Anda di halaman 1dari 26

ASKEP EKSTRAVASASI

Dosen Pengampu:
Nurul Hidayah, M.Kep.

Disusun oleh:
Sarjana Terapan Keperawatan 2B

Zulfi ihza f (P17221174059)


Nayla Rifa’atul A (P17221174068)
Irfan Iskandar (P17221174071)
Rifani Tristiany (P17221174079)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG
2019

1
Daftar Isi
Halaman Judul..................................................................................................................... i
Daftar Isi..............................................................................................................................ii
Kata Pengantar....................................................................................................................iii
BAB 1 Pendahuluan
1.1Latar Belakang .........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................................5
BAB 2 Pembahasan
2.1 Pengertian................................................................................................................6
2.2 Faktor Penyebab.......................................................................................................6
2.3 Cara Pencegahan......................................................................................................7
2.4 Penanganan..............................................................................................................7
2.5 Definisi.....................................................................................................................8
2.6. Etiologi....................................................................................................................8
2.7 Klasifikasi................................................................................................................9
2.8 Manifestasi Klinis..................................................................................................10
2.9 Patologi..................................................................................................................10
2.10 Patway..................................................................................................................12
2.11 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................13
2.12 Komplikasi...........................................................................................................14
2.13 Penatalaksanaan...................................................................................................14
BAB 3 SOP
3.1 SOP.........................................................................................................................19
BAB 4 Simpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan .............................................................................................................21
4.2 Saran .......................................................................................................................21
Daftar Pustaka

2
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kita
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
keperawatan medikal bedah dari segi konsep teoritis dan hasil jurnal ilmiah yang
dipublikasikan melalui media internet.
Terlepas dari semua itu,kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang parkinson ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Lawang, 18 Februari 2019

Penyusun

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekstravasasi adalah kondisi kebocoran obat atau cairan dari vena ke jaringan sekitar yang
sehat selama pemberian obat kemoterapi (Hadaway,2007). Laporan kasus ekstravasasi karena
doksorubisin pertama kali dilaporkan pada tahun 1976. Data terbaru menyatakan bahwa
infiltrasi doksorubisin ke dalam jaringan subkutan menyebabkan ulkus yang terisi jaringan
nekrotik kuning dan debris, sering bersamaan dengan respon inflamasi dan hilangya jaringan
kulit serta kerusakan ireversibel dari jaringan tendon dan syaraf (Schulmeister, 2007).
Kejadian ekstravasasi melalui jalur intravena rata-rata 0,1% sampai 6% melalui jalur vena
perifer. Angka kejadian melalui kateter vena sentral 0,3% sampai 4,7% (Cassagnol &
Mcbride, 2009). Kejadian ekstravasasi pada dewasa diperkirakan antara 0,1% dan 6%
(Schrijvers, 2003). Kejadian ekstravasasi lebih besar pada wanita (56%) dibanding pria
(42%), terbanyak ditemukan pada kelompok umur 50-64 tahun. Kejadian ekstravasasi
kemoterapi sebesar 7% (NEIS, 2007).
Vesikan merupakan jenis obat kemoterapi yang diberikan ke pasien dapat menyebabkan
nekrosis jaringan jika keluar dari vena atau kekurang hati-hatian dalam pemberian melalui
vena perifer. Doksorubisin dan vesikan lain menyebabkan nekrosis dengan mengikat DNA
(Dioxyribonucleic acid) pada sel jaringan sehat ketika ekstravasasi (HYCCN, 2009).
Faktor – factor risiko yang berpotensi tinggi terjadi ekstravasasi menurut Gippland Oncology
Nurse Group di antaranya vena kecil, obat yang multipel, penyakit vaskuler umum (penyakit
pembuluh darah perifer, diabetes, hipertensi), kurangnya pengetahuan paramedis, jenis obat,
dan frekuensi kemoterapi (NEIS,2004; GONG, 2008). Pemberian obat kemoterapi harus
diberikan oleh perawat yang telah mendapat pengetahuan dan ketrampilan mengenai
kemoterapi (BCCA, 2007). Ekstravasasi bisa terjadi meskipun kondisi dipantau secara ketat.
Ketiadaan protokol yang standar dalam pemberian obat kemoterapi, dan kurang hati-hati
dicurigai pemicu terjadinya ekstravasasi.(NEIS,2005)

4
1.2RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian dari ekstravasasi ?
2. Apa factor penyebab?
3. Bagaimana Cara pencegahan ?
4. Bagaimana Penanganan ?
5. Apa definisi?
6. Apa saja Etiologi ?
7. Apa saja Klasifikasi?
8. Apa saja Manifestasi Klinis ?
9. Apa patofisiologi?
10. Bagaimana Patway ?
11. Apa saja Pemeriksaan penunjang?
12. Apasaja komplikasinya?
13. Bagaimana penatalaksanaan?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui pengertian
2. Mengetahui factor penyebab
3. Mengetahui Cara pencegahan
4. Mengetahui Penanganan
5. Mengetahui Definisi
6. Mengetahui Etiologi
7. Mengetahui Klasifikasi
8. Mengetahui Manifestasi Klinis
9. Mengetahui patofisiologi batu kandung empedu
10. Mengetahui patway
11. Mengetahui Pemeriksaan penunjang
12. Mengetahui komplikasi yang ada
13. Memahami penatalaksanaan batu kandung empedu

5
6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN EKSTRAVASASI


Ekstravasasi adalah kondisi kebocoran obat atau cairan dari vena ke jaringan sekitar yang
sehat selama pemberian obat kemoterapi (Hadaway, 2007). Ekstravasasi ( Extravasation )
merupakan kondisi dimana obat atau cairan yang harusnya masuk kedalam pembuluh darah
(vena), rembes atau bocor dan akhirnya masuk kejaringan sekitar. atau dalam istilah kemoterapi,
obat mengalami infiltrasi ke jaringan seperti subkutan atau subdermal.
Obat yang menyebabkan ekstravasasi dikategorikan kedalam tiga kategori:
1. Vesicant : \Dapat menyebabkan potensi ulserasi (luka) jika tidak ditangani seperti

kerusakan jaringan dan nekrosis (kematian jaringan). kematian jaringan pada bagian
ekstremitas dapat berkembang menjadi compartement syndrome yang dapat menekan
arteri dan memperparah nekrosis.
2. Irritan: Menyebabkan nyeri disekitar area penyuntikan atau di sepanjang vena, dapat
menyebabkan reaksi inflamasi (peradangan). Beresiko menyebabkan ulserasi (luka)
tapi jika obat atau cairan masuk dalam jumlah yang banyak.
3. Non-Vesicant: Tidak menyebabkan ulserasi (luka), jarang menyebabkan reaksi akut
atau berkembang menjadi nekrosis (jaringan mati).

2.2. FAKTOR PENYEBAB EKSTRAVASASI


A. Faktor pasien:
1. Obesitas
Kondisi lain seperti diabetes, kerusakan pembuluh darah, kerusakan akibat efek
terapi radiasi
B. Faktor yang memperlambat pelaporan segera
Ketidak mampuan melaporkan ketidaknyamanan atau nyeri karena pasien
mengalami kebingungan, penurunan kesadaran atau peroses sedasi penurunan sensasi
seperti pada neuropathy, diabetes, atau penyakit pembuluh darah peridfer.
C. Faktor pemasangan canula atau infus
1. Tenaga yang kurang terlatih
2. Infus berkali-kali, karena susah

7
3. Pemasangan infus pada area yang kurang disukai ( bagian lengan dalam,Injeksi
bolus
4. Tekanan aliran infus yang tinggi

D. Faktor peralatan
1. Ukuran dan tipe kateter
2. penggunaan jarum baja buterfly
E. Faktor obat/jenis terapi
1. Mampu beringkatan langsung dengan DNA
2. Mampu membunuh replikasi sel
3. Mampu menyebabkan dilatasi pembuluh darah
4. PH (tingkat keasaman)
5. Osmolaritas
6. Karakteristik pelarut

2.3CARA PENCEGAHAN EKSTRAVASASI


- Oplos obat dengan jumlah pelarut yang sesuai
- Gunakan vena yang tepat (lurus, lembut, tidak ada daerah pergelangan)
- Hindari penusukkan kanul ulang pada daerah yang sama
- Gunakan penutup area penusukkan kanul yang mudah terlihat
- Cek kepatenan vena dengan cairan fisiologis sebelum pemberian obat
- Observasi daerah yang diinfus selama pemberian obat
- Komunikasi selama pemberian obat kemoterapi
- Lakukan pembilasan setiap pemberian obat kemoterapi.

2.4 PENANGANAN EKSTRAVASASI


- Stop infus kanul jangan dicabut
- Aspirasi darah dari kanul
- Aspirasi jaringan sub cutan apabila memungkinkan
- Beri antidote sesuai obat sitostatika secara IV
- Beri antidote obat sitotastika secara subcutan dengan jaru 1ml searah jarum jam
- Hindari perabaan pada daerah ekstravasasi
- Berikan kompres dingin, kecuali vincristin kompres hangat
- Istirahatkan ekstermitas dan tinggikan selama 48 jam

8
2.5. DEFINISI
Menurut Hood Alsagaff, dkk. 1993, karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas
paru primer yang berasal dari saluran napas. Sedangkan menurut Susan Wilson dan June
Thompson, 1990, kanker paru adalah suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel
anaplastik dalam paru.

2.6. ETIOLOGI
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari tumor paru belum
diketahui, namun diperkirakan inhalasi jangka panjang bahan – bahan karsinogen
merupakan factor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi
hubungan keluarga ataupun suku bangsa, ras serta status imunologis. Bahan inhalasi
karsinogen yang banyak disorot adalah rokok 1. Pengaruh Rokok
Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen
terhadap organ tubuh tersebut. Zat – zat yang bersifat karsinogen (C), kokarsinogenik
(CC), tumor promoter (TP), mutagen (M) yang telah dibuktikan terdapat dalam rokok.
Kandungan zat yang bersifat karsinogenik dalam rokok inilah yang dapat mengakibatkan
perubahan epitel bronkus termasuk metaplasia atau displasia.
Menurut Guidotti (2007) yang dikutip oleh Irawan (2008), rokok yang dihirup
juga mengandung komponen gas dan partikel yang berbahaya Nikotin dalam rokok dapat
mempercepat proses penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan
penyempitan ini bisa terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa
oksigen ke jantung. Nikotin, merupakan alkaloid yang bersifat stimulant dan beracun
pada dosis tinggi. Zat yang terdapat dalam tembakau ini sangat adiktif, dan
mempengaruhi otak dan system saraf. Efek jangka panjang penggunaan nikotin akan
menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu
membutuhkan kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan.
Tar, mengandung zat kimia sebagai penyebab terjadinya kanker dan menganggu
mekanisme alami pembersih paru-paru, sehingga banyak polusi udara tertinggal
menempel di paru-paru dan saluran bronchial. Tar dapat membuat system pernapasan
terganggu salah satu gejalanya adalah pembengkakan selaput mucus.
Pengaruh paparan industry Yang berhubungan dengan paparan zatkaninogen, seperti :
- Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa asbestos dapat
meningkatkan risiko kanker 6-10 kali
- Radiasi ion pada pekerja tambang uranium, para penambang uranium mempunyai
resiko menderita kanker paru 4 kali lebih besar daripada populasi umum. Radon,
arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorid

9
- Pengaruh Genetik dan status imunologis
Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam kanker paru,
yakni: Protooncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding enzyme.Teori
Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari dari tampilnya gen supresor tumor
dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan
cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan
pasangan basanya, tampilnya gen erbB 1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti
apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiahprogrammed cell death)
Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru
berubah menjadi sel kanker dengansifat pertumbuhan yang otonom.
Status imunologis penderita yang dipantau dari respon imun seluler menunjukkkan
adanya derajat diferensiasi sel, stadium penyakit, tanggapan terhadap pengobatan,
serta prognosis. Penderita yang anergi umumnya tidak memberikan tanggapan yang
baik terhadap pengobatan lebih cepat meninggal (Alsagaff&mukty, 2002)
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker
paru. Hipotesis ini didapatkan dari penelitian yang menyimpulkan bahwa vitamin A
dapat menurunkan resiko peningkatan jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan
dengan fungsi utama vitamin A yang turut berperan dalam pengaturan diferensiasi
sel.
- Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain
Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi tumor paru melalui
mekanisme hiperplasia metaplasia. Karsinoma insitu dari karsinoma bronkogenik
diduga timbul sebagai akibat adanya jaringan parut tuberkulosis. Data dari Aurbach
(1979) menyatakan bahwa 6,9% dari kasus karsinoma bronkogenik berasal dari
jaringan parut. Dari 1186 karsinoma parut tersebut 23,2% berasal dari bekas
tuberkulosis. (Alsagaff&mukty, 2002).
2.7 KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase.
1. T : T0 : tidak tampak tumor primer
T1 : diameter tumor < 3 cm, tanpa invasi ke bronkus

T2 : diameter > 3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis, namun berjarak

lebih dari 2 cm dari karina, serta belum ada efusi pleura.

10
T3 : tumor ukuran besar dengan tanda invasi ke sekitar atau sudah dekat karina
dan atau disetai efusi pleura.

N : N0 : tidak didapatkan penjalaran ke kelenjar limfe regional N1 :


terdapat penjalaran ke kelenjar limfe hilus ipsilateral

N2 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe mediastinum atau kontralateral

N3 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe ekstratorakal

3. M : M0: tidak terdapat metastase jauh


M1 : sudah terdapat metastase jauh ke organ – organ lain.

2.8. MANIFESTASI KLINIS


Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk lama dan
infeksi saluran pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan batuk lama 2 minggu
sampai 1 bulan harus dibuatkan foto X dengan gejala lain dyspnea, hemoptoe, febris,
berat badan menurun dan anemia. Pada keadaan yang sudah berlanjut akan ada gejala
ekstrapulmoner seperti nyeri tulang, stagnasi (vena cava superior syndroma). Rata – rata
lama hidup pasien dengan kanker paru mulai dari diagnosis awal 2 – 5 tahun. Alasannya
adalah pada saat kanker paru terdiagnosa, sudah metastase ke daerah limfatik dan lainnya.
Manifestasi klinik pada penderita tumor paru yaitu (Mansjoer, 2007).

Batuk yang terus menerus dan berkepanjangan Kemungkinan akibat iritasi yang
disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk
sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen
dalam berespon terhadap infeksi sekunder.Napas pendek-pendek dan suara parau Batuk
berdarah dan berdahak/Hemoptisis sputum bersemu darah karena sputum melalui
permukaan tumor yang mengalami ulserasi.Nyeri pada dada, ketika batuk dan menarik
napas yang dalam

2.9. PATOFISIOLOGI
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan,
faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor.
Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang
merangasang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama
dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor. Initiati agen biasanya
bisa berupa nunsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan bereaksi langsung dan

11
merubah struktur dasar dari komponen genetik (DNA). Keadaan selanjutnya diakibatkan
keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya
tumor, hal ini berlangsung lama meingguan sampai tahunan.

Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan pertumbuhan.
Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel skuamosa),
karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi) dan
adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan
napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh di
cabang bronkus perifer dan alveoli. Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh
sangat cepat sehingga mempunyai prognosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan
adenokarsinoma prognosis baik karena sel ini pertumbuhan lambat.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan
cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila
lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang
pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar.
Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di
bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu,
demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya
metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur
terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka (Sylvia
& Price, 2006).

12
2.10.PATHWAY

Asap rokok
Polusi udara
Pemajanan okupasi

Iritasi mukosa bronkus

Peradangan kronik

Pembelahan sel yang tidak terkendali

Karsinoma paru

Iritasi oleh massa tumor Adanya massa dalam paru

Nyeri akut Sekresi mukus Kerusakan membran alveoli

Batuk Gangguan pertukaran gas

Ketidakefektifan Penurunan ekspansi paru


Bersihan jalan nafas

Sesak nafas

Malaise Ketidakefektifan Pola


nafas

Intoleransi aktivitas

2.11. PEMERIKSAAN PENUNJANG

13
Chest x – ray (pandangan lateral dan poteroanterior), tomografi dada dan CT scanning.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian
hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra. Pada kanker paru,
pemeriksaan foto rontgen dada ulang diperlukan juga untuk menilai doubling time-ny*.
Dilaporkan bahwa, kebanyakan kanker paru mempunyai doubling time antara 37-465 hari.
Bila doubling time > 18 bulan, berarti tumoraya benigna.Tanda-tanda tumor benigna lainnya
adalah lesi berbentuk bulat konsentris, solid dan adanya kalsifikasi yang tegas.
Pemeriksaan foto rontgen dada dengan cara tomografi lebih akurat menunjang
kemungkinan adanya tumor paru, bila dengan cara foto dada biasa tidak dapat memastikan
keberadaan tumor. Pemeriksaan penunjang radiologis lain yang kadang-kadang diperlukan
juga adalah bronkografi, fluoroskopi, superior vena cavografi, ventilation/perfusion scanning,
ultrasound sonography.
Pemeriksaan CT Scan pada torak, lebih sensitif dari pada pemeriksaan foto dada biasa,
karena bisa mendeteksi kelainan atau nodul dengan diameter minimal 3 mm, walaupun positif
palsu untuk kelainan sebesar itu mencapai 25-60%. Bila fasilitas ini memungkinkan,
pemeriksaan CT Scan bisa sebagai pemeriksaan skrining kedua setelah foto dada biasa.
Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dikerjakan, karena ia hanya
terbatas untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi kedalam vertebra, medula spinal,
mediastinum, di samping biayanya juga cukup mahal.
Pemeriksaan MRI torak tidak lebih superior dibandingkan CT Scan torak. Saat ini sedang
dikembangkan teknik imaging yang lebih akurat yakni Positron Emission Tomography (PET)
yang dapat membedakan tumor jinak dan ganas berdasarkan perbedaan biokimia dalam
metabolisme zat-zat seperti glukosa, oksigen, protein, asam nukleat Cootoh zat yang dipakai:
methionine 11C dari F-18 Jluorodeoxyglucose (FD6).
Tumor yang kurang dari 1 cm, agak sulit dideteksi karena ukuran kecil tersebut kurang
diresolusi oleh PET Scanner. Sensitivitas dan spesifisitas cara PET ini dilaporkan 83-93%
sensitif dan 60-90% spesifik. Beberapa positif palsu untuk tanda mahgnan ditemukan juga
pada lesi inflamasi dan infeksi seperti aspergilosis dan tuberkulosis. Sungguhpun begitu dari
beberapa studi diketahui pemeriksaan PET mempunyai nilai akurasi lebih baik daripada
pemeriksaan CT Scan.
Bone scanning
Pemeriksaan ini diperlukan bila diduga ada tanda-tanda metastasis ke tulang. Insiden
tumor Non Small Cell Lung Cancer (NSCLQ ke tulang dilaporkan sebesar 15%.

Tes laboratorium

14
Pengumpulan sputum untuk sitologi, bronkoskopi dengan biopsi, hapusan dan
perkutaneus biopsy Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada
keluhan seperti batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena ia
tergantung dari: Letak tumor terhadap bronkus, Jenis tumor, Teknik mengeluarkan sputum,
Jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut, Waktu
pemeriksaan sputum (sputum harus segar). Pada kanker paru yang letaknya sentral,
pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil positif sampai 67-85% pada
karsinoma sel skuamosa. Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin
dan skrining untuk diagnosis dini kanker paru, dan saat ini sedang dikembangkan diagnosis
dini pemeriksaan sputum memakai immune staining dengan MAb dengan antibodi 624H
untuk antigen SCLC (small cell lung cancer) dan antibodi 703 D. untuk antigen NSCLC (non
small cell lung cancer). Laporan dari National Cancer Institute USA tehnik ini memberikan
hasil 91% sensitif dan 88% spesifik. Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker paru
dapat dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal, supraklavikula,
bilasan dan sikatan bronkus pada bronkoskopi.

2.12. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada kanker paru di antaranya:
1) Reseksi Bedah dapat mengakibatkan gagal napas
2) Terapi radiasi dapat mengakibatkan penurunan fungsi jantung paru
3) Kemoterapi kombinasi radiasi dapat menyebabkan pneumonitis
4) Kemoterapi menyebabkan toksisitas paru dan leukemia

2.13. PENATALAKSANAAN
Pembedahan.
Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun hanya 25%
kasus yang bisa dioperasi dan hanya 25% diantaranya ( 5% dari semua kasus ) yang
telah hidup setelah 5 tahun. Tingkat mortalitas perioperatif sebesar 3% pada lobektomi
dan 6% pada pneumonektomi.
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara total
berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada kanker
paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0),
kecuali pada kanker paru jenis SCLS.
Luas reseksi atau pembedahan tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di
paru. Pembedahan paliatif mereduksi tumor agar radioterapi dan kemoterapi lebih
efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih

15
baik. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut
jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumoktomi.
Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk
lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas
sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis,
serta diperiksa secara patologis anatonis (PDPI, 2003).
Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsy.
Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.

16
Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang
terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji
(potonganes).
Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)

2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti
mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
3. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta
untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma sel
kecil (KPKSK) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan sebagai terapi paliatif
untuk kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage lanjut. Tujuan
pemberian kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan gejala yang
diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan
dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Tetapi akhir-akhir ini berbagai
penelitian telah memperlihatkan manfaat kemoterapi untuk KPKBSK sebagai
upaya memperbaiki prognosis, baik sebagai modaliti tunggal maupun bersama
modiliti lain, yaitu radioterapi dan atau pembedahan. Indikasi pemberian
kemoterapai pada kanker paru ialah:
a. Penderita kanker paru jenis karsinoma kecil (KPKSK) tanpa atau dengan gejala.

17
b. Penderita kanker jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang inoperabel (stage
IIIB dan IV), jika memenuhi syarat dikombinasi dengan radioterapi, secara
konkuren, sekuensial atau alternating kemoradioterapi.
c. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru jenis karsinoma
bukan sel kecil stage I, II, dan III yang telah dibedah.
d. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan beberapa
kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal ini kemoterapi
merupakan bagian terapi multimodaliti. Penderita yang akan mendapat kemoterapi
terlebih dahulu harus menjalani pemeriksaan dan penilaian, sehingga terpenuhi
syarat-syarat sebagai berikut (Yusuf et al,.2005)
Diagnosis hispatologis telah dipastikan
Pemilihan obat yang digunakan tergantung pada jenis histologis. Oleh karena itu
diagnosis histologis perlu ditegakkan.
Pemeriksaan darah perifer untuk pemberian siklus pertama:
3
Leukosit > 4.000/mm
3
Trombosit > 100.000/mm
Hemoglobin> 10 g%.
Bila perlu, transfusi darah diberikan sebelum pemberian obat. Sedangkan untuk
pemberian siklus berikutnya, jika nilai di atas itu lebih rendah maka beberapa obat
masih dapat diberikan dengan penyesuaian dosis. Sebaiknya faal hati dalam batas
normal.Faal ginjal dalam batas normal (creatini clearence lebih dari 70 ml/menit)

DAFTAR OBAT KEMOTERAPI VESIKAN & ANTIDOTE


NO NAMA OBAT ANTIDOTE
ALKYLATING AGENT - Larutkan 1,6 cc thiosulfate 25% dgn 8,4 cc
1 Chlorambocil aquabidest steril,suntikan 1-4 cc scr IV & sc
Melphalan ke area ekstravasasi
Busulfan - Beri kompres dingin
Cyclop
Lifosfamed
2 ANTIBIOTICS - Hidrokortison 100mg/cc disuntikan 0,5 cc
Dacarbazine scr IV & 0,5 cc SC & beri kompres dingin
Daunorubicin - Dexametason 4mg/cc disuntikan 0,5 IV SC,
Doxorubicin beri kompres dingin
Epirubicin - Topical DMSO 1-2ml dr 1mmol DMSO 50%-
Idarubicin 100%
Mitomycin
VINCA ALKALOID - Hyaluroidese(wydase) 150 u/cc+1cc nacl,
3 Vinblastine suntikan 1-6cc SC % beri kompres dinngin
Vincristine

18
LOKAL ANTIDOTE - Pendinginan topical: ice packs
Daunoribicin - Pendinginan dengan air mengalir:cryogel
4 Doxorubicin packs
Motomycin - Toleransi pasien terhadap pendinginan
selama 24 jam & istirahat ekstremitas 24-48
jam

Gambar area ekstravasasi yang telah terjadi luka

19
BAB III
SOP

20
21
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

22
DAFTAR PUSTAKA

British Columbia Cancer Agency.(2006). Extravasation of chemotherapy,


prevention and management.diambil tanggal 30 Oktober 2007 dari
http://
Cancer medicin. 5ed.(2000).Chemotheraphy extravasation. diambil tanggal 30
Oktober 2007 dari www.BCDecker.com.
Shierly E. Otto (2001). Oncology Nursing.(4 th ed). St. Louis: Mosby Company.
Susan B. Baird, Ruth McCorkle, Marcia Grant ( 1996 ). Cancer Nursing ;
a comprehensive textbook. Philadelphia. W.B. Saunders Company
Yasko, Joyse.M.(1983). Nursing management of symptoms associated with
chemotheraphy. Reston Pubblisitng Com

23
24
25
26

Anda mungkin juga menyukai