Anda di halaman 1dari 16

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP/RSHS BANDUNG

Sari Pustaka
Divisi : Neurologi
Oleh : Yoga Yandika
Pembimbing : Dr. Nelly Amalia Risan, dr., Sp.A(K), M.Kes
dr. Purboyo Solek, Sp.A(K)
dr. Dewi Hawani, Sp.A(K)
dr. Mia Milanti Dewi, Sp.A, M.Kes

ACUTE DISSEMINATED ENCEPHALOMYELITIS (ADEM) dan JAPANESE


ENCEPHALITIS (JE)

PENDAHULUAN
Acute disseminated encephalomyelitis (ADEM) adalah kelainan demielinisasi sistem saraf pusat,
yang dimediasi imunitas, berupa peradangan akut nonvaskulitis.1,2,3 Demielinisasi adalah semua
gangguan pada mielin yang mengganggu transmisi sistem saraf sehingga mengganggu sistem
sensoris, motorik, kognitif, dan fungsi sistem saraf lainnya bergantung pada lokasi
demielinisasi.4
Acute disseminated encephalomyelitis memiliki karakteristik berupa gejala neurologis difus
dan terdapat lesi demielinisasi multifokal pada pemeriksaan pencitraan sistem saraf
(neuroimaging).1,2
Kelainan ini dapat terjadi pada usia berapa pun, namun lebih sering pada anak dibandingkan
dengan orang dewasa, tidak terdapat predominansi jenis kelamin, dengan usia rata-rata penderita
berkisar antara 5–8 tahun.1,5
Di negara berkembang, ADEM sering diakibatkan karena pelaksanaan program imunisasi
yang buruk, sehingga campak dan infeksi virus lainnya masih sering ditemukan dan
menyebabkan penyakit demielinisasi setelah infeksi. Diperkirakan angka kejadian ADEM di
negara berkembang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan.5

ETIOLOGI
Acute disseminated encephalomyelitis dapat terjadi setelah terjadi infeksi virus atau bakteri
sebelumnya atau setelah dilakukan vaksinasi. Kurang lebih 50–75% ADEM terjadi setelah
terjadi infeksi virus maupun bakteri sebelumnya. Angka kejadian ADEM setelah diberikan
imunisasi terjadi <5% dari total kejadian ADEM.6,7

1
 Postinfeksi
Dari berbagai penelitian didapatkan berbagai macam agen penyebab ADEM, baik virus
seperti campak, gondongan, rubela, varicella-zoster, herpes simplex, hepatitis A, influenza,
Ebstein-Barr virus, rotavirus dan enterovirus, maupun bakteri seperti Mycoplasma
pneumoniae, Borrelia burgdorferi, Chlamydia spp, Leptospira spp, Ricketstsia spp, dan
Streptococcus β-hemolyticus.5,6,8
Ketidakberhasilan untuk mengidentifikasi agen penyebab ADEM yang spesifik mungkin
disebabkan agen penyebab yang tidak umum ataupun karena agen penyebab yang tidak dapat
dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium standar.5
Acute disseminated encephalomyelitis paling sering ditemukan setelah infeksi campak.
Mortalitas dan sekuele neurologis dari ADEM setelah terinfeksi campak jauh lebih besar
dibandingkan dengan akibat infeksi lainnya.5,7
 Postimunisasi
Penyebab lain ADEM adalah yaitu setelah pemberian imunisasi yang disebut post
immunization encephalomyelitis, terjadi <5% dari total kejadian ADEM, dan terjadi dalam
rentang waktu 4 minggu pemberian imunisasi. Bentuk ini secara klinis sulit dibedakan
dengan jenis ADEM yang terjadi postinfeksi bakteri/virus, kecuali ADEM yang terjadi
setelah imunisasi sering melibatkan sistem saraf perifer dibandingkan dengan ADEM yang
terjadi setelah infeksi bakteri/virus.5,7,8
Post immunization encephalomyelitis umumnya berhubungan dengan vaksinasi campak,
gondongan, dan rubela (MMR), namun angka kejadiannya jauh lebih kecil dibandingkan
dengan ADEM yang disebabkan infeksi campak yang terjadi secara alami. Post
immunization encephalomyelitis juga dapat terjadi setelah imunisasi rabies, hepatitis B,
influenza, Japanese B encephalitis, difteria-pertusis-tetanus, polio, smallpox, dan cacar air.
Meskipun demikian, hingga kini hanya vaksin rabies yang telah terbukti secara
epidemiologis dan patologis berhubungan dengan ADEM.9,10
Berikut adalah beberapa etilogi penyebab ADEM dapat dilihat pada tabel 1.

2
Tabel 1 Etilogi Penyebab ADEM
Infeksi Imunisasi
Virus
Campak Campak
Gondongan Difteri, Pertusis, Tetanus
Haemophyllus influenzae A atau B Cacar air
Hepatitis A atau B Rabies
Herpes simplex virus Polio
Cacar air, rubela Hepatitis B
Epstein-Barr virus Influenza
Sitomegalovirus
HIV
Infeksi lainnya
Mycoplasma pneumoniae
Chlamydia
Legionella
Campylobacter
Streptococcus
Sumber: Garg5

PATOGENESIS
Sampai saat ini patogenesis dari ADEM belum sepenuhnya dimengerti. Mekanisme yang
mungkin terjadi adalah:
 Acute disseminated encephalomyelitis merupakan hasil dari respons autoimun yang transien
terhadap antigen mielin, yang mungkin terjadi akibat molecular mimicry yang autoreaktif.
Molecular mimicry adalah peptida dari protein bakteri/virus yang memiliki kemiripan
struktur dengan peptida dari pejamu dan dapat mengaktivasi sel T autoreaktif.5,13
Hal tersebut terjadi karena mielin antigen seperti myelin basic protein, proteolipid protein,
dan myelin oligodendrocyte protein memiliki kemiripan struktur dengan komponen antigen
dari patogen yang menginfeksi pejamu. Pejamu yang sebelumnya telah terinfeksi patogen
membentuk respon imun dan menghasilkan antibodi yang juga bereaksi silang dengan
antigen mielin yang memiliki kemiripan struktur dan menghasilkan respon autoimun.
Antibodi tersebut mampu melewati blood brain barrier untuk memasuki sistem saraf pusat
dan menyebabkan demielinisasi serta peradangan sistem saraf pusat.5,13,16
Pada sistem saraf pusat terjadi perubahan secara histopatologi berupa hiperemi dan
pembengkakan sel endotel, invasi sel inflamasi ke dinding pembuluh darah, edema
perivaskular, dan perdarahan. Perubahan ini terjadi pada pembuluh darah kecil di gray matter

3
dan white matter, selanjutnya terjadi peningkatan jumlah makrofag dan penurunan jumlah
limfosit. Pada tahap yang lebih lanjut dapat terjadi fibrosis di jaringan otak yang
berdekatan.5,13
 Beberapa pendapat menyatakan bahwa faktor genetik berperan dalam kejadian ADEM. Gen
yang berperan dalam kejadian ADEM adalah gen HLA DQB1*0602, DRB1*1501 dan
DRB1*1503. Hal ini juga menjelaskan mengapa kejadian ADEM hanya terjadi pada sebagian
kecil individu yang telah diberikan imunisasi atau setelah infeksi virus/bakteri.14,16

Mekanisme bagaimana antibodi, patogen, ataupun toksin mampu melewati blood brain
barrier hingga kini masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Gambaran blood brain
barrier yang melindungi otak dari berbagai mikroorganisme dan toksin dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1 Blood brain barrier melindungi otak dari mikroorganisme dan toksin
yang bersirkulasi dalam darah
Sumber: Kim14

4
KLASIFIKASI
Terdapat 3 klasifikasi ADEM yaitu:
1. ADEM Monofasik
ADEM monofasik adalah suatu episode ADEM yang dapat berkembang selama satu
periode, yaitu maksimal 3 bulan. Gejala klinis yang mungkin terjadi selama penurunan
dosis steroid atau dalam sebulan setelah penghentian pengobatan steroid juga
diklasifikasikan sebagai suatu episode tunggal. Episode rekuren dan multifasik ADEM
harus terjadi lebih dari 3 bulan setelah gejala awal muncul dan lebih dari satu bulan
setelah penghentian pengobatan steroid.5,6,15
2. ADEM Rekuren
ADEM rekuren didefinisikan sebagai serangan yang terjadi setelah melewati satu periode
dengan gejala klinis yang sama seperti serangan awal penyakit. Temuan magnetic
resonance imaging (MRI) pun mirip seperti serangan awal dan tidak didapatkan lesi-lesi
baru, namun dapat ditemukan perluasan lesi-lesi yang ditemukan pada episode awal. 5,6,15
3. ADEM Multifasik
ADEM multifasik didefinisikan sebagai serangan yang terjadi pada tempat baru di sistem
saraf pusat yang berbeda dari serangan sebelumnya. Pada penderita ditemukan gejala
ensefalopati seperti pada serangan awal/sebelumnya, namun temuan klinis dan pencitraan
sistem saraf terdapat pada area yang berbeda dibandingkan dengan serangan awal. Pada
gambaran MRI ditemukan adanya lesi baru dan mungkin ditemukan perbaikan parsial
atau komplet lesi yang sebelumnya didapatkan pada episode pertama ADEM. 5,6,15

DIAGNOSIS
Diagnosis ADEM ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang, terutama
hasil pencitraan MRI. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti analisis cairan serebrospinal dan
elektroensefalografi (EEG) juga dapat membantu menegakkan diagnosis ADEM. 5,15,16

Gejala Klinis
Manifestasi klinis ADEM umumnya muncul 2 hari hingga 4 minggu setelah terpapar antigen,
yang didapat setelah infeksi virus/bakteri ataupun setelah mendapatkan imunisasi. Gejala
dimulai dengan fase prodromal berupa demam, kelemahan badan, sakit kepala, mual, dan

5
muntah sebelum munculnya gejala neurologis. Gejala klinis khas ADEM adalah munculnya
gangguan neurologis fokal maupun multifokal. Onset terjadinya gangguan sistem saraf pusat
terjadi cepat dengan puncak gejala terjadi dalam beberapa hari.5,15,16
Gejala neurologis yang terjadi dapat bervariasi dari letargis hingga koma, gejala
neurologis fokal maupun multifokal, gejala neurologis yang terjadi ditentukan oleh lokasi lesi
pada sistem saraf pusat. Gejala tersebut dapat berupa hemiparesis, cranial nerve palsies, dan
paraparesis. Selain itu dapat terjadi meningismus, ataksia, gangguan cara berjalan (gait),
kejang, gangguan penglihatan, gangguan bicara, dan gagal napas akibat lesi pada batang
otak. Gejala multifokal adalah gangguan dapat terjadi pada otak, seperti optic neuritis dan
atau pada medula spinalis, seperti pada transverse myelitis.5,6,15
Gejala optic neuritis dapat berupa gangguan penglihatan dan nyeri saat menggerakkan
bola mata. Pada pemeriksaan funduskopi dapat terlihat inflamasi diskus optikus. Gejala
transverse myelitis dapat berupa paralisis flaccid kedua tungkai yang disertai gangguan
sensoris. Keterlibatan sistem pencernaan dan traktus urinarius dapat menyebabkan konstipasi
dan retensi urin. Gejala klinis ADEM yang berat biasanya berlangsung selama 2–4
minggu.5,15,16
Fase penyembuhan dapat terjadi dalam beberapa hari, dapat terjadi resolusi komplet yang
dapat terjadi dalam beberapa hari, namun lebih sering terjadi dalam beberapa minggu atau
bulan. Selama masa pemulihan ini dapat pula terjadi relaps dari defisit neurologis.5,15,16
Meskipun gejala klinis ADEM yang ditemukan pada anak-anak maupun orang dewasa
tidak banyak berbeda, seperti perubahan status mental, ataksia, gangguan motorik, dan
keterlibatan batang otak, terdapat beberapa gejala klinis ADEM yang berhubungan dengan
usia. Demam yang berkepanjangan dan sakit kepala lebih sering ditemukan pada anak,
sedangkan gangguan sensoris lebih banyak ditemukan pada penderita dewasa. Kejang jarang
ditemukan pada penderita dewasa, tetapi terutama ditemukan pada penderita yang berusia
kurang dari lima tahun.5,15,16
Sindrom yang melibatkan sistem saraf perifer, seperti acute polyradiculoneuropathy
dapat terjadi pada ADEM, namun jarang ditemukan pada anak. Kombinasi gejala sistem
saraf perifer dan pusat lebih banyak ditemukan pada penderita dewasa.15

6
Pemeriksaan Penunjang
 Pencitraan Sistem Saraf
Pencitraan sistem saraf (neuroimaging) sangat penting dalam menegakkan diagnosis
ADEM. Lesi demielinisasi dari ADEM paling jelas terlihat dengan menggunakan MRI,
jenis T2-weighted images dan fluid attenuated inversion recovery (FLAIR). Lesi
demielinisasi ADEM biasanya tidak menunjukkan massa dan dapat tersebar di substansia
alba fosa posterior dan hemisfer serebral. Pada anak, keterlibatan serebelum dan batang
otak sering kali ditemukan.16
Gambaran khas MRI menunjukkan area-area berbercak-bercak (patchy) yang tersebar
luas, bilateral, dan asimetris yang homogen atau sedikit inhomogen berupa peningkatan
densitas pada lesi dibandingkan dengan area di sekitarnya. Predominansi kelainan
terdapat di white matter, namun grey matter pun dapat ditemukan kelainan, terutama
pada deep gray nuclei di ganglia basalis, talamus, dan batang otak. kadang juga
didapatkan gambaran lesi yang menyerupai tumor.16
Pada white matter, lebih sering ditemukan lesi pada area juxtacortical dan deep white
matter dibandingkan dengan area periventrikular. Lesi demielinisisasi pada ADEM
jarang melibatkan korpus kalosum, namun apabila didapatkan keterlibatan korpus
kalosum, hal ini menunjukkan lesi demielinisasi yang sangat luas. Pada ADEM sering
didapatkan lesi infratentorial, termasuk batang otak dan substansia alba serebelum.
Bentuk dan ukuran lesi bervariasi, dari lesi yang bulat dan kecil, hingga lesi yang tidak
berbentuk, ireguler, dan besar.16,17
Untuk mendiagnosis ADEM diperlukan pemeriksaan MRI secara berkala pada follow
up dan tidak ditemukan lesi baru pada sistem saraf pusat setelah munculnya gejala klinis
awal.8,18 Pada MRI tidak didapatkan gambaran lesi atau kerusakan pada substansia alba
yang terjadi sebelumnya. Perubahan gambaran MRI biasanya ditemukan pada awal
penyakit dan membaik seiring dengan fase penyembuhan penyakit; namun gambaran
abnormalitas sistem saraf pusat dapat tidak terlihat hingga satu bulan setelah munculnya
gejala klinis, sehingga gambaran MRI yang normal pada beberapa hari pertama setelah
munculnya gejala tidak menyingkirkan diagnosis ADEM. 8,15,18
Medula spinalis pada MRI dapat menunjukkan lesi intramedular dengan densitas
bervariasi yang menyertai abnormalitas MRI otak.8,15,18 Gambaran MRI otak dan medula

7
spinalis pada anak yang menderita ADEM dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan lokasi
potensial terjadinya ADEM dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2 Gambaran MRI Otak dan Medula Spinalis pada


Anak yang Menderita ADEM
Sumber: Lee8

Gambar 3 Lokasi Potensial pada Lesi Penderita ADEM


Sumber: Marin dan Callen16

8
 Analisis Cairan Serebrospinal
Hasil pemeriksaan cairan serebrospinal (liquor cerebrospinalis/LCS) dapat ditemukan hasil
yang normal, namun sering terdapat perubahan dari nilai normal. Perubahan yang khas pada
analisis LCS adalah peningkatan tekanan, lymphocytic pleocytosis (maksimal 1.000/mm3,
terkadang pada awalnya didahului peningkatan jumlah sel polimorfonuklear), dan
peningkatan kadar protein LCS. Selain itu didapatkan peningkatan kadar gama globulin dan
IgG, serta peningkatan kadar myelin basic protein. Kadar glukosa LCS biasanya normal.
Ikatan ologloklonal IgG jarang didapatkan pada ADEM, dan lebih sering terdapat pada
sklerosis multipel (MS). Produksi dari ikatan ologloklonal IgG intratekal juga menunjukan
perbaikkan kondisi klinis pasien.5,15

 Elektroensefalografi (EEG)
Abnormalitas EEG yang didapatkan pada ADEM adalah berupa perlambatan umum yang
tidak spesifik dan merupakan gambaran yang nonspesifik yang dapat terjadi pada semua jenis
ensefalopati. Karena rendahnya sensitivitas dan spesifisitasnya, EEG tidak rutin digunakan
untuk mendiagnosis ADEM. Pada penderita ADEM dengan gejala psikiatrik, pemeriksaan
EEG dapat membantu membuktikan lesi organik sebagai penyebab gejala tersebut.3,5,15

 Biopsi otak
Secara histopatologis pada postmortem, ditemukan inflamasi perivenular dengan area
demieliniasi yang terbatas, namun pada beberapa kasus didapatkan area demielinisasi yang
lebih luas yang terjadi secara sekunder akibat gabungan berbagai lesi demielinisasi
perivenular.18

DIAGNOSIS BANDING
Acute disseminated encephalomyelitis harus dibedakan dari kelainan demielinisasi akibat
peradangan sistem saraf pusat lainnya yang dapat terjadi pada anak seperti ensefalitis virus,
sklerosis multipel (MS) dan clinically isolated syndrome (CIS) yang meliputi optic neuritis,
transverse myelitis, atau neuromyelitis optica. 8,15,16

9
 Ensefalitis akibat infeksi (infectious encephalitis)
Acute disseminated encephalomyelitis harus dibedakan dengan infeksi sistem saraf pusat
lainnya seperti ensefalitis. Infeksi virus merupakan penyebab tersering dan terpenting dari
ensefalitis, meskipun dapat juga disebabkan oleh organisme lainnya.7
Anamnesis mengenai riwayat vaksinasi penderita dalam empat minggu terakhir, atau
kejadian infeksi sebelumnya pada penderita, ada tidaknya demam saat onset penyakit, dan
ditemukannya gejala neurologis multifokal, dan temuan MRI dapat membantu membedakan
ADEM dengan infeksi sistem saraf pusat lainnya.7
Perbedaan dari ADEM dan ensefalitis akibat infeksi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbedaan ADEM dan ensefalitis akibat infeksi


Parameter Klinis ADEM Infectious Encephalitis
Usia Anak-anak/ dewasa muda Semua usia
Riwayat imunisasi Sering ditemukan Jarang ditemukan
terkini Sering ditemukan Terkadang ditemukan
Gejala prodromal Dapat terjadi Sering terjadi
Demam Dapat terjadi Jarang terjadi
Gangguan penglihatan Dapat terjadi Jarang terjadi
Spinal cord signs Kadang didapatkan leukositosis Sering didapatkan leukositosis
Pemeriksaan darah Peningkatan densitas Peningkatan densitas pada satu
MRI multifokal yang mengenai white atau lebih area difus pada grey
matter kedua hemisfer, basal matter dari kedua korteks serebral
ganglia, batang otak, serebelum, dan white matter area yang
dan medula spinalis berhubungan, dan dapat meliputi
basal ganglia, batang otak,
serebelum, dan medula spinalis
dalam cakupan yang lebih kecil.
Sumber: Kennedy7

 Sklerosis Multipel
Sklerosis multipel merupakan penyakit inflamasi kronik sistem saraf pusat yang disebabkan
oleh autoimun yang biasanya ditemukan pada orang dewasa muda, namun dapat pula terjadi
pada anak, yang dikenal sebagai pediatric multiple sclerosis. Pediatric multiple sclerosis
didefinisikan sebagai kejadian MS sebelum usia 16 tahun. Pediatric multiple sclerosis terjadi
pada kurang lebih 5% penderita MS dan kurang dari 1% terjadi sebelum usia 10 tahun.
Pediatric multiple sclerosis lebih sering menyerang anak perempuan.15,19

10
Pencitraan menggunakan MRI secara berkala dibutuhkan untuk membedakan ADEM,
terutama ADEM relaps dan multifasik, dengan MS. Karakteristik MS yaitu terjadi episode
rekuren demielinisasi sistem saraf pusat dengan perbedaan lokasi dan waktu dari episode
sebelumnya. Pada gelaja klinis awal, sangat sulit membedakan MS dengan ADEM, sehingga
dibutuhkan pemantauan jangka panjang untuk menegakkan diagnosis.15,19
Pada MS, lesi demielinisasi lebih sering melibatkan area periventrikular dibandingkan
lesi pada area juxtacortical dan deep white matter. Hal ini sangat penting untuk membedakan
lesi pada ADEM dan MS. Salah satu karakteristik MS adalah keterlibatan korpus kalosum,
yang jarang ditemukan pada ADEM.15
Selain menggunakan MRI, terdapat beberapa perbedaan antara ADEM dan MS yang
didapatkan dari tampilan klinis dan laboratorium. Gejala ensefalopati merupakan gejala
klinis yang dibutuhkan untuk mendiagnosis ADEM, namun bukan merupakan gejala yang
umum ditemui pada MS. Pada pemeriksaan analisis LCS, hasil pleositosis ≥50 sel
leukosit/mm didapatkan pada ADEM, yang tidak umum ditemukan pada MS.5,8,15,20
Beberapa perbedaan antara ADEM dan MS dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perbedaan ADEM dengan MS


ADEM MS
Etiologi Riwayat infeksi/vaksinasi Tidak terdapat riwayat
infeksi/vaksinasi
Gejala Bervariasi, disertai ensefalopati Gejala fokal
neurologis
Kejadian Nonprogresif, biasanya monofasik Progresif, relaps, dan remiten
Temuan MRI Lesi difus, bilateral, simetris Periventricular black holes
Prognosis Penyembuhan terjadi cepat dan umumnya Pemulihan bervariasi
mengalami remisi komplit
Sumber: Mathew20

 Clinically Isolated Syndrome


Clinically isolated syndrome adalah episode klinis pertama dari gejala demieliniasi sistem
saraf pusat tanpa disertai riwayat demielinisasi sebelumnya, dapat terjadi monofokal ataupun
multifokal, tanpa keterlibatan medula spinalis dan umumnya tidak terdapat gejala
ensefalopati. 8,15

11
Acute disseminated encephalomyelitis yang terlokalisir pada suatu lokasi tertentu harus
dibedakan dari CIS. Clinically isolated syndrome dapat meliputi meliputi optic neuritis,
transverse myelitis, atau neuromyelitis optica.8,15

Tabel 4. Perbedaan ADEM yang terlokasir pada suatu lokasi dengan CIS
ADEM CIS
Postimunisasi Tidak ada kejadian yang mendahului
Polisimtomatik Biasanya monosimtomatik
Dapat ditemukan bentuk yang terlokalisir Bentuk terlokalisir
Keterlibatan nervus optikus bilateral Keterlibatan nervus optikus unilateral
Keterlibatan system saraf perifer Tidak didapatkan keterlibatan sistem saraf
Keterlibatan medulla spinalis perifer
Analisis LCS: pleositosis limfositosis dengan Terbatas pada sebagian medula spinalis
peningkatan protein Biasanya jarang ditemukan kelainan pada
Biasanya monofasik analisis LCS
Dapat terjadi relaps/rekurensi (ADEM multifasik) Resiko menjadi MS besar
Beresiko menjadi MS
Sumber: Mathew20

TATALAKSANA
Hingga kini belum ada standar terapi untuk tatalaksana ADEM. Semua tatalaksana ADEM
terutama berdasarkan pemikiran yang didapat dari pengalaman klinis, penelitian deskriptif, atau
laporan dari komunitas ahli. Terapi standar untuk ADEM hingga kini belum dikonfirmasi
menggunakan penelitian randomized control trials (RCT).16
 Suportif
Terapi suportif pada penderita ADEM meliputi proteksi jalan napas pada penderita dengan
gangguan kesadaran, ventilasi mekanik pada penderita dengan lesi di daerah servikal, obat
antikejang pada penderita yang mengalami kejang, ataupun koreksi gangguan elektrolit.8,15,20
 Imunomodulasi
Metilprednisolon intravena (IV) merupakan obat pilihan pertama yang digunakan untuk
tatalaksana ADEM dengan angka keberhasilan mencapai 80%. Dosis metilprednisolon IV
adalah 10–30mg/kg/hari, maksimal 1 g/hari selama 3–5 hari. Penggunaan metilprednisolon
pada penderita ADEM dilaporkan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
penggunaan deksametason. Pemberian kortikosteroid dilanjutkan secara per oral dan

12
dilakukan penurunan dosis secara gradual (tapering off) selama 6 minggu untuk mencegah
relaps.15,20
 Terapi pengganti plasma
Jika pemberian kortikosteroid IV tidak memberikan respons yang memuaskan, langkah
selanjutnya yaitu melakukan terapi penggantian plasma. Pemberian terapi penggantian
plasma sebanyak 4–6 kali menunjukkan perbaikan gejala klinis ADEM yang cukup
signifikan.5,8,15,20
 Immunoglobulin Intravena (IVIG)
Pilihan lain untuk tatalaksana ADEM adalah menggunakan IVIG 0,4 mg/kg/hari selama 5
hari, namun terapi menggunakan IVIG ini mahal. Perbaikan pada penderita ADEM yang
diterapi dengan IVIG terlihat dalam 2–3 hari. Dilaporkan pula keberhasilan terapi kombinasi
antara metilprednisolon IV dan IVIG, terutama pada penderita dengan gejala yang berat dan
atipikal. 5,8,15,20
 Terapi Lainnya
Pemberian siklofosfamid, azatiopirin, atau obat sitostatik lainnya dilaporkan berhasil dalam
tatalaksana ADEM yang berat pada orang dewasa, namun keberhasilan terapi tersebut pada
anak masih dipertanyakan.5,8,15,20
Terapi bedah dengan hemikraniektomi dekompresi dapat dilakukan untuk tindakan life
saving pada penderita dengan edema serebri yang mengancam jiwa yang tidak responsif
terhadap terapi konvensional. Ada pula anggapan mengenai efektivitas terapi menggunakan
interferon-β pada penderita ADEM multifasik. 5,15,21

PROGNOSIS
Prognosis anak yang menderita ADEM biasanya baik dan masa pemulihan biasanya terjadi
lambat yang berlangsung kurang lebih enam minggu setelah onset penyakit. Sebanyak 60–90%
penderita tidak mengalami defisit neurologis. Sebagian besar kasus ADEM pada anak akan
mengalami resolusi sempurna pada hasil pencitraan MRI.5,15,22
Gangguan kesadaran yang berkepanjangan berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan
morbiditas ADEM. Lesi multipel atau lesi tunggal yang luas yang terlihat pada pencitraan MRI
berhubungan dengan peningkatan risiko disabilitas.8,15,20

13
Prognosis jangka panjang ADEM berhubungan erat dengan etiologinya, penderita ADEM
akibat infeksi cacar sebelumnya memiliki angka kematian dan kejadian sekuele neurologis yang
lebih tinggi dibandingkan dengan penderita ADEM oleh etilogi lainnya yang bervariasi dari
ataksia ringan hingga hemiparesis.15,20
Dibutuhkan pemantauan jangka panjang dan pencitraan MRI secara berkala selama lima tahun
sejak onset penyakit pada penderita ADEM, untuk menilai proses kesembuhan penyakit dan juga
mengetahui timbulnya lesi baru yang berhubungan dengan ADEM multifasik atau MS.15,20

14
Daftar Pustaka

1. Elhassanien AF, Alghiaty HAA, Zakaeria M. Acute Demielinating Encephalomyelitis


(ADEM): clinical characteristics and outcome. Pediat Therapeut. 2013;3:1.
2. Jayakrishnan MP, Krishnakumar P. Clinical profile of acute disseminated
encephalomyelitis in children. J Ped Neurosc. 2010;5:111–4
3. İncecik F, Hergüner MO. Acute disseminated encephalomyelitis: an evaluation of 15
cases in childhood. Turk J Pediatr. 2013;55:253–9.
4. Apatoff BR. Overview of demielinating disorder. Merck. 2014.
5. Garg RK. Acute disseminated encephalomyelitis. Postgrad Med J. 2003;79:11–7.
6. The Transverse Myelitis Association. Acute disseminated encephalomyelitis (ADEM).
UpToDate. 2012.68:S7-S12.
7. Kennedy PGE. Viral encephalitis: causes, differential diagnosis, and management. J
Neurol Neurosurg Psychiatry. 2004;75(1):i10–i15.
8. Lee YJ. Acute disseminated encephalomyelitis in children: differential diagnosis from
multiple sclerosis on the basis of clinical course. Korean J Pediatr. 2011;54(6):234-40
9. Thapa R. Acute disseminated encephalomyelitis. India J Peds. 2009. 76
10. Kato Z, Shimada Y, Ishiko H, Kondo N. Reversion to the neurovilurent genome sequence
of polio vaccine virus isolated from community-acquired meningitis. Bentham Open.
2009;3:31–2.
11. Pohl D. Epidemiology, immunopathogenesis and management of pediatric central
nervous system inflammatory demielinating conditions. Curr Opin Neurol. 2008; 21:366–
72.
12. O’Connor KC, McLaughlin KA, Jager PLD, Chitnis T,, Bettelli E, Xu C, et.al. Self-
antigen tetramers discriminate between mielin autoantibodies to native or denatured
protein. Nat Med. 2007;13(2):211–7
13. Menge T, Kieseier BC, Nessler S, Hemmer B, Hartung HP, Stuve O. Acute disseminated
encephalomyelitis: an acute hit against the brain. Curr Opin Neurol. 2007;20:247–54.
14. Kim KS. Mechanism of microbial tranversal of the blood brain barrier. Nat rev
Microbiol. 2008;6:625–34

15
15. Tenembaum S, Chitnis T, Ness J, Hahn JS. Acute disseminated encephalomyelitis.
Neurology. 2007;68(2):s23–s36
16. Marin SE, Callen DJA. The magnetic resonance imaging appearance of monophasic
acute disseminated encephalomyelitis: an update post application of the 2007 consensus
criteria. Neuroimag Clin N Am. 2013;23:245–66.
17. Mermuys K, Hoe VL, Vanhoenacker P. Images in clinical radiology: Acute
disseminating encephalomyelitis (ADEM). JBR–BTR. 2006;89: 226.
18. Young NP, Weinshenker BG, Lucchinetti CF. Acute Disseminated Encephalomyelitis:
Current Understanding and Controversies. Semin Neurol . 2008;28:84–94.
19. Pena JA, Lotze TE. Pediatric multiple sclerosis: current concepts and consensus
definition. Hindawi J. 2013;14(3):72–8.
20. Mathew A. Acute disseminated encephalomyelitis: Treatment guidelines. Annals of
Indian Academy of Neurology. 2011;14(1):60–4.
21. Mader I, Stock W, Ettlin T, Probat A. Acute disseminated encephalomyelitis: MR and
CT features. AJNR. 1996;17:104–9.
22. Noorbakhsh F, Johnson, RT, Emery D, Power C. Acute disseminated encephalomyelitis:
clinical and pathogenesis features. Neurol Clin. 2008;26:759–80.

16

Anda mungkin juga menyukai