Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Biologi, Volume 2 No 4, Oktober 2013

Hal. 16-24

DAYA ANTIBAKTERI BERBAGAI KONSENTRASI MINYAK ATSIRI


RIMPANG TEMU HITAM (Curcuma aeruginosa roxb.) TERHADAP
Bacillus subtilis DAN Staphylooccus aureus SECARA IN VITRO

Khodijah Baharun, Isworo Rukmi, Arina Tri Lunggani, Enny


Fachriyah

Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Tembalang,


Semarang 50275 Telepon (024) 7474754; Fax. (024) 76480690

Abstract

The rhizome of Curcuma aeruginosa has essential oils compounds and has been used
traditionally to help for nourish the skin, asthma, appetite enhancer, and as anthelmintik.
Bacillus subtilis and Staphylococcus aureus are gram positive bacteria that can cause skin
disorder such allergic and acne. The aim of this research was to know antibacterial capacity
of essential oils from C. aeruginosa in various concentrations against B.subtilis and S.aureus
using disc diffusion method. This research was conducted using RAL design (Completely
Randomized Design) with concentration of essential oils as a treatment, i.e. 25, 50, 75, and
100% (pure extract without dilution). The result showed that essential oils of C. aeruginosa
has antibacterial capacity for both bacteria with different effect depending on the
concentrations tested. Essential oils of C. aeruginosa with 100% concentration showed the
highest antibacterial capacity against S. aureus, whereas all concentrations of essential oils
from C. aeruginosa showed weak antibacterial capacity against B. subtilis.

Keyword : Curcuma aeruginosa Roxb., distillation, essential oils, antibacterial, S.aureus,


B.subtilis

Abstrak

Rimpang Curcuma aeruginosa mempunyai kandungan senyawa minyak atsiri dan telah
banyak dimanfaatkan secara tradisional untuk membantu memelihara kulit, obat asma,
penambah nafsu makan, dan sebagai anthelmintik. Bacillus subtilis dan Staphylococcus
aureus merupakan bakteri gram positif yang dapat menyebabkan kesehatan kulit terganggu
antara lain alergi dan jerawat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui daya antibakteri
minyak atsiri rimpang C.aeruginosa pada berbagai konsentrasi terhadap B. subtilis dan S.
aureus dengan menggunakan metode difusi cakram. Penelitian dilakukan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi minyak atsiri sebagai perlakuan, yaitu
25, 50, 75 dan 100% (ekstrak murni tanpa pengenceran). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa minyak atsiri temu hitam mempunyai daya antibakteri terhadap kedua bakteri uji
dengan kekuatan yang berbeda-beda tergantung konsentrasi yang diujikan. Minyak atsiri C.
aeruginosa konsentrasi 100% menunjukkan daya antibakteri yang kuat terhadap S. aureus,
sedangkan terhadap B. subtilis semua perlakuan konsentrasi minyak atsiri rimpang
C.aeruginosa menunjukkan daya antibakteri yang lemah.

Kata kunci : Curcuma aeruginosa Roxb., penyulingan, minyak atsiri, antibakteri, S. aureus,
B. subtilis
Jurnal Biologi, Volume 2 No 4, Oktober 2013
Hal. 16-24

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara merupakan salah satu bakteri yang


yang terkenal dengan sumber daya dapat menyebabkan alergi pada kulit
alam melimpah, baik sumber daya yang terpapar bakteri ini (Cartwright,
tumbuhan maupun hewan yang 2009). S. aureus adalah bakteri yang
tersebar di berbagai daerah. Salah dapat mengakibatkan penyakit pada
satunya adalah tanaman obat. kulit seperti jerawat (Brooks dkk.,
Pengembangan produksi tanaman obat 2001).
ini semakin pesat karena kesadaran Rahayu dkk (1992) menyatakan
masyarakat yang meningkat tentang temu-temuan mengandung minyak
manfaat tanaman obat. Masyarakat atsiri yang berfungsi sebagai
semakin sadar akan pentingnya back antiseptik. Sifat toksik alami minyak
to nature dengan memanfaatkan obat- atsiri berguna dalm pengobatan
obat alami karena resiko efek samping (Setyawan, 2003). Hasil penelitian
penggunaannya jauh lebih aman Sundari dan Winarno (2001)
dibandingkan obat-obat kimia. menemukan ekstrak etanol temu hitam
Keuntungan lain dari penggunaan dapat menghambat pertumbuhan
tanaman obat adalah mudah diperoleh jamur Epidermo floccosum. Penelitian
dan tanaman tersebut dapat ditanam di Philip et al., (2009) membuktikan
pekarangan sendiri serta murah. bahwa ekstrak etil asetat dari rimpang
Salah satu tanaman obat yang temu hitam dapat menghambat
dapat dimanfaatkan sebagai obat alami pertumbuhan bakteri Pseudomonas
adalah temu hitam (Curcuma aeruginosa, S. aureus, dan B. subtilis.
aeruginosa Roxb.). Kartasapoetra Penelitian-penelitian yang telah
(2004) mengatakan tanaman temu dilakukan membuktikan bahwa ekstrak
hitam (C. aeruginosa Roxb.) etanol dan etil asetat dari rimpang
merupakan tanaman famili temu hitam memiliki efek antijamur
Zingiberaceae yang penting sebagai dan antibakteri. Penelitian ini
bahan obat. Temu hitam telah banyak menggunakan minyak atsiri rimpang
dimanfaatkan secara empiris untuk temu hitam (C.aeruginosa) untuk
membantu memelihara kesehatan menghambat pertumbuhan dua jenis
kulit, sebagai obat asma, batuk, bakteri, yaitu B. subtilis dan S. aureus
penambah nafsu makan, anthelmintik. dengan konsentrasi yang berbeda.
Temu hitam mengandung minyak
atsiri, kurkuminoid (kurkumin I, II, Bahan dan Metode
III), alkaloid, saponin, pati, damar, dan
lemak (Balittro, 2006). Kandungan Bahan Penelitian
minyak atsiri rimpang temu hitam Bahan yang digunakan dalam
menurut Agusta (2011) antara lain penelitian ini adalah rimpana temu
1,8-cineole, zedoarol, isocurcumenol, hitam (C.aeruginosa Roxb.) umur 10
curcumenol, dan furanodienone, bulan dari Bandungan, Nutrient Broth
curzerenone. (NB Pronadisa), Nutrient Agar (NA
Bacillus subtilis dan Oxoid), isolat B.subtilis (dari UGM
Staphylococcus aureus merupakan Yogyakarta),isolat S.aureus
bakteri dari kelompok bakteri gram (Laboratorium Jurusan Biologi FSM
positif yang sering menyebabkan Undip), akuades, alkohol, tisu, kasa,
penyakit pada manusia. B. subtilis spiritus, kapas, larutan tween 20,
Jurnal Biologi, Volume 2 No 4, Oktober 2013
Hal. 16-24

kertas saring Whatman no. 42, ditambahkan tween 20 sebanyak 5 µL


Na2SO4 anhidrat, vaselin, dan (Nabigol and Morshedi, 2011).
alumunium voil.
c. Penyiapan bakteri B. subtilis dan S.
Metode aureus
a. Penyulingan minyak atsiri rimpang Stok kultur bakteri B. subtilis
temu hitam (Yuliani dkk., 2011) dan S. aureus dibuat dengan menanam
Minyak atsiri diekstraksi masing-masing satu ose bakteri ke NA
menggunakan metode penyulingan miring diinkubasi pada suhu ruang
uap dan air (destilasi uap dan air). selama 24 jam. Inokulum bakteri untuk
Rimpang dicuci hingga bersih, diiris uji aktivitas antibakteri dilakukan
tipis-tipis kira-kira 2-3 mm, kemudian dengan menginokulasikan satu ose
dijemur di bawah sinar matahari masing-masing biakan bakteri ke
dengan ditutup kain hitam hingga dalam erlenmeyer yang berisi NB steril
kering. Rimpang yang telah kering 50 mL dan diagitasi dengan rotary
ditimbang terlebih dahulu sebanyak shaker dengan kecepatan 120 rpm
1,5 kg, dan dimasukkan ke dalam alat pada suhu ruang, kemudian kerapatan
destilasi yang telah diisi air sampai suspensi dihitung untuk mendapatkan
batas saringan, kemudian peralatan kepadatan bakteri 108CFU/mL (Lalitha,
destilasi dipasang dan dipanaskan. 2004).
Proses destilasi dilakukan selama 5
jam. d. Pengujian antibakteri
Minyak dari hasil destilasi yang Suspensi bakteri B. subtilis dan
terkumpul dimasukkan ke dalam botol S. aureus (108CFU/mL) dimasukkan ke
vial sedangkan fraksi air yang dalam cawan petri steril masing-
diperoleh dibuang. Pemurnian minyak masing sebanyak 1 mL, kemudian
atsiri temu hitam dilakukan dengan dituangi 20mL NA steril dan dibiarkan
menambahkan Na2SO4 anhidrat untuk memadat. Masing-masing kertas
memisahkan minyak atsiri yang masih saring Whatman no. 42 dengan
bercampur dengan fraksi air. Minyak diameter 6 mm yang telah diberi
atsiri yang diperoleh disimpan dalam berbagai konsentrasi larutan minyak
botol vial yang telah dilapisi alumunium atsiri C. aeruginosa sebanyak 3 µL
voil dan disimpan pada suhu 40C didiamkan selama ±5 menit agar
sebelum digunakan untuk uji aktivitas minyak atsiri terserap ke dalam kertas
antibakteri. saring, kemudian dengan pinset steril
diletakkan di atas media NA yang telah
b. Pembuatan seri konsentrasi larutan berisi suspensi bakteri B. subtilis dan
Minyak atsiri hasil penyulingan S. aureus (Poeloengan dan Praptiwi,
merupakan minyak atsiri dengan 2010). Masing-masing cawan petri
konsentrasi 100%. Seri konsentrasi berisi lima cakram kertas dengan
larutan minyak atsiri dibuat dengan konsentrasi yang berbeda-beda
rumus V1.C1 = V2.C2. Minyak atsiri (kontrol, 25%, 50%, 75% dan 100%).
dilarutkan dengan akuades steril untuk Setiap perlakuan konsentrasi diulang
mempeoleh variasi konsentrasi (v/v) tiga kali (Cappuccino and Sherman,
yang diinginkan yaitu 25%, 50%, dan 1987). Larutan tween 20 (5µl) dalam
75%, agar minyak atsiri larut akuades steril digunakan sebagai
sempurna dalam akuades maka kontrol (Winarti, 2010). Semua cawan
petri diinkubasi dalam inkubator suhu
Jurnal Biologi, Volume 2 No 4, Oktober 2013
Hal. 16-24

ruang selama 24 jam. Diameter simplisia temu hitam, dan setelah


hambatan diukur dengan jangka didestilasi menghasilkan minyak atsiri
sorong termasuk diameter kertas berwarna kuning sebanyak ±7 ml yang
cakram yang digunakan (Lalitha, berbau khas, dengan indeks bias
2004). 1,5045 pada suhu 250C (Gambar 4.1).
Indeks bias minyak atsiri yang
e. Analisis Data diperoleh masih dalam kisaran indeks
Penelitian ini dilakukan dengan bias minyak atsiri yang ditentukan
Metode Rancangan Acak Lengkap pola pada suhu 200C yaitu berkisar 1,4600-
faktorial 2x3 tunggal yaitu konsentrasi 1,5100 (Guenther, 1987).
minyak atsiri (25%, 50%, 75%, dan Rendemen minyak atsiri yang
100% v/v) dan jenis bakteri dengan diperoleh dalam penelitian ini sebesar
tiga kali ulangan, dan dilakukan untuk 0,23%, sedangkan Setyawan (2003)
masing-masing bakteri uji. Parameter mendapatkan rendemen minyak atsiri
yang diamati adalah diameter daerah temu hitam sebesar 0,5 - 1%.
hambatan. Data yang diperoleh Perbedaan rendemen minyak atsiri
dianalisis dengan analisis sidik ragam yang diperoleh dari kedua penelitian ini
yaitu dengan uji F pada taraf diduga karena perbedaan tempat
kepercayaan 95% dan 99%. tumbuh, musim pemanenan dan
tahapan proses yang dilakukan.
Hasil dan Pembahasan Rimpang temu hitam pada penelitian
ini diperoleh dari Bandungan,
Penelitian ini menggunakan Kabupaten Semarang, sedangkan
rimpang temu hitam umur 10 bulan Setyawan (2003) menggunakan
yang diperoleh dari Bandungan. rimpang temu hitam yang diperoleh
Pemilihan umur rimpang ditentukan dari Surakarta. Panen rimpang temu
berdasarkan pengalaman petani temu hitam pada penelitian ini adalah musim
hitam bahwa rimpang temu hitam hujan sedangkan Setyawan (2003)
menghasilkan kadar minyak atsiri melakukan panen rimpang pada musim
terbanyak pada umur 10 bulan. Hal ini kemarau. Selain itu, cara distilasi yang
sesuai dengan pernyataan Heriana digunakan oleh Setyawan (2003)
(2008) bahwa kadar minyak atsiri adalah distilasi air dan rimpang dalam
terbanyak dihasilkan saat rimpang bentuk serbuk namun, penelitian ini
belum bertunas, mengeluarkan batang menggunakan cara distilasi uap air dan
dan daun. Pengeringan 10 kg rimpang rimpang yang digunakan dalam bentuk
temu hitam basah menghasilkan ±3 kg simplisia.

Gambar 4.1. Minyak atsiri hasil destilasi


Jurnal Biologi, Volume 2 No 4, Oktober 2013
Hal. 16-24

Uji aktivitas antibakteri berbagai CFU/ml) secara in vitro menunjukkan


konsentrasi minyak atsiri rimpang hasil positif (Gambar 4.2).
temu hitam terhadap S. aureus (1,37 x
108 CFU/ml) dan B. subtilis (1,30 x 108
Z

(a) (b)
Gambar 4.2. Aktivitas antibakteri minyak atsiri temu hitam terhadap S. aureus dan B.
subtilis pada berbagai konsentrasi dengan metode difusi agar; Z=Zona hambat. a) S.
aureus ; b) B. subtilis

Gambar 4.2 menunjukkan daya minyak atsiri. Rata-rata diameter zona


antibakteri tiap konsentrasi minyak hambat yang terbentuk terhadap
atsiri temu hitam terhadap S. aureus kedua bakteri uji terlihat pada Gambar
dan B. subtilis, terlihat adanya zona (4.3).
hambat dengan diameter yang berbeda
pada tiap perlakuan konsentrasi
Rata-Rata Diameter Zona Hambat (mm)

S.aureus

B.subtilis

Konsentrasi Minyak Atsiri (%)

Gambar 4.3. Rata-rata diameter zona hambat minyak atsiri temu hitam terhadap bakteri S.
aureus dan B. subtilis

Berdasarkan Gambar 4.3 di atas semakin besar daya antibakteri


terlihat bahwa semakin tinggi terhadap pertumbuhan kedua bakteri
konsentrasi minyak atsiri temu hitam, uji. Diameter zona hambat yang
Jurnal Biologi, Volume 2 No 4, Oktober 2013
Hal. 16-24

terbentuk berbanding lurus dengan empat, yaitu positif kuat (zona hambat
konsentrasi minyak atsiri yang ≥20 mm), sedang (zona hambat 15 –
digunakan. Daya antibakteri tetinggi 19 mm), lemah (zona hambat ≤14
terhadap kedua bakteri uji dihasilkan mm), dan negatif (-) (Cockerill, 2012).
pada konsentrasi 100%, sedangkan Minyak atsiri rimpang temu hitam pada
kontrol tidak menunjukkan adanya konsentrasi 100% menunjukkan daya
daya antibakteri terhadap kedua antibakteri kuat terhadap S. aureus
bakteri uji. (Gambar 4.3), daya antibakteri sedang
Daya antibakteri minyak atsiri pada konsentrasi 75%, dan daya
rimpang temu hitam terhadap S. antibakteri lemah pada konsentrasi
aureus menunjukkan perbedaan yang 50% dan 25%. Minyak atsiri temu
nyata pada setiap konsentrasi yang hitam menunjukkan daya antibakteri
digunakan dan kontrol (Tabel L.5). yang lemah terhadap B. subtilis,
Gambar 4.3 menunjukkan pada B. karena rata-rata diameter zona
subtilis hanya konsentrasi 100% yang hambat yang terbentuk pada semua
berbeda nyata, sedangkan daya konsentrasi menunjukkan <14 mm.
antibakteri pada perlakuan konsentrasi Aktivitas antibakteri yang
75%, 50% dan 25% memperlihatkan ditunjukkan oleh minyak atsiri rimpang
perbedaan yang tidak nyata. Daya temu hitam disebabkan oleh
antibakteri tertinggi terjadi pada kandungan senyawa terpen
konsentrasi 100%, hal ini disebabkan diantaranya adalah monoterpena dan
karena minyak atsiri pada perlakuan ini seskuiterpena yang merupakan
murni, sehingga konsentrasi senyawa komponen utama minyak atsiri
bioaktifnya mampu menghambat berbagai rimpang dan mempunyai
pertumbuhan bakteri uji dibandingkan aktivitas antibakteri (Sundari dan
konsentrasi yang lain dan kontrol. Winarno, 2001). Senyawa terpen
Mekanisme penghambatan suatu zat merupakan hasil metabolit sekunder
antibakteri dipengaruhi oleh beberapa pada tanaman yang berfungsi untuk
faktor, salah satu diantaranya adalah pertahanan dari mikroba (Bobbarala,
konsentrasi. Semakin tinggi 2012a). Agusta (2011) menyatakan
konsentrasi bahan yang diuji semakin bahwa kandungan minyak atsiri
banyak zat aktif yang terkandung di rimpang temu hitam adalah
dalamnya, sehingga daya curzerenone, 1,8-cineole, camphor,
penghambatan semakin kuat zedoarol, isocurcumenol, curcumenol,
(Bobbarala, 2012a). Kontrol tidak dan furanodienone. Menurut Harborne
memperlihatkan adanya zona hambat et al., (1999) camphor dan 1,8-cineole
di sekitar kertas cakram, hal ini merupakan golongan monoterpen yang
menunjukkan bahwa tween 20 (5µl) berfungsi sebagai antiseptik dan Sirat
yang digunakan pada penelitian ini et al., (1998) mengelompokkan
tidak mempunyai aktivitas antibakteri, curzerenone, Zedoarol, isocurcumenol,
sehingga zona hambat yang terjadi curcumenol, dan furanodienone ke
merupakan aktivitas minyak atsiri dalam golongan seskuiterpen.
temu hitam. Tween 20 berfungsi Ekstrak etil asetat temu hitam
sebagai pengemulsi minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan
dalam akuades steril (Nabigol and bakteri Pseudomonas aeruginosa (7,8
Morshedi, 2011). mm), S.aureus (6,7 mm), dan B.
Aktivitas antibakteri dari suatu subtilis (9 mm) pada konsentrasi 500
bahan dapat digolongkan menjadi mg/ml (Philip et al., 2009). Penelitian
Jurnal Biologi, Volume 2 No 4, Oktober 2013
Hal. 16-24

tersebut menggunakan metode sel bakteri, bahkan dapat


ekstraksi dan etil asetat sebagai menyebabkan kematian bakteri.
larutan penyari. Jenis larutan penyari Hasil penelitian ini menunjuk-
yang digunakan dalam ekstraksi kan bahwa S. aureus lebih rentan
menentukan senyawa yang akan terhadap minyak atsiri temu hitam
terekstrak. Etil asetat merupakan dibanding B. subtilis, hal ini diduga
cairan penyari semi polar yang umum disebabkan perbedaan morfologi kedua
digunakan untuk menyari senyawa bakteri gram positif tersebut. Gambar
flavonoid dan senyawa fenol lainnya (2.5.1) menunjukkan S. aureus
(Mulyati, 2009), sedangkan pada memiliki morfologi kokus (bulat)
penelitian ini menggunakan metode sedangkan B. subtilis (Gambar 2.5.2)
destilasi uap air dan senyawa yang memiliki morfologi batang pendek,
terekstrak adalah minyak atsiri. sehingga luas permukaan kedua
Aktivitas antibakteri oleh senyawa bakteri ini berbeda. Hartsock (2003)
fenol mempengaruhi sintesis dinding menyatakan ukuran sel bakteri
sel bakteri (Bobbarala, 2012a) mempengaruhi beberapa aspek
sehingga apabila sintesis dinding sel ini pertahanan sel bakteri, misalnya cepat
terhambat, maka sel bakteri akan atau lambatnya sel mengambil dan
mengalami lisis dan terjadi kematian menyerap nutrisi maupun senyawa lain
sel bakteri. serta mengekskresikan kotoran
Aktivitas antibakteri dari berbanding terbalik dengan ukuran sel.
senyawa terpen diduga dengan Hal ini menunjukkan sel yang
mengganggu fungsi membran sel berukuran lebih luas kecepatan dalam
bakteri (Bobbarala, 2012a). Minyak pengambilan dan penyerapan nutrisi
atsiri memiliki sifat lipofilik sehingga maupun senyawa lain serta
akan melarutkan membran sel bakteri mengekskresikan kotoran akan lebih
yang tesusun atas fosfolipid. Membran lambat. S. aureus yang berukuran lebih
sel bakteri tersusun dari fosfolipid dan kecil lebih cepat menyerap nutrisi dan
protein yang berfungsi dalam proses senyawa lain dibandingkan B. subtilis
transpor aktif, pelindung selektif dan yang berukuran lebih luas. Minyak
mengontrol komposisi internal sel atsiri yang telah berdifusi ke dalam
(Cavalieri, 2005). Senyawa media NA sebagai nutrisi kedua bakteri
menoterpen dan seskuiterpen yang menjadikan kedua bakteri yang
terkandung dalam minyak atsiri temu diujikan terhambat pertumbuhannya
hitam pada konsentrasi tertentu akan karena adanya aktivitas antibakteri
berikatan dengan membran sel bakteri, dalam minyak atsiri temu hitam.
sehingga fungsi membran sel menjadi
terganggu dan pertumbuhan sel Kesimpulan
menjadi terhambat. Bobbarala (2012b)
menyatakan bahwa membran sel Minyak atsiri temu hitam mampu
bakteri diketahui merupakan pelindung menghambat pertumbuhan bakteri
selektif, namun peka terhadap zat S. aureus dan B. subtilis dengan
kimia dan beberapa agen bakterisida kekuatan yang berbeda-beda
mampu mengubah komponen kimia tergantung konsentrasi yang
membran sel bakteri yang dapat digunakan. Daya antibakteri minyak
mengganggu fungsi normalnya, atsiri temu hitam paling kuat
sehingga menghambat pertumbuhan ditunjukkan pada konsentrasi 100%
terhadap S. aureus, sedangkan
Jurnal Biologi, Volume 2 No 4, Oktober 2013
Hal. 16-24

terhadap B. subtilis semua perlakuan Cavalieri,S.J.,


konsentrasi minyak atsiri temu hitam R.J.Harbeck.,Y.S.McCarter.,
menunjukkan daya antibakteri lemah. J.H.Ortez., I.D.Rankin., R.L.
Semakin tinggi konsentrasi suatu zat Sautter., S.E.Sharp., and
antibakteri maka semakin banyak zat C.A.Spiegel. 2005. Manual of
aktif yang terkandung di dalamnya Antimicrobial Susceptibility
sehingga daya antibakteri semakin Testing. Departements of
kuat pula. Laboratory Medicine and
Microbiology. University of
Daftar Pustaka Washington, Washington.
Cockerill, F.R. 2012. Performance
Agusta, A. 2011. Perbandingan Standards for Antimicrobial Disk
Komponen Kimia Rimpang Temu Susceptibility Test ; Approved
Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) Standard –Eleventh Edition.
Dan Temu Putih (Curcuma Clinical and Laboratory Standard
zedoaria) Asal Jepang. Institute. Wayne, USA.
Laboratorium Fitokimia : Bidang Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri jilid 1
Botani. Puslit Biologi-LIPI. . Alih Bahasa : S.Ketaren.
Bakkali, F., S. Averbeck, D. Averbeck, Penerbit UI Press, Jakarta.
and M. Idaomar. 2007. Biological Harborne, J. B., Herbert B., and Gerard
Effects of Essential Oils. Food and P.M. 1999. Phytochemical
Chemical Toxicology 46 (2008) Dictionary : A Handbook of
:446-475. Bioactive Compounds from
Balittro. 2006. Mengatasi Demam Plants second edition. Taylor &
Berdarah Dengan Tanaman Francis Ltd. London.
Obat. Warta Penelitian dan Hartsock, A. 2003. Bacterial Cytoplasm
Pengembangan Pertanian 28 & Cell Membrane : Structure and
(6). Component.
Bobbarala, V. 2012a. A Search for http//www.education-
Antibacterial Agents. Rijeka. portal.com 18 September 2013.
Kroasia. Kartasapoetra, G. 2004. Budidaya
__________ . 2012b. Antimicrobial Tanaman Berkhasiat Obat.
Agents. Rijeka. Kroasia. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Brooks, G. F., J. S. Butel, dan S. A. Madigan, M. T., J. M. Martinko, D. A.
Morse. 2001. Mikrobiologi Stahl, and D. P. Clark. 2012.
Kedokteran Buku I. Alih Bahasa Biology of Microorganism 13th
: Bagian Mikrobiologi Fakultas edition. Pearson Education Inc,
Kedokteran UNAIR. Salemba San Francisco.
Medika, Jakarta. Mulyati, E. S. 2009. Uji Aktivitas
Cappucino, J. G., and N. Sherman. Antibakteri Ekstrak Etil Asetat
1987. Microbiology: A Laboratory Daun Ceremai (Phyllantus
Manual. The Benjamin/Cummings acidus (L.) Skeels) Terhadap
Publishing Company Inc. California Staphylococcus aureus Dan
USA. Escherichia coli Dan
Cartwright, P. 2009. Bacillus subtilis- Bioautografinya. Skripsi.
Identification & Safety. Probiotic Fakultas Farmasi Univ.
News. Issue (2). Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta.
Jurnal Biologi, Volume 2 No 4, Oktober 2013
Hal. 16-24

Nabigol, A. and H. Morshedi. 2011. Jurusan Kimia Fakultas


Evaluation of Antifungal Activity Matematika dan Ilmu
of The Iranian Thyme Essential Pengetahuan Alam Universitas
Oils on The Postharvest Diponegoro Semarang.
Pathogens of Strawberry Fruits. Semarang.
African Journal of Biotechnology Yuliani, R., P. Indrayudha, dan S.S.
48 (10). 9864-9869. Rahmi. 2011. Aktivitas
Philip, K., S. N. A. Malek, W. Sani, S. K. Antibakteri Minyak Atsiri Daun
Shin, S. Kumar, H. S. Lai, L. G. Jeruk Purut (Cytrus hystrix)
Serm, and S. N. S. A. Rahman. Terhadap Staphylococcus
2009. Antimicrobial Activity of aureus Dan Escherichia coli.
Some Medicinal Plants from Pharmacon 12 (2) : 50-54.
Malaysia. American Journal of
Applied Science 6 (8) : 1613-
1617.
Poeloengan, M., dan Praptiwi. 2010. Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana Linn.,). Artikel
Media Litbang Kesehatan XX (2)
: 65-69.
Rahayu, R. D., Chairul, dan M.
Harapini. 1992. Uji Pendahuluan
Toksisitas Ekstrak Curcuma
xanthorhiza Roxb., Curcuma
aeruginosa Roxb., dan
Kaempferia pandurata. Seminar
Hasil Litbang SDH. Puslitbang
LIPI-Bogor.
Setyawan, A. D. 2003.
Keanekaragaman Kandungan
Minyak Atsiri Rimpang Temu-
Temuan (Curcuma). Biofarmasi
1 (2) : 44-49. ISSN : 1693-
2242.
Sirat, H.M., Jamil S., and Hussain J.
1998. Essential Oils of Curcuma
aeruginosa Roxb. from Malaysia.
Journal of Essential Oil Research
10(4) : 453-458.
Sundari, D., dan M. W. Winarno. 2001.
Informasi Tumbuhan Obat
sebagai Antijamur. Cermin
Dunia Kedokteran 130 : 28-31.
Winarti. 2010. Isolasi, Identifikasi Dan
Uji Aktivitas Antibakteri Minyak
Atsiri Akar Sidaguri (Sida
rhombifolia Linn.). Skripsi :

Anda mungkin juga menyukai