Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikrobiologi merupakan ilmu tentang mikroorganisme yang mencakup
bermacam-macam kelompok organisme mikroskopik yang terdapat sebagai sel
tunggal maupun kelompok sel, termasuk kajian virus yang bersifat mikroskopik
meskipun bukan termasuk sel.
Sebagaimana kita ketahui sebelumnya mikroorganisme adalah organisme
hidup yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan di semua tempat yang memung-
kinkan terjadinya kehidupan, disegala lingkungan hidup manusia salah satunya
pada ternak.
Ternak ruminansia termasuk dalam ordo Artiodactyla (hewan mamalia
berkuku genap) dan sub ordo Ruminantia. Ternak ruminansia merupakan ternak
yang berbeda dengan ternak non ruminansia atau ternak lainnya. Hal yang
membedakan yaitu ternak ruminansia mempunyai lambung jamak sedangkan
ternak non ruminansia mempunyai lambung tunggal. Lambung ruminansia terdiri
atas empat bagian, yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Selain itu,
ternak ruminansia memiliki mikro-organisme di dalam rumen. Mikroorganisme
inilah yang membantu pencernaan ternak ruminansia dalam memecah pakan agar
dapat diserap dan digunakan oleh tubuh. Ternak ruminansia dapat mencerna serat
kasar karena adanya simbiosis antara inang (ruminansia) dengan mikroorganisme
rumen.
Pada ternak ruminansia, baik ruminansia besar (sapi dan kerbau) maupun
ruminansia kecil (kambing dan domba), terdapat rumen dengan berbagai jenis
mikroba di dalamnya. Mikroba ini disebut mikroba rumen. Fungsi dari mikroba
rumen ini adalah untuk mem-fermentasi pakan dengan kandungan selulosa di
dalamnya atau pakan yang berserat tinggi. Kemampuan mikroba rumen dalam
pendegradasian pakan menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga mudah
dicerna dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ternak dan juga

1
mikroba di dalamnya ini merupakan salah satu keuntungan adanya mikroba rumen
dalam sistem pencernaan ternak ruminansia.
Berdasarkan fungsi dan jenisnya masing-masing, mikroba yang paling
banyak terdapat dalam rumen diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu bakteri,
protozoa dan fungi/jamur. Dalam makalah ini akan dibahas secara lebih rinci
tentang mikroba rumen dan fungsi dari masing-masing jenisnya.
Kecernaan ruminansia tergantung populasi dan jenis mikroorganisme
didalam rumen. Jenis mikroorganisme dalam rumen terdiri atas tiga macam yakni
bakteri, protozoa dan fungi. Ketiga mikroba tersebut mempunyai peranan
berbeda-beda dalam rumen.
Sehingga hal inilah yang melatar belakangi penulis dalam penyusunan makalah
ini yaitu untuk mempelajari beberapa mikroorganisme di yang dapat hidup dan
memiliki kemampuan beradaptasi pada rumen ternak.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan mikrobiologi rumen?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba rumen?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi populasi mikroba rumen?
4. Bagaimana kelompok mikroba dalam rumen?
5. Bagaimana interaksi mikroba di dalam rumen?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian mikrobiologi rumen.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
rumen.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi populasi mikroba rumen.
4. Untuk memahami kelompok mikroba dalam rumen.
5. Untuk mengetahui interaksi mikroba di dalam rumen.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mikrobiologi Rumen


Mikroba rumen adalah organisme yang hidup dalam rumen ternak
ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba dll) yang berperan penting dalam
pendegradasian polisakarida pada dinding sel tanaman serta serat kasar.
Berdasarkan pendapat Ali (2012), bahwa pakan hijauan akan difermentasi oleh
mikroba rumen sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia tersebut.
Hal senada diungkapkan oleh Das, dkk (2012), yang mengatakan bahwa
mikroba rumen dapat memanfaatkan nutrisi pakan secara lebih efisien sebagai
sumber energi ternak. Keberadaan mikroba rumen ini disebabkan karena pada
rumen ternak ruminansia tidak dapat dihasilkan enzim untuk mendegradasi
polisakarida dalam dinding sel tanaman, sehingga keberadaan mikroba rumen
sangat berperan penting di dalamnya. Hal ini merupakan pendapat dari Jakober,
dkk (2009), yang juga menyebutkan bahwa 3 jenis mikroba dalam rumen adalah
bakteri, protozoa dan fungi/jamur.
Berdasarkan pendapat Das, dkk. (2012), bakteri pada rumen dapat
memproduksi enzim yang dapat memecah hijauan sebagai sumber energy ternak
ruminansia. Hal ini menyebabkan jumlah bakteri sangat banyak dan merupakan
yang paling banyak dibandingkan dengan jumlah protozoa atau fungi/jamur.
Dalam rumen, bakteri yang hidup tidak hanya 1 jenis, melainkan terbagi menjadi
jenis-jenis berbeda yang diklasifikasikan berdasarkan letaknya dalam rumen dan
berdasarkan jenis bahan yang digunakan dan hasil fermentasinya. Seperti yang
diketahui bahwa aktivitas enzim dipengaruhi oleh pH, karena sifat ionik gugus
karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH.
Perubahan pH atau pH yang tidak sesuai akan menyebabkan daerah katalitik dan
konformasi enzim berubah. Selain itu perubahan pH juga menyebabkan denaturasi
enzim dan mengakibatkan hilangnya aktivitas enzim. Isolat-isolat yang dikarak-
terisasi menunjukkan keragaman pH optimum.
Mikroba yang terdapat dalam rumen dibagi menjadi empat jenis mikroor-

3
ganisme anaerob, yaitu bakteri, protozoa, fungi dan mikroorganisme lainnya
seperti virus. Penghuni rumen yang fungsional paling penting adalah bakteri,
dalam 1 ml getah rumen terkandung 109 sampai 1010 sel dan merupakan 5-10%
massa kering isi perut besar (Schlegel, 1994).
Jumlah protozoa dalam rumen lebih sedikit bila dibandingkan dengan
jumlah bakteri yaitu sekitar 106sel/ml. Ukuran tubuhnya lebih besar dengan
panjang tubuh berkisar antara 20-200 mikron, oleh karena itu biomassa total dari
protozoa hampir sama dengan biomassa total bakteri (McDonald, 2002).
Mikroba rumen memiliki peran yang sangat penting bagi ternak karena
mereka dapat memanfaatkan nutrisi tanaman secara efisien sebagai sumber energi
(Das, 2012). Pakan hijauan dan bahan berserat sebagai pakan basal bagi
ruminansia akan difermentasi oleh mikroba rumen sehingga menghasilkan asam
lemak terbang sebagai sumber energi dan pasokan rantai karbon serta sebagian
mengandung substansi tanin kondensasi untuk proteksi protein terhadap
fermentasi rumen (Ali, 2012). Ternak ruminansia tidak dapat menghasilkan enzim
yang digunakan untuk mendegradasi polisakarida dalam dinding sel tanaman,
namun mereka memiliki organisme yang hidup di dalam rumen yaitu bakteri,
jamur dan protozoa yang akan muncul beberapa minggu setelah lahir (Jakober dan
McAllister, 2009).
Urutan pola fermentasi dalam rumen:
Glukosa → silosa → pati → selulosa → peranan mikroba rumen dalam membantu
pemecahan zat gizi dalam pakan dan mengubahnya menjadi senyawa yang dapat
dimanfaatkan oleh ternak merupakan keuntungan yang dimiliki oleh hewan
ruminansia.
Setelah pakan diproses di dalam
mulut, proses kedua adalah di bagian
Rumen. Rumen berbentuk seperti
sebuah kantung, yang berfungsi sebagai
tempat untuk mengolah pakan dengan
bantuan mikroba.

4
Berikut beberapa fungsi utama mikrobia rumen yaitu:
1) Mencerna selulosa, pati, pectin, silan, pentosa dan karbohidrat terlarut dalam
ransum. Untuk mengolah selulosa pakan, proses ini dilakukan oleh jamur,
dengan cara membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan yang tumbuh
menembus dinding selulosa, nanti pakan lebih mudah dicerna oleh enzim
bakteri rumen. Jumlah selulosa pada serat kasar sekitar 30– 60% dari total
bahan kering. Setelah itu, selulosa ini akan diuraikan menjadi glukosa,
kemudian hasil fermentasinya berupa volatille fatty acids (VFA) berguna
sebagai sumber energi utama bagi ternak.
2) Mencerna protein dan senyawa nitrogen dalam ransum atau 4.Mensintesis
asam-asam amino dari zat-zat yang mengandung nitrogen yang lebih
sederhana.
3) Mensintesis protein dan asam amino yang berasal dari ammonia; atau dengan
kata lain mengubah protein pakan yang berkualitas rendah dan non-protein
nitrogen (NPN) menjadi protein penyusun tubuh yang mempunyai komposisi
asam amino ideal.
4) Mensintesis vitamin yang dibutuhkan oleh induk semang (host) dan spesies
mikrobia atau membentuk vitamin B komplek dan vitamin A, yang berfungsi
sebagai sumber nutrisi bagi ternak.
5) Mikroba rumen yang mati, akan masuk ke dalam usus halus dan selanjutnya
akan diproses menjadi sumber protein yang berkualitas tinggi.
Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba rumen yaitu:

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba Rumen


Beberapa faktor telah diketahui yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba rumen yaitu:
• Pertumbuhan sel mikroba rumen dipengaruhi oleh ketersediaan ATP (derivat
dari produk fermentasi KH atau VFA) dan NPN.
• Aktivitas mikroba membutuhkan ATP untuk kehidupan dan pertumbuhannya,
sekitar 4 – 5 mol/ mol KH yg terfermentasi.
• ATP diperlukan untuk transport reaksi atau konsentrasi gradien

5
• Komponen nitrogen (amonia, NPN dalam bahan pakan, bakteri yg lisis)
diperlukan untuk sintesis protein sel mikroba.
• Asam amino tertentu juga diperlukan untuk meningkatkan laju pertumbuhan
mikroba, selain itu juga membutuhkan asam lemak rantai cabang yg merupakan
hasil deaminasi protein
• Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsen-trasi amonia optimum
diperlukan untuk pertumbuh-an mikroba rumen
• Sulfur juga diperlukan untuk pertumbuhan mikroba rumen, kenyataannya
biomas mikroba rumen mengandung 8 g sulfur/kg BK. Kebutuhan sulfur
berdasarkan rasio N : S dari 8,6 : 1 s/d 30,8 : 1, umumnya diperoleh dari
degradasi protein yang mengandung asam amino (aa mengandung sulfur)
• Kebutuhan phosphor, masih sedikit bukti dapat membatasi pertumbuhan
mikroba, resi. Phosphor esensial dalam struktur DNA dan RNA, dalam
pembentukan asam nukleat, juga esensial dalam pertukaran energi dalam sel
(ATP dan GTP). Kebutuhannya sekitar 8 : 1 (rasio N : P)
• Mineral lain yang dibutuhkan adalah trace mineral

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Populasi Mikroba Rumen


Beberapa faktor telah diketahui sebagai kendala yang mempengaruhi
aktifitas populasi mikroba rumen. Faktor-faktor tersebut antara lain yaitu suhu,
komposisi gas, pengaruh osmotik dan ionik, keasaman, tersedianya nutrisi dan
keluarnya cairan atau masuknya aliran ke rumen, dll. Lambung ruminansia secara
umum dapat dipandang sebagai wahana yang ideal bagi pertumbuhan
mikroorganisme karena adanya faktor:
· Ukuran lambung besar
· Tersedianya substrat secara kontinyu
· Percampuran makanan selalu terjadi
· Kontrol terhadap keasaman (pH) lambung dapat dilakukan dengan melalui
buffering action dari saliva serta dinding rumen
· Terjadinya pembuangan zat-zat terlarut yang dapat menghambat proses
metabolisme dan adanya pembuangan bahan padat ke bagian saluran pencernaan

6
lainnya.
- Secara normal karena kotak dengan hewan lain, bakteri tidak harus kontak
dengan hewan dewasa, tetapi protozoa perlu kontak dengan hewan dewasa.
- Dari lingkungan (bahan pakan dan kandang)
- Kondisi lingkungan rumen mendukung untuk tumbuhnya mikroba, karena
adanya subtrat dan perantara , pH rumen optimum untuk pertumbuhan,
kelembaban optimum, karena adanya air di rumen, suhu rumen optimum
Hewan yang bersangkutan hanya dapat mengatur aktivitas mikroba rumen
dalam keterbatasan kemampuan yang dimiliki seperti disebutkan diatas. Oleh
karena itu factor factor lainnya ditentukan oleh kondisi fisiologis pertumbuhan
serta adanya interaksi antara mikroba rumen seperti sinergisme, penghambatan
dan kompetisi diantara spesies atau dengan mikroorganisme lainnya.
Pada awal perkembangannya komposisi mikroba di dalam rumen pada
hewan yang baru lahir sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang komplek dan
tergantung pada lingkungan mikro kimia yang dipengaruhi oleh jenis pakan yang
dikonsumsi. Segera setelah terbentuk maka komposisi mikroba rumen akan sangat
stabil kecuali terjadi perubahan komposisi pakan.
a. Suhu (Temperatur)
Temperatur rumen dikatakan normal apabila berada pada kisaran antara 39
– 41oC. Segera setelah makan, temperatur rumen biasanya akan meningkat
sampai dengan 41oC, terutama selam proses fermentasi terjadi didalam rumen.
Sebaliknya temperatur akan menurun sampai dibawah suhu normal bila ternak
minum air dingin. Kondisi ini akan dapat mempengaruhi populasi mikroba
rumen terutama pada spesies-spesiestertentu yang sangat peka yang tidak dapat
bertahan hidup pada suhu diatas 40oC (Hungate, 1966). Demikian pula
penurunan suhu rumen dibawah suhu normal setelah hewan minum air dingin
akan mempengaruhi aktivitas mikroba ini.
b. Keasaman (pH)
Dalam kondisi anaerobik serta suhu diantara 39 - 40oC, keasaman
rumenberkisar antara 5,5 - 7,0. Keasaman lambung atau rumen dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti macam pakan serta waktu setelah

7
makan.Macam pakan akan mempengaruhi hasil akhir fermentasi, yaitu asam
lemak terbang (VFA) serta konsentrasi bikarbonat dan fosfat yang disekresikan
oleh hewan yang bersangkutan dalam bentuk saliva. Konsentrasi VFA pada
umumnya menurun dengan menignkatnya keasaman rumen. Untuk menjaga agar
pH rumen tidak menurun atau meningkat secara drastis maka perlu adanya
hijauan didalam ransum dalam proporsi yang memadai (± 40 persen dari total
ransum atau dengan kadar serat kasar sekitar 20 persen) dimana 70 persen dari
serat kasar ini harus dalam bentuk polisakarida berstruktur untuk dapat
merangsang produksi saliva selama proses ruminasi. Akibat terjadinya peruba-
han keasaman rumen, komposisi mikroba akan berubah.
Apabila pH rumen mendekati 6, jumlah bakteri asam laktat (misalnya
gram positif batang) akan meningkat sehingga konsentrasi asam laktat didalam
rumen akan meningkat.
Protozoa rumen sangat sensitif terhadap perubahan pH dan akan mati
pada pH rumen dibawah 5,5. Jamur rumen perkembang biakannya (zoospo-
rogenesis) juga terlambat apabila pH rumen kurang atau diatas 6,5.
c. Komposisi gas
Komposisi gas didalam rumen kurang lebih terdiri dari 63-63,35 persen
CO2;26,76-27 persen CH4; 7 persen N2 dan sedikit H2S, H2 dan O2. Karena
kondisi anaerob didalam rumen merupakan faktor yang sangat penting maka
produksi CO2 pada proses fermentasi sangat menentukan terciptanya kondisi
anaerob.
Mekipun O2 juga dijumpai didalam rumen terutama pada bagian saccus
dorsalis, tekanan O2 pada digesta rumen sangat kecil. Oksigen yang masuk
kedalam rumen melalui proses menelan akan segera digunakan oleh bakteri-
bakteri fakultatif anaerobic seperti Sterptococcus bovis. Salah satu akibat dari
proses ini adalah redox potensial (EH) didalam rumen akan selalu konstan dan
rendah yaitu berkisar antara -250 mV sampai dengan -450 mV. Peranan
hidrogen dalam proses produksi methana adalah sebagai sumber elektron,
sehingga rendahnya kadar H2 didalam rumen merupakan petunjuk adanya
aktivitas menggunakan H2 untuk mengurangi CO2 menjadi CH. Disamping itu,

8
karena untuk membentuk 1 mol CH4 diperlukan 4 mol H2, maka laju
penggunaan H2 adalah empat kali laju produksi methana, sehingga H2 didalam
rumen tidak pernah terakumulir.
Meskipun kadar nitrogen didalam rumen sangat rendah, beberapa jenis
bakteri memerlukan unsur N untuk pertumbuhannya. sumber utama nitrogen
untuk bakteri adalah amonia (NH3), peptida dan asam amino dari makanan.
d. Nutrisi
Secara umum kebutuhan nutrisi mikroba rumen dapat dibagi menjadi dua,
yaitu:
1. Sebagai sumber energi.
2. Sebagai sumber untuk melakukan biosintesis.
Enersi yang diperlukan mikroba diperoleh dari proses fermentasi polimer
tanaman terutama selulosa dan pati dengan menghasilkan VFA, CH4 dan CO2.
Sedangkan untuk proses biosintesis diperoleh dari protein yaitu dari unsur-unsur
C, H, O, N dan S.
Komposisi pakan sangat menentukan terhadap hasil akhir fermentasi serta
laju pengenceran (dilution rate) isi rumen. Jika ransum basal mengandung serat
kasar tinggi maka bakteri selulolitik akan dominan karena kehadirannya
menentukan terjadinya proses fermentasi selulosa. Sebaliknya protozoa akan
berkurang jumlahnya. Jamur rumen karena sifatnya adalah selulolitik akan
meningkat jumlahnya pada kondisi ini. Keadaan yang sebaliknya akan terjadi
jika proporsi konsentrat meningkat dalam pakan. Dengan meningkatnya
frekuensi makan (karena bertambahnya frekuensi suplai makan) fluktuasi pH
rumen akan berkurang. Hal ini akan meningkatkan populasi mikroba.
Peningkatan populasi protozoa dari 1,15 x 106 menjadi 3,14 x 106 telah
dilaporkan jika frekuensi pemberian pakan ditingkatkan dari satu kali menjadi
empat kali sehari. Konsumsi sukarela (voluntary intake) ransum dapat
ditingkatkan tiga sampai empat kali kebutuhan hidup pokok apabila konsentrat
diberikan dalam ransum. Dengan meningkatnya konsumsi, volume rumen dan
sekresi saliva ke rumen serta laju pengeluaran digesta dari rumen akan
meningkat.

9
e. Pengaruh Osmotik & Ionik
Tidak seperti protozoa, bakteri relatif tahan terhadap perubahan tekanan
osmotik. Hal ini antara lain disebabkan adanya kemampuan bakteri untuk
mempertahankan konsentrasi beberapa ion yang terdapat didalam sel.
f. Tekanan Permukaan
Tekanan permukaan cairan rumen biasanya diantara 45 - 59 dynes/cm.
Belum banyak informasi yang diperoleh tentang pengaruh tekanan permukaan
terhadap perubahan populasi mikroba rumen. Namun demikian kasus terjadinya
kembung (bloat) adalah erat kaitannya dengan perubahan tekanan permukaan.
Demikian pula perubahan tekanan permukaan telah diketahui dapat
mempengaruhi tekanan permukaan seperti protein dan lemak makanan serta
cairan empedu. Dari faktor-faktor tersebut cairan empedu merupakan faktor
dominan karena kemampuannya dalam menghasilkan unsur detergent yang
bersifat racun terhadap bakteri.
g. Variasi Harian
Konsentrasi mikroba rumen akan berfluktuasi sepanjang hari. Beberapa
faktor penyebabnya antara lain: makanan, kelaparan (starvation) dan
pengenceran (dilution rate) cairan rumen. Fluktuasi protozoa mungkin erat
kaitannya dengan perubahan pH rumen disamping faktor lainnya.
h. Pakan
Komposisi pakan sangat menentukan terhadap hasil akhir fermentasi serta
laju pengenceran (dilution rate) isi rumen. Jika ransum basal mengandung serat
kasar tinggi maka bakteri selulolitik akan dominan karena kehadirannya
menentukan terjadinya proses fermentasi selulosa. Sebaliknya protozoa akan
berkurang jumlahnya. Jamur karena sifatnya adalah selulolitik akan meningkat
jumlahnya pada kondisi ini. Keadaan yang sebaliknya akan terjadi jika proporsi
konsentrat meningkat dalam pakan.
i. Frekuensi Pemberian Pakan
Dengan meningkatnya frekuensi makan (karena bertmbahnya frekuensi
suplai makan) fluktuasi pH rumen akan berkurang. Hal ini akan meningkatkan
populasi mikroba. Peningkatan populasi protozoa dari 1,15 x 106 menjadi 3,14 x

10
106 telah dilaporkan jika frekuensi pemberian pakan ditingkatkan dari satu kali
menjadi empat kali sehari.
j. Tingkat Konsumsi
Konsumsi sukarela (voluntary intake) ransum dapat ditingkatkan tiga
sampai empat kali kebutuhan hidup pokok apabila konsentrat diberikan dalam
ransum. Dengan meningkatnya konsumsi, volume rumen dan sekresi saliva ke
rumen serta laju pengeluaran digesta dari rumen akan meningkat.
k. Faktor-Faktor Lain
- Pemeberian Bahan Kimia
Pemberian antibiotika dalam ransum akan menurunkan populasi bakteri.
Demikian pula pemberian bahan detergen akan dapat mematikan protozoa.
Bahan detergen seperti Manoxol OT, Aerosol OT dan Alkanate lazim digunakan
sebagai bahan untuk defaunasi. Bahan anti jamur seperti Actidions juga telah
dilaporkan dapat mematikan jamur rumen, meskipun penelitian lain gagal
menggunakan Actidions untuk menghilangkan jamur dari dalam rumen.
- Pengaruh Individu Ternak
Tiap individu mempunyai variasi jenis dan jumlah mikroba yang berbeda.
Hal ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan dalam hal tingkah laku
makan dan minum atau adanya perbedaan dalam hal volume rumen serta laju
pengeluaran isi rumen ke alat pencernaan lainnya.
- Kompetisi Makanan
Seperti dijelaskan dimuka bahwa mikroba rumen membutuhkan zat-zat
essensial tertentu untuk pertumbuhan. Penggunaan polisakarida oleh protozoa
akan berakibat pengurangan substrat bagi bakteri sehingga populasi bakteri
pemekai polisakarida akan menurun bila kondisi ini terjadi di dalam rumen.

2.4 Kelompok Mikroba Dalam Rumen


2.4.1 Bakteri
Bakteria rumen berbentuk bulat atau seperti cocci dengan ukuran 1-2503.
Rumen dihuni bakteria yang bersifat anaerob obligat, beberapa bersifat anaerob

11
fakulatif. Bakteria kecil merupakan jumlah dari setengah seluruh biomas rumen
tetapi berperanan besar dalam pekeerjaan metabolik.
Bakteri merupakan biomassa terbesar di dalam rumen, terdapat sekitar
50% dari total bakteri hidup bebas dalam cairan rumen dan sekitar 30-40%
menempel pada partikel makanan. Beberapa jenis bakteri dari spesies
Micrococcus, Staphylococcus, Streptococcus, Corynebacterium, Lactobacillus,
Fusobacterium dan Propionibacteriun ditemukan menempel pada epitel dinding
rumen, disamping itu terdapat spesies bakteri methanogen yang hidup menempel
pada protozoa (Dehority, 2004).
Bakteri pada rumen dapat memproduksi enzim yang dapat memecah
hijauan sebagai sumber energi baru bagi ternak ruminansia (Das dan Qin, 2012).
Menurut Suwandi (1997), bahwa bakteri merupakan biomassa mikroba
yang terbesar di dalam rumen, berdasarkan letaknya dalam rumen, bakteri dapat
dikelompokkan menjadi :
a. Bakteri yang bebas dalam cairan rumen (30% dari total bakteri)
b. Bakteri yang menempel pada partikel makanan (70% dari total bakteri)
c. Bakteri yang menempel pada epithel dinding rumen
d. Bakteri yang menempel pada protozoa
Berdasarkan jenis bahan yang digunakan dan hasil fermentasinya, jenis-
jenis bakteri pada rumen dibedakan berdasarkan substrat yang didegradasi, yaitu
bakteri Selulolitik, bakteri Hemiselulolitik, bakteri amilolitik, bakteri proteolitik,
bakteri lipolitik, bakteri methanogenik,bakteri ureolitik, Sugar Untilizer Bacteria
(bakteri pemakai gula), danAcid Utilizer Bacteria (Bakteri Pemakai Asam).
Berikut ini penjelasannya:
- Bakteri Selulolitik
Bakteri selulolitik menghasilkan ensim selulose dari hidrolisis ikatan beta
1,4-glikosida (selulosa). Dapat menghidrolisis hemiselulosa (sekitar 15% dari
bakteri selulolitik). Terdapat dalam jumlah banyak di rumen, jika pakan berserat
kasar tinggi. Keuntungannya dari bakteri ini, energi (ATP) yang dihasilkan cukup
untuk digunakan oleh bakteri itu sendiri sehingga tidak mengurangi pemakaian
energi oleh ternak. Beberapa contoh bakteri selulolitik adalah Bacteriodes

12
succinogenes, Clostridium acetobutylicum, Ruminicoccus flavefaciens,
Ruminicoccus albus, Cillobacterium cellulosolvens (Meryandini, Anja. dkk.
2009).
- Bakteri Hemiselulolitik
Hemiselulosa berbeda dengan selulosa terutama dalam kandungan pentosa
gula heksosa serta biasanya asam uronat. Hemiselulosa merupakan struktur
polisakarida yang penting dalam dinding sel tanaman. Bakteri hemiselulotik ini
dapat menghidrolisa selulosa biasanya juga dapat menghidrolisa (mencerna)
hemiselulosa pada dinding sel tanaman. Meskipun demikian ada beberapa spesies
yang dapat menghidrolisa hemiselulosa tetapi tidak dapat menghidrolisa selulosa.
Beberapa contoh bakteri hemiselulolitik adalah Clostridium cellulovorans dan
Bacteriodes ruminicola (Caribu, dkk. 2011). Ada juga bakteri jenis Butyrivibrio
fibriosolven, Bacteriodes ruminicola.
- Bakteri Amilolitik
Bakteri amilolitik merupakan mikroorganisme yang mampu memecah pati
menjadi senyawa yang lebih sederhana, terutama dalam bentuk glukosa.
Kebanyakan mikroorganisme amilolitik tumbuh subur pada bahan pangan yang
banyak mengandung pati atau karbohidrat, misalnya pada berbagai jenis tepung.
Kebanyakan jenis mikroorganisme amilolitik adalah kapang, tetapi beberapa jenis
bakteri juga ada, jenis yang mempunyai spesies bersifat amilolitik misalnya
Clostridium butyricium dan Bacillus subtilis.
- Bakteri Proteolitik
Bakteri proteolitik merupakan jenis bakteri yang paling banyak terdapat
pada saluran pencernaan makanan mamalia termasuk karnivora (carnivora). Di
dalam rumen, beberapa spesies diketahui menggunakan asam amino sebagai
sumber utama energi. Beberapa contoh bakteri proteolitik antara lain Bacteroides
amylophilus, Clostridium sporogenes, Bacillus licheniformis (Soetanto,1998).
- Bakteri Methanogenik
Sekitar 25 persen dari gas yang diproduksi didalam rumen adalah gas
methan. Bakteri ini merupakan bakteri yang menghasilkan gas metan dari bahan

13
karbohidrat dan asam organic. Contoh bakteri ini antara lain Methanobacterium
ruminantium dan Methanobacterium formicium (Khaedar, 2010).
- Bakteri Lipolitik
Beberapa spesies bakteri menggunakan glyserol dan sedit gula sebagai
sumber pangannya. Beberapa spesies lainnya dapat menghidrolisa asam lemak tak
jenuh dan sebagian lagi dapat merubah atau menetralisir asam lemak rantai
panjang menjadi keton. Enzim lipase bakteria dan protozoa sangat efektif dalam
menghidrolisa lemak dalam chloroplast. Contoh bakteri lipolitik antara lain
Anaerovibrio lipolytica dan Selemonas ruminantium var. lactilytica (Soetanto,
1998).
- Bakteri Ureolitik
Sejumlah spesies bakteri rumen menunjukkan aktivitas ureolitik dengan
jalan menghidrolisis urea menjadi CO2 dan amonia. Beberapa jenis bakteri
ureolitik menempel pada epithelium dan menghidrolisa urea yang masuk kedalam
rumen melalui difusi dari pembuluh darah yang terdapat pada dinding rumen.
Oleh karena itu konsentrasi urea dalam cairan rumen selalu rendah. Salah satu
contoh bakteri ureolitik ini misalnya adalah Streptococcus sp.
Di dalam rumen yang normal biasanya jumlah bakteri ini mencapai antara
15 – 80 x 109 isi rumen. Meskipun demikian jumlah ini mngkin dapat menurun
sampai hanya 4 x109 permililiter pada ternak yang diberi pakan wheat straw dan
pada kondisi padang rumput yang bagus jumlah ini dapat naik setinggi 88 x 109
permililiter pada domba (Soetanto, 1998).
Beberapa contoh ukuran dan bentuk sel bakteri rumen disajikan pada Gambar
berikut ini:

Ragam morfologi bakteri rumen. A. Rossete Quin’s organisme dan

14
Selenomonas ; B. bentuk sarkina ; C. rantai cocci besar ; D. Oscillospira
guillermondii ; E. bentuk clostridia dari Clostridia lochheadii ; F. rantai
cocci yang amat panjang.

- Bakteri Pemakai Gula (Sugar Utilizer Bacteria)


Hampir semua bakteri pemakai polisakarida dapat memfermentasikan
disakarida dan monosakarida. Tanaman muda mengandung karbohidrat siap
terfermentasi dalam konsentrasi yang tinggi yang segera akan mengalami
fermentasi begitu sampai di retikulo-rumen. Kesemua ini merupakan salah satu
kelemahan/kerugian dari sistem pencernaan ruminansia. Sebenarnya gula akan
lebih efisien apabila dapat dicerna dan diserap langsung di usus halus (Soetanto,
1998).
- Bakteri Pemakai Asam (Acid Utilizer Bacteria)
Beberapa jenis bakteri dalam rumen dapat menggunakan asam laktat
meskipun jenis bakteri ini umumnya tidak terdapat dalam jumlah yang berarti.
Jenis lainnya dapat menggunakan asam suksinat, malat dan fumarat yang
merupakan hasil akhir fermentasi oleh bakteri jenis lainnya. Asam format dan
asetat juga digunakan oleh beberapa spesies, meskipun mungkin bukan sebagai
sumber enersi yang utama. Asam oksalat yang bersifat racun pada mamalia akan
dirombak oleh bakteri rumen, sehingga menyebabkan ternak ruminansia mampu
mengkonsumsi tanaman yang beracun bagi ternak lainnya sebagai bahan
makanan. Beberapa spesies bakteri pemakai asam laktat yang dapat dijumpai
dalam jumlah yang banyak setelah ternak mendapatkan tambahan jumlah
makanan butiran maupun pati dengan tiba-tiba adalah jenis Peptostreptococcus
bacterium, Propioni bacterium dan Selemonas lactilytica (Soetanto, 1998).
Ada beberapa macam bakteri utama dalam rumen antara lain:
- Bacteroides succinogenes sebagai sumber energi bakteri ini yaitu glukosa,
selulosa, selebiosa dan pati dan produk utama dari bakteri ini adalah asetat,
suksinat dan format.
- Ruminococcus albus sebagai sumber energi bakteri ini yaitu glukosa, selulosa
dan Xylan dan produk utama bakteri ini adalah asetat, laknat, format, etanol,
CO2 dan H2.

15
- Ruminococcus flavivacilus sebagai sumber energi bakteri ini yaitu glukosa,
selulosa dan xyloan dan produk utama bakteri ini adalah asetat, suksinat dan
format serta H2.
- Butyrivibrion fibrisolvans sebagai sumber energi utama bakteri ini yaitu
glukosa, selulosa, xylan dan pati dan produk utama bakteri ini adalah asetat,
butirat, laktat, format, CO2, H2, etanol.
- Bateroides ruminicola sebagai sumber energi utama bakteri ini yaitu glukosa,
xylan dan pati dan produk utama bakteri ini adalah asetat, propionat, suksinat
dan format.
- Bacteroides amylophilus sebagai sumber energi utama bakteri ini yaitu pati dan
maltosa dan produk utama bakteri ini adalah asetat, suksinat dan format.
- Selenomonus ruminantium sebagai sumber energi utama bakteri ini yaitu
glukosa, pati, gliserol, dan suksinat dan produk utama bakteri ini adalah asetat,
propionat, laktat, format dan CO2.

2.4.2 Protozoa
Sebagian besar protozoa yang terdapat didalam rumen adalah cilliata
meskipun flagellata juga banyak dijumpai. Cilliata ini merupakan non pathogen
dan mikroorganisme anaerobik. Pada kondisi rumen yang normal dapat dijumpai
ciliata sebanyak 105 -106/ml isi rumen. Meskipun telah lama dipelajari, ciliata
masih merupakan organisme yang rumit untuk diidentifikasikan secara tegas,
karena organisme ini tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan hewan
bersel tunggal lainnya. Ciliata rumen dari famili Ophryoscolecidae mempunyai
struktur yang sama dengan metazoa seperti: mulut, oesophagus, lambung, rectum,
anus dan bahkan sedikit kerangka dan sistem syaraf. Seperti telah disebutkan
dimuka, taksonomi ciliata rumen masih tidak konsisten. Demikian pula terhadap
flagellata, hanya sedikit yang diketahui tentang taksonominya saat ini.
Tidak seperti bakteri rumen, ciliata dapat diklasifikasikan atas dasar
morfologinya karena ukuran selnya cukup besar yaitu antara 200 - 200 mm.
Ciliata rumen dapat dibedakan menjadi 3 ordo yaitu:
- Ordo Prostomatida

16
- Ordo Trichostomatida
- Ordo Entodiniomorphida
Dari ketiga ordo tersebut di atas, Ordo Entodiniomorphida adalah yang
terbanyak dijumpai dalam rumen baik dari segi jumlah spesies maupun frekuensi
terdapatnya. Sementara itu dari ordo lainnya hanya terdiri dari beberapa spesies
saja meskipun frekuensi terdapatnya cukup tinggi. Ordo Entoiniomorphida terbagi
kedalam 6 famili, yaitu:
- Ophryoscolecidea
- Dixtiidae
- Cyclophostiidae
- Telanodiniidae
- Polydiniellidae
- Tryglodytellidae
Dari keenam famili tersebut hanya Ophryoscolecidae yang ditemukan
pada rumen, sedangkan famili lainnya terdapat pada usus kuda, tapir, gajah,
badak, kuda nil,babi rusa serta orang utan. Oligotrichia yang mempunyai ukuran
sel lebih kecil dan hanya memiliki cilia di sekitar prostoma (mulut).
Meskipun protozoa merupakan massa yang besar dari mikrobia rumen,
kepentingannya dalam metabolisme dalam rumen kurang terang. Protozoa
metabolismekan protein diet dan bakteria dan mengandung 10-40% N dari N
rumen. Secara morphologis protozoa dalam rumen dibagi dalam 2 ordo, yaitu:
a. Holotrich
Merupakan protozoa dengan ukuran yang lebih besar, berbentuk oval,
dengan baris-baris cilia menutupi pada seluruh tubuhnya. Ciri-ciri umum dari
Holotricha adalah pergerakannya yang cepat, bentuk sel umumnya oval dan
terdapat dalam konsentrasi yang tinggi bila makanan utama. Terdapat 2 genus
yaitu: isotrich dan dasytrich. Sumber makanan utamanya adalah glukosa, fruktosa,
sukrosa, xylosa, galaktosa dan pektin. Karbohidrat akan disimpan dalam bentuk
amilopektin (salah satu bentuk rantai panjang pati). Jenis ciliata rumen ini
mempunyai peranan penting dalam metabolisme karbohidrat dengan jalan
menelan gula segera setelah masuk ke rumen dan menyimpannya dalam bentuk

17
amilopektin, yang selanjutnya akan melepaskan kembali senyawa ini kedalam
cairan rumen pada saat populasi Holotricha mengalami lisis atau pada fase
pertumbuhannya.Hasil akhir dari fermentasi adalah karbohidrat dalam bentuk
amilopektin, VFA, CO2 dan H2. Amilopektin merupakan cadangan karbohidrat
untuk diproses berikutnya. .
Mekanisme ini mempunyai pengaruh positif terhadap tersedianya
karbohidrat dapat terfermentasi (fermentable carbohydrate) bagi bakteri rumen,
terutama apabila tidak terdapat lagi karbohidrat dalam makanan misalnya pada
saat ternak beristirahat. Meskipun demikian apabila didalam rumen terdapat
kandungan gula yang terlarut sangat tinggi, kelompok Holotricha akan terus
memangsa senyawa tersebut hingga pada saat sel ciliata pecah karena tidak
terdapatnya kontrol mekanisme pembatas konsumsi. Beberapa spesies Holotricha
yang penting antara lain Isotricha intestinalis, Isotricha prostoma, Dasytricha
rumiantium.

b. Oligotrich
Merupakan protozoa dengan ukuran lebih kecil, dengan cilia di daerah
mulut. Sumber pakan utamanya adalah starch, selulase dan glactosil gliserida.
Dapatnya mencerna plant fiber adalah adanya proses simbiose intaseluler dengan
cellulolytic bacteria atau pada saat bakteria dimakan oleh protozoa, cellulase yang
berada dalam bakteria masih aktif untuk beberapa lama dan dapat memecah
selulosa.
Adanya protozoa dalam rumen antara lain untuk menstabilkan fermentasi,
bertindak sebagai buffer, mengubah unsaturated fatty acid menjadi saturated
sehingga akan memperbaiki utilisasi pakan, oleh karena itu maka protozoa dapat

18
disebut esensial untuk optimum performance hewan tetapi tidak esensial untuk
pokok hidupnya. Jenis dan bentuk ransum mempengaruhi jumlah dan tipe
protozoa. Pakan hay tinggi, protozoa jenis isotrich dan dasytrich yang terbanyak.
Bila pakan mengandung konsentrat, maka jenis entodinium lebih dominan,
sedangkan ransum bentuk pelet akan mengurangi jumlah protozoa, karena:
- Turn over pada rumen relatif cepat, sedangkan protozoa proses regenerasinya
relatif lebih lama.
- Ada perubahan fisik dan kimiawi pada pakan pelet sehingga lebih disenangi
bakteria.
Bakteri selulolitik juga diketahui hidup secara simbiosis dengan
Oligotricha di dalam selnya. Spesies penting dari Oligotricha antara lain
Diplodinium dentatum, Eudiplodinium bursa, Polypastron multivesiculatum,
Entodinium caudatum.

Baik Holotricha maupun Oligotricha secara aktif memangsa bakteri,


bahkan beberapa Holotricha besar juga memangsa Oligotricha kecil. Selain dari
pada itu diantara mereka dari suatu jenis/spesies juga terjadi kanibalisme.
Sebagian besar protozoa dengan cepat akan memangsa dan menghidrolisis
bermacam-macam protein dengan menghasilkan amoniak berasal dari kelompok
amida dan akan melepaskan asam-asam amino serta peptida-peptida.
Dibandingkan dengan bakteri, populasi protozoa rumen sangat bervariasi besarnya
(jumlahnya) dari nol sampai 5 x 106 perml isi rumen. Meskipun demikian pada
umumnya jumlah yang terdapat didalam rumen berkisar antara 0,2- 2,0 x 106 per
ml (Soetanto, 1998).

19
2.4.3 Fungi/Jamur
Jamur/fungi anaerob sangat berperan penting dalam komunitas mikroba
rumen. Fungi/jamur akan memecah bahan makanan yang sulit dicerna dalam
mikroba rumen, selain itu fungi/jamur sangat berperan dalam degradasi serat yang
terkandung dalam pakan (Kostyukovsky, 1995).
Fungi/jamur memiliki kemampuan memecah jaringan tanaman lebih baik dari
pada protozoa dan bakteri (Nagpal, 2010).
Kebanyakan jamur mampu memfermentasi pati dan glikogen, selain
polisakarida pada dinding sel. Konsentrasi tertinggi jamur dalam rumen akan
menurun melalui abomasum ke usus kecil, namun meningkat dalam usus besar.
Fungi/jamur memiliki pengaruh yang besar pada aktivitas fibrolytic rumen,
berkurangnya jumlah populasi jamur menyebabkan penurunan degradasi serat
pakan, akibatnya konsumsi pakan mengalami penurunan, terutama ketika pakan
memiliki kualitas yang buruk (Mould, 2005).
Salah satu contoh fungi dalam rumen antara lain jamur Phycomycotes
anaerob yang pada umumnya terdapat pada sapid an domba yang diberi makanan
berserat tinggi. Jamur ini menempel dan membentuk koloni pada fragmen-
fragmen pakan dalam rumen. Jamur tersebut tidak terdapat dalam isi rumen
hewan yang diberi daun halus (Prayitno, 2010).
Namun, jumlah fungi/jamur sangat berbanding terbalik dengan bakteri karena
menurut penelitian bahwa interaksi antar-mikroba dalam rumen dapat merugikan
ternak inang. Hal ini karena banyak jumlah mikroba dalam rumen, maka semakin
banyak pula kebutuhan konsumsi pakan dan serat kasar yang harus dipenuhi.
Salah satu ciri khas jamur rumen ini bila dibandingkan dengan jenis jamur
lainnya adalah kebutuhannya akan kondisi absolut anaerobik (strictly anaerobic)
untuk pertumbuhan dan terbentuknya senyawa hidrogen (H) dalam proses
fermentasi selulosa. Siklus kehidupan mikroorganisme ini dilaporkan berlangsung
antara 24 - 30 jam, menandakan bahwa jamur rumen sangat erat kaitannya dengan
material yang sukar dicerna. Sampai dengan saat ini telah dikenal lebih dari 20
spesies yang berbeda, meskipun sebagian belum mempunyai nama (Soetanto,
1998).

20
2.5 Interaksi Antara Mikroba Dalam Rumen
Populasi mikroba sangat bervariasi tergantung pada jenis hewan, diantara
hewan yang sama ada kemungkinan pada daerah (negara) yang berbeda meskipun
dengan jenis makanan yang sama. Meskipun demikian hasil akhir fermentasi
relatif sama. Kesemuanya ini tergantung pada jenis interaksi yang terjadi antar
mikroba didalam rumen.
a. Interaksi Antar Bakteri
Interaksi antar bakteri terjadi baik pada bakteri yang terdapat/menenmpel
pada partikel digesta maupun yang terdapat pada ephitelium rumen. Bentuk
hubungan ini biasanya bersifat mutualisme dimana hasil hasil fermentasi oleh satu
jenis bakteri akan digunakan oleh bakteri jenis lainnya untuk pertumbuhannya.
Contoh hubungan ini adalah proses fermentasi selulosa menjadi VFA dimana
terjadi interaksi antar bakteri penghasil hidrogen dan bakteri pemakai hidrogen.
Jenis interaksi ini hampir seluruhnya menguntungkan, sehingga sangat kecil
kemungkinan untuk dilakukan manipulasi akan interaksi yang ada kecuali
penghambatan methanogenesis.
b. Interaksi Antara Protozoa-Bakteri
Telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa interaksi antara protozoa
dan bakteri didalam rumen lebih bersifat kompetitif. Protozoa memangsa bakteri
yang terdapat pada cairan rumen dan mencernanya sebagai sumber asam amino
bagi pertumbuhannya, akibatnya biomassa bakteri akan berkurang sehingga alju
kolonisasi partikel makanan didalam rumen akan berkurang pula. Pengaruh ini
mungkin kurang nyata pada ternak ruminansia dengan pakan basal yang
mengandung banyak partikel terlarut misalnya gula, pati dan sebagainya. Akan
tetapi jika pakan basal adalah limbah pertanian, maka pengaruh penurunan
biomassa bakteri akibat dimangsa oleh protozoa akan kelihatan nyata sekali
dengan diperpanjangnya lag phase yakni suatu keadaan dimana tidak terjadi
pencernaan sama sekali. Seperti telah disebutkan dimuka, kehadiran protozoa
dalam jumlah/populasi tinggi akan membantu pencegahan terjadinya acidosis
apabila ransum basal berupa gula terlarut atau pati, karena protozoa akan menelan
partikel gula dan pati sehingga fermentasi kedua senyawa oleh bakteri tersebut

21
dapat ditunda sampai senyawa tersebut dilepas kembali pada saat terjadinya lysis
atau pecahnya sel protozoa akibat terlalu banyak menyimpan amilopektin.
Diperkirakan tiap ekor protozoa dapat memangsa bakteri dengan
kecepatan antara 130 - 21200 bakteri/protozoa/jam pada kondisi kepadatan bakteri
109 sel/ml. Pencernaan bakteri dalam sel protozoa dapat berkisar antara 345–1200
bakteri/ protozoa/jam. Jumlah ini akan setara dengan 2,4-45 persen bakteri bila
konsentrasi protozoa mencapai 106/ml isi rumen domba. Jenis Entodinium dan
protozoa besar lebih selektif dalam memangsa bakteri dan lebih menyukai aneka
spesies bakteri. Sementara itu spesies Entodinia memangsa bakteri selulolitik jauh
lebih cepat daripada bakteri jenis lainnya. Kondisi optimal terjadinya predasi
adalah pH rumen sekitar 6,0 dan akan menurun apabila pH lebih tinggi atau lebih
rendah dari 6,0.
c. Interaksi Antara Bakteri-Jamur dan Protozoa
Populasi jamur rumen (zoospores) telah dilaporkan meningkat setelah
defaunasi (menghilangkan protozoa dari rumen). Sebagai akibat meningkatnya
populasi jamur rumen setelah proses defaunasi, daya cerna serat kasar akan
meningkat secara nyata 6 - 10 unit/24 jam. Disamping itu jumlah bakteri juga
meningkat apabila protozoa dihilangkan dari rumen sehingga pada kondisi pakan
dengan kandungan protein rendah tapi kandungan enersi tinggi, diperoleh
kenaikan produksi wool serta bobot badan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi antar mikroba rumen
sangat kompleks dan tidak menguntungkan bagi hewan inang. Protozoa dengan
populasi yang besar akan mengurangi produktivitas ternak, melalui penurunan
ratio antara asam amino dengan enersi pada hasil pencernaan yang terserap. Hal
ini disebabkan kehadiran protozoa dalam jumlah besar akan mengurangi biomassa
bakteri dan juga jamur didalam rumen ternak yang diberi pakan basal limbah
pertanian atau dengan kadar serat kasar tinggi. Dalam kondisi ini laju pencernaan
serat kasar akan menurun.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mikroba rumen adalah organisme yang hidup dalam rumen ternak ruminansia
(sapi, kerbau, kambing, domba dll) yang berperan penting dalam pendegra-
dasian polisakarida pada dinding sel tanaman serta serat kasar.
2. Mikroba dalam rumen yang paling banyak jumlahnya diklasifikasikan menjadi
3, yaitu bakteri, protozoa dan fungi/jamur. Dengan jumlah bakteri merupakan
yang paling banyak dan fungi/jamur merupakan yang paling sedikit.
3. Interaksi yang terjadi antar mikroba rumen dapat merugikan ternak inang
karena sangat berpengaruh dengan nutrisi pakan dan tingkat konsumsi pakan
pada ternak inang.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan mikroba rumen adalah suhu,
keasaman rumen, tingkat konsumsi pakan, nutrisi pakan, jumlah pemberian
pakan dll.
5. Terjadi interaksi anatara mikroba dalam rumen ada tiga yaitu:
- Interaksi antar bakteri
- Interaksi antara protozoa-bakteri
- Interaksi antara bakteri-amur dan protozoa

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas
maka saran yang dapat kami sampaikan yaitu perlu adanya tinjauan atau
penelitian lagi terhadap jenis mikroba rumen yang mampu meningkatkan daya
cerna dan memberikan good performance pada ternak. Serta perlu adanya tinjauan
atau penelitian lagi terhadap mikroorganime kelompok virus atau bakteriofag
untuk memudahkan dalam sisi pengetahuan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Usman. 2012. Pengaruh Penggunaan Onggok Dan Isi Rumen Sapi Dalam
Pakan Komplit Terhadap Penampilan Kambing Peranakan Etawah.
Fakultas Peternakan Universitas Islam Malang. Malang.

Cakra, I. G. L. O. dan Siti, N. W. 2008. Koefisien Cerna Bahan Kering dan


Nutrien Ransum Kambing Peranakan Etawah Yang Diberi Hijauan Dengan
Suplementasi Konsentrat Molamik. Majalah Ilmiah Peternakan 11(1): 12-17.

Das, Khrusna Chandra dan Wensheng Qin. 2012. Isolation and characterization
of superior rumen bacteria of cattle (Bos taurus) and potential application
in animal feedstuff. Open Journal of Animal Sciences Vol.2, No.4, 224- 228.

Jakober, M. Qi, K. D. dan T.A. McAllister. 2009. Rumen Microbiology. Animal


and Plant Productivity Lethbridge Research Centre Canada. Canada.

Kostyukovsky, Vladimir et al. 1995. Degradation of Hay by Rumen Fungi in


Artificial Rumen (RUSITEC). J. Gen. Appl. Microbial., 41, 83-86.

McDonald, P., R. Edwards and J. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition. 6th


Edition. New York.

Meryandini, A., dkk. 2009. Isolasi Bakteri Selulolitik dan Karakteristik Enzimnya.
MAKARA SAINS 13(1):32-38.

Nagpal, Ravinder et al. 2010. Influence of Bacteria and Protozoa from the rumen
of buffalo on in-vitro activities of anaerobic fungus Caecomyces sp. isolated
from the feces of elephant. Journal of Yeast and Fungal Research Vol.1 (8),
pp. 152-156

Prayitno, C. H. dan Hidayat, N. 2011. Aktivitas Selulolitik dan Produk Asam


Lemak Volatile dari Bakteri Rumen Sapi pada Substrat Jerami Padi. J.
Anim. Prod. 1(1): 1-9.

Soetanto, Hendrawan. 1998. Bahan Kuliah Nutrisi Ruminansia


http://images.hendrawansoetanto.multiply.multiplycontent.com.
Diakses tanggal 08 Mei 2015.

Suwandi. 1997. Peranan Mikroba Rumen Pada Ternak Ruminansia. Lokakarya


Fungsional Non-Peneliti.

Schlegel, H.G. 1994. Mikrobiologi Umum. T. Baskoro. Gadjah Mada University


Press. Yogyakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai