Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ditinjau dari karakteristik geografis dan geologis wilayah, Indonesia adalah salah satu
kawasan rawan bencana banjir. Sekitar 30% dari 500 sungai yang ada di Indonesia melintasi
wilayah penduduk padat. Lebih dari 220 juta penduduk, sebagian adalah miskin dan tinggal di
daerah rawan banjir. Pada umumnya bencana banjir tersebut terjadi di wilayah Indonesia bagian
barat yang menerima curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian Timur (Bakornas
PB, 2007).

Banjir dan masalah lingkungan yang terus melanda Kota Semarang tidak dapat dilepaskan
dari pertambahan penduduk yang terus berlangsung sepanjang tahun. Secara umum yang dapat
dicatat BPS Kota Semarang (tahun 2003- 2007) adalah, bahwa selama kurun waktu tahun 2002
sampai dengan tahun 2006, penduduk yang datang di Kota Semarang berturut-turut adalah
34.270 orang pada tahun 2002, selanjutnya 37.063 orang (tahun 2003), 35.105 orang (tahun
2004), 30.910 orang (tahun 2005), dan 42.714 orang pada tahun 2006. Sedangkan 5 kecamatan
yang tergolong padat, juga kedatangan penduduk yang cukup banyak pada tahun 2006. Lima
kecamatan itu adalah Banyumanik yang kedatangan 4.128 orang, Kecamatan Tembalang 4.136
orang, Kecamatan Pedurungan 6.209 orang, Kecamatan Semarang Barat 4.002 orang dan
Kecamatan Ngaliyan 4.059 (Wawasan, 13/01/09). Salah satu penyebab dari peningkatan jumlah
penduduk yang ada di semarang yaitu karena semarang terdapat universitas-universitas yang
cukup ternama sehingga menjadi bidikan calon mahasiswa baru di seluruh penjuru Indonesia,
misalnya Universitas Negeri semarang ataupun IAIN Semarang dan IKIP PGRI Semarang.
Sehingga banyak para pendatang yang memadati Semarang.

Namun secara teoritis keilmuan, adapun lima potensi banjir di Semarang menurut Pramono SS
(2002) adalah sebagai berikut :
1. karakteristik geografi, Kota Semarang memiliki daerah-daerah potensi banjir, karena adanya
perbedaan tinggi dataran antara wilayah utara dan ilayah selatan. Kondisi ini terjadi karena
adanya banjir kiriman dari wilayah selatan Kota Semarang dan kabupaten Semarang.
2. adanya perubahan pemanfaatan lahan dari hutan karet menjadi perumahan di wilayah kecamatan
Mijen memperbesar kerusakan di daerah tersebut. Akibatnya jumlah air hujan yang mengalir ke
wilayah Ngaliyan menjadi bertambah dan membuat daerah tersebut terkena musibah banjir;
padahal sebelumnya di daerah tersebut belum pernah terkena banjir. Selain penggundulan hutan,
perubahan fungsi lahan yang terjadi di wilayah Kabupaten Semarang dari areal pertanian
menjadi areal perumahan baru. Penyebab lain, banyak sungai yang berhulu di daerah Kabupaten
Semarang melewati Kota Semarang.
3. adanya pengeprasan bukit di beberapa tempat mengakibatkan perubahan pola aliran air, erosi,
dan mempertinggi kecepatan air, sehingga membebani pengairan.
4. pembangunan rumah liar di atas bantaran sungai, pembuatan tambak yang mempersempit sungai
dan penutupan saluran di daerah hilir.
5. permasalahan non-teknis yaitu perilaku masyarakat kota Semarang yang buruk. Perilaku
membuang sampah di saluran dan di sembarang tempat. Rendahnya kesadaran masyarakat koa
ditunjukkan sewaktu banjir di beberapa jalan protokol kota Semarang diakibatkan adanya saluran
yang tersumbat, namun masyarakat tidak segera mengatasinya melainkan menunggu petugas dari
pemerintah Kota Semarang untuk mengatasi permasalahan pada saluran tersebut.
Namun, dari kelima potensi diatas, bukan berarti tidak ada penyelesaian bagi masalah banjir di
wilayah Semarang. Peran pemerintah, lembaga-lembaga kemasyarakatan dan seluruh elemen
masyarakat sangat dibutuhkan guna tercapainya penyelesaian dari masalah banjir yang selama
ini selalu menghantui warga Semarang.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian atau definisi dari “Banjir” serta proses terjadinya secara umum.
2. Untuk mengetahui penyebab dari banjir yang sering melanda wilayah semarang.
3. Untuk mengetahui dampak bencana banjir
4. Untuk mengetahui solusi-solusi untuk mengatasi banjir di wilayah semarang.
5. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam pengendalian banjir.
6. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam mitigasi banjir.

C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian atau definisi “Banjir” dan proses terjadinya?
2. Apakah penyebab bencana banjir selalu menggenangi wilayah Semarang?
3. Bagaimanakah dampak bencana banjir?
4. Bagaimanakah solusi mengatasi banjir yang selalu menggenangi semarang?
5. Bagaimanakah metode yang digunakan dalam penegndalian banjir pada umumnya?
6. Bagaimanakah langkah-langkah dalam mitigasi banjir?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian atau definisi serta proses terjadinya banjir secara umum


1. Menurut Departemen Kimpraswil (2001), Banjir adalah suatu keadaan sungai, dimana aliran air
tidak tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan, dan atau genangan pada lahan
yang semestinya kering.
2. Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang
meningkat (Wikipedia, 2009).
3. Himpunan Ahli Tehnik (1984), Banjir adalah peristiwa terjadinya genangan pada daerah yang
biasanya kering.
Banjir merupakan kejadian hidrologis yang dicirikan dengan debit dan/atau muka air yang tinggi
sehingga dapat menyebabkan penggenangan pada lahan disekitar sungai, danau, atau system air
lainnya.
Air hujan yang jatuh kebumi, tidak seluruhnya terserap kedalam tanah dan tertahan oleh vegetasi
yang ada, namun ada sebagian yang jatuh langsung ke laut, namun sebagian harus mengalami
perjalanan dahulu melalui DAS atau daerah aliran sungai, nantinya air tersebut akan bermuara ke
laut ataupun ke sungai-sungai yang lebih rendah. Dalam perjalanannya itu, air yang mengaliri
DAS membawa materi-materi hasil erosi sehingga makin lama DAS di daerah dataran rendah
makin lama makin dangkal dan akhirnya bisa menghilang akibat tersedimentasi oleh materi-
materi yang dibawa air dari dataran yang lebih tinggi tadi. Hal itu wajar adanya dan merupakan
proses alam, namun terkadang proses alam tersebut berjalan sangat cepat karena campur tangan
manusia sehingga menyebabkan ketidakseimbangan alam, contohnya jika didataran tinggi
terutama, dilakukan penggundulan hutan,maka air hujan yang jatuh kebumi, akan sedikit sekali
yang tertahan di dataran tinggi, sehingga menyebabkan air yang mengalir kedataran rendah
menjadi bertambah, akibatnya, kapasitas sungai dan DAS tidak mencukupi sehingga terjadilah
peluberan aliran air yang disebut banjir. Ditambah apabila terdapat penghalang pada DAS yang
akan memperlambat aliran air, misalnya batu besar, batang pohon, maupun sampah.
B. Penyebab Banjir di Wilayah semarang
Banjir di dataran alluvial sungai dan alluvial pantai Semarang dapat dikelompokkan menjadi tiga
macam banjir, antara lain :
1. Banjir kiriman, yang terjadi secara periodik setiap tahun dan melanda daerah sekitar pertemuan
Kali Kreo, Kali Kripik, dan Kali Garang sampai di Kampung Bendungan disebabkan oleh:
 Peningkatan debit air sungai yang mengalir dari DAS Garang (luasnya 204 km2), DAS Kreo
(luasnya 70 km2), dan DAS Kripik (luasnya 34 km2). Peningkatan debit ini disebabkan oleh:
intensitas hujan yang besar, atau intensitas hujan yang sama namun jatuh pada wilayah yang
telah berubah atau telah mengalami konversi penggunaan lahan. Misalnya yang awalnya hutan
atau lahan yang memiliki vegetasi banyak, namun diubah menjadi perumahan atau bangunan-
bangunan lainnya..
 Berkurangnya kapasitas pengaliran atau daya tampung saluran atau sungai tersebut, sehingga air
meluap menggenangi daerah di sekitarnya.
 Banjir kiriman ini diperparah oleh kiriman air dari daerah atas yang semakin besar, sebagai
konsekuensi bertambah luasnya daerah terbangun yang merubah koefisien alirannya.
2. Banjir lokal yang lebih bersifat setempat, sesuai dengan atau seluas kawasan yang tertumpah air
hujan, terjadi disebabkan oleh:
 Tingginya intensitas hujan.
 Belum tersedianya sarana drainase yang memadai.
 Penggunaan saluran yang masih untuk berbagai tujuan (multipurpose) baik untuk penyaluran air
hujan, limbah, dan sampah rumah tangga, padahal belum bisa diimbangi oleh air penggelontoran
yang dialirkan.
 Banjir lokal ini diperparah oleh fasilitas bangunan bawah tanah (pipa PAM, kabel Telkom, dan
PLN) yang kedudukannya sangat mengganggu drainase.
3. Sedangkan banjir rob yang melanda daerah-daerah di pinggiran laut atau pantai disebabkan oleh:
 Permukaan tanah yang lebih rendah daripada muka pasang air laut.
Setiap tahunnya wilayah semarang mengalami penurunan ± 2-3 cm pertahunnya, hal ini karena
sebagian wilayah semarang khususnya semarang bawah merupakan wilayah hasil reklamasi atau
penggurukan, sehingga kepadatannya tidak sekuat tanah yang terbentuk secara alami, selain itu,
pembangunan gedung-gedung yang berbobot berton-ton juga menyebabkan wilayah semarang
bawah semakin tertekan kebawah.
 Bertambah tingginya pasang air laut.
adanya pemanasan global atau global warming, menyebabkan es dikutub utara maupun selatan
mencair, akibatnya volume airpun bertambah dan menyebabkan laut mengalami penambahan
atau peninggian muka air laut, tidak terkecuali semarang.
 Sedimentasi dari daerah atas (burit) di muara sungai (Kali Semarang, Banjir Kanal Barat, Kali
Silandak, Kali Banger, Silandak Flood Way, Baru Flood Way, dan kali Asin) maupun
sedimentasi air laut khususnya oleh pasang surut (rob), di samping oleh pengaruh gelombang dan
arus sejajar pantai, sehingga terjadi pendangkalan muara yang berakibat mengurangi kapasitas
penyaluran dan akibat selanjutnya menambah parah banjir di sekitarnya.

C. Dampak Banjir
Banjir yang besar memiliki dampak-dampak yang tidak diinginkan antara lain dampak fisik,
sosial, ekonomi dan lingkungan.
1. Dampak fisik adalah kerusakan pada sarana-sarana umum, kantor-kantor pelayanan publik yang
disebabkan oleh banjir.
2. Dampak sosial mencakup kematian, risiko kesehatan, trauma mental, menurunnya
perekonomian, terganggunya kegiatan pendidikan (anak-anak tidak dapat pergi ke sekolah),
terganggunya aktivitas kantor pelayanan publik, kekurangan makanan, energi, air , dan
kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya.
3. Dampak ekonomi mencakup kehilangan materi, gangguan kegiatan ekonomi (orang tidak dapat
pergi kerja, terlambat bekerja, atau transportasi komoditas terhambat, dan lain-lain).
4. Dampak lingkungan mencakup pencemaran air (oleh bahan pencemar yang dibawa oleh banjir)
atau tumbuhan disekitar sungai yang rusak akibat terbawa banjir.

Dampak banjir terhadap masyarakat tidak hanya berupa kerugian harta benda dan bangunan.
Selain itu, banjir juga mempengaruhi perekonomian masyarakat dan pembangunan masyarakat
secara keseluruhan, terutama kesehatan dan pendidikan (Arduino dkk, 2007).

Menurut Bakornas PB (2007), dampak bencana banjir akan terjadi pada beberapa aspek
(sebagian besar di wilayah Indonesia bagian barat) dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-
aspek berikut:
1. Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut, tenggelam, luka-luka,
korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah dan penduduk terisolasi.
2. Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip, peralatan dan
perlengkapan kantor dan terganggunya jalannya pemerintahan.
3. Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya pasar
tradisional, kerusakan dan hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya perekonomian
masyarakat.
4. Aspek sarana-prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan,
bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan
jaringan komunikasi.
5. Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, objek wisata, persawahan/lahan
pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/jaringan irigasi.
Yang terpenting dalam keadaan banjir adalah bahaya timbulnya penyakit akibat banjir yang
mengancam masyarakat dari semua golongan. Hal ini dikarenakan banyaknya sampah yang
terhanyut terbawa air banjir, air got yang bersatu dengan air banjir yang menimbulkan bau yang
tidak sedap ataupun septik tank yang luber dan isinya terbawa air kemana-mana, Akibatnya
lingkungan kita menjadi sangat kotor, sehingga mempermudah timbulnya penyakit pasca banjir:
diare, DBD, leptospirosis, ISPA, cacingan dan berbagai penyakit penyerta lain. Bahkan tidak
jarang juga menimbulkan kasus penyakit yang luar biasa (outbreak). Banjir juga menimbulkan
dampak menurunnya kondisi tubuh & daya tahan terhadap stress (Wijaya. 2008).

Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh bahwa Soegijanto S (2008) tentang penyakit
pasca bencana yang sering ditemukan:
 Polusi udara berdampak sakit batuk sesak.
 Makanan dan minuman yang terkontaminasi menyebabkan diare akut.
 Tikus-tikus baik yang mati atau hidup akibat bencana banjir berpotensi menularkan kuman pes
dan leptospira.
 Air kemih tikus perlu dicermati penyakit leptospira.
 Peningkatan populasi nyamuk Aedes aegypti maupun Albocpitus yang menularkan virus dengue
maupun Chikungunya.
 Dampak trauma kepala dan patah tulang, dibutuhkan kerjasama dengan dokter ahli bedah umum
maupun bedah tulang.

D. Solusi Mengatasi Banjir di Wilayah Semarang


Menurut Yusuf Y (2005), langkah-langkah untuk menangani banjir dibagi menjadi tiga, yaitu:
langkah-langkah untuk menangani banjir lokal, banjir genangan, dan banjir rob.

1. Untuk menangani banjir lokal perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut: di Semarang Barat
perlu dibangun saluran sabuk, di daerah hilir perlu normalisasi banjir kanal barat dan banjir kanal
silandak untuk mengembalikan kepada kapasitas rancangan, di daerah hulu (lahan burit) perlu
diatur dengan PERDA tentang kawasan dapat terbangun, kawasan konservasi, dan pembuatan
sumur resapan sehingga fungsi daerah atas sebagai daerah resapan terjamin.
2. Untuk menangani banjir genangan perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut: saluran
drainase yang ada sebaiknya digunakan untuk mengalirkan air hujan saja (single purpose) dan
perlu dibangun saluran tersendiri untuk limbah dan keperluan lainnya, normalisasi dan
pemeliharaan saluran-saluran drainase yang ada, perbaikan inlet yang sesuai dengan kapasitas
debit yang harus dialirkan, penyusunan PERDA tentang bangunan bawah tanah untuk
infrastruktur PLN, PDAM, TELKOM, atau instansi lainnya dan pengaturan luas lahan
terbangun, penyuluhan terhadap masyarakat.
3. Untuk menangani banjir rob perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut: pembangunan
drainase nongravitasi di Kali Asin, Baru, dan Banger, pembuatan PERDA pengembangan
wilayah pantai (termasuk reklamasi) tanpa bangunan atau gedung-gedung dan izin peil
bangunan yang dikaitkan dengan IMB, serta penertiban dan memperketat perizinan air bawah
tanah.
Selain yang disebutkan diatas, hal yang paling utama yaitu memperhatikan system drainase yang
baik.
Sistem drainase merupakan suatu sistem untuk mengalirkan atau membuang air hujan yang jatuh
di suatu daerah agar tidak terjadi genangan atau banjir (Kodoatie RJ, Sjarief R, 2005).

Pada prinsipnya ada dua macam drainase, yakni drainase untuk daerah perkotaan dan drainase
untuk daerah pertanian. Pada perencanaan dan pengembangan sistem drainase kota perlu
kombinasi antara pengembangan perkotaan, daerah rural, dan daerah aliran sungai atau DAS
(Kodoatie RJ, Sjarief R, 2005).

Drainase memiliki berbagai fungsi, antara lain: membebaskan suatu wilayah (terutama yang
padat pemukiman) dari genangan air atau banjir, memperkecil risiko kesehatan lingkungan,
yakni bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit lainnya, sebagai pembuangan air rumah tangga
(Kodoatie RJ, Sjarief R, 2005).

Ukuran dan kapasitas saluran sistem drainase semakin ke hilir semakin besar, karena semakin
luas daerah alirannya.
Adapun berbagai kendala di dalam pemeliharaan sistem drainase di wilayah kota dengan
permukiman yang padat: kurangnya lahan untuk pengembangan sistem drainase karena sudah
berfungsi untuk tata guna lahan tertentu, sulitnya memelihara saluran karena bagian atas sudah
ditutup oleh bangunan, banyaknya sampah domestik yang menumpuk di saluran sehingga
mengurangi kapasitas dan menyumbat saluran. Pemahaman masyarakat bahwa sungai (drainase)
sebagai tempat buangan sudah menjadi budaya yang sulit dihilangkan. Terbatasnya dana untuk
pemeliharaan saluran. Sistem drainase seringkali tidak berfungsi optimal karena pembangunan
infrastruktur lainnya yang tidak terpadu dan tidak melihat keberadaan sistem drainase seperti
jalan, kabel TELKOM, pipa PDAM. Secara estetika, drainase bukan merupakan infrastruktur
yang bisa dilihat keindahannya karena fungsinya sebagai tempat pembuangan air dari semua
sumber. Umumnya drainase di perkotaan kumuh dan berbau tidak sedap. (Kodoatie RJ, Sjarief
R, 2005).

E. Metode Pengendalian Banjir


Menurut Kodoatie RJ dan Sjarief R (2005) beberapa metode pengendalian banjir antara lain:
 Metode-Non-Struktur
Yang termasuk metode ini antara lain: pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), pengaturan tata
guna lahan, law enforcement, pengendalian erosi di DAS, pengaturan dan pengembangan daerah
banjir.
 Metode-Struktur: Bangunan Pengendali Banjir
Yang termasuk metode ini antara lain: bendungan (dam), kolam retensi, pembuatan check dam
(penangkap sedimen), bangunan pengurang kemiringan sungai, groundsill, retarding basin,
pembuatan polder.
 Metode Struktur: Perbaikan dan Pengaturan Sistem Sungai
Yang termasuk metode ini antara lain: sistem jaringan sungai, pelebaran atau pengerukan sungai
(normalisasi), perlindungan tanggul, tanggul banjir, sudetan (by pass), floodway.

F. Langkah-langkah dalam Mengatasi Banjir


Menurut Depkes RI (2002), masyarakat perlu juga bersikap dan bertindak untuk mengantisipasi
datangnya banjir. Misalnya dengan melakukan hal-hal berikut ini:
 Menjauhi daerah rawan banjir dalam membuka permukiman.
 Bagi yang sudah telanjur bermukim di daerah banjir, sebaiknya meninggikan lantai rumah hingga
di atas permukaan air banjir.
 Mengembangkan sistem peringatan dini terhadap banjir di lingkungan masing-masing. Misalnya
dengan sirene.
 Mengetahui ke mana harus mengungsi dan meminta pertolongan kesehatan bila datang banjir.
 Mengetahui dan menyiapkan dengan cepat apa yang terpenting untuk dibawa tatkala mengungsi.
Yaitu pakaian, air minum, sabun, pasta gigi, obat-obatan, dan bahan makanan yang tahan lama.
 Mengetahui dan dapat melakukan dengan cepat hal-hal penting sebelum meninggalkan rumah
untuk mengungsi. Misalnya memutus aliran listrik (menurunkan sekering listrik).
 Menyiapkan sarana transportasi air yang diperlukan ketika terjadi banjir.
 Membantu pengamanan dan keberhasilan usaha-usaha pengungsian dan penyelamatan
(evakuasi), sehingga memperkecil jumlah korban dan kerugian yang timbul.

G. Mitigasi Banjir dengan Bantuan Masyarakat


Menurut UNESCO (2008), banjir tidak dapat sepenuhnya dihindari, namun masyarakat dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya banjir dan mengurangi dampaknya dengan melakukan
tindakan-tindakan seperti:
 Membersihkan selokan, got dan sungai dari sampah dan pasir, sehingga dapat mengalirkan air
keluar dari daerah perumahan dengan maksimal.
 Membuat sistem dan tempat pembuangan sampah yang efektif untuk mencegah dibuangnya
sampah ke sungai atau selokan.
 Menambahkan katup pengaturan, drain, atau saluran by-pass untuk mengalirkan air keluar dari
perumahan. Memperkokoh bantaran sungai dengan menanam pohon dan semak belukar, dan
membuat bidang resapan di halaman rumah yang terhubung dengan saluran drainase.
 Memindahkan rumah, bangunan dan konstruksi lainnya dari dataran banjir sehingga daerah
tersebut dapat dimanfaatkan oleh sungai untuk mengalirkan air yang tidak dapat ditampung
dalam badan sungai saat hujan.
 Penghutanan kembali daerah tangkapan hujan sehingga air hujan dapat diserap oleh pepohonan
dan semak belukar.
 Membuat daerah hijau untuk menyerap air ke dalam tanah.
 Melakukan koordinasi dengan wilayah-wilayah lain dalam merencanakan dan melaksanakan
tindakan-tindakan untuk menghindari banjir yang dapat juga berguna bagi masyarakat di daerah
lain.
Tindakan-tindakan pencegahan ini sebaiknya dimulai dan dilaksanakan 2-3 bulan sebelum
musim hujan. Permohonan untuk dukungan dapat ditujukan kepada institusi pemerintahan
seperti Departemen Pekerjaan Umum atau Dinas Kebersihan untuk kegiatan-kegiatan tertentu.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat digaris bawahi bahwa banjir adalah suatu keadaan dimana sungai ataupun DAS sudah
tidak sanggup untuk menahan debit air yang terlalu besar akibat penambahan volume air secara
singkat dan berlebihan karena suatu sebab, bisa karena factor alam, maupun akibat ulah manusia
yang menyebabkan rusaknya elemen-elemen yang dapat menahan air tetap berada di dataran
tinggi dan tidak langsung mengaliri daerah yang lebih rendah.
Banjir yang terjadi di wilayah semarang disebabkan oleh tiga factor, yaitu banjir akibat kiriman
dari daerah lain, banjir local akibat hujan yang mengguyur wilayah tertentu di wilayah semarang
dan yang paling umum adalah banjir rob.

Banjir yang terjadi di wilayah semarang maupun wilayah lain memiliki dampak yang nyata bagi
lingkungan dan masyarakatnya, mulai dari segi social, ekonomi, pemerintahan, individu maupun
kejiwaan.

Namun, setiap masalah pasti ada solusinya, seperti halnya banjir di semarang, kuncinya adalah
peran serta semua lembaga masyarakat, mulai dari lembaga pemerintahan, lembaga
kemasyarakatan, dan yang utama adalah masing-masing individu harus sadar bahwa wilayah itu
milik bersama dan untuk bersama sehingga akan muncul sikap saling menjaga dan melestarikan
alam sekitarnya.

B. Saran
Dalam penanganan masalah-masalah terutama yang menyangkut kelingkungan alam serta
kehidupan manusia, perlu adanya kerjasama yang sangat kuat pada masing-masing individu,
masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada, serta rasa saling menjaga dan memiliki yang akan
membuat kita sadar akan berharganya alam dan keseimbangannya

DAFTAR PUSTAKA

Arduino, G., Langenhorst, H., Siska, E. M., 2007, Petunjuk Praktis Partisipasi Masyarakat
dalam Penanggulangan Banjir, UNESCO Office Jakarta.

Pramono SS. Analisis Penyelesaian Masalah Banjir di Kota Semarang dengan Pendekatan
Sistem Peringkat Komunitas (SPK). Jurnal Desain dan Konstruksi Vol. 1. No.2. Desember
2002:108-115.

Saputro, S., 1998, Telaah Geologi Thread Banjir dan Rob di Kawasan Pantai Semarang,
Semarang, http://ik-ijms.com/category/year-1998/volume-iii-10/

Yusuf Y. Anatomi Banjir Kota Pantai Perspektif Geografi. Penerbit Pustaka Cakra Surakarta.
2005.

Anda mungkin juga menyukai