Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Sejarah

Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, sejarah dapat diartikan

sebagai silsilah, asal-usul (keturunan), atau kejadian yang terjadi pada

masa lampau. Sedangkan para ahli mengemukakan definisi sejarah

antara lain sebagai berikut.

a. Sejarah menurut Widja adalah suatu studi yang telah dialami

manusia diwaktu lampau dan telah meninggalkan jejak diwaktu

sekarang, di mana tekanan perhatian diletakkan, terutama dalam

pada aspek peristiwa sendiri. Dalam hal ini terutama pada hal yang

bersifat khusus dan segi-segi urutan perkembangannya yang

disusun dalam cerita sejarah (I Gede Widja, 1989: 9).

b. Sejarah Sartono Kartodirdjo adalah gambaran tentang masa lalu

manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial yang disusun secara

ilmiah dan lengkap. Meliputi urutan fakta masa tersebut dengan

tafsiran dan penjelasan yang memberikan pengertian pemahaman

tentang apa yang telah berlalu (Sartono Kartodirdjo, 1982: 12).

c. Sejarah menurut Sidi Gazalba adalah gambaran masa lalu tentang

manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial yang disusun secara

ilmiah dan lengkap, meliputi urutan fakta masa tersebut dengan

10
11

tafsiran dan penjelasan, yang memberi pengertian tentang apa yang

telah berlalu (Gazalba, 1981: 13).

Dari beberapa pengertian sejarah di atas maka dapat disimpulkan

bahwa sejarah adalah ilmu yang mempelajari kejadian-kejadian atau

peristiwa pada masa lalu manusia serta merekontruksi apa yang terjadi

pada masa lalu. Dengan adanya pembelajaran sejarah pada siswa maka

dapat membantu siswa dalam memahami perilaku manusia pada masa

lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang.

2. Minat Belajar

Minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu

campuran dari perasaan, harapan, rasa takut, dan kecenderungan-

kecenderungan lain yang menggerakkan individu pada suatu pilihan

tertentu (Andi Mappiare, 1982: 62). Crow and Crow dalam bukunya

Educational Psychology yang dikutip oleh Abdul Rachman Abror

(1993: 112), “minat atau interest bisa berhubungan dengan daya gerak

yang mendorong kita cenderung atau merasa tertarik pada orang, benda

atau kegiatan atau pun bisa berupa pengalaman yang afektif yang

dirangsang oleh kegiatan itu sendiri”. Minat melahirkan perhatian

spontan dan perhatian spontan memungkinkan terciptanya konsentrasi

untuk waktu yang lama. Minat merupakan suatu sikap batin dalam diri

seseorang, maka tumbuhnya minat itu bermuara pada berbagai dorongan

batin (The Liang Gie, 1995: 130).


12

Menurut Slameto (2010: 180) “minat adalah suatu rasa lebih suka

dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang

menyuruh”. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu

hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar dirinya. Semakin

kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minatnya. Minat dapat

diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih

menyukai suatu hal dibandingkan hal lainnya, dapat pula

dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang

memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan

perhatian lebih pada subyek tersebut. Minat tidak dibawa sejak lahir

tetapi diperoleh kemudian. Menurut Winkel (1983: 30), minat adalah

kecenderungan yang agak menetap dalam subyek merasa tertarik pada

bidang atau hal tertentu sehingga merasa senang berkecimpung dalam

bidang itu. Perasaan senang akan menimbulkan minat, kemudian

diperkuat lagi oleh sikap yang positif.

Menurut Bigot yang dikutip oleh Abdul Rachman Abror (1993:

112) minat mengandung unsur-unsur, yakni unsur kognisi (mengenal,

unsur emosi (perasaan), dan unsur konasi (kehendak). Oleh karena itu

minat dianggap sebagai respon yang sadar karena kalau tidak demikian

maka minat tidak akan mempunyai arti apa-apa. Minat mengandung

unsur kognisi, artinya minat itu didahului oleh pengetahuan dan

informasi mengenai obyek yang dituju oleh minat tesebut. Minat

mengandung unsur emosi karena dalam partisipasi atau pengalaman itu


13

disertai dengan pengalaman tertentu. Sedangkan unsur konasi

merupakan kelanjutan dari unsur kognisi dan unsur emosi yang

diwujudkan dalam bentuk kemauan dan hasrat untuk melakukan suatu

kegiatan.

Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

minat merupakan respon sadar dari suatu hubungan diri sendiri dengan

sesuatu di luar diri yang mengandung unsur kognisi, emosi dan konasi

serta faktor yang mempengaruhi dan mendasari timbulnya minat yang

dapat mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu seperti cita-

cita. Sehingga indikator dari minat meliputi kemauan untuk melakukan

suatu kegiatan, partisipasi dalam suatu aktivitas, ketertarikan pada suatu

hal, dan perhatian terhadap suatu obyek.

Cara meningkatkan minat siswa menurut para ahli yang dikutip

oleh Slameto (2010: 181) adalah sebagai berikut.

a. Cara yang paling efektif untuk meningkatkan minat siswa pada

suatu obyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat

siswa yang telah ada.

b. Menurut Tanner & Tanner, pengajar harus berusaha membentuk

minat-minat baru pada diri siswa dengan jalan memberikan

informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan

pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu

dan menguraikan kegunaannya bagi siswa di masa yang akan

datang.
14

c. Menurut Rooijakkers, meningkatkan minat siswa dapat dilakukan

dengan cara menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita

sensasional yang sudah diketahui kebanyakan siswa.

Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah

membantu siswa melihat bagaimana hubungan antar materi yang

diharapkan untuk dipelajarinya dengan dirinya sendiri sebagai individu

(Slameto, 2010:180). Apabila siswa menyadari bahwa belajar adalah

alat untuk mencapai tujuan yang dinggapnya penting dan membawa

kemajuan pada dirinya, maka siswa akan lebih berminat untuk belajar.

Selain itu, guru juga harus mengemas pelajaran menjadi lebih menarik

dan tidak membosankan serta sesuai dengan minat siswa agar prestasi

belajar siswa menjadi lebih baik.

Perubahan minat dapat dilihat dari diri siswa yang sudah lebih

berminat untuk mengikuti kegiatan sekolah. Minat merupakan salah

satu faktor keberhasilan belajar siswa. Minat besar pengaruhnya

terhadap keaktifan belajar siswa, apabila bahan pelajaran tidak sesuai

dengan minat siswa maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-

baiknya karena bahan pelajaran yang disampaikan tidak menarik. Oleh

karena itu, guru harus mengetahui minat siswa dan mengaitkannya

dalam pembelajaran agar siswa lebih senang dalam belajar dan dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa


15

Menurut Safari (2005:111) minat belajar adalah kesenangan dalam

melakukan kegiatan dan dapat membangkitkan gairah seseorang untuk

memenuhi kesediaanya dalam belajar. Kemudian definisi operasional

dari minat belajar adalah skor siswa yang diperoleh dari tes minat belajar

dan mengukur aspek : Kesukacitaan, Ketertarikan, Perhatian,

Keterlibatan.

Dalam definisi tersebut dapat disusun indikator minat belajar

sebagai berikut :

a. Gairah siswa dalam mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar.

b. Inisiatif siswa dalam mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar.

c. Respon siswa terhadap materi dan tugas yang diberikan oleh guru.

d. Kesegeraan siswa dalam mengumpulkan tugas dan mengerjakan

latihan soal yang diberikan oleh guru.

e. Kosentrasi siswa dalam belajar.

f. Ketelitian siswa dalam mengerjakan tugas dan soal latihan yang

diberikan oleh guru.

g. Kemauan siswa untuk belajar.

h. Keuletan siswa dalam mengerjakan tugas dan latihan soal yang

diberikan oleh guru.

i. Kerja keras dalam mengerjakan tugas dan latihan soal yang

diberikan oleh guru.


16

Dengan adanya indikator di atas, dapat diketahui siswa yang

berminat, kurang berminat dan tidak berminat dalam mengikuti Kegiatan

Belajar Mengajar dalam mata pelajaran sejarah.

3. Mata Pelajaran Sejarah

Mata pelajaran sejarah adalah mata pelajaran yang mempelajari

kehidupan atau peristiwa-peristiwa penting di masa lampau dalam

kehidupan sosial, politik, ekonomi dan kehidupan dalam masyarakat.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, sejarah dapat diartikan

sebagai silsilah, asal-usul (keturunan), atau kejadian yang telah terjadi

pada masa lampau.

Dari pengertian sejarah dapat diketahui bahwa di dalam sejarah

terkandung beberapa aspek yang perlu dipelajari, yaitu aspek

pengetahuan, aspek sikap, dan aspek ketrampilan. Aspek-aspek ini akan

bermanfaat bagi peserta didik dalam upaya memecahkan permasalahan

yang dihadapi di dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Sering

dikatakan bahwa pelajaran sejarah penting artinya bagi kehidupan

manusia, yaitu sebagai tambahan pengalaman, upaya untuk menjaga

peninggalan masa lampau, mengetahui pertentangan antar suku bangsa

yang mungkin mempunyai permasalahan yang sama serta untuk

mengenang dan mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh

para pahlawan kita.


17

Oleh karena belajar sejarah mempunyai tujuan yang baik bagi

generasi muda maka sejarah perlu dan harus dipelajari oleh siapapun

terutama oleh generasi muda yang ada di negara ini. Memahami sejarah

di masa yang silam, peserta didik dapat menangkap nilai-nilai yang

dianut oleh tokoh terdahulu. Menurut Kartodirjo (1982: 43) tujuan

pengajaran sejarah adalah:

a. Membangkitkan perhatian serta minat kepada sejarah tanah air.

b. Mendapatkan inspirasi, baik dari kisah kepahlawanan maupun

peristiwa yang merupakan strategi nasional.

c. Memberikan pola berpikir rasional, kritis, empiris, dan realistis.

d. Mengembangkan sikap mau menghargai nilai-nilai kemanusiaan.

Sedangkan menurut Kasmadi (2000: 12) mengemukakan bahwa

tujuan luhur dari pelajaran sejarah adalah untuk menanamkan semangat

kebangsaan, cinta tanah air, bangsa dan negara serta sadar untuk

menjawab untuk apa ia dilahirkan. Pelajaran sejarah merupakan salah

satu unsur utama dalam pendidikan politik bangsa. Lebih jauh lagi

pengajaran sejarah merupakan sumber inspirasi terhadap hubungan antar

bangsa dan negara. Siswa menjadi memahami bahwa ia merupakan

bagian dari masyarakat negara dan dunia.


18

4. Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)

a. Pengertian

Pembelajaran kooperatif dapat dilakukan dengan cara

pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang

memungkinkan siswa dapat bekerja sama untuk memaksimalkan

belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok

tersebut. Cooperative learning menurut Slavin (1984) yang dikutip

oleh Etin Solihatin (2007: 4) adalah “suatu model pembelajaran di

mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang,

dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen”. Sedangkan

pengertian cooperative learning menurut Etin Solihatin sendiri

adalah perilaku bersama dalam bekerja dan membantu di antara

sesama anggota kelompok yang mempunyai struktur kerja sama

yang teratur, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana

keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan tiap

anggota kelompok itu sendiri (Solihatin, 2007: 4).

b. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman

sebaya yang berinteraksi antar sesama sebagai sebuah tim dalam

menyelesaikan suatu masalah. Menurut Arends (1997: 111), model

pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri:


19

1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk

menyelesaikan materi belajar,

2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan

tinggi, sedang dan rendah,

3) Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,

jenis kelamin yang berbeda-beda,

4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada

individu (www.docstoc.com).

c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif merupakan

pondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi

murid. Selain tujuan bersama yang akan dicapai, kebersamaan dan

kerjasama dalam pembelajaran ini juga diarahkan untuk

mengembangkan kemampuan kerjasama diantara para siswa.

Pembelajaran ini akan memberikan kesempatan siswa untuk

mendiskusikan suatu masalah, mendengarkan pendapat-pendapat

orang lain dan memacu siswa untuk bekerjasama, saling membantu

untuk menyelesaikan permasalahan.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran kooperatif, pengelolaan

kelas harus diselaraskan dengan strategi pembelajaran. Tujuan

pembelajaran kooperatif yang dirangkum oleh Ibrahim, dkk

(2000:7) antara lain:

1) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.


20

2) Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut

ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun

ketidakmampuan.

3) Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan

kolaborasi (www.desi_na.student.fkip.uns.ac.id).

5. Teknik Jigsaw II

Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et al sebagai

strategi Cooperative Learning. Teknik dapat digunakan dalam

pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.

Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis,

mendengarkan, dan berbicara. Jigsaw orisinil membutuhkan

pengembangan yang ekstensif dari materi-materi khusus. Bentuk

adaptasi Jigsaw yang lebih praktis dan mudah yaitu Jigsaw II. Jigsaw II

dikembangkan oleh Slavin dengan sedikit perbedaan.

Ada perbedaan mendasar antara pembelajaran Jigsaw I dan Jigsaw

II. Pada tipe I, awalnya siswa hanya belajar konsep tertentu yang akan

menjadi spesialisasinya saja, sementara konsep-konsep yang lain ia

dapatkan melalui diskusi dengan teman satu grupnya. Pada tipe II,

setiap siswa memperoleh kesempatan belajar secara keseluruhan konsep

(scan read) sebelum ia belajar spesialisasinya untuk menjadi ahli

(expert). Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran menyeluruh

dari konsep yang akan dibicarakan (Trianto, 2010: 75).


21

Cara menggunakan cooperative learning teknik Jigsaw orisinal

menurut Anita Lie (1999: 73-74) adalah sebagai berikut.

1. Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi

empat bagian.

2. Sebelum pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan

mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk

hari itu. Pengajar dapat menuliskan topik di papan tulis dan

menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut.

Kegiatan “Brainstorming” ini dimaksudkan untuk mengaktifkan

schemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang

baru.

3. Siswa dibagi dalam kelompok berlima

4. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama.

Sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua.

Demikian seterusnya.

5. Kemudian siswa disuruh membaca/mengerjakan bagian mereka

masing-masing.

6. Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang

dibaca/dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini siswa dapat

saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang

lainnya.
22

7. Khusus untuk kegiatan membaca, kemudian pengajar membagikan

bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa.

Siswa membaca bagian tersebut.

8. Kegiatan ini dapat diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam

bahan pelajaran hari itu. Diskusi dilakukan antara pasangan atau

dengan seluruh kelas.

Sedangkan langkah-langkah pembelajaran dengan Jigsaw II

menurut Trianto (2010: 75-78) adalah sebagai berikut.

1. Orientasi

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan

penekanan tentang manfaat penggunaan Jigsaw II dalam proses

belajar mengajar. Siswa diminta mempelajari konsep secara

keseluruhan untuk memperoleh gambaran keseluruhan dari konsep.

(Bisa juga pemahaman konsep ini menjadi tugas yang sebelumnya

harus dibaca dirumah)

2. Pengelompokan

Siswa dibagi kedalam kelompok dengan beranggotakan 5-6 orang

siswa dengan kemampuan heterogen. Berilah indeks 1 untuk siswa

dalam kelompok sangat baik, indeks 2 untuk kelompok baik,

indeks 3 untuk kelompok sedang, dan indeks 4 untuk kelompok

rendah. Tiap grup akan berisi:

Grup A {A1, A2, A3, A4, A5}

Grup B {B1, B2, B3, B4, B5}


23

Grup C {C1, C2, C3, C4, C5}

Grup D {D1, D2, D3, D4, D5}

Grup E {E1, E2, E3, E4, E5,}

3. Pembentukan dan pembinaan kelompok ahli

Grup (kelompok) asal kemudian dipecah menjadi kelompok yang

akan mempelajari materi yang akan diberikan guru dan dibina

supaya menjadi ahli berdasarkan indeksnya.

Kelompok 1 {A1, B1, C1, D1, E1}

Kelompok 2 {A2, B2, C2, D2, E2}

Kelompok 3 {A3, B3, C3, D3, E3}

Kelompok 4 {A4, B4, C4, D4, E4}

Tiap kelompok diberi konsep materi sesuai dengan

kemampuannya. Kelompok 1 yang terdiri dari siswa yang sangat

baik kemampuannya diberi materi yang lebih kompleks, begitu

seterusnya. Setiap kelompok diharapkan dapat belajar topik yang

diberikan dengan sebaik-baiknya sebelum ia kembali ke dalam

grup (kelompok) “asal” sebagai tim ahli.

4. Diskusi (pemaparan) kelompok ahli dalam grup

Para “ahli” dalam konsep tertentu ini kemudian kembali kepada

grup (kelompok) “asal”. Sehingga di dalam kelompok telah

memiliki 5 orang ahli dalam konsep tertentu. Selanjutnya guru

mempersilahkan anggota kelompok untuk mempresentasikan

keahliannya kepada anggota grupnya masing-masing, satu per satu.


24

5. Pengakuan kelompok

Penilaian didasarkan pada skor peningkatan individu, pada

seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor sebelumnya. Setiap

siswa dapat memberikan kontribusi poin maksimun pada

kelompoknya dalam sistem skor kelompok. Siswa memperoleh

skor untuk kelompoknya didasarkan pada skor kuis mereka

melampaui skor dasar mereka.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang mengkaji tentang model pembelajaran kooperatif yang

pernah dilakukan yaitu seperti berikut.

1. Penelitian yang ditulis oleh Sri Supadmi (2009) berjudul “Upaya

Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial melalui

Pembelajaran Kooperatif Jigsaw bagi Siswa SMP Negeri 2 Mertoyudan

Magelang”. Hasil penelitiannya disimpulkan bahwa pelaksanaan

pembelajaran Kooperatif Jigsaw meningkatkan partisipasi belajar dan

hasil belajar siswa dengan peningkatan rerata prosentase partisipasi

belajar siswa, yaitu pada siklus I sebesar 78% meningkat menjadi 87%

pada siklus II. Dan peningkatan jumlah siswa yang mencapai nilai batas

tuntas minimal (>75), yaitu sebelum tindakan 4 siswa (12%) yang

tuntas, pada siklus I menjadi 7 siswa (21%), kemudian pada siklus II

sebanyak 24 siswa (71%), dan pada akhir siklus I dan II meningkat

menjadi 29 siswa (85%).


25

2. Penelitian yang ditulis oleh Ahnanto (2009) berjudul “Prestasi Belajar

Sosiologi dengan Penerapan Pendekatan Cooperative Learning Metode

Jigsaw pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Purworejo Tahun Pelajaran

2009/2010”. Hasil penelitiannya disimpulkan bahwa pelaksanaan

Penerapan Pendekatan Cooperative Learning Metode Jigsaw

meningkatkan prestasi belajar siswa sebesar 1,70 dan kenaikan prestasi

belajar yang menggunakan metode ceramah sebesar 1,28 diperoleh nilai

pengujian t hitung sebesar 2,078 lebih besar dari t tabel sebesar 1,670

dengan taraf signifikansi sebesar 5%.

C. Kerangka Pikir

Strategi dan metode pembelajaran pada mata pelajaran Sejarah sebagian

besar adalah berupa teori dan ceramah. Sedangkan siswa secara umum akan

cepat merasa bosan menerima materi yang bersifat teori. Terlebih jika guru

masih menggunakan strategi pengajaran yang konvensional dan kurang

dapat memberikan inovasi-inovasi pada saat proses belajar mengajar

berlangsung. Hal ini akan menyebabkan minat belajar siswa menjadi rendah

karena siswa tidak terlibat aktif dalam proses belajar. Melihat situasi yang

demikian, perlu dilakukan upaya pemecahan masalah melalui penerapan

pembelajaran yang berpusat pada siswa. Sebagai alternatif pembelajaran

yang dapat dilakukan adalah pembelajaran model kooperatif teknik Jigsaw

II.
26

Dengan penerapan pembelajaran kooperatif dengan teknik Jigsaw II

yang tepat diharapkan dapat meningkatkan indikator-indikator dalam minat

meliputi:

a. Perasaan Senang

Seorang siswa yang memiliki perasaan senang atau suka terhadap suatu

mata pelajaran, maka siswa tersebut akan terus mempelajari ilmu yang

disenanginya. Tidak ada perasaan terpaksa pada siswa untuk mempelajari

bidang tersebut.

b. Ketertarikan Siswa

Berhubungan dengan daya gerak yang mendorong untuk cenderung merasa

tertarik pada orang, benda, kegiatan atau bisa berupa pengalaman afektif

yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.

c. Perhatian Siswa

Perhatian merupakan konsentrasi atau aktivitas jiwa terhadap pengamatan

dan pengertian, dengan mengesampingkan yang lain dari pada itu. Siswa

yang memiliki minat pada objek tertentu, dengan sendirinya akan

memperhatikan objek tersebut.

d. Keterlibatan Siswa

Ketertarikan seseorang akan suatu objek yang mengakibatkan orang tersebut

senang dan tertarik untuk melakukan atau mengerjakan kegiatan dari objek

tersebut.
27

Dengan demikian uraian kerangka pikir tersebut di atas dapat

digambarkan sebagai berikut:

Kondisi awal Tindakan Hasil akhir

Minat belajar siswa Strategi Minat belajar siswa


untuk melakukan suatu untuk melakukan suatu
pembelajaran
kegiatan dalam proses kegiatan dalam proses
belajar, berpartisipasi, kooperatif belajar mengajar,
tertarik pada bahan berpartisipasi, tertarik
teknik Jigsaw II
pelajaran, perhatian pada bahan pelajaran,
pada penjelasan guru Jigsaw II perhatian pada
masih dibawah standar penjelasan guru
(<75%) meningkat (>75%).

Gambar 1.
Alur Kerangka Pikir

Anda mungkin juga menyukai