Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU ANESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Manajemen Nyeri pada Pasien OP Laparatomi

Eksplorasi ec. Tumor Gaster

Disusun Oleh:

Ilham Akbar

10542044512

Pembimbing

dr. Zulfikar Tahir , M.Kes, Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU ANESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2019

1
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Ilham Akbar


NIM : 10542038512
Judul Presentasi Kasus : Manajemen Nyeri pada Pasien OP

Laparatomi Eksplorasi ec. Tumor

Gaster

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik Bagian


Ilmu Anestesi, Terapi Intensif, Dan Manajemen Nyeri Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar

Makassar, Agustus 2019

Konsulen Pembimbing

2
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu fungsi tindakan anestesia adalah untuk

menunjang tindakan operasi eksplorasi rongga abdomen

(laparotomi eksplorasi) dan laparotomi staging pada kasus

bedah digestif atau kasus ginekologi.

Menurut definisi, sebuah laparotomi eksplorasi

adalah laparotomi yang dilakukan dengan tujuan

memperoleh informasi yang tidak tersedia melalui metode

diagnostik klinis. Hal ini biasanya dilakukan pada pasien

dengan sakit perut akut atau pada pasien yang menderita

trauma abdomen.

Pemeriksaan intraabdominal yang teliti dan

sistematik sangat penting untuk mencegah hasil yang lebih

parah (contoh: rupture duodenum, transeksi pancreas).

Perdarahan aktif sekecil dan sebesar apapun harus

dikontrol dengan pemeriksaan yang sistematis beberapa

indikasi utama pada laparotomy eksplorasi adalah1 :

1. Sakit perut akut disertai temuan klinis yang menunjukkan

patologi intra- abdominal yang memerlukan operasi darurat

Dalam kondisi ini, laparotomi eksplorasi dilakukan

baik untuk mendiagnosa kondisi dan untuk melakukan

3
prosedur terapi yang diperlukan. Pasien dengan gejala

klinis peritonitis kemungkinan memiliki

pneumoperitoneum di dada dan diradiografi abdominal.

Pasien biasanya memiliki viskus berlubang, paling

sering duodenum, lambung, usus kecil, sekum, atau kolon

sigmoid. Laparotomi eksplorasi dilakukan terlebih dahulu

untuk menentukan penyebab pasti pneumoperitoneum,

diikuti oleh prosedur terapi. Pasien dengan muntah,

obstipasi, dan distensi perut cenderung memiliki obstruksi

usus.

2. Trauma abdomen dengan hemoperitoneum dan

ketidakstabilan hemodinamik

Pasien cenderung memiliki perdarahan intraperitoneal

akibat cedera pada hati, limpa, mesenterium dan perforasi.

Pada pasien dengan Penetrating Abdominal Trauma

(PAT), laparotomi eksplorasi konvensional dilakukan

untuk menyingkirkan cedera intra-abdominal.

3. Pasien cenderung memiliki perdarahan intraperitoneal akibat

cedera pada hati, limpa, mesenterium dan perforasi. Pada

pasien dengan Penetrating Abdominal Trauma (PAT),

laparotomi eksplorasi konvensional dilakukan untuk

menyingkirkan cedera intra-abdominal

4
Ketersediaan fasilitas pencitraan yang baik telah

membatasi penggunaan laparotomi eksplorasi dalam kondisi

ini; Namun, ketika fasilitas terbatas yang tersedia, laparotomi

eksplorasi menjadi alat diagnostik yang penting. Pasien-

pasien ini mungkin memiliki adhesi intra-abdominal, TBC,

atau tubo-ovarium patologi.

Indikasi lain untuk laparotomi adalah pada staging

suatu kasus sebagai contoh pada penyakit Hodgkins.

Staging laparotomy terdiri dari splenectomi, wedge and

needle biopsy pada lobus liver dan biopsi pada nodus

limfoid periaorta, celiac, mesenteric dan portahepatic.1,2,3

5
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Muh. Idrus

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 62 Tahun

Berat Badan : 60 kg

Agama : Islam

Alamat : Jl. Sabutung No.140 Makassar

Diagnosis : Tumor Gaster

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien

pada tanggal 12 Agustus 2019, pukul 180.00 WITA di RS

Pelamonia, Sulawesi Selatan.

Keluhan utama : Nyeri diseluruh bagian

perut

a. Riwayat penyakit sekarang : Seorang pasien laki-laki

usia 62 tahun MRS Pelamonia dengan keluhan nyeri perut

sejak 1 bulan yang lalu dan perut terasa kembung. Keluhan

dirasakan hilang timbul dan kadang memberat jika

beraktivitas. Mual (-), muntah (-), BAB konsistensi lunak,

BAK frekuensi 3-4 x sehari.

6
b. Riwayat penyakit dahulu :

1) Riwayat asma (-)

2) Riwayat penyakit jantung (-)

3) Riwayat penyakit diabetes melitus (-)

4) Riwayat alergi makanan (-) dan obat (-)

c. Riwayat operasi : (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalisata : Sakit sedang/Gizi baik/Composmentis GCS

15 (E4M6V5)

2. Tanda Vital :

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 80x/menit, reguler

Suhu : 36,50C

Pernapasan : 24x/menit, spontan

3. VAS :5

4. Kepala : mata ; konjungtiva anemis (-), pupil isokor

5. Dada : simetris, retraksi (-)

6. Paru : Vesikuler , Rh -/-, wh -/-

7. Jantung : BJI/BJII kesan normal, murni, reguler, ictus

cordis tidak tampak, tidak ada bising jantung.

8. Abdomen : Ikut gerak napas, peristaltik (+) kesan normal

9. Ektremitas : Tidak tampak kelainan

10. Terpasang kateter : Tidak terpasang

11. Berat Badan : 65 kg

7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Lab Nilai Normal

Hematologi ( 07 Agustus 2019)

Hemoglobin 12,0 11,5-16,0 g/dL

Leukosit 21,85 4000-10.000/L

Hematokrit 36.0 37-47%

Eritrosit 4.410.000 3,80-5,80x106/

Trombosit 445.000 150.000-500.000/L

MCV 82,0 80-100 µm3

MCH 27,2 27,0-32,0 pg

MCHC 32,2 32,0-36,0 g/dl

CT 8.00 4-12 menit

BT 2.10 1-4 menit

Kimia Klinik ( 08 Agustus 2019)

Albumin 2.68 3.5-5.0 mg/dL

E. KESAN ANESTESI

Pasien laki-laki usia 62 thn dengan diagnosis Tumor Gaster ,

klasifikasi ASA PS 1.

8
F. PENATALAKSANAAN PRE OPERATIF

1. Informed consent mengenai tindakan operasi.

2. Informed consent mengenai pembiusan dengan anestesi general.

3. Informed consent mengenai persiapan pasien dalam hal ini yaitu

puasa.

G. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat

disimpulkan:

1. Diagnosa Peri Operative : Tumor Gaster

2. Status Operative : ASA PS I

3. Jenis Operasi : Laparatomi

4. Jenis Anastesi : Anestesi General

H. LAPORAN ANESTESI
1. Diagnosis Pra Bedah

Tumor Gaster

2. Diagnosis Pasca Bedah

Tumor Gaster

3. Penatalaksanaan Preoperasi

a Infus RL 500 cc

4. Penatalaksanaan Anestesi

a. Jenis Pembedahan : Laparatomy

b. Jenis Anestesi : General Anestesi

c. Teknik Anestesi : GETA

9
d. Mulai Anestesi : Pukul 15.30 WIB

e. Mulai Operasi : Pukul 16.00 WIB

f. Premedikasi : Fentanyl 100 mcg

g. Induksi : Propofol 80 mg iv

h. Medikasi tambahan : Midazolam 1 mg

i. Maintenance : O2 10 Lpm,

k. Respirasi : Pernapasan spontan

l. Cairan Durante Operasi : RL 500 ml

n. Selesai operasi : 17.30 WIB

1) PRE OPERATIF

1. Informed consent (+)

2. Pasien puasa selama ± 8 jam sebelum operasi dimulai

3. Tidak ada gigi goyang dan tidak memakai gigi palsu

4. Kandung kemih tidak terpasang kateter

5. Sudah terpasang cairan infus RL

6. Keadaan umum: compos mentis

7. Tanda vital:

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 100x/menit, reguler

Suhu : 36,50C

Pernapasan : 24x/menit, spontan

10
2) TINDAKAN ANESTESI

GETA

3) PENATALAKSANAAN ANESTESI

Memastikan alat-alat dan medikasi yang dibutuhkan selama proses

anestesi sudah lengkap seperti:

1. Kassa steril

2. Povidon Iodine

3. Plester

4. Spuit

5. Sarung tangan steril

6. Lampu

7. Monitor tanda vital

8. Alat-alat resusitasi

9. Medikasi tambahan yang dibutuhkan seperti ephedrin, pethidin,

fentanil, ketamin,atropin, propofol, dan midazolam

4) INTRA OPERATIF

Sebelum dilakukan operasi pasien dipuasakan selama 6-8 jam. .

Operasi Laparatomi dilakukan pada tanggal 08 Agustus 2019. .

Pasien masuk keruang OK pada pukul 15.15 dilakukan pemasangan

NIBP dan O2 dengan hasil TD 120/80 mmHg; Nadi 100x/menit, dan

SpO2 100%. Dilakukan injeksi fentanyl, propofol dan midazolam

Pemberian fentanyl yang merupakan obat golongan opioid

yang bersifat analgesik dan bisa bersifat induksi. Pemberian

propofol sebagai premedikasi dan bersifat induksi.

11
Pasien dipasangkan sungkup muka yang telah terpasang pada

mesin anestesi yang menghantarkan gas isoflurane dengan ukuran 2

vol% dengan oksigen dari mesin ke jalan napas pasien sambil

dilakukan bagging selama kurang lebih 2 menit menunggu kerja

dari pelemas otot sehingga mempermudah dilakukannya

pemasangan endotrakheal tube.

Setelah pasien di intubasi dengan mengunakan endotrakheal

tube, maka dialirkan isofluran 2 vol%, oksigen sekitar 50 ml/menit.

Operasi selesai tepat jam 17:30 WIB. Lalu mesin anestesi

diubah ke manual supaya pasien dapat melakukan nafas spontan.

Kemudian dilakukan ekstubasi endotracheal secara cepat untuk

menghindari penurunan saturasi lebih lanjut.

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Tumor Gaster

1. Defenisi

Istilah ini meliputi semua karsinoma yang tidak invasif kedalam

lapisan muskularis dan masih terbatas pada mukosa dan submukosa.

EGC dapat berupa penonjolan dari fokus kecil dan kadang secara

diam-diam meluas, sehingga mengesankan kemungkinan dari

gabungan beberapa fokus (multicentris).

2. Patogenesis

Seperti pada umunya tumor ganas di tempat lain, penyebab

tumor ganas gaster juga belum diketahui secara pasti. Factor yang

mempermudah timbulnya tumor ganas gaster adalah perubahan

mukosa yang abnormal, antara lain seperti gastritis atrofi, polip

digaster dan anemia pernisiosa.

Disamping itu, pengaruh keadaan lingkungan mungkin

memegang peranan penting terutama pada penyakit gaster seperti

di Negara Jepang, Chili, Irlandia, Australia, Rusia dan Skandinavia.

Ternyata pada orang Jepang yang telah lama meninggalkan

Jepang, frekuensi tumor ganas gaster lebih rendah.4

Dapat disimpulkan bahwa kebiasaan hidup mempunyai peran

penting, makanan panas dapat merupakan factor timbulnya tumor

13
ganas seperti juga makanan yang diasap dan ikan asin yang mungkin

mempermudah timbulnya tumor ganas gaster. Selain itu, factor lain

yang mempengaruhi adalah factor herediter, golongan darah

terutama golongan darah A dan factor infeksi Helicobacter pylori.4

3. Manifestasi klinis

Keluhan utama tumor ganas gaster adalah berat badan

menurun (82%), nyeri epigastrium (63%), muntah (41%), keluhan

pencernaan (40%), anoreksia (28%), keluhan umum (25%),

disfagia (18%), nausea (18%), kelemahan (17%), sendawa (10%),

hematemesis (7%), regurgitasi (7%) dan lekas kenyang (5%)

14
4. Terapi

Tindakan yang paling tepat adalah pembedahan setelah

sebelumnya ditetapkan apakah masih operable atau tidak. Semakin

dini dibuat diagnosis semakain baik. Beberapa tindakan yang dapat

dilakukan adalah: 4

A. Pembedahan

Jika penyakit belum menunjukkan tanda penyebaran, pilihan

terbaik adalah pembedahan. Walaupun telah terdapat daerah sebar,

pembedahan masih dilakukan sebagai tindakan paliatif..

B. Kemoterapi

Pada tumor ganas gaster dapat dilakukan pemeberian obat tunggal

atau kombinasi kemoterapi. Diantara obat yang digunakan adalah

5FU, trimetrexote, mitomisin C, hidrourea, epirubisin, dan

karmisetin dengan hasil 18% - 30%.

1) Kombinasi terapi

Kombinasi terapi telah memberikan hasil lebih baik sekitar

53%. Regimen FAM (5FU, doksorubisin, mitomisin C) adalah

kombinasi yang sering digunakan. Kombinasi lain yang digunakan

adalah EAP (etoposid, doksorubisin, sisplatin).

1. Radiasi

Pengobatan dengan radiasi kurang berhasil.

a. Resectable dapt diberikan 40–50 gy.

15
b. Kasus lanjut radiasi sebagai paliatif, perbaikan obstruksi, nyeri

local dan perdarahan dengan dosis kuran dari 40gy

5. Laparatomi

Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang

(kurang begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan perut ).

Pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya

perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus.

Ramali Ahmad mengatakan bahwa laparatomy yaitu

pembedahan perut, membuka selaput perut

denganperasi. Sedangkan menurut Sanusi , laparatomi adalah

insisi pembedahan melalui dinding perut atau abdomen

Perawatan sesudah pembedahan

a) Aktivitas dan posisi

Penderita harus diperintahkan untuk berbaring ditempat tidur

sehingga keadaannya stabil. Posisi mula-mula biasanya

terlentang, tetapi penderita harus dibalikkan kesisi kiri/kanan

setiap 30 menit sementara ia tidak disadarkan diri dan setiap

jam sebelumnya. Posisi harus ditentukan misalnya.

Terlentang, kaki tempat tidur di ganjal, duduk dsb.

16
b) Makanan

Tidak diperkenankan menelan apa-apa sesudah pembedahan,

dalam kasus yang lain makanan khusus yang diberikan dengan

segera. Pada penderita yang mula-mula NPO, cairan boleh

diberikan, bilamana fungsi pencernaan sudah mulai berfungsi

dan makanan boleh diberikan bilamana kita sudah

mengetahui bila cairan yang diberikan dapat ditoleransi.

c) Perawatan pernapasan

Penderita yang dapat bernapas secara spontan harus dianjurkan

untuk batuk dan hiperventilasi setiap jam atau setiap dua jam

untuk mencegah terjadinya atelektasis.

d) Cairan intravena

Pesan-pesan dituliskan untuk jenis cairan dan kecepatan infuse.

e) Sistem air kemih

Derajat perbandingan pengeluaran air kemih pada penderita

yang memakai kateter domonitor setiap jam seperti halnya

tanda-tanda vital lainnya. Bilamana tidak dipasang kateter,

ahli bedah harus diberitahu bila penderita tidak buang air

kecil pada waktu tertentu, yang paling baik adalah 6 jam

sesudah pembedahan.

17
f) Intake dan output

Cairan dari semua sumber harus pada suatu waktu tertentu, biasanya

setiap 8 jam dan berat badan ditimbang setiap hari sesudah

pembedahan besar

18
3.2 Manajemen Nyeri

1. Defenisi

The International Association for the Study of Pain (IASP)

mendefinisikan nyeri sebagai berikut nyeri merupakan

pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan

akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan.1,4

Berdasarkan definisi tersebut nyeri merupakan suatu gabungan

dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri) dan

komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis5

2. Klasifikasi

1). Nyeri Superficial

Nyeri superfisial Nyeri superfisial adalah nyeri yang

muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa. Nyeri

berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa

sebagai sensasi yang tajam. Contoh penyebab nyeri superfisial

adalah jarum suntik dan luka potong kecil/ laserasi

19
2) Nyeri viseral

Nyeri viseral adalah nyeri yang muncul akibat stimulus dari

reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium dan toraks. Nyeri

bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa arah . Durasi

bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama daripada nyeri

superfisial. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul atau unik

tergantung organ yang terlibat

3) Nyeri Alih (referred)

Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada daerah lain

yang jauh dari penyebab nyeri. Contoh dari penyebab nyeri

alih adalah infark miokard yang menyebabkan nyeri alih ke

rahang, lengan kiri dan bahu kiri.6

3. Faktor yang mempengaruhi nyeri

 Usia

 Jenis Kelamin

 Perhatian

 Anxietas

20

Pengalaman sebelumnya


Dukungan keluargan dan sosial6

4. Penatalaksanaan

A. Non Farmakologi

Penatalaksanaan non farmakologi menurut Bangun dan

Nur’aeni , merupakan tindakan pereda nyeri yang dapat dilakukan

perawat secara mandiri tanpa tergantung pada petugas medis lain

dimana dalam pelaksanaanya perawat dengan pertimbangan dan

keputusannya sendiri.

Penatalaksanaan non farmakologi terdiri dari intervensi

perilaku kognitif yang meliputi tindakan distraksi, tehnik

relaksasi, imajinasi

B. Farmakologi

Ada tiga jenis analgesik menurut Potter dan Perry yaitu:

a) Non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)

Kebanyakan NSAID bekerja pada reseptor saraf perifer untuk

mengurangi tranmisi dan resepsi stimulus nyeri. NSAIDnon-narkotik

umumnya menghilangkan nyeri ringan dan sedang seperti nyeri

yang terkait dengan artritis rheumatoid.

21
b) Analgesik narkotik atau opiat

Analgesik narkotik atau opiat umumnya diresepkan untuk nyeri

sedang sampai berat, seperti nyeri pascaoperasi dan nyeri maligna.

Obat ini bekerja pada sistem saraf pusat

c) Obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik

Adjuvan seperti sedatif, anticemas dan relaksan otot

meningkatkan contro l nyeri ata u menghilangkan gejala lain

Yang terkait dengan nyeri seperti depresi dan mual. Sedatif

seringkali diresepkan untuk penderita nyeri kronik.

2) Analgesik Dikontrol Pasien (ADP)

Sistem pemberian obat yang disebut ADP merupakan

metode yang aman untuk penatalaksanaan nyeri kanker, nyeri

post operas i dan nyeri traumatik. Klien/pasien menerima

keuntungan apabila ia mampu mengontrol nyeri.6

22
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini seorang laki-laki usia 62 thn MRS Pelamonia dengan

keluhan nyeri perut sejak 1 bln yang lalu dan perut terasa kembung.

Keluhan dirasakan hilang timbul dan kadang memberat jika beraktivitas.

Mual (-), muntah (-), BAB konsistensi lunak, BAK frekuensi 3-4 x sehari

Dilakukan anastesi umum dengan menggukan pipa endotrakeal.

Anastesi umum adalah keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang

diikuti oleh hilangnya rasa nyeri

Pada pasien ini dilakukan, dievaluasi dan persiapan. Penilain dan

persiapan praanastesi dimulai dari anamnesis, yang meliputi riwayat

penyakit sistemik yang diderita, yang dapat mempengaruhi atau

dipengaruhi oleh anastesi, riwayat pemakaian obat sebelumnya.

Praktik dalam tatalaksana nyeri, secara garis besar stategi

farmakologi mengikuti ”WHO Three Step Analgesic Ladder” yaitu :

1. Tahap pertama dengan menggunakan abat analgetik nonopiat seperti

NSAID atau COX2 spesific inhibitors.

2. Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka

diberikan obat-obat seperti pada tahap 1 ditambah opiat secara

intermiten.

3. Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiat

yang lebih kuat.

23
Berdasarkan sumber nyerinya dpat dibagi menjadi 2 yaitu nyeri

somatik dan nyeri visceral. Nyeri somatik merupakan stimulus yang

berasal dari kulit, jaringan subkutan dan membran mukosa sedangankan

nyeri visceral meruapakan nyeri karena perangsangan organ viseral atau

membran yang menutupinya (pleura parietalis, perikardium, peritoneum).

Pengunaan fentanyl pada kasus ini meruapakan opiod yang

digunakan sebagai analgesik (penghilang rasa nyeri) atau dapat

digunakan dengan obat anstesi yang lainya

Penggunaan ketorolac setelah melakukan tindakan laparotomy

bertugas untuk membantu mengurangi nyeri. Selain itu ketoralac

merupakan NSAID berkerja dengan memblok substansi inflamasi.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Kevric J, Aguirre V, Martin K, Varma D, Fitzgerald M, Pilgrim

C. Peritoneal Breach as an Indication for Exploratory Laparotomy

in Penetrating Abdominal Stab Injury: Operative Findings in

Haemodynamically Stable Patients. Emerg Med Int. 2015.

2015:407173)

2. Jaffe, R. A., Schmiesing, C., & Golianu, B. Anesthesiologist's

manual of surgical procedures (5th ed.). Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins. 2013. P

3. Mangku Gd, Senapathi TGA, Ilmu anestesia dan

reanimasi.2010. p(1-2, 180-1)

4. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V.

Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, FK UI.

5. Wardani,2014. Manajemen Nyeri Akut. FakultasKedokteran

Universitas Udayana.

6. www.umy.ac.id/Nyeri/ Diakses tanggal 11 Agustus 2019

7. www.ump.ac.id/Nyeri/Diakses tanggal 12 Agustus 2019

25

Anda mungkin juga menyukai