merupakan cabang terkecil yang mensuplai darah
1/3 depan dari SCALP dan bagian wajah.

Arteri Karotis Interna

41
Arteri karotis interna dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
1. Pars servikalis : berasal dari arteri karotis komunitis dalam trigonum karotikum
sampai ke dasar tengkorak.
2. Pars petrosa : Terletak dalam os petrosum bersama-sama dengan pleksus venous
karotikus internus. Setelah meninggalkan kanalis karotikus, di sisidepan ujung
puncak piramid pars petrosa hanya dipisahkan dari ganglion trigeminal yang
terletak di sisi lateral oleh septum berupa jaringan ikat atau menyerupai tulang
pipih.
3. Pars kavernosa : Melintasi ujung kavernosus, membentuk lintasan berliku
menyerupai huruf “S” yang sangat melengkung, dinamakan Karotisspphon.
4. Pars serebralis : dalam lamela duramater kranial arteri ini membentuk cabang
arteri oftalmika, yang segera membelok ke rostraldan berjalan di bawah nervus
optikus dan ke dalam orbita.

Pembuluh darah ini berakhir pada


cabang-cabang yang memberi darah kulit
dahi, pangkal hidung, dan kelopak mata
dan beranastomisis dengan arteri fasialis
serta arteri maksilaris interna.

Cabang-cabang arteri karotis interna


beserta fungsinya, yaitu :
1. Pars petrosa
- Arteri karotikotimpani, memperdarahi
bagian anterior dan medial dari telinga
tengah.
2. Pars kavernosa
- Arteri kavernosa, memperdarahi hipofifis dan dinding sinus kavernosus
- Arteri hipofise, memperdarahi hipofise
- Arteri semilunaris, memperdarahi gangglion semilunaris
- Arteri meningea anterior, memperdarahi duramater, fossa kranialisanterior
3. Pars supraklinoid
- Arteri oftalmika, memperdarahi mata, orbita, struktur wajah yang berdekatan.

42
- Arteri khoroidalis anterior, memperdarahi pleksus khoroideus, ventrikulus lateral
dan bagian yang berdekatan. - Arteri komunikan posterior, dengan cabang-cabang
ke hipotalamus,talamus, hipofise, khiasma optika, dan lain-lain.
4. Pada bagian akhir arteri karotis interna
- Arteri serebri anterior, memperdarahi korteks orbitalis, frontalis, dan parietalis
serta cabangsentralis. Cabang-cabang dari arteri serebri anterior yaitu :
a. Arteri striata media / arteri rekuren Heubner
b. Arteri komunikans anterior
c. Arteri frontopolaris, memperdarahi korteks lobus frontalis pada permukaan
median, superior, superior permukaan lateral.
d. Arteri perikallosal
e. Arteri kallosomarginalis
f. Arteri parietalis

Tampak Lateral

- Arteri serebri media, memperdarahai korteks orbitalis, frontalis, parietal,dan


temporal serta cabang sentralis. Cabang-cabang dari arteri serebrmedia yaitu :
a. Arteri lentikulostriata dengan cabang kecil ke ganglia basalis.
b. Arteri frontalis asendens
c. Arteri pre-rolandika

43
d. Arteri perietalis anterior
e. Arteri parietalis posterior
f. Arteri angularis, memperdarahi sakkus lakrimalis, kelopak mata bawahdan
hidung.
g. Arteri parietotemporalis, memperdarahi kulit kepala dan regio parietal.
h. Arteri temporalis posterior dan anterior memperdarahi kortekpermulaan lateral
dari lobus temporalis.

Tampak Medial

Sistem Anastomose (Sirkulus Arteriosus Willisi)


Meskipun sistem karotis dan sistem vertebrobasiler merupakan dua
sistemarteria terpisah yang mengalirkan darah ke otak, tetapi keduanya disatukan
olehpembuluh-pembuluh anastomosis yang membentuk sirkulus arteriosus
Willisi.Arteri serebri posterior dihubungkan dengan arteri serebri media (dan
arteriserebri anterior) lewat arteri komunikan posterior. Kedua arteri serebri anterior
dihubungkan oleh arteri komunikan anterior sehingga terbentuk lingkaran
yanglengkap. Dalam keadaan normal, aliran darah dalam arteri komunikan
hanyalahsedikit. Arteri ini merupakan penyelamat bilamana terjadi perubahan
tekananarteri yang dramatis. Cabang-cabang sistem karotis dan vertebrobasiler
jugamempunyai pembuluh-pembuluh penghubungan

44
B. HIPERTENSI
Definisi & Klasifikasi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995). Tekanan darah diukur
dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran
manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung
tegak atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah
merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan
sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer
untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang
diketahui.
Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan
salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi (disadur dari A Statement by the
American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension2013).

Klasifikasi Sistolik Diastolik


Optimal < 120 dan < 80
Normal 120 – 129 dan/ atau 80 – 84
Normal tinggi 130 – 139 dan/ atau 84 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 dan/ atau 90 – 99
Hipertensi derajat 2 160 – 179 dan/ atau 100 - 109

45
Hipertensi derajat 3 ≥ 180 dan/ atau ≥ 110
Hipertensi sistolik
terisolasi ≥ 140 dan < 90

Epidemiologi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala
yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung
koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah
menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di
beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka
jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah.
Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang
tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15
milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi
saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawati et al, 2007). Angka-angka
prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di
daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan
kesehatan. Baik dari segi case finding maupun penatalaksanaan pengobatannya.
Jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak
mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi
angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan
Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan angka
prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8% (Wade, 2003).

Manifestasi klinis
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang
timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala,
dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal,
mata, otak dan jantung (Julius, 2008).
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin
tidak menunjukkan gejala selama bertahun – tahun. Masa laten ini menyelubungi
perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat
gejala biasanya bersifat tidak spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain
yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat

46
di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui
dan tidak dirawat dapat mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark
miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan hipertensi
dapat menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas (Julius, 2008).

Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di
paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang
memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi
pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume
darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

47
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi
NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari
hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor
tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi
mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler,
viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural.
Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor
genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan
gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi
yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode
asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan
komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal,
retina dan susunan saraf pusat.
Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun
(dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien
umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi
pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia
40-60 tahun(Menurut Sharma S et al, 2008 dalam Anggreini AD et al, 2009).

Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Hipertensi
yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya
memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Dengan pendekatan sistem organ
dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu :

48
Tabel 2.2. Komplikasi Hipertensi Komplikasi Hipertensi
Sistem organ Komplikasi
Jantung Gagal jantung kongestif
Angina pectoris
Infark miokard
Sistem saraf pusat Ensefalopati hipertensif
Ginjal Gagal ginjal kronis
Mata Retinopati hipertensif
Pembuluh darah perifer Penyakit pembuluh darah perifer

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,
ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan
sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan
pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi
perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan
kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan
iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA) (Anggreini AD et al, 2009).

Etiologi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1.Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui peyebabnya, disebut
juga hipertensi idiopatik. Terdapat 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya,
seperti genetik, lingkungan, sistem renin angiotensin, sistem saraf otonom, dan faktor-
faktor yang meningkatkan risiko seperti merokok, alkohol, obesitas, dan lain-lain
(Lauralee, 2001).
2.Hipertensi sekunder, terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui,
misalnya
1) Penyakit ginjal : glomerulonefritis akut , nefritis kronis, penyakit poliarteritis,
diabetes nefropati,
2) Penyakit endokrin : hipotiroid, hiperkalsemia, akromegali,
3) koarktasio aorta,
4) hipertensi pada kehamilan,
5) kelainan neurologi,
6) obat-obat dan zat-zat lain (Lauralee, 2001).

49
Faktor resiko hipertensi
Dengan kemajuan dalam penelitian mengenai hipertensi ternyata masih banyak
lagi faktor yang berperan dalam mekanisme pengaturan tekanan darah yang belum
termasuk dalam teori mosaic. Multifaktorial yang dihubungkan dengan patogenesis
hipertensi primer yang terutama terdiri dari 3 elemen penting yaitu :
1. Faktor genetik
a. Peran faktor genetik dibuktikan dengan berbagai kenyataan yang dijumpai maupun
dari penelitian, misalnya:
- Kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot
dari pada heterozigot, apabila salah satu diantaranya menderita hipertensi.
- Kejadian hipertensi primer dijumpai lebih tinggi 3,8 kali pada usia sebelum 50
tahun, pada seseorang yang mempunyai hubungan keluarga derajat pertama yang
hipertensi sebelum usia 50 tahun.
- Percobaan pada tikus golongan Japanese spontaneosly hypertensive rat (SHR)
Dahl salt sensitive (DS) dan sal resistance (R) dan Milan hypertensive rat strain (MHS)
menunjukkan bahwa dua turunan tikus tersebut mempunyai faktor genetik yang secara
genetik diturunkan sebagai faktor penting timbulnya hipertensi, sedangkan turunan
yang lain menunjukkan faktor kepekaan terhadap garam yang juga diturunkan secara
genetik sebagai faktor utama timbulnya hipertensi (Majid, 2005).
b. Faktor yang mungkin diturunkan secara genetik antara lain : defek transport Na pada
membran sel, defek ekskresi natrium dan peningkatan aktivitas saraf simpatis yang
merupakan respon terhadap stress (Majid, 2005).
2. Faktor lingkungan
a.Keseimbangan garam
Garam merupakan hal yang amat penting dalam patofisiologi hipertensi primer.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa dengan asupan
garam yang minimal. Apabila asupan garam kurang dari 3 gram perhari, prevalensi
hipertensi beberapa persen saja, sedangkan apabila asupan garam antara 5-15 gram
perhari, prevalensi hipertensi menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap
timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung GFR
(glomerula filtrat rate) meningkat. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan
kelebihan ekskresi garam (pressure natriuresis) sehingga kembali kepada keadaan

50
hemodinamik yang normal. Pada penderita hipertensi, mekanisme ini terganggu
dimana pressure natriuresis mengalami “reset” dan dibutuhkan tekanan yang lebih
tinggi untuk mengeksresikan natrium, disamping adanya faktor lain yang berpengaruh
(Majid, 2005).
b.Obesitas
Banyak penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif diantara
obesitas (terutama upper body obesity) dan hipertensi. Bagaimana mekanisme obesitas
menyebabkan hipertensi masih belum jelas. Akhir-akhir ini ada pendapat yang
menyatakan hubungan yang erat diantara obesitas, diabetes melitus tipe 2,
hiperlipidemia dengan hipertensi melalui hiperinsulinemia (Majid, 2005).

C .Stress
Hubungan antara stress dan hipertensi primer diduga oleh aktivitas saraf simpatis
(melalui cathecholamin maupun renin yang disebabkan oleh pengaruh cathecolamin)
yang dapat meningkatkan tekanan darah yang intermittent. Apabila stress menjadi
berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menetap tinggi. Hal ini secara pasti
belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan dibuktikan, pemaparan terhadap
stress membuat binatang tersebut hipertensi (Majid, 2005).

d. Lain-lain
Faktor-faktor lain yang diduga berperan dalam hipertensi primer rasio asupan garam,
kalium, inakt ivitas fisik, umur, jenis kelamin dan ras (Majid, 2005).

Adaptasi perubahan struktur pembuluh darah


Perubahan adaptasi struktur kardiovaskular, timbul akibat tekanan darah yang
meningkat secara kronis dan juga tergantung dari pengaruh trophic growth
(angiotensin II dan growth hormon) (Majid, 2005).
Penurunan ekskresi natrium pada keadaan tekanan arteri normal mungkin
merupakan peristiwa awal dalam hipertensi esensial. Penurunan ekskresi natrium
kemudian dapat menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan
vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah meningkat. Pada keadaan tekanan darah
yang lebih tinggi, ginjal dapat mengekskresikan lebih banyak natrium untuk
mengimbangi asupan dan mencegah retensi cairan. Oleh karena itu, ekskresi natrium

51
akan berubah, tetapi tetap steady state (penyetelan ulang natriuresis tekanan). Namun,
hal ini menyebabkan peningkatan stabil tekanan darah.
Hipotesis alternatif menyatakan bahwa pengaruh vasokonstriktif (faktor yang
memicu perubahan vasokonstriksi fungsional atau rngsang yang memicu perubahan
struktural langsung di dinding pembuluh darah sehingga resistensi perifer meningkat)
merupakan penyebab primer hipertensi. Selain itu, pengaruh vasokonstriktif yang
kronis dan berulang dapat menyebabkan penebalan struktural pembuluh resistensi.
Pada model ini, perubahan struktural dinding pembuluh mungkin terjadi pada awal
hipertensi, mendahului dan bukan mengikuti vasokonstriksi.
Faktor lingkungan mungkin memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan
tekanan. Stres, kegemukan, merokok, aktivitas, fisik kurang, dan konsumsi garam
dalam jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi. Memang, bukti
yang mengaitkan tingkat asupan garam harian dengan prevalensi hipertensi pada
berbagai kelompok populasi sangat mengesankan. Selain itu, pada hipertensi esensial
dans ekunder, asupan natrium berlebihan memperparah penyakit.
Secara singkat, hipertensi esensial adalah suatu penyakit multifaktorial
kompleks. Faktor lingkungan (misal stres, asupan garam) memengaruhi variabel yang
mengendalikan tekanan darah pada orang yang secara genetis rentan. Gen kerentanan
untuk hipertensi esensial saat ini belum diketahui, tetapi mungkin mencakup gen yang
mengendalikan respon terhadap peningkatan beban natrium ginjal, kadar zat presor,
reaktivitas sel otot polos terhadap zat presor, atau pertumbuhan sel otot polos. Pada
hipertensi yang sudah terbentuk, peningkatan volume darah dan peningkatan resistensi
perifer berperan meningkatan tekanan darah.

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
 Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko tinggi
seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah <130/80 mmHg.
 Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
 Menghambat laju penyakit ginjal.

Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis sebagai
berikut:
52
Terapi Non Farmakologis
1. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.
Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan
darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat penting dalam
prevensi dan kontrol hipertensi.
2. Meningkatkan aktifitas fisik.
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada
yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak
>3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
3. Mengurangi asupan natrium.
Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat anti
hipertensi oleh dokter.
4. Menurunkan konsumsi kafein dan alcohol
Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alcohol lebih dari 2-3
gelas/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi.

Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu
diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker,
calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/
blocker (ARB).

53
C. STROKE HEMORAGIK

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan


fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999).

Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi
(lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999).
1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
a) Stroke iskemik
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis yang menyebabkan aliran darah ke
otak terhambat.
i. Trombosis serebri

54
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak
ii. Emboli serebri
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang
lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah
tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak
1 b) Stroke hemoragik
i. Perdarahan intraserebral
ii. Perdarahan subarakhnoid
iii. Pendarahan subdural
2) Berdasarkan stadium:
a) Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
b) Stroke in evolution
Gejala neurologik makin lama makin berat.
c) Completed stroke (Permanent stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
3) Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):
a) Tipe karotis
b) Tipe vertebrobasiler

Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan usia tiga
tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%. Dari semua stroke, orang yang
berusia lebih dari 65 tahun memiliki risiko paling tinggi yaitu 71%, sedangkan 25%
terjadi pada orang yang berusia 65-45 tahun, dan 4% terjadi pada orang berusia <45
tahun
b. Jenis kelamin

55
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata laki-laki banyak menderita
stroke dibandingkan perempuan.3 Insiden stroke 1,25 kali lebih besar pada laki-laki
dibanding perempuan.
c. Ras/etnis
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit putih. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup.
d. Genetik
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, jantung,
diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika
dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65
tahun, meningkatkan risiko terkena stroke.

Modifiable risk factors


a. Well-documented and modifiable risk
factors
i. Hipertensi b. Less well-documented and
ii. Paparan asap rokok modifiable risk factors
iii. Diabetes i. Sindroma metabolik
iv. Atrial fibrilasi dan beberapa ii. Penyalahgunaan alkohol
kondisi jantung tertentu iii. Penggunaan kontrasepsi oral
v. Dislipidemia iv. Sleep-disordered breathing
vi. Stenosis arteri karotis v. Nyeri kepala migren
vii. Sickle cell disease vi. Hiperhomosisteinemia
viii. Terapi hormonal pasca vii. Peningkatan lipoprotein (a)
menopause viii. Peningkatan lipoprotein-
ix. Diet yang buruk associated phospholipase
x. Inaktivitas fisik ix. Hypercoagulability
xi. Obesitas x. Inflamasi
xi. Infeksi

56
Stroke Hemoragik
Stroke hemorragic adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara
lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya
saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
Stroke hemorrhagic adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di
otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
stroke hemorrhagic adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya
pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang
menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak (disebut
hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam ruang
subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang
menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling
mematikan dan merupakan sebagian kecil dari stroke total yaitu 10-15% perdarahan
intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subaraknoid Stroke hemoragik
merupakan 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vascular
intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vascular yang
dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan
malformasi arteriovena (MAV).

Etiologi
Stroke hemorragic adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara
lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Penyebab perdarahan
otak yang paling lazim terjadi:
1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.

57
2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri
langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.

a. Perdarahan Sub Dural (PSD)


Perdarahan subdural terjadi diantara duramater dan araknoid. Perdaraha dapat
terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di
permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya araknoid.
Gejala-gejala perdarahan sub dural adalah nyeri kepala progresif, ketajaman
penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisiensi neorologik
daerah otak yang tertekan.
b. Perdarahan Sub Araknoid (PSA)
Perdarahan Subaraknoid (PSA) adalah keadaan akut dimana terdapatnya/masuknya
darah ke dalam ruangan subaraknoid, atau perdarahan yang terjadi di pembuluh darah di
luar otak, tetapi masih di daerah kepala seperti di selaput otak atau bagian bawah otak.6
PSA menduduki 7-15% dari seluruh kasus Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO).
PSA paling banyak disebabkan oleh pecahnya aneurisma (50%).
a. Gejala prodormal : nyeri kepala hebat dan akut hanya 10%, 90% tanpa keluhan sakit
kepala.
b. Kesadaran sering terganggu, dari tidak sadar sebentar, sedikit delirium sampai koma.
c. Fundus okuli : 10% penderita mengalami papil edema beberapa jam setelah
perdarahan.
d. Gangguan fungsi saraf otonom, mengakibatkan demam setelah 24 jam karena
rangsangan meningeal, muntah, berkeringat, menggigil, dan takikardi.

58
e. Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum disertai hamtemesis dan melena (stress ulcer),
dan sering disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria dan albuminuria.
c. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma, dimana 70%
kasus PIS terjadi di kapsula interna, 20% terjadi di fosa posterior (batang otak dan
serebelum) dan 10% di hemisfer (di luar kapsula interna). PIS terutama disebabkan oleh
hipertensi (50-68%)
Gejala prodormal tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan
seringkali di siang hari, waktu bergiat atau emosi/ marah. Pada permulaan serangan
sering disertai dengan mual, muntah dan hemiparesis. Kesadaran biasanya menurun dan
cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara ½-2 jam, dan
12% terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari).

Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk Sirkulus Willisi arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar
atau semua cabang-cabangnya.
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai
20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu
arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri
tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai
ke daerah tersebut.
Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang
terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1)
keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan trombosis,
robeknya dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat
gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3) gangguan
aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau
pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang
subaraknoid (Price et al, 2006).

59
Tindakan Medis Stroke Hemoragik
Tindakan medis pada stroke hemoragik ditujukan agar penderita tetap hidup
dengan harapan pendarahan dapat berhenti secara spontan. Sekali terjadi pendarahan
maka terapi medikanmentosa tidak dapat menghentikannya. Tindakan medis yang
dilakukan pada penderita stroke hemoragik meliputi :
1. Tindakan Operatif
Pertimbangan untuk melakukan operasi biasanya bila perdarahan berada di daerah
superficial (lobar) hemisfer serebri atau perdarahan sereberal. Penentuan waktu untuk
operasi masih bersifat kontroversial. Berdasarkan data mortalitas pasca operasi,
disimpulkan bahwa waktu untuk operasi adalah antara 7-9 pasca perdarahan. Tindakan
operasi segera setelah terjadi perdarahan merupakan tindakan berbahaya karena
terjadinya retraksi otak yang dalam keadaan membengkak. Sementara itu tindakan
operasi yang dini dapat menimbulkan komplikasi iskemi otak.
2. Tindakan Konservatif
a. Pencegahan peningkatan tekanan intrakranial lebih lanjut.
Upaya pencegahan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) lebih lanjut adalah
pengendalian hipertensi dan pengobatan kejang. Hipertensi yang menetap akan
meningkatkan edema otak dan TIK. Pengendalian hipertensi harus hati-hati karena
apabila terjadi hipotensi maka otak akan terancam iskemia dan kerusakan neuron. Obat
yang di anjurkan dalam mencegah peningkatan TIK adalah beta bloker atau obat yang
mempunyai aksi beta dan alfa bloking (misalnya labetolol), diberikan secara intravena
di kombinasikan dengan deuretika. Kejang biasanya terjadi pada perdarahan obar
sehingga pemberian anti konpulsan secara rutin tidak dianjurkan. Pada hiperglikemia
tidak diajurkan untuk diberi difenilhidantoin karena glukosa darah akan meninggi dan
kejang tidak terkontrol. Secara umum antikonfulson yang dianjurkan adalah
difenilhidantoin (bolus intravena) dan diazepam.
b. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial
Secara umum terapi untuk hipertensi intrakranial meliputi hiperventilasi, diuretika,
dan kortikosteroid. Hipertventilasi paling efektif untuk menurunkan hipertensi
intrakranial secara cepat, biasanya dalam beberapa menit untuk mencapai tingkat
hipokapnia antara 25-30 mmHg.

60
Urea intravena (0,30 gr/Kg BB), atau lebih umum dipakai manitol (0,25-1,0 gr/Kg
BB) dapat menurunkan TIK secara cepat, sering diberikan bersama-sama dengan
hiperventilasi pada kasus herniasi otak yang mengancam.

Tn. Budi, 55 tahun

Olahraga Tenis BSS tinggi


(kenaikan TD) Longstanding-
untreated HT

Sress hemodinamik
BV

Disfungsi endotel

Pembentukan AGE
Atherosklerosis
akibat glucose toxicity

Kelemahan dinding
pembuluh darah

aneurisma

Ruptur aneurisma Lesi hiperdens pada CT Scan


(arteri serebri media) bagian kapsula Interna

Arteri retikulostriata
Pendarahan
V. KERANGKA KONSEP Fagositosis oleh
makrofag
Akumulasi darah di
jaringan
Leukositosis
Kompresi jaringan
Peningkatan tekanan otot
intracranial

Iskemik
Sakit kepala, mual,
muntah
Disfungsi neuron

Fungsi motoris:
Nervus XII: Hemiparese dekstra
Nervus VII:
Bicara pelo tipe spastik
Lipatan Nasolabialis
Lidah deviasi
61 ke Refleks babinsky +
kanan datar
kanan Refleks fisiologis
Mulut Mengot ke kiri
ekstremitas kanan
meningkat
VI. KESIMPULAN
Tn Budi, 55 tahun, mengalami hilang kesadaran secara mendadak, mulut
mengot, dan bicara pelo karena menderita stroke hemorragik intracerebral.

62
DAFTAR PUSTAKA
1. Batubara, RN. 2013. Tinjauan Pustaka: Stroke.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37942/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada 15 Februari 2015.
2. Harahap, FH. 2011. Tinjauan Pustaka: Stroke.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24749/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada 15 Februari 2015.
3. Nainggolan, RP. 2010. Stroke Pendarahan Intraserebral.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19456/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada 15 Februari 2015.
4. Siagian, LO. 2010. Tinjauan Pustaka: Stroke.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19551/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada 15 Februari 2015.
5. Sinaga, SA. 2010. Tinjauan Pustaka: Stroke.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16617/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada 15 Februari 2015.
6. Sirait, M. 2011. Tinjauan Pustaka: Stroke.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30235/3/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada 15 Februari 2015.
7. Setyopranoto, Ismail. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_185Strokegejalapenatalaksanaan.pdf.
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Diakses pada 15 Februari 2015.
8. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6.
Jakarta: EGC.
9. Kapita Selekta Kedokteran Bagian llmu Penyakit Syaraf : Media Aesculapius;
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2000.
10. Lumbantobing, S.M : Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak : Fakultas
Keodkteran Universitas Indonesia
11. Maharmarjuna, DR. Prof ; Neurologi Klinik Dasar
12. Moore, Keith.L. 2010. Clinically Oriented Anatomy 6th edition: Lippincott
Williams & Wilkins: Philadelphia
13. Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

63

Anda mungkin juga menyukai