Anda di halaman 1dari 31

AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL TEMU IRENG

(Curcuma aeruginosa Roxb.) SEBAGAI ANTIPROLIFERASI


PADA SEL LESTARI TUMOR MCM/IPB-B3 DAN K562

FITRI HARDIANI FATHONAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan skripsi berjudul Aktivitas Ekstrak Etanol Temu
Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) sebagai Antiproliferasi pada Sel Lestari
Tumor MCM/IPB-B3 dan K562 adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015

Fitri Hardiani Fathonah


NIM B04100127
ABSTRAK
FITRI HARDIANI FATHONAH. Aktivitas Ekstrak Etanol Temu Ireng (Curcuma
aeruginosa Roxb.) sebagai Antiproliferasi pada Sel Lestari Tumor MCM/IPB-B3
dan K562. Dibimbing oleh EVA HARLINA dan BAMBANG PONTJO
PRIOSOERYANTO.

Pengobatan tumor secara konvensional menimbulkan imunosupresi dan efek


samping lainnya sehingga memberikan peluang bagi pertumbuhan tumor yang
progresif dan rekurens. Obat tradisional dapat menjadi alternatif dalam
pengobatan tumor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas
antiproliferasi ekstrak etanol temu ireng terhadap sel lestari tumor MCM/IPB-B3
dan K562 secara in vitro. Konsentrasi ekstrak etanol temu ireng yang digunakan
adalah 0 ppm (kontrol negatif), 12.5 ppm (P1), 25 ppm (P2), 37.5 ppm (P3), dan 50
ppm (P4). Sebagai kontrol positif digunakan doxorubicin. Pemanenan sel
dilakukan setelah confluence, yaitu pada hari ke tiga dan dilakukan penghitungan
jumlah seluruh sel menggunakan hemositometer Neubauer. Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan ANOVA dan Duncan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ekstrak etanol temu ireng memiliki daya penghambatan tertinggi pada
konsentrasi 50 ppm sebesar 63.33% pada sel lestari tumor (MCM/IPB-B3) dan
74.59% pada sel lestari tumor (K562). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak
etanol temu ireng berpotensi untuk dikembangkan menjadi senyawa antitumor.

Kata kunci: antiproliferasi, ekstrak temu ireng, in vitro, K562, MCM/IPB-B3,


tumor
ABSTRACT
FITRI HARDIANI FATHONAH. Ethanol Extract of Temu Ireng (Curcuma
aerugnosa Roxb.) as Antiproliferation on MCM/IPB-B3 and K562 Cell Lines.
Supervised by EVA HARLINA and BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO.

Conventional treatment on tumor cause immunosupression and other side


effect which provide opportunities for progressive tumor growth or recurrent.
Traditional medicine can be an alternative medicine for tumor treatment. The aim
of this research is to study the antiproliferation activities of ethanol extract of
temu ireng on MCM/IPB-B3 and K562 tumor cell lines by in vitro culture. The
concentration of ethanol extract of temu ireng were 0 ppm (negative control), 12.5
ppm (P1), 25 ppm (P2), 37.5 ppm (P3), and 50 ppm (P4) and as a positive control
was doxorubicin. The cells culture were harvested after three days or confluence
and all cells were counting by hemocytometer Neubauer. The data was analyzed
by ANOVA and Duncan. The result showed that ethanol extract of temu ireng had
the highest inhibitory effect on 50 ppm concentration both cell lines with
inhibitory activity were 63.33% (MCM/IPB-B3) cell line and 74.59% for (K562)
cell line. Based on those result concluded that ethanol extract temu ireng was
potentially develop as an antitumor.

Keywords: antiproliferation, in vitro, K562, MCM/IPB-B3, temu ireng extract,


tumor
AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL TEMU IRENG
(Curcuma aeruginosa Roxb.) SEBAGAI ANTIPROLIFERASI
PADA SEL LESTARI TUMOR MCM/IPB-B3 DAN K562

FITRI HARDIANI FATHONAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah
tumor, dengan judul Aktivitas Ekstrak Etanol Temu Ireng (Curcuma aeruginosa
Roxb.) sebagai Antiproliferasi pada Sel Lestari Tumor MCM/IPB-B3 dan K562.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ayahanda Lenur Komar, ibunda Titin
Kustinah, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dr Drh Eva Harlina, MSi, APVet dan
Bapak Prof Drh Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D, APVet selaku
pembimbing skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Drh Elok
Budi Retnani, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing
dan memberi nasihat positif.
Penghargaan penulis sampaikan kepada teman satu penelitian Ansenora
Bekris dan Faizal Rafiq, teman-teman Ganglion, serta sahabat terbaik penulis
Sefi, Dwi, Asa, Nadia, Nova, Mayah, Sinta, Firman, Danu, Abel, Gerard, Sri,
Ulfah, Benli, dan Faisal.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

Fitri Hardiani Fathonah


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii


DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Tumor 2
Biakan Sel Lestari Tumor 2
Temu Ireng 3
Doxorubicin 4
Kematian Sel 5
METODE 6
Tempat dan Waktu Penelitian 6
Alat dan Bahan 7
Metode Penelitian 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Penurunan Jumlah Sel Lestari Tumor MCM/IPB-B3 dan K562 8
Aktivitas Penghambatan (Antiprolifersi) Ekstrak Etanol Temu Ireng terhadap
Sel Lestari Tumor MCM/IPB-B3 dan K562 9
SIMPULAN DAN SARAN 13
Simpulan 13
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 16
RIWAYAT HIDUP 17
DAFTAR TABEL
1 Aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temu ireng terhadap
pertumbuhan sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 10

DAFTAR GAMBAR
1 Tanaman temu ireng dan rimpang temu ireng yang berkhasiat obat 3
2 Mekanisme kerja doxorubicin pada sel kanker 4
3 Mekanisme apoptosis melalui jalur ekstrinsik 5
4 Mekanisme apoptosis melalui jalur intrinsik 6
5 Skema hemositometer Neubauer 8
6 Penurunan jumlah sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 9
7 Mekanisme kerja kurkumin pada sel tumor 11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji statistik sidik ragam ANOVA terhadap aktivitas
penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCM/IPB-B3 16
2 Hasil uji statistik wilayah berganda Duncan terhadap aktivitas
penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCM/IPB-B3 16
3 Hasil uji statistik sidik ragam ANOVA terhadap aktivitas
penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor K562 16
4 Hasil uji statistik wilayah berganda Duncan terhadap aktivitas
penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor K562 16
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tumor merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang hewan piara
khususnya anjing. Selain tingkat kejadian yang cukup tinggi (mencapai 22%),
jenis tumor yang menyerang sangat beragam dengan tingkat keparahan penyakit
yang berbeda-beda (Priosoeryanto et al. 2000). Penyakit tumor atau neoplasma
merupakan salah satu masalah dalam dunia medis yang sangat penting untuk
segera ditangani. Penyebab tumor sangat bervariasi dan sangat kompleks sehingga
dalam penanganannya sangat sulit, apalagi biasanya penyakit diketahui sudah
mencapai stadium lanjut (Priosoeryanto et al. 2008).
Pengobatan tumor yang telah dilakukan diantaranya pembedahan,
cryosurgery, radioterapi, kemoterapi, terapi hormonal, imunoterapi, inhibitor
angiogenesis, dan metode lainnya seperti hipertermia (terapi panas) serta
fototerapi (terapi cahaya) (Sari 2008). Cara pengobatan kemoterapi dan radiasi
menurut Priosoeryanto et al. (2000) memiliki beberapa kelemahan antara lain sifat
toksiknya dapat menurunkan fungsi organ-organ tubuh. Oleh karena itu obat
tradisional dapat menjadi pilihan yang baik dalam pengobatan tumor. Hal ini
dikarenakan obat tradisional kurang memiliki efek samping dibandingkan obat-
obatan kimia. Selain itu obat tradisional juga mudah diperoleh dan dapat diramu
sendiri (Nugrahaningtyas et al. 2005). Depkes RI (1981) mendefinisikan obat
tradisional merupakan bahan-bahan obat yang berasal dari tumbuhan, hewan,
maupun bahan-bahan mineral.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang
sangat besar, termasuk didalamnya adalah berbagai tanaman obat. Depkes RI
(1981) mengindikasikan bahwa dari sekitar 326 perusahaan di Indonesia yang
bergerak dalam bidang farmasi, kosmetik dan makanan, menggunakan 180 jenis
tanaman. Jumlah total bahan baku yang digunakan kurang lebih sebanyak 6.223
ton. Depkes RI (1981) juga mencatat terdapat 45 jenis obat penting di Amerika
yang berasal dari tanaman, dan 18 jenis diantaranya berasal dari Indonesia. Temu
ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) merupakan salah satu dari sekian banyak
tanaman obat tradisional Indonesia. Temu ireng dipilih menjadi salah satu obat
tradisional untuk alternatif pengobatan tumor karena berkhasiat sebagai
antiradang, antibakteri, pembersih darah, antikoagulan, tonikum, pelindung hati
(hepatoprotektor), antibiotik, dan antineoplastik (antikanker).

Perumusan Masalah

Pengobatan tumor secara konvensional menyebabkan imunosupresi dan


efek samping lainnya, sehingga memberikan peluang bagi tumor untuk tumbuh
progresif dan rekurens.
2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aktivitas antiproliferasi ekstrak


etanol temu ireng terhadap sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 secara in
vitro.

Manfaat Penelitian

Pengetahuan tentang aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temu ireng


terhadap sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 akan bermanfaat sebagai dasar
untuk mempelajari khasiat temu ireng dalam mengatasi tumor.

TINJAUAN PUSTAKA

Tumor

Tumor atau neoplasma diartikan sebagai suatu gangguan pertumbuhan


dengan karakteristik proliferasi sel yang berlebihan, abnormal dan tidak terkontrol
dari sel yang mengalami transformasi atau perubahan pada satu atau lebih tempat
utama dalam tubuh inang, dan umumnya disertai dengan metastasis atau
penyebaran ke bagian lain dari tubuh inang (Priosoeryanto et al. 2008). Aliza et
al. (2011) mendefinisikan tumor sebagai penyakit yang disebabkan adanya
pertumbuhan sel-sel yang telah kehilangan daya aturnya dengan menyerang
berbagai macam sel, jaringan, ataupun organ.
Penyebab tumor sangat kompleks, hal ini berkaitan dengan paparan agen
karsinogen, kokarsinogen lingkungan, dan faktor predisposisi inang
(Priosoeryanto et al. 2002). Menurut Pinilih (2006), penyebab tumor dapat
dibedakan menjadi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi usia,
diet, dan hormon. Faktor ekstrinsik dapat berasal dari lingkungan seperti agen
biologik, fisik, dan kimia.
Beberapa cara pengobatan kanker yaitu dengan operasi (pembedahan),
radiasi, chemotherapy, dan cancer immunotherapy (Pinilih 2006). Priosoeryanto
et al. (2000) menyatakan bahwa cara pengobatan dengan menggunakan
kemoterapi dan radiasi memiliki beberapa kelemahan antara lain karena sifat
toksiknya dapat menurunkan fungsi fisiologik organ-organ tubuh.

Biakan Sel Lestari Tumor

Sel lestari tumor adalah sel yang berasal dari tumor atau jaringan yang
sudah dibiakkan secara berkala, ditumbuhkembangkan dan dipelihara serta
disimpan dalam nitrogen cair. Keistimewaan dari sel lestari adalah sifatnya yang
immortal karena dapat hidup pada kondisi media yang minimal (Suindra 2005).
Sel MCM/IPB-B3 merupakan sel lestari tumor hasil rekayasa dari sel
MCM-B2 yang telah dihilangkan enzim thymidine kinasenya, yaitu enzim yang
berhubungan dengan regulasi, katalitik dan struktur gen, dan berfungsi sebagai
3

pasokan metabolik. Sel MCM-B2 diisolasi dari benign mixed tumor kelenjar
mamari anjing pemburu betina berumur 10 tahun, dengan cara pembedahan,
dengan massa tumor berukuran 3 cm x 5 cm. Beberapa penemuan menunjukkan
adanya kemungkinan bahwa sel lestari tumor ini berasal dari sel induk (stem cell)
atau sel atipikal. Sel lestari ini digunakan sebagai model untuk mempelajari
diferensiasi dan proliferasi sel pada tumor mamari anjing (Priosoeryanto et al.
1995). Secara mikroskopis kultur sel menunjukkan koloni monolayer. Di dalam
matriks gel kolagen, sel tumbuh membentuk koloni tiga dimensi berukuran besar
dengan pola bercabang. Nukleus besar, organel-organel intrasitoplasmik dan
filamen-filamen intermediet yang bervariasi diantara sel terlihat dengan
pemeriksaan sitoplasmik. Sel tumor ini memiliki jumlah kromosom abnormal.
Secara histologis, hasil transplantasi tumor dari sel kultur serupa dengan
karsinoma anaplastik.
Sel K562 adalah sel lestari yang berasal dari darah seorang wanita penderita
leukemia kronis, yang berusia 53 tahun pada tahun 1970, dan bersifat suspensi.
Leukemia (kanker darah) merupakan penyakit kanker yang ditandai oleh
pertambahan sel darah putih atau leukosit, dengan bentuk yang tidak normal,
proses berlangsung cepat dan tidak terkendali (Pinilih 2006).
Kedua jenis sel lestari dipelihara dan ditumbuhkembangkan dalam medium
BME/F-12 yang berisi 10% Fetal Calf Serum (FCS), 100 IU penisilin dan 100 µg
streptomisin dalam inkubator CO2 bersuhu 37 oC. Biakan sel lestari kemudian
disimpan dalam nitrogen cair hingga siap digunakan untuk pengujian aktivitas
antiproliferasi secara in vitro.

Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)

Temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) termasuk dalam famili


Zingiberaceae dan genus Curcuma. Tanaman ini memiliki nama daerah temu
erang (Sumatera), koneng hideung (Sunda), temu ireng (Melayu dan
Minangkabau), temu ereng (Madura), temu leteng (Makasar), temu lotong
(Bugis), dan temu ireng (Jawa dan Bali) (MTIC 2002).
Temu ireng dapat tumbuh pada kisaran iklim yang luas di daerah tropis dan
subtropis (Asia Selatan dan Tenggara). Tanaman ini merupakan tanaman
berbatang lunak tahunan yang biasa hidup di bawah naungan tanaman lain.
Habitat yang paling sesuai adalah daerah yang tidak terkena sinar matahari secara
langsung dan kelembapan tinggi (Gambar 1).

Gambar 1 Tanaman temu ireng (kiri) dan rimpang temu ireng yang berkhasiat
obat (kanan) (Dalimartha 2003)
4

Temu ireng mengandung minyak atsiri (turmerone, zingiberene),


kurkuminoid (kurkumin I, II, dan III), alkaloid, saponin, pati, damar atau getah,
dan lemak (Setiyono 2014). Zat warna kuning kurkuminoid terdiri dari 62%
kurkumin dan 38% desmetoksikurkumin (Sari 2008). Menurut Martha Tilaar
Innovation Center (MTIC), kadar minyak atsiri temu ireng sebanyak 2%.
Disamping itu, tanaman ini mengandung flavonoid dan polifenol
(Nugrahaningtyas et al. 2005).
Rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) merupakan salah satu
tanaman obat tradisional yang dapat dimanfaatkan sebagai obat cacing
(anthelmintik) (Putri 2009). Kurkuminoid diketahui memiliki efek antitoksin
(Setiyono 2014), dan flavonoid berkhasiat sebagai antihipertensi, merangsang
pembentukan estrogen, antifungal, dan insektisida (Nugrahaningtyas et al. 2005).

Doxorubicin

Doxorubicin merupakan agen kemoterapi yang sering digunakan dalam


pengobatan kanker payudara. Doxorubicin memiliki beberapa efek samping
diantaranya menyebabkan resistensi dan kardiotoksik sehingga akan beresiko
tinggi bila digunakan dalam konsentrasi yang tinggi (Meiyanto 2008).

Gambar 2 Mekanisme kerja doxorubicin pada sel kanker (Kim et al. 2009)

Doxorubicin bekerja dengan cara merusak DNA. DNA yang telah rusak
tersebut menginduksi mitokondria untuk melepaskan sitokrom c yang akan
mengaktifkan kaspase, sehingga berefek apoptosis. P-glycoprotein menghambat
kerja doxorubicin dengan cara drug efflux. BCL-2 dan BCL-XL adalah protein
yang menghambat pelepasan sitokrom C, sedangkan XIAP adalah protein yang
menghambat kaspase (Gambar 2).
5

Kematian Sel

Kematian sel dapat disebabkan oleh berbagai cara. Kematian sel


diklasifikasikan menjadi dua tipe, yakni nekrosis dan apoptosis. Nekrosis
merupakan salah satu pola dasar kematian sel yang bersifat irreversible
disebabkan hipoksia, iskemia, dan kerusakan membran sel (Zachary dan McGavin
2012). Apoptosis adalah suatu proses kematian sel yang terprogram, diatur secara
genetik, bersifat aktif, ditandai dengan adanya kondensasi kromatin, fragmentasi
sel, dan fagositosis sel tersebut oleh tetangganya.
Prinsip terjadinya inisiasi apoptosis berasal dari dua jalur, yakni ekstrinsik
dan intrinsik. Jalur ekstrinsik diinisiasi melalui stimulasi reseptor kematian,
sedangkan jalur intrinsik diinisiasi melalui pelepasan faktor signal dari
mitokondria dalam sel.

Gambar 3 Mekanisme apoptosis melalui jalur ekstrinsik (Zachary dan Mc Gavin


2012)

Apoptosis melalui jalur ekstrinsik dimulai dari pelepasan molekul signal


yang disebut ligan oleh sel lain, tapi bukan berasal dari sel yang akan mengalami
apoptosis. Ligan tersebut berikatan dengan Tumor Necrosis Factor (TNF) yang
merupakan death receptor yang terletak di permukaan sel dan menginduksi
apoptosis (CCRC 2012). Ligan yang berikatan dengan reseptor akan membentuk
trimer dengan adaptor Fas Associeted Death Domain (FADD) yang akan
membentuk pro kaspase 8. Kemudian menjadi kaspase aktif 8 yang akan menjadi
executioner kaspase sehingga menyebabkan apoptosis (Gambar 3).
6

Gambar 4 Mekanisme apoptosis melalui jalur intrinsik (CCRC 2012)

Stres mitokondria yang menginduksi apoptosis jalur intrinsik disebabkan


oleh senyawa kimia atau kehilangan faktor pertumbuhan, sehingga menyebabkan
gangguan pada mitokondria dan terjadi pelepasan sitokrom c dari intermembran
mitokondria. Protein kaspase 8 akan akan memotong BCL-2 kemudian akan
menginduksi insersi Bax dan Bad (CCRC 2012). Protein Bax dan Bad merupakan
protein yang dapat meningkatkan permeabilitas membran mitokondria terhadap
sitokrom c, yang selanjutnya berikatan dengan Apoptosis Protease Activating
Factor-1 (APAF-1), dan membentuk apoptosome yang akan mengaktifkan
kaspase 9. Kaspase 9 selanjutnya akan mengaktifkan kaspase 3 sehingga
terjadilah proses kematian sel (Gambar 4).

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 hingga Januari 2015 di


Laboratorium Kultur Jaringan, Divisi Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi,
dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
7

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tissue culture plate 24
well, mikroplate ELISA 96 well, pipet, mikropipet, tabung ependorf 1.5 ml,
inkubator 37 oC (5% CO2), bunsen, laminar air flow, vortex, hemositometer
Neubauer, cover slip, dan mikroskop cahaya.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel lestari tumor
MCM/IPB-B3 dan K562, ekstrak etanol temu ireng yang diperoleh dari Pusat
Studi Biofarmaka, Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM), Fetal Bovine
Serum (FBS), gentamisin, fungizon, doxorubicin, dimetilsulfoksida (DMSO), dan
trypan blue.

Metode Penelitian

Metode penelitian ini berdasarkan metode Priosoeryanto et al. (1995), yaitu:

1. Persiapan media dan ekstrak


Media yang digunakan adalah 0.80 ml DMEM yang ditambahkan 50 µl
antibiotik (gentamisin) dan 30 µl FBS. Ekstrak etanol temu ireng diperoleh
dengan metode soxhletasi menggunakan pelarut etanol 70%. Sebanyak 0.1 g
ekstrak dilarutkan dalam 400 µl DMSO, kemudian diencerkan sebanyak 5
kali, sehingga konsentrasi ekstrak yang digunakan yaitu 12.5 ppm, 25 ppm,
37.5 ppm, dan 50 ppm.

2. Penanaman sel
Suspensi sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 dicairkan terlebih
dahulu (thawing). Setelah cair, suspensi sel dihomogenkan dengan vortex.
Penanaman sel dilakukan pada tissue culture plate 24 well yang berisi
medium penumbuh dengan empat konsentrasi ekstrak (12.5 ppm, 25 ppm,
37.5 ppm, dan 50 ppm), tidak ditambah ekstrak sebagai kontrol negatif, dan
ditambah 10 µl doxorubicin sebagai kontrol positif. Sebanyak 50 µl suspensi
sel lestari ditambahkan ke setiap lubang. Volume total cairan dalam satu
lubang adalah 1 ml. Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Suspensi sel
tumor ditumbuhkan dengan menginkubasikannya dalam inkubator 37 oC (5%
CO2).

3. Pemanenan dan penghitungan sel


Pemanenan sel lestari tumor dilakukan apabila sel pada lubang kontrol
sudah tumbuh optimal menutupi sekitar 70% permukaan lubang (confluence)
atau, kira-kira setelah 3 hari. Suspensi sel dihomogenkan menggunakan
mikropipet dengan cara dihisap dan dikeluarkan. Sebanyak 100 µl suspensi
sel yang telah homogen diletakkan dalam mikroplate ELISA yang sudah
berisi 5 µl pewarna trypan blue, agar sel lestari tumor dapat tampak jelas di
bawah mikroskop, kemudian dihomogenkan. Sebanyak 10 µl suspensi sel
dengan kepadatan 5 x 103 sel/ml diteteskan pada hemositometer Neubauer,
dan dilakukan penghitungan jumlah sel di bawah mikroskop cahaya dengan
perbesaran 100x. Sel yang dihitung adalah sel yang berada pada kotak tengah
kamar hitung. Semua sel dihitung, baik sel hidup maupun sel yang sudah
8

mati. Garis kiri dan atas pada kotak dihitung untuk kotak yang bersangkutan,
sedangkan garis kanan dan bawah pada kotak dihitung untuk kotak
berikutnya, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Skema hemositometer Neubauer

Hasil penghitungan sel dikonversikan ke dalam jumlah sel per ml


suspensi dengan menggunakan rumus :

Jumlah sel/ml = jumlah sel yang dihitung x faktor volume x faktor pengencer

= jumlah sel yang dihitung x 104 x 5 x 10-2

Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase aktivitas


pertumbuhan dan penghambatan sel tumor adalah sebagai berikut :
Jumlah rataan sel perlakuan
% aktivitas pertumbuhan = x 100%
Jumlah rataan sel kontrol negatif

% aktivitas penghambatan = 100% - (% aktivitas pertumbuhan)

4. Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam
ANOVA dan dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan untuk melihat
perbedaan antar kelompok perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penurunan Jumlah Sel Lestari Tumor MCM/IPB-B3 dan K562

Pemberian ekstrak etanol temu ireng dengan konsentrasi bertingkat


menurunkan jumlah sel tumor, yang menandakan adanya aktivitas antiproliferasi
ekstrak terhadap pertumbuhan sel lestari tumor. Penurunan jumlah sel lestari
tumor MCM/IPB-B3 dan K562 disajikan pada Gambar 6.
9

Gambar 6 Penurunan jumlah sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 pada
berbagai konsentrasi ekstrak temu ireng

Gambar 6 menunjukkan bahwa penurunan jumlah sel lestari tumor


berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi ekstrak etanol temu ireng.
Terlihat pula ekstrak etanol temu ireng memiliki aktivitas antiproliferasi yang
lebih baik terhadap sel lestari tumor K562 dibandingkan sel lestari tumor
MCM/IPB-B3. Hal ini diduga karena sel lestari tumor K562 memiliki sifat
establish sedangkan MCM/IPB-B3 memiliki sifat unestablish, sehingga sel lestari
tumor K562 lebih peka terhadap ekstrak etanol temu ireng dibandingkan sel
lestari tumor MCM/IPB-B3.

Aktivitas Penghambatan (Antiproliferasi) Ekstrak Etanol Temu Ireng


terhadap Sel Lestari Tumor MCM/IPB-B3 dengan K562

Ekstrak etanol temu ireng memiliki kemampuan untuk menghambat


pertumbuhan sel lestari tumor, baik sel lestari tumor MCM/IPB-B3 maupun
K562. Perbandingan aktivitas penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor
MCM/IPB-B3 dan K562 dapat dilihat pada Tabel 1.
10

Tabel 1 Aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temu ireng terhadap pertumbuhan


sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562
Perlakuan Aktivitas penghambatan (%)
MCM/IPB-B3 K562
a
K (-) 0.00 ± 23.45 0.00 ± 12.00a

P1 24.40 ± 13.06b 8.47 ± 10.06a

P2 29.13 ± 9.34b 30.81 ± 9.57b

P3 52.26 ± 10.94c 48.71 ± 5.99c

P4 63.33 ± 5.43c 74.59 ± 2.74d

K (+) 92.95 ± 1.72d 87.76 ± 1.64d

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
nyata (p<0.05); K(-): Kontrol negatif, tidak diberi ekstrak; P1: diberi ekstrak 12.5
ppm; P2: diberi ekstrak 25 ppm; P3: diberi ekstrak 37.5 ppm; P4: diberi ekstrak 50
ppm; K(+): Kontrol positif, diberi doxorubicin

Penambahan ekstrak etanol temu ireng pada dua jenis sel lestari tumor
MCM/IPB-B3 dan K562 secara umum memperlihatkan penghambatan
pertumbuhan, walaupun aktivitas tersebut bervariasi tergantung dosis ekstrak.
Tabel 1 menunjukkan bahwa aktivitas penghambatan (antiproliferasi) ekstrak
terhadap sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 semakin meningkat seiring
dengan peningkatan konsentrasi ekstrak yang diberikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sel lestari tumor MCM/IPB-B3,
pemberian ekstrak etanol temu ireng memberikan efek antiproliferasi yang
berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan K (-). Aktivitas penghambatan ekstrak
konsentrasi 25 ppm tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan 12.5 ppm, begitupun
konsentrasi 50 ppm tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan 37.5 ppm. Seluruh
aktivitas antiproliferasi ekstrak berbeda nyata (p<0.05) dengan kelompok K(+).
Pemberian ekstrak etanol temu ireng mulai menghambat proliferasi sel
tumor K562 secara nyata (p<0.05) pada dosis 25 ppm. Aktivitas antiproliferasi
ekstrak semakin meningkat dan berbeda nyata (p<0.05) pada konsentrasi 25 ppm,
37.5 ppm, dan 50 ppm. Namun, aktivitas antiproliferasi konsentrasi 50 ppm tidak
berbeda nyata (p>0.05) dibandingkan dengan K (+). Aktivitas antiproliferasi
tertinggi diperoleh pada konsentrasi 50 ppm, yaitu 63.33% pada sel lestari tumor
MCM/IPB-B3, dan 74.59% pada sel lestari K562.
Adanya perbedaan aktivitas antiproliferasi ekstrak terhadap kedua jenis sel
tumor diduga karena tiap sel memiliki respon yang berbeda terhadap ekstrak, yang
dikaitkan dengan mekanisme metabolisme dan struktur sel tersebut (Ananta
2000). Menurut Pinilih (2006), sel K562 dalam pertumbuhannya tidak
memerlukan support untuk menempel pada dasar media. Selain itu sel K562
bersifat establish (mapan), sehingga penambahan ekstrak sebesar 12.5 ppm,
belum mengganggu aktivitasnya.
MCM/IPB-B3 merupakan sel lestari hasil rekayasa dari sel lestari MCM-
B2, yang diduga berasal dari sel induk (stem cell) atau sel atipikal. Menurut
11

Saputra (2006), salah satu sifat sel induk yaitu mempunyai kapasitas proliferasi
yang tinggi sehingga dapat diperoleh sel dalam jumlah besar dari sumber yang
terbatas. Hilangnya thymidine kinase pada MCM/IPB-B3 menurunkan pasokan
metabolik yang dapat menyebabkan percepatan kematian sel. Kemungkinan lain
adalah jumlah reseptor senyawa temu ireng pada sel lestari tumor berbeda-beda.
Diduga sel lestari tumor K562 memiliki jumlah reseptor yang lebih banyak
dibandingkan MCM/IPB-B3.
Komponen utama yang berkhasiat dalam rimpang temu ireng adalah
kurkuminoid dan minyak atsiri (Setiyono 2014). Menurut Nugrahaningtyas et al.
(2005), flavonoid dalam temu ireng juga memiliki beberapa khasiat, salah satunya
sebagai antitumor. Kurkumin mempunyai aktivitas farmakologi yang sangat luas
antara lain sebagai antiinflamasi, antioksidan, dan antikanker (Khairinal 2012).
Senyawa kurkumin dapat menghambat proliferasi beberapa jenis sel tumor
termasuk diantaranya B-cell dan T-cell Leukemia, colon carcinoma, dan
epidermoid carcinoma cell line (Bharti el al. 2003). Kurkumin juga dapat
menghambat proliferasi sel kanker payudara secara in vitro melalui program
apoptosis.
Apoptosis merupakan program bunuh diri sel. Program ini memiliki peranan
penting untuk menjaga homeostasis perkembangbiakan sel. Salah satu peran
pentingnya adalah untuk membatasi proliferasi sel yang tidak diperlukan, yang
mungkin dapat menyebabkan kanker. Pada sel-sel kanker program apoptosis ini
telah mengalami gangguan sehingga sel akan mengalami metastasis (penyebaran
kanker) lebih lanjut tanpa terkendali (Peter et al. 1997)

Gambar 7 Mekanisme kerja kurkumin pada sel tumor (Wu et al. 2010)

Gambar 7 menjelaskan mekanisme antiproliferasi pada kurkumin sehingga


menyebabkan apoptosis sel. Senyawa kurkumin bekerja dengan meningkatkan
Bad dan Bax sebagai protein proapoptotik, sedangkan protein anti apoptotik yakni
12

BCL-XL dan BCL-2 dihambat (Wu et al. 2010). Mekanisme tersebut terjadi pada
membran mitokondria, yang menyebabkan peningkatan sitokrom c. Peningkatan
sitkrom c akan menginduksi kaspase-9, dan kemudian mengaktifkan kaspase-3
sehingga menyebabkan apoptosis.
Choudri et al. (2002) mengemukakan bahwa apoptosis pada sel lestari
tumor kelenjar mamari MCF-7 yang diinduksi oleh kurkumin melalui induksi
p53-Bax. Protein p53 merupakan protein tumor supresor dan regulator, yang
diaktivasi oleh adanya kerusakan DNA atau stres tertentu pada sel. Protein ini
dapat memacu apoptosis melalui peningkatan ekspresi Bax, suatu gen yang
berperan dalam proses apoptosis. Namun peningkatan ekspresi Bax belum cukup
untuk memacu proses apoptosis sehingga masih diperlukan pemacu lainnya. Bax
bersama-sama dengan protein lainnya yaitu Bad, akan mengaktifkan sitokrom c
yang dilepas dari mitokondria, dan selanjutnya akan terjadi aktivasi berantai
terhadap kaspase 9, kaspase 3 sampai akhirnya terjadi apoptosis (Nurrochmad
2004).
Penelitian lain menunjukkan bahwa apoptosis oleh kurkumin disebabkan
adanya peningkatan permeabilitas membran mitokondria, sehingga berakibat
pembengkakan sel, hilangnya potensial membran, dan terhambatnya sintesis ATP.
Hal ini diperantarai oleh pembukaan lubang transisi membran mitokondria (Morin
et al. 2001).
Minyak atsiri telah lama dikenal sebagai sumber terapi yang penting, yaitu
sebagai senyawa antibakteri dan antikanker (Setyawan 2003). Minyak atsiri
merupakan suatu campuran senyawa mudah menguap yang kebanyakan tergolong
terpenoid (Setyawan 2003). Menurut Laidlaw dan Swendseid (1991), terpenoid
merupakan salah satu komponen kemopreventif tumor yang dapat menghambat
inisiasi dan perkembangan tumor.
Temu ireng mengandung kadar minyak atsiri sebesar 0,5-1% (Setyawan
2003), yang terdiri atas turmerone dan zingiberene (Setiyono 2014). Turmerone
mempunyai fungsi sebagai antiinflamasi, hepatoprotektor, antimikroba,
penyembuh luka luar, antitumor, dan antivirus (Hapsari 2006).
Flavonoid berasal dari bahasa latin yakni flavus yang berarti kuning dan
termasuk senyawa polyphenolic yang menyebabkan pigmen berwarna merah,
biru, ungu, dan lain sebagainya pada tanaman. Flavonoid berkhasiat sebagai
antialergi, antiinflamasi, antimikrobial, dan antikanker. Seperti halnya kurkumin,
mekanisme kerja flavonoid terhadap sel tumor adalah dengan memacu apoptosis.
Sel tumor diinduksi oleh kurkumin melalui induksi protein p53.
Ekstrak etanol temu ireng memiliki aktivitas antiproliferasi pada sel lestari
tumor MCM/IPB-B3 dan K562, namun efektivitasnya belum sebaik doxorubicin.
Jika dibandingkan dengan doxorubicin, kurkumin sebagai komponen aktif temu
ireng telah dibuktikan aman secara farmakologis. Percobaan klinis pada manusia
tidak menunjukkan adanya toksisitas pada pemberian konsentrasi lebih dari 10
g/hari (Cheng et al. 2001). Doxorubicin memiliki beberapa efek samping
diantaranya menyebabkan kardiotoksik sehingga beresiko tinggi bila digunakan
dalam konsentrasi yang tinggi (Meiyanto et al. 2008).
13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstrak etanol temu ireng memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel


tumor MCM/IPB-B3 dan K562 secara in vitro. Peningkatan aktivitas
antiproliferasi seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak. Temu ireng
memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi salah satu bahan antitumor.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan berupa uji aktivitas antiproliferasi


ekstrak etanol temu ireng terhadap jenis sel lestari yang lain. Selain itu, penelitian
lanjutan mengenai mekanisme aksi komponen aktif temu ireng yang dapat
menghambat pertumbuhan sel tumor dalam upaya penemuan obat antitumor yang
lebih spesifik dan efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Aliza KD, Sutriana A, Rahmi E, Budiman NH. 2011. Pengaruh pemberian ikan
yang diasinkan dalam menginduksi tumorigenesis rongga hidung pada
tikus Sprague Dawley. Jurnal Kedokteran Hewan 5(1):38-42.
Bharti AC, Donato N, Singh S, Aggarwal BB. 2003. Curcumin
(diferloymethane) down-regulates the constitutive action of nuclear factor-
KB and IKBa kinase in human multiple myeloma cell, leading to
suppression of proliferation and induction of apoptosis. Blood 101
(3):1053-1062.
[CCRC] Cancer Chemoprevention Research Center. 2012. Peran Mitokondria
dalam Apoptosis. [Internet]. [diunduh 2015 Juni 26]. Tersedia pada:
http//ccrc.farmasi.ugm.ac.id.
Cheng AL et al. 2001. Phase clinical trial of curcumin, a chemopreventive agent,
in patients with high-risk or pre malignant lesions. Anticancer Res
21:2895-2900.
Choudri T, Pal S, Agwarwal ML, Das T, Sa G. 2002. Curcumin induces
apoptosis in human breast cancer cells through p53-dependent Bax
induction. FEBS Lett 512(113):334-340.
Dalimartha S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 3. Jakarta (ID):
Puspa Swara.
[DEPKES] Departemen Kesehatan RI. 1981. Pemanfaatan Tanaman Obat. Edisi
kedua. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI.
Hapsari N. 2006. Uji Banding Efektivitas Kunyit (Curcuma longalinn) 100%
dengan Ketokonazol 2% secara In Vitro terhadap Pertumbuhan Candida
albicans pada Kandidiasis Vaginalis. [Karya Tulis Ilmiah]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
14

Jenie RS dan Meiyanto E. 2007. Ko-kemoterapi ekstrak etanolik daun sambung


nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) dan doxorubicin pada sel
kanker payudara. Farmasi Indonesia 18(2): 81-87.
Khairinal. 2012. Efek Kurkumin terhadap Proliferasi Sel Limfosit dari Limpa
Mencit C3H Bertumor Payudara secara In Vitro. [Tesis]. Depok (ID):
Universitas Indonesia.
Kim DW, Kim KO, Shin MJ, Ha JH, Seo SW, Yang J, dan Lee SY. 2009.
siRNA-based targeting of antiapoptotic genes can reverse
chemoresisteance in P-glycoprotein expressing chondrosarcoma cels.
Molecular cancer 8(28): 8.
Laidlaw SA, Swenseid ME. 1991. Vitamins and Cancer Prevention. USA (US):
Willey Liss Inc.
[MTIC] Martha Tilaar Innovation Center. 2002. Budi Daya Secara Organik
Tanaman Obat Rimpang. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Meiyanto E, Susidarti RA, Handayani S, Rahmi F. 2008. Ekstrak etanolik biji
buah pinang (Areca catechu L.) mampu menghambat proliferasi dan
memacu apoptosis sel MCF-7. Majalah Farmasi Indonesia 19(1):12-19.
Morin D, Barthelemy S, Zini R, Labidalle S, Tillement JP. 2001. Curcumin
induced the mitochondrial permeability transition pore mediated by
membran protein thiol oxidation. FEBS Lett 495 (1-2):131-136.
Nugrahaningtyas KKD, Matsjeh S, Wahyuni TD. 2005. Isolasi dan indentifikasi
senyawa flavonoid dalam rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa
Roxb.). Jurnal Biofarmasi 3(1):32-38.
Nurrochmad A. 2004. Pandangan baru kurkumin dan aktivitasnya sebagai
antikanker. Jurnal biofarmasi 2(2):75-80.
Peter ME, Houfelder AE, Heugartner MO. 1997. Advance in apoptosis research.
Proceding of National Academic of Science of the United Stated of
America 94: 12736-12737.
Pinilih WD. 2006. Aktifitas Antiproliferasi Subfraksi C1 Rimpang Temu Putih
(Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe) pada Sel Lestari Tumor secara In
Vitro. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Priosoeryanto BP, Huminto H, Wibawan IWT. 2000. Pendekatan pencegahan
dan pengobatan penyakit interferon rekombinan (rIFN) dan kombinasinya
[Laporan]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Priosoeryanto BP, Huminto H, Wibawan IWT, Tiuria R, Tateyama S. 2002.
Morphological characteristics of in vitro cultured cell derived from tumor
in domestic animals. Jurnal Hayati 9(4): 49-54.
Priosoeryanto BP, Huminto H, Wibawan IWT, Tiuria R, Yamaguchi R, Uchida
K, Tateyama S. 2008. Ultrastructural study of In Vitro tumor-cultured cells
in domestic animals. Hayati 9(4):105-108.
Priosoeryanto BP, Tateyama S, Yamaguchi R, Uchida K. 1995. Estabilishent of
a cell line (MCM-B2) from benign mixed tumour of canine mammary
gland. Research in Veterinary Science 58:272-276. Canadian J. Vet. Res.
59:67-69.
Priosoeryanto BP, Tateyama S, Yamaguchi R, Uchida K. 1995. Antiproliferation
and colony-forming inhibition activities of recombinant feline interferon
(rFeIFN) on various cells in vitro. Canadian J. Vet. Res. 59:67-69.
15

Putri DK. 2009. Efek ekstrak rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa)
terhadap derajat karusakan hati ayam petelur yang diinfeksi cacing
(Ascaridia galli) [Artikel Ilmiah]. Surabaya (ID): Universitas Airlangga.
Saputra V. 2006. Dasar-dasar stem cell dan potensi aplikasinya dalam ilmu
kedokteran. Cermin Dunia Kedokteran 153:21-25.
Sari R. 2008. Aktifitas Antiproliferasi Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) pada Sel Lestari Tumor MCA-B1 dan MCM-B2
secara In Vitro. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Setiyono KA, Bermawie. 2014. Gambaran histopatologis dan klinis ayam herbal
setelah diuji tantang dengan virus avian influenza H5N1. Jurnal
Kedokteran Hewan 8(1):30-34.
Setyawan AD. 2003. Keanekaragaman kandungan minyak atsiri rimpang temu-
temuan (Curcuma). Biofarmasi 1(2): 44-49.
Suindra. 2005. Efektivitas ekstrak kloroform biji blustru (Luffa cylindrica)
terhadap aktivitas penghambatan sel lestari tumor MCM B2 dan HeLa
secara in vitro. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wu SH et al. 2010. Curcumin induces apoptosis in human non-smaal cell lung
cancer NCI-H460 cells through ER stress and caspase cascade and
mitochondria-dependent pathways. Anticancer Research 30: 2125-2134.
Zachary JF dan McGavin. 2012. Pathologic Basis of Veterinary Disease.
Missouri (US): Elsevier.
16

Lampiran 1 Hasil uji statistik sidik ragam ANOVA terhadap aktivitas


penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCM/IPB-B3
Sumber Jumlah Derajat Ragam F hitung Signifikansi
keragaman kuadrat bebas kuadrat (p<0,05)
tengah

Between Groups 26467.426 5 5293.485 33.092 0.000


Within Groups 7678.222 48 159.963
Total 34145.648 53

Lampiran 2 Hasil uji statistik wilayah berganda Duncan terhadap aktivitas


penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCM/IPB-B3
Konsentrasi Perlakuan Aktivitas Penghambatan (%)
K(-) 0 ± 23.45a
12.5 24.40 ± 13.06b
25 29.13 ± 9.34b
37.5 52.26 ± 10.94c
50 63.33 ± 5.43c
K(+) 92.95 ± 1.72d

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan bedaan nyata
(p<0.05)

Lampiran 3 Hasil uji statistik sidik ragam ANOVA terhadap aktivitas


penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor K562
Sumber Jumlah Derajat Ragam F hitung Signifikansi
keragaman kuadrat bebas kuadrat (p<0,05)
tengah

Between Groups 12471.259 5 2494.252 39.072 0.000


Within Groups 3064.222 48 63.838
Total 15535.481 53

Lampiran 4 Hasil uji statistik wilayah berganda Duncan terhadap aktivitas


penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor K562
Konsentrasi Perlakuan Aktivitas Penghambatan
K(-) 0 ± 12.00a
12.5 8.47 ± 10.06a
25 30.81 ± 9.57b
37.5 48.71 ± 5.99c
50 74.59 ± 2.74d
K(+) 87.76 ± 1.64d

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan bedaan nyata
(p<0.05)
17

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Fitri Hardiani Fathonah merupakan anak


satu-satunya dari pasangan Lenur Komar dan Titin Kustinah. Penulis dilahirkan di
Sumedang, 2 Mei 1992. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMA
Negeri 1 Pamanukan pada tahun 2010 kemudian pada tahun yang sama diterima
di Institut Pertanian Bogor dengan mayor Fakultas Kedokteran Hewan melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis
pernah bergabung menjadi anggota Agriaswara dan Himpro Ruminansia.

Anda mungkin juga menyukai