Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rupturnya pembuluh


darah dibawah lapisan konjungtiva. Dapat terjadi secara spontan atau akibat
trauma. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur.
Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).1
Faktor risiko perdarahan subkonjungtiva yaitu trauma dan penggunaan
lensa kontak biasanya pada pasien yang lebih muda, penyakit pembuluh darah
sistemik seperti hipertensi, diabetes, dan aterosklerosis lebih sering terjadi pada
orang tua.2
Penelitian yang dilakukan di pakistan didapatkan bahwa dari 50 pasien
perdarahan subkonjungtiva, 34 pasien tipe trauma dan 16 pasien perdarahan
subkonjungtiva tipe spontan. Perempuan lebih banyak mengalami perdarahan
subkonjungtiva tipe spontan (68,8%), kebanyakan akibat hipertensi. Sedangkan
perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik lebih banyak pada laki-laki (70,6%).3
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan.
Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa
diobati. Perdarahan subkonjungtiva berubah warna saat sembuh (sering kali merah
ke orange menjadi kuning).4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN HISTOLOGI


Anatomi dan fisiologi
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan)
dan dengan epitel kornea di limbus.4
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :5
 Konjungtiva palpebra atau konjungitva tarsal.
 Konjungtiva bulbi.
 Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata
dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus
jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.4
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices
dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Konjungtiva
bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali
di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang).4

2
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva.
Histologi
Konjungtiva seperti halnya membran mukosa lainnya, terdiri atas dua
lapisan, yaitu:4
1. Lapisan epitel konjungtiva, terdiri atas dua hingga lima Iapisan sel epitel
silindris bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di
dekat limbus, di atas caruncula, dan di dekat persambungan mukokutan
pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sei epitel skuamosa bertingkat.
Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke
tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara
merata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel
superfisial dan di dekat lirnbus dapat mengandung pigmen.
2. Stroma konjungtiva, dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan
satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan
limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam
folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang
sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 brrlan. Lapisan fibrosa tersusun
dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Lapisan
fibrosa tersusun longgar pada bola mata.

\
Gambar 2. Histologi konjungtiva.5

3
Pendarahan, Limfatik, & Persarafan
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria ciliaris anterior dan
arteria palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan
bersama banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya
membentuk jaring-jaring vaskular konjungtiva yang sangat banyak.4
Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan
profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk
pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari nervus
trigeminus cabang pertama (Oftalmik). Saraf ini memiliki serabut nyeri yang
relatif sedikit. 4

B. DEFINISI
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rupturnya
pembuluh darah konjungtiva. Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera.
Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan
bagi pasien.4,6

Gambar 3. Perdarahan Subkonjungtiva. 7

C. EPIDEMIOLOGI
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua
kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan
pertambahan umur. Penelitian epidemiologi di Kongo rata – rata usia yang
mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun dan perempuan

4
lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu 34 (58,6%) perempuan dan 24
(41.4%) laki-laki. Dari 58 pasien, 28 pasien mengalami perdarahan
subkonjungtiva tipe spontan, 30 pasien perdarahan subkonjungtiva tipe
traumatik. Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral
(90%).8
Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan
hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi
hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya
perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah
muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan. 8
Penelitia yang dilakukan di pakistan didapatkan bahwa dari 50 pasien
perdarahan subkonjungtiva, 34 pasien tipe trauma dan 16 pasien perdarahan
subkonjungtiva tipe spontan. Rata-rata usia yang mengalami perdarahan
subkonjungtiva adalah 30 tahun. Perempuan lebih banyak mengalami
perdarahan subkonjungtiva tipe spontan (68,8%), kebanyakan akibat
hipertensi. Sedangkan perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik lebih banyak
pada laki-laki (70,6%).3

D. ETIOLOGI
Penyebab perdarahan subkonjungtiva, antara lain sebagai berikut:2,9
1. Idiopatik
2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah, muntah, bersin).
3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola
mata)
4. Hipertensi.
5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya
riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik,diabetes, SLE,
parasit dan defisisensi vitamin C.
6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, antikoagulan (warfarin).
7. Operasi mata contohnya operasi katarak, glaukoma.

5
8. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang
diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtiva khalasis dan pinguecula.
9. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan
penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.

E. PATOFIOSOLOGI
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian
putih dari bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva
merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva
mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus.
Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat
mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di
konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga
mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di
sklera.
Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar
secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus,
yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan
pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering terkena daripada
bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan
kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada
kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena
perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit.10

F. KLASIFIKASI
Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi
menjadi dua, yaitu :2
a. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi
secara tiba-tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh

6
menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah
pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh
adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik,
anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan.
b. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami
trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala
daerah orbita.

G. GAMBARAN KLINIK
Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan
dengan perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.11
 Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva
pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak
nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata.
 Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis)
atau merah tua (tebal).
 Pada perdarahan subkonjungtiva spontan (idiopatik), tidak ada darah
yang akan keluar dari mata. Jika mengusapkan tisu ke bola mata maka
tidak akandidapati darah di tisu tersebut.
 Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang
ringan.
 Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu
kemudian akan berkurang perlahan ukurannya.

H. DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat
membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan
adanya trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila
perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-

7
langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian
kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata
proparacaine (topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena
sakit dan curiga etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. 11
Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada
perdarahan subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan
subkonjungtiva traumatik dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh
Lima dan Morales di rumah sakit Juarez Meksiko tahun 1996 – 2000
menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan perdarahan subkonjungtiva
disertai dengan trauma lainnya (selain pada konjungtiva), ketajaman visus <
6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain konjungtiva. Maka dari
itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap
trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada
trauma organ mata lainnya. 10
Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek
pupil, bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola
mata jika perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°. Jika pasien
memiliki riwayat perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk
memeriksa waktu pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan
hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit.11

Gambar 4. Pemeriksaan Luar.

8
A B
Gambar 5. A. Pemeriksaan luar. B. Pemeriksaan Slit Lamp.

I. DIAGNOSIS BANDING
1. Konjungtivitis Hemoragik Akut
Konjuntivitis hemoragik akut (AHC) ditandai dengan kongesti
konjungtiva, dilatasi vaskular, dan timbulnya edema. Konjuntivitis
hemoragik akut disebabkan oleh coxakie virus A24 dan Enterovirus 70.
Masa inkubasi virus 12-48 jam dan berlangsung singkat (5-7 hari). Tanda
dan gejala, mata terasa sakit, edema palpebra, fotoobia, sensasi benda
asing, banyak mengeluarkan air mata, mata merah, dan hemoragi
subkonjungtival. Hemoregik subkonjungtiva umumnya difus, namun
dapat berupa bintik-bintik pada awalnya, dimulai konjungtiva bulbi
superior dan menyebar ke bawah.12

A B
Gambar 6. A. Konjungtivitis Hemoragik Akut. B. Konjungtivitis
Hemoragik Akut 6 hari setelah onset.13,14

9
2. Konjungtivitis bakteri
Konjungtivitis adalah radang konjungtiva yang dapat disebabkan
oleh Streptokokus, Corynebacterium diptherica, Pseudomonas, Neisseria,
Hemophilus. Konjungtivitis bakteri akut biasanya jinak dan dapat sembuh
sendiri, berlangsung kurang dari 14 hari. Gejala Konjungtiva hiperemis,
rasa mengganjal, gatal dan berair, edema kelopak, kadang disertai sekret
secret purulent atau mukopurulen. Umumnya tanpa disertai penurunan
tajam penglihatan.1,4

Gambar 7. Konjungtivitis bakteri.15


3. Sarcoma Kaposi
Sarkoma kaposi ( SK ) merupakan suatu tumor yang berkembang
dari sel-sel yang membatasi pembuluh darah atau limfe. Sarkoma kaposi
dapat melibatkan berbagai organ seperti kulit, paru-paru, sistem saluran
pencernaan, mata dan organ yang lain. Pada pasien dengan AIDS,
sarcoma kaposi berkembang sangat cepat sedangkan pada pasien dengan
sistem imun yang normal, perkembangan sarkoma kaposi biasanya
ringan. Sarkoma Kaposi banyak dijumpai pada laki-laki, terutama pada
laki-laki homoseksual.16
Sarkoma kaposi yang terkait AIDS paling sering disebabkan oleh
Human Herpes Virus 8 ( HHV- 8 ) ( Wani MG, 2011 ). Sarkoma kaposi
dapat mengenai organ mata pada bagian palpebra, kelenjar lakrimal, orbit,
konjungtiva bulbar dan konjungtiva palpebra. Konjungtiva sarcoma
kaposi paling banyak pada lower fornik, diikuti bulbar konjungtiva lalu
upper fornik. Lesi biasanya meninggi, mobile, dan merah keunguan dan
beberapa ada perdarahan. Gejala dari sarkoma kaposi pada mata
diantaranya nyeri, photophobia, mata merah berulang, iritasi, sensasi

10
benda asing, epiphora, dry eye, mucopurulent discharge, kelopak mata
bengkak, tidak dapat menutup mata sempurna, gangguan tajam
penglihatan, dan pandangan kabur.17,18

Gambar 8. Sarkoma Kaposi.

J. PENATALAKSANAAN
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan.
Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres
dingin. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2
minggu tanpa diobati. Perdarahan subkonjungtiva berubah warna saat sembuh
(sering kali merah ke orange menjadi kuning).19
Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea,
dapat dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan.
Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang
simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab
utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi
untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter
memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan
untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko
perdarahan berulang.20
Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika
ditemukan kondisi berikut ini :7
1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.
2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan
untuk melihat)
3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan

11
4. Riwayat hipertensi
5. Riwayat trauma pada mata.

K. KOMPLIKASI
Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam
waktu 1 – 2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi.
Namun adanya perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter
spesialis mata jika ditemui berbagai hal seperti yang telah disebutkan diatas.21
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang
(kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh
Hicks D dan Mick A mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap
atau mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan
subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa
okuler.22
L. PROGNOSIS
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik.
Karena sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk
keadaan tertentu seperti sering mengalami kekambuhan, persisten atau
disertai gangguan pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut
lagi. 10,21

12
BAB III

PENUTUP

Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh


darah konjungtiva. Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Klasifikasi
perdarahan subkonjungtiva yaitu perdarahan subkonjungtiva tipe spontan dan
perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik.
Etiologi Idiopatik, Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah, muntah, bersin),
Traumatik, Hipertensi., Gangguan perdarahan , Berbagai antibiotik, obat NSAID, antikoagulan
(warfarin), Operasi mata, Penggunaan lensa kontak dan konjungtivokhalasis.
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan.
Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa
diobati. Perdarahan subkonjungtiva berubah warna saat sembuh (sering kali merah
ke orange menjadi kuning).

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Primer Edisi II. IDI: Jakarta. 2013: 186.
2. Bercin Tarlan, Hayyam Kiratli. Subconjunctival Hemorrhage: Risk Factors
and Potential Indicators. Turkey : Dovepress jurnal. 2013:1163–1170.
3. Nedime Sahinoglu, Selim Cevher, Ahmet Ergin. Analysis of Subconjunctival
Hemorrhage. Pakistan: Pak J Med Sci. 2013;29(1):132-134.
4. Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC. 2009; 5-6.
5. Lee Ann Remington. Clinical Anatomy and Physiology of the Visual System
Third Edition. USA: Elsevier. 2012;172-174
6. Dan-Ning Hu, Chih-Hsin Mou, Shih-Chun Cha, dkk. Incidence of Non-
Traumatic Subconjunctival Hemorrhage in a Nationwide Study in Taiwan
from 2000 to 2011. USA: Researchgate. 2015. Sumber:
https://www.researchgate.net/publication/281822585. Diakses pada tanggal
21 Januari 2018.
7. Patricia Bainter. Subconjunctival Hemorrhage (Bleeding in Eye).
Emedicinehealth. 2018. Sumber: http://www.emedicinehealth.com. Diakses
pada tanggal 21 Januari 2019.
8. Kaimbo D, Kaimbo Wa. Epidemiology of traumatic and spontaneous
subconjunctival haemorrhages in Congo. Congo: 2009. Sumber:
http//pubmed.com/Epidemiologyoftraumaticandspontaneoussubconjunctivalh
aemorrhagesinCongo/943iure. Diakses pada tanggal 21 januari 2019.
9. Graham, Robert. Red Eye. Medscape. 2018. Sumber:
http://emedicine.medscape.com. Diakses pada tanggal 21 januari 2019.
10. Graham, R. K. Subconjuntival Hemorrhage. 1st Edition.. Medscape’s. 2009.
Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview Diakses
pada tanggal 21 januari 2019.
11. Chern, K. C. Emergency Ophthalmology: A Rapid Treatment Guide. 1st ed.
2002. McGraw-Hill, Massachusetts.
12. Jean D. Acute Hemorrhagic Conjunctivitis. Medscape. 2019. Sumber:
http://emedicine.medscape.com. Diakses pada tanggal 21 januari 2019.

14
13. Willian C. Acute Hemorrhagic Conjunctivitis. University of Iowa: Eye
Rounds. 2010. Sumber: http://webeye.opth.oiowa.edu/Acute-Hemorrhagic-
Conjunctivitis.html. Diakses pada tanggal 21 januari 2019.
14. Drzezo. Enterovirus and Coxsackievirus. Ento key. 2016. Sumber :
http://entokey.com/ Enterovirus-and-Coxsackievirus. Diakses pada tanggal 21
januari 2019.
15. Andrew A. Bacterial Conjunctivitis. Medicinet. 2010. Sumber:
http://www.medicinet.com. Diakses pada tanggal 21 januari 2019.
16. Dimitris Mikropoulos, Ioannis Mavrikakis. Kaposi’s sarcoma of the bulbar
Conjunctiva in a Immunocompetent Patient. Case Report Ophthalmology.
2012;2:193-197
17. Sahar Kohanim, Anthony B. Daniels. Local Treatment of Kaposi Sarcoma of
the conjunctiva. J International Ophthalmology Clinics. 2011;183-192.
18. Sofia Maia, Miguel Gomes. Isolated Bulbar Conjunctival Kaposi’s sarcoma
as a Primary Presentation of AIDS: A Case Report. Case report in
Ophthalmology Medicine. 2013. http://dx.doi.org/10.1155/2013/469195.
Diakses pada tanggal 21 januari 2019.
19. Brian Wachler. Subconjunctival Hemorrhage (Bleeding in Eye). WebMD.
2018. Sumber: http://www.webmed.com. Diakses pada tanggal 21 januari
2019.
20. Kierstian B. Subconjunctival Hemorrhage. USA: American Academy of
Ophthalmology. 2017. Sumber: http://www.aao.org. Diakses pada tanggal 21
januari 2019.
21. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta: FK UI. 2015.
22. Dave Hicks, Andrew Mick. Recurrent Subconjunctival Hemorrhages Leading
to the Discovery of Ocular Adnexal Lymphoma. California: Optometry.
2010;81;528-532.

15

Anda mungkin juga menyukai