Anda di halaman 1dari 14

A.

Topik
Daya Antimikroba Tanaman Berhasiat Obat Terhadap Bakteri Dengan Metode
Difusi Agar.
B. Waktu Pelaksanaan
Kamis, 09 November 2017 (Praktikum)
Jumat, 10 November 2017 (Pengamatan)
C. Tujuan
Untuk mengetahui daya antimikroba dari salah satu macam tanamana berhasiat obat
(belimbing wuluh) terhadap bakteri dengan metode difusi agar
D. Landasan Teori
Pemanfaatan bahan alam sebagai pengobatan kini mulai diminati lagi oleh
masyarakat (back to nature). Penggunaan tamanan untuk penyembuhan suatu penyakit
didasarkan pada pengalaman yang diwariskan oleh generasi terdahulu kepada generasi
berikutnya yang lebih dikenal dengan sebgai obat tradisional. Tanaman berkhasiat obat
mempunyai nilai lebih ekonomis dan efek samping lebih kecil dibandingkan dengan
obat-obat sintesis, karena itu penggunaan tumbuhan obat dengan formulasi yang
tepat sangat penting dan tentunya lebih aman dan efektif (Wasitaatmadja dalam
Dewanti & Wahyudi. 2011).
Menurut Hastuti (2012) berbagai jenis tanaman berkhasiat obat telah banyak
dimanfaatkan untuk mengobati berbagai macam penyakit. Masyarakat menggunakan
daun jambu biji untuk mengobati diare, daun patikan cina (Euphorbia thimifolia) untuk
mengobati penyakit disentri basiler, daun sirih (Piper betle L.) untuk mengobati
penyakit batuk, dsb. Dalam tanaman, berkhasiat obat terkandung senyawa-senyawa
yang bersifat antimikroba.
Tanaman obat berkhasiat lainnya yaitu buah belimbing wuluh (Averrhoa blimbi L).
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang
sering digunakan sebagai obat tradisional. Tanaman ini banyak dimanfaatkan untuk
mengatasi berbagai penyakit seperti batuk, diabetes, rematik, gondongan, sariawan,
sakit gigi, gusi berdarah, jerawat, diare sampai tekanan darah tinggi
(Wijayakusuma, 2006)
Belimbing wuluh disebut Averrhoa bilimbi L, yang termasuk dalam famili
Oxalidaceae. Tanaman ini dikenal dengan nama daerah limeng, selemeng, beliembieng,
blimbing buloh, limbi, libi, tukurela dan malibi. Nama asingnya bilimbi, cucumber tree
dan kamias . Adapun, Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh adalah (Dasuki,
1991)
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub-kelas : Rosidae
Ordo : Geraniales
Familia : Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa bilimbi L
Hasil uji skrining fitokimia pendahuluan terhadap ekstrak kental methanol buah
belimbing diketahui positif mengandung senyawa golongan flavonoid, alkaloid,
saponin, dan minyak atsiri dengan kemungkinan kandungan utamanya adalah
flavonoid. Flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa fenol, dimana senyawa
fenol dapat bersifat fungistatik atau antijamur. Pada buah belimbing wuluh (Averhoa
bilimbi L) kandungan antioksida termasuk tinggi dibandingkan dengan buah-buhan
lain. Dengan kandungan fenol sebanyak 1261,6331,41 mg GAE/100 g dan nilai
aktivitas antioksidan sebesar 91,89%0,01% (Samad dalam Rahayu 2013).
Ekstrak etanol dari buah belimbing menunjukkan uji positif pada pengujian
flavanoid dan terpenoid. Berdasarkan hasil penelitian, senyawa flavonoid bersifat
aktif sebagai antimikroba. Senyawa flavonoid merupakan salah satu antimikroba yang
bekerja dengan menganggu fungsi membran sitoplasma (Parikesit dalam Rahayu
2013). Menurut Rahayu (2013) flavanoid merupakan senyawa yang mudah larut
dalam pelarut polar seperti etanol, butanol, dan aseton. Flevanoid merupakan
golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif
menghambat pertumbuhan virus, bakteri, dan jamur. Pengujian daya antimikroba
tanaman berkhasiat obat terhadap mikroba uji secara invitro perlu dilakukan agar dapat
diketahui konsentrasi ekstrak tanaman berkhasiat obat yang paling efektif menghambat
pertumbuhan mikroba uji (Hastuti, 2012).
Pengujian daya antimikroba tanaman berkhasiat obat terhadap bakteri menggunakan
metode difusi agar (disc diffusion method). Prinsip pengujian ini adalah penempatan
suatu cakran kertas yang mengandung antibakteri dengan konsentrasi tertentu secara
hati-hati pada lempeng agar yang telah ditanami biakan bakteri uji. Pengamatan
makroskopis, meliputi pemeriksaan terhadap deaerah jernih disekeliling cakram
(Sofyan, 2010).
Bakteri uji yang digunakan berupa dua jenis bakteri yakni bakteri Staphlylococcus
aureus (S. aureus) dan bakteri Escherichia coli (E. coli). Bakteri S. aureus ditetapkan
sebagai bakteri standar untuk pengujian daya antiseptik bahan antimikroba dan juga
efektivitas suatu bahan desinfektan. Sebab bakteri ini merupakan bakteri yang
mempunyai ketahuan lebih tinggi. Bakteri Escherichia coli Escherichia coli merupakan
bakteri gram negatif berbentuk batang pendek, bersifat fakultatif anaerob dengan koloni
berbentuk bulat dan cembung, bersifat memfermentasikan laktosa dan beberapa strain
Escherichia coli bersifat menghemolisis darah. Eschericha coli umumnya menyebabkan
penyakit diare Escherichia coli diklasifikasikan berdasarkan sifat karakteristik dari
virulensinya dan tiap kelompok menyebabkan penyakit dengan mekanisme berbeda
(Dewanti dan Wahyudi, 2011). Seebagian besar sifat-sifat yang dimiliki oleh bakteri ini
hampir terdapat pada bakteri lainnya. Oleh karena itu penggunaan E. coli dapat dianggap
mewakili semua golongan bakteri (Darkuni, 2012).

E. Alat dan Bahan


1. Cawan petri steril
2. Pinset steril
3. Inkubator
4. Lampu spiritus
5. Laminar Air Flow (LAF)
6. Penggaris
7. Jarum inokulasi berkolong
8. Tabung reaksi
9. Korek api
10. Bor gabus
Bahan
1. Biakan murni bakteri Staphyllococcus aureus dalam medium nutrient cair umur 1 x
24 jam
2. Biakan murni bakteri Escherichia coli dalam medium nutrient cair umur 1 x 24
jam
3. Belimbing wuluh
4. Medium lempeng NA
5. Kertas penghisap
6. Cotton bud steril
7. Mortar dan pistle steril
8. Kain saringan tahu atau kain kasa

F. Langkah Kerja

Alat dan bahan disiapkan dengan lengkap diatas meja


kerja

Belimbing wuluh disiapkan sebanyak 2-5 buah untuk


diekstraksi

Belimbing wuluh dirajang kecil-kecil supaya mudah untuk di gerus


menggunakan mortal

Belimbing wuluh di gerus dengan menambahkan aquades steril sebagai


pelarutnya.

Belimbing wuluh disaring dengan menggunakan kain kasa putih hasil tersebut
dianggap sebagai hasil ektaksi dengan konsentrasi 100%

Dilakukan inokulasi bakteri secara merata pada permukaan medium


dengan menggunakan catton bat

Dilakukan proses pelubangan pada medium lempeng NA menggunakan


pelubang gabus steril

Larutan ekstrak belimbing wuluh di teteskan pada bagian lubang dalam medium
E.coli dan S.aureus.

Medium perlakuan diinkubasikan kedalam incubator dengan perlakukan suhu 300 C


selama 1x24 jam
Dilakukan pengukuran diameter pada hari pengamatan

Hasil pengamatan dicatat dalam laporan sementara

G. Data Pengamatan
Tabel 1. Pengamatan Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri pada Bahan
Belimbing Wulu dengan Diameter lubang 0,635 mm (Data Kelompok)
Diameter Zona Hambat (mm)
No Nama Bakteri Rata-Rata
1 2 3

1. Staphyllococcus Aureus 16,365 13,815 13,615 14,59

2. Escherichia coli 19,365 15,465 17,615 17,48

Tabel 2. Pengamatan Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri pada Semua Bahan


(Data kelas)
Diameter Zona Hambat (mm)
No Nama Bahan
Staphyllococcus Aureus Escherichia coli

1. Jahe 17,3 4,5

2. Belimbing Wuluh 14,59 17,48

3. Kunyit 3,6 2

4. Kencur 2,5 2,3

5. Jeruk Nipis 15,59 9,98


Tabel 3. Gambar Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri pada Bahan Belimbing
Wulu dengan Diameter lubang 0,635 mm
Jenis Bakteri Gambar Zona Hambat Keterangan

Staphyllococcus Diameter zona


Aureus hambat
pertumbuhan
bakteri = diameter
zona jernih-
diameter well hole

Escherichia
coli

H. Analisis Data
Pada pengamatan kali ini, diperoleh data mengenai zona hambat pertumbuhan
bakteri pada bahan belimbing wulu (data kelompok) dan bahan lainnya seperti jahe,
kunyit, kencur, jeruk nipis dan belimbing wuluh (data kelas). Perhitungan zona hambat
pertumbuhan bakteri dapat diketahui dengen mengurangi diameter zona jernih dengan
diameter lubang (well hole). Berdasarkan data pengamatan pada data kelompok, dapat
diketahui bahwa daya hambat belimbing wuluh untuk bakteri Staphyllococcus aureus
yaitu sebesar 14,59 mm, sedangkan untuk bakteri Escherichia coli sebesar 17,48 mm
.Zona hambat terbaik untuk belimbing wuluh yaitu pada bakteri Escherichia coli dengan
rata-rata diameter zona hambat 17,48 mm.
Pada data kelas, dapat diketahui bahwa bahan Jahe memiliki zona hambat untuk
bakteri S.aureus sebesar 17,3mm sedangkan untuk bakteri E.coli sebesar 4,5 mm. Bahan
kunyit memiliki daya hambat untuk bakteri S.aureus sebesar 3,6 mm, sedangkan untuk
bakteri E.coli sebesar 2 mm. Bahan kencur memiliki zona hambat untuk bakteri
S.aureus sebesar 2,5 mm sedangkan untuk bakteri E.coli sebesar 2,3 mm. Bahan jeruk
nipis memiliki zona hambat untuk bakteri S.aureus sebesar 15,59 mm sedangkan untuk
bakteri E.coli sebesar 9,98 mm . Besaradasrkan data tersebut, dapat diketahui bahwa
bahan dengan daya hambat terbaik untuk bakteri Staphyllococcus aureus yaitu jahe
dengan rata-rata diameter 17,3 dan untuk bakteri Escherichia coli yaitu belimbing wulu
17,48.

I. Pembahasan
Uji aktivitas antimikroba dilakukan untuk mengetahui aktivitas senyawa yang
bersifat antimikroba dari suatu zat uji. Penelitian yang kami lakukan adalah menguji
daya antimikroba ekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L ) dengan berbagai
konsentrasi terhadap pertumbuhan koloni Bakteri Staphylococcus aureus dan E.coli.
Pengujian dapat dilakukan melalui metode difusi agar. Pratikum ini bertujuan untuk
mengetahui daya antimikroba dari macam-macam tanaman berkhasiat obat terhadap
bakteri. Beberapa tanaman sering dijadikan obat untuk mengatasi beberapa penyakit
oleh masyrakat. Tanaman yang diuji pada pratikum ini adalah belimbing wuuh, jahe,
kunyit, kencur, dan jeruk nipis. Kelompok 1 tanaman yang diuji yaitu jahe, kelompok 2
tanaman yang diuji yaitu kunyit, kelompok 3 tanaman yang diuji yaitu kencur, kelompok
4 tanaman yang diuji yaitu jeruk nipis dan kelompok 5 tanaman yang diuji yaitu
belimbing wuluh.
Menurut Susanto dalam Permadani (2015) mengategorikan diameter zona hambat
sesuai dengan kekuatan daya hambatnya yang mencapai 21 mm. Kategori lemah
adalah diameter zona hambat 5 mm. Kategori sedang apabila memiliki diameter zona
hambat sekitar antara 6-10 mm, dan diameter zona hambat yang kuat memiliki diameter
sekitar 11-20 mm. Hasil zona bening yang ada di sekitar lubang sumuran merupakan
adanya aktivitas penghambat bakteri oleh senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak
buah belimbing. Berdasarkan hasil tersebut daya hambat belimbing wuluh pada bakteri
uji termasuk kategori kuat.
Daya antibakteri dari ekstrak buah belimbing wuluh dipengaruhi oleh zat yang
terkandung di dalamnya. Menurut Rahayu (2013) hasil uji skrining fitokimia
pendahuluan terhadap ekstrak kental methanol buah belimbing diketahui positif
mengandung senyawa golongan flavonoid, alkaloid, saponin, dan minyak atsiri dengan
kemungkinan kandungan utamanya adalah flavonoid.
Flavonoid merupakan salah satu zat antibakteri utama yang terkandung dalam buah
blimbing wuluh. Flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding
sel bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai hasil interaksi antara flavonoid dengan DNA
bakteri. Menurut Mirzoeva et al dalam Sabir (2005) dalam penelitiannya mendapatkan
bahwa flavonoid mampu melepaskan energi tranduksi terhadap membran sitoplasma
bakteri selain itu juga menghambat motilitas bakteri. Mekanisme yang berbeda
dikemukakan oleh Di Carlo dan Estrela dalam Sabir (2005) yang menyatakan bahwa
gugus hidroksil yang terdapat pada struktur senyawa flavonoid menyebabkan perubahan
komponen organik dan transpor nutrisi yang akhirnya akan mengakibatkan timbulnya
efek toksik terhadap bakteri. Harborne dalam Prayogo (2011) menyatakan bahwa
senyawa aktif flavonoid di dalam sari buah belimbing wuluh memiliki kemampuan
membentuk kompleks dengan protein sel bakteri melalui ikatan hidrogen. Struktur
dinding sel dan membran sitoplasma bakteri yang mengandung protein, menjadi tidak
stabil karena struktur protein sel bakteri menjadi rusak karena adanya ikatan hidrogen
dengan flavonoid, sehingga protein sel bakteri menjadi kehilangan aktivitas biologinya,
akibatnya fungsi permeabilitas sel bakteri terganggu dan sel bakteri akan mengalami
lisis yang berakibat pada kematian sel bakteri . Keterangan tersebut mendukung hasil
praktikum yang telah dilakukan yakni pemberian ekstrak buah belimbing wuluh dapat
menekan pertumbuhan bakteri E.coli dan S.aureus di.tandai dengan terbentuknya zona
hambat.
Selain Flavonoid, kandungan bahan antibakteri yang terdapat di dalam buah
blimbing wuluh adalah fenol. Kemampuan bakterisidal dari fenol dengan
mendenaturasikan protein dan merusak membran sitoplasma sel. Ketidakstabilan pada
dinding sel dan membran sitoplasma bakteri menyebabkan fungsi permeabilitas selektif,
fungsi pengangkutan aktif, pengendalian susunan protein sel bakteri terganggu.
Gangguan integritas sitoplasma berakibat pada lolosnya makromolekul, dan ion dari sel.
Sel bakteri kehilangan bentuknya sehingga lisis. Persenyawaan fenolat bersifat
bakteriostatik atau bakterisid tergantung dari konsentrasinya. (Razak, 2013).
Pertumbuhan sel bakteri dapat terganggu oleh komponen fenol dari sari buah belimbing
wuluh, yaitu dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri. Akibat terdenaturasinya
protein sel bakteri, maka semua aktivitas metabolisme sel bakteri terhenti, sebab semua
aktivitas metabolisme sel bakteri dikatalisis oleh enzim yang merupakan. protein
(Lawrence dan Block) dalam Prayogo (2011). Fenol juga dapat menyebabkan kerusakan
dinding sel. Fenol berikatan dengan protein melalui ikatan hidrogen, sehingga
mengakibatkan struktur protein menjadi rusak. Sebagian besar struktur dinding sel dan
membran sitoplasma bakteri mengandung protein dan lemak Marchus dalam Prayogo
(2011). Razak (2013) menyatakan bahwa senyawa aktif seperti minyak astiri
diantaranya fenol dapat bersifat bakterisidal yang mungkin mampu menghambat
pertumbuhan dari bakteri Staphylococcus aureus. Hal tersebut sesuai dengan hasil
praktikum yang telah dilakukan yakni terbentuknya zona hambat oleh bakteri uji
S.aureus dan E.coli setelah perlakuan pemberian ekstrak buah belimbing wuluh pada
medium.
Metode yang digunakan untuk menguji daya antimikroba tanaman ini adalah adalah
difusi agar. Media agar yang telah diinokulasikan dengan suspensi bakteri uji
dituangkan ke dalam cawan petri dan dibiarkan memadat. Ke dalam cakram yang
digunakan diteteskan zat antibakteri, kemudian diinkubasi pada suhu 37C selama 18-
24 jam. Daerah bening yang terdapat disekeliling cakram kertas atau silinder
menunjukkan hambatan pertumbuhan bakteri, diamati dan diukur.
Pada pratikum ini, pengamatan antimikroba dari tanaman teletak pada zona hambat
yang berwarna jernih seperti lingkaran (cakram). Ukuran cakram dari zona hambat akan
menunjukan daya antibakteri dari tanaman yang diuji. Sundari (1996) menjelaskan
bahwa zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk ada atau tidaknya respon
hambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan kelompok kami yang menguji
ekstrak belimbing wuluh yaitu, pada medium yang diinokulasikan bakteri E.coli,
diameter zona hambat ekstrak belimbing wuluh pada ulangan I sebesar 16,365 mm,
pada ulangan II sebesar 13,815 mm, pada ulangan III sebesar 13,615 mm, sehingga rata-
rata diameter daya hambat ekstrak belimbing wuluh pada bakteri E. coli sebesar 14,59
mm. sedangkan pengamatan pada S.aureus, diamater zona hambat ekstrak belimbing
wuluh pada ulangan I sebesar 19,365 mm, pada ulangan II sebesar 15,465 mm, pada
ulangan III sebesar 17,615 mm, sehingga rata-rata diameter daya hambat ekstrak
belimbing wuluh pada bakteri S. aureus sebesar 17,48 mm.
Perbandingan rata-rata zona hambat dari ekstrak belimbing wuluh menunjukan
bahwa, diameter zona hambat pada bakteri E. coli memiliki daya hambat terbaik,
dibandingkan dengan bakteri S. aureus. Hasil ini menunjukan keefektifan dari daya
antimikroba belimbing wuluh pada pratikum ini. Akan tetapi memerlukan pengujian
lebih lanjut dengan jumlah ulangan yang lebih banyak, sehingga data lebih akurat.
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum yang telah dilakukan pada kelima
kelompok mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Biologi 2017 offring C, mendapatkan
hasil yaitu pada tanaman jahe memiliki rata-rata diameter daya hambat pada bakteri S.
aureus sebesar 17,3 mm, sedangkan rata-rata diameter daya hambat pada bakteri E. coli
yaitu 4,5 mm. Pada tanaman belimbing wuluh memiliki rata-rata diameter daya hambat
pada bakteri S. aureus sebesar 14,59 mm, sedangkan rata-rata diameter daya hambat
pada bakteri E. coli yaitu 17,48 mm. Pada
tanaman kunyit memiliki rata-rata diameter daya hambat pada bakteri S. aureus sebesar
3,6 mm, sedangkan rata-rata diameter daya hambat pada bakteri E. coli yaitu 2 mm.
Pada tanaman kencur memiliki rata-rata diameter daya hambat pada bakteri S. aureus
sebesar 2,5 mm, sedangkan rata-rata diameter daya hambat pada bakteri E. coli yaitu 2,3
mm. Pada tanaman jeruk nipis memiliki rata-rata diameter daya hambat pada bakteri S.
aureus sebesar 15,19 mm, sedangkan rata-rata diameter daya hambat pada bakteri E.
coli yaitu 9,98 mm.
Daya hambat terbaik dari kelima tanaman obat tersebut yaitu daya hambat untuk
bakteri S. aureus adalah ekstrak tanaman jahe, sedangkan daya hambat untuk bakteri E.
coli adalah belimbing wuluh.

J. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Bakteri E.coli lebih peka terhadap efek zat antimikroba dari ekstrak buah belimbing
wuluh daripada bakteri S.aureus. Hal tersebut diketahui dari zona hambat E.coli
lebih besar dibanding S.aureus.
2. Daya hambat terbaik untuk bakteri E.coli berdasarkan hasil pengamatan berbagai
tanaman obat berkhasiat adalah belimbing wuluh.
3. Daya hambat terbaik untuk S.aureus berdasarkan hasil pengamatan berbagai
tanaman obat berkhasiat adalah jahe.

K. Diskusi
1. Adakah zona hambat yang terbentuk disekeliling lubang sumuran? Jika ada
mengapa, jelaskan!
Jawab: Pada uji aktivitas bakteri terhadap daya anti mikroba pada tanaman
berkhasiat obat belimbing wuluh terdapat zona hambat atau clear zone yang
terbentuk akibat aktivitas bakteri yang terpapar ektrak belimbing wuluh. Daerah
clear zone merupakan bukti adanya bakteri yang mati akibat senyawa atau bahan
aktif yang terkandung dalam belimbing wuluh yaitu flavonoid. Flavonoid
merupakan senyawa fenol yang bekerja sebagai anti bakteri untuk menghambat dan
menghentikan aktivitas dinding sel bakteri atau menghentikan sintesis dinding sel
bakteri sehingga bakteri menjadi mati. Zona hambat yang terbentuk di sekitar lubang
sumuran menunjukkan terdapat aktivitas senyawa antibakteri Staphylococcus
aureus dan Esherichia coli. Semakin tinggi kosentrasi ekstrak tanaman maka
semakin besar pula diameter zona hambat yang terbentuk untuk mengamati bakteri
Staphylococcus aureus dan Esherichia coli yang mati.
2. Adakah perbedaan ukuran diameter zone hambat pada masing-masing konsentrasi
sari daun jambu biji? Jelaskan!
Jawab: Pada praktikum kal ini bahan yang digunakan adalah belimbing wuluh.
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh ukuran diameter zona hambat yang berbeda.
Pada bakteri E. coli rata-rata ukurna zona hambat adalah 17,48 mm, sedangkan pada
S. aureus rata-rata diameter zona hambatnya adalah 14,59. Namun secara
keseluruhan bakteri E.coli memiliki daya ketahanan terhadap antimkroba dari
ekstrak belimbing wuluh lebih kecil dibandingkan dengan S. aureus. Bakteri
S.aureus lebih resisten karena bakteri ini merupakan bakteri jenis gram positif yang
memiliki ketahanan terhadap dinding selnya sehinga senyawa flavonoid tidak
mudah untuk merusak struktur diding sel bakteri S. aureus.
Sedangkan hasil pengamatan kelompok lain: 1) Tanaman jahe, pada bakteri E. coli
rata-rata ukurna zona hambat adalah 4,5 mm, sedangkan pada S. aureus rata-rata
diameter zona hambatnya adalah 17,3 mm. 2) Kunyit, pada bakteri E. coli rata-rata
ukurna zona hambat adalah 2 mm, sedangkan pada S. aureus rata-rata diameter zona
hambatnya adalah 3,6 mm. 3) Kencur, pada bakteri E. coli rata-rata ukurna zona
hambat adalah 2,3 mm, sedangkan pada S. aureus rata-rata diameter zona
hambatnya adalah 3,5 mm. 4) Jeruk nipis pada bakteri E. coli rata-rata ukurna zona
hambat adalah 9,98 mm, sedangkan pada S. aureus rata-rata diameter zona
hambatnya adalah 15,19 mm
3. Adakah perbedaan ukuran diameter zone hambat pertumbuhan zone hambat
pertumbuhan bakteri E.coli antara masing-masing varietas daun jambu biji? Bila
ada, berikan penjelasan!
Jawab: Praktikum kali ini tidak menggunakan bahan daun jambu biji namun
menggunakan (belimbing wuluh) Averrhoa bilimbi, Kampferia galanga (kencur),
Zingiber officinale (jahe), Citrus aurantifolia (jeruk nipis) dan Curcuma
domestica (kunyit).
Pada keseluruhan hasil praktikum menunjukkan hasil bahwa ukuran diameter zone
hambat pertumbuhan zone hambat pertumbuhan bakteri E.coli berbeda-beda. daya
hambat untuk bakteri E. coli adalah belimbing wuluh. Hal ini dikarenakan buah
belimbing diketahui positif mengandung senyawa golongan flavonoid, alkaloid,
saponin, dan minyak atsiri dengan kemungkinan kandungan utamanya adalah
flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu zat antibakteri utama yang terkandung
dalam buah blimbing wuluh. Flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan
permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai hasil interaksi
antara flavonoid dengan DNA bakteri
4. Berapakah konsentrasi ekstrak daun jambu biji yang paling efektif menghambat
pertumbuhan E.coli secara invitro?
Jawab: Pada praktikum kali ini tidak menggunakan ekstrak daun jambu biji dengan
konsentrasi tertentu, melainkan tanaman berkhasiat yang diamati oleh kelompok
kami yaitu belimbing wuluh. Berdasarkan pengamatan, belimbing wuluh efektif
menghambat pertumbuhan bakteri E.coli pada ulangan I, yaitu dengan diameter zona
hambat 16, 365 mm.
5. Mengapa bakteri uji harus dibiakkan lebih dahulu dalam medium cair selama
1x24 jam? Jelasakan!
Jawab: Hal ini dilakuakan agar bakteri dapat tumbuh dan berkmbang biak dalam
jumlah yang banyak dengan mempertahankan fase log pada bakteri tersebut.
Sehingga pada saat diisolasikan ke dalam medium yang baru bakteri dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik.
L. Daftar Rujukan:
Darkuni, M. N. 2012. Bahan Antimikroba. Malang: Universitas Negeri Malang.
Dewanti & Wahyudi. 2011. Uji Aktivitas Antimikroba Infusum Daun Salam (Folia
Syzygium Polyanthum Wight) terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli
secara In-Vitro, (Online), Jurnal Medika Planta - Vol. 1 No. 4. Oktober 2011
(http://download.portalgaruda.org/ article.phparticle72090&val4908&title),
diakses tanggal 21 Oktober 2015.
Hastuti, U. S. 2012. Penuntun Praktikum Mikrobiologi untuk Program S-2 Biologi.
Malang: UMM Press.
Rahayu. 2013. Konsentrasi Hambat Minimum (khm) Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi l) terhadap Pertumbuhan Candida albicans. (Online),
(http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/7786/BAGIAN%20IN
TI.pdf?sequence=2 ), diakses pada 21 Oktober 2015.
Sofyan, M. 2010. Disk Agar Diffusin Test. (Online), (http://forum.upi.edu index
.phptopic15618.0), diakses tanggal 21 Oktober 2015.
Sundari, D., Dzulkarnain, B., dan Chozin, A. 1996. Tanaman Obat Bersifat Antibakteri di
Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. Hal. 110
Wijayakusuma, H. 2006. Ramuan Tradisional Untuk Pebgobatan Darah Tinggi.
Jakarta: Penebar Swadaya.
M. Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai