Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBINEMIA

A. DEFINISI
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam
darah >5mg/dL, yang secara klinis ditandai oleh adanya ikterus, dengan faktor penyebab
fisiologik dan non-fisiologik. (Wong dkk, 2007)
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemu-kan
pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam
minggu pertama kehidupan disebab-kan oleh keadaan ini. Bayi dengan hiper-
bilirubinemia tampak kuning akibat aku-mulasi pigmen bilirubin yang berwarna kuning
pada sklera dan kulit. (Sukadi A, 2010)

B. ETIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai
berikut:
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah.
Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya
perdarahan tertutup.
5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi
toxoplasma. Siphilis.
7. Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor.
a) Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada
hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah
lain, defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b) Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar)
penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
“uptake” bilirubin ke sel hepar.
c) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan
sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d) Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia
biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroidjaundice ASI.
Rumus Kramer
Daerah Luas ikterus Kadar bilirubin
1 Kepala dan leher 5 mg%
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9mg%
3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai 11mg%
4 Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki dibawah lutut 12mg%
5 Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16mg%

Metabolisme Bilirubin
75%dari bilirubin yang ada pada BBL yang berasal dari penghancuran
hemoglobin, dan 25%dari mioglobin, sitokrom, katalase dan tritofan pirolase. Satu
gram bilirubin yang hancur menghasilkan 35 mg bilirubin. Bayi cukup bulan akan
menghancurkan eritrosit sebanyak satu gram/hari dalam bentuk bilirubin indirek
yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16 mg
bilirubin). Bilirubin indirek larut dalam lemak dan bila sawar otak terbuka,
bilirubin akan masuk kedalam otak dan terjadilah kernikterus. yang memudahkan
terjadinya hal tersebut ialah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR
(kurang dari 2500 gram), infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia.didalam hepar
bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil transverse menjadi bilirubin direk yang
larut dalam air, kemudian diekskresi kesistem empedu, selanjutnya masuk
kedalam usus dan menjadi sterkobilin. Sebagian di serap kembali dan keluar
melalui urin sebagai urobilinogen.

Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek didalam usus
karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap
perubahan tersebut. Bilirubin indirek ini diserap kembali oleh usus selanjutnya
masuk kembali ke hati (inilah siklus enterohepatik).
C. TANDA GEJALA
1. Ikterik fisiologis
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau
kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.

Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus
yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Timbul pada hari kedua - ketiga.
2) Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
4) Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
5) Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
6) Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan
keadaan patologis tertentu.
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan
karakteristik sebagai berikut Menurut (Surasmi, 2003) bila
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan 12,5
mg% pada neonatus cukup bulan.
4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD
dan sepsis).
5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia,
sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah.

2. Ikterus Patologis
Menurut Tarigan, (2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin
dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern
ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan
keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin
mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama
pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nukleus merah, dan
nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus
cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit
hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus
secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.

Menurut Mathindas (2013) gejala klinis pada hiperbillirubinemia sebagian besar kasus
hiperbilirubin-emia tidak berbahaya, tetapi kadang-kadang kadar bilirubin yang sangat
tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak (Kern icterus). Gejala klinis yang tampak ialah
rasa kantuk, tidak kuat menghisap ASI/susu formula, muntah, opistotonus, mata ter-
putar-putar keatas, kejang, dan yang paling parah bisa menyebabkan kematian. Efek
jangka panjang Kern icterus ialah retardasi mental, kelumpuhan serebral, tuli, dan mata
tidak dapat digerakkan ke atas.

D. PATOFISIOLOGI
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir dari
katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Pada langkah pertama
oksidasi, biliverdin terbentuk dari heme melalui kerja heme oksigenase, dan terjadi
pelepasan besi dan karbon monoksi-da. Besi dapat digunakan kembali, sedang-kan
karbon monoksida diekskresikan melalui paru-paru.

Biliverdin yang larut dalam air direduksi menjadi bilirubin yang hampir tidak larut
dalam air dalam bentuk isomerik (oleh karena ikatan hidro-gen intramolekul). Bilirubin
tak terkonjuga-si yang hidrofobik diangkut dalam plasma, terikat erat pada albumin.
Bila terjadi gangguan pada ikatan bilirubin tak ter-konjugasi dengan albumin baik oleh
faktor endogen maupun eksogen (misalnya obat-obatan), bilirubin yang bebas dapat me-
lewati membran yang mengandung lemak (double lipid layer), termasuk penghalang
darah otak, yang dapat mengarah ke neuro-toksisitas. Bilirubin yang mencapai hati akan
di-angkut ke dalam hepatosit, dimana biliru-bin terikat ke ligandin. Masuknya bilirubin
ke hepatosit akan meningkat sejalan dengan terjadinya peningkatan konsentrasi ligandin.
Konsentrasi ligandin ditemukan rendah pa-da saat lahir namun akan meningkat pesat
selama beberapa minggu kehidupan.

Bilirubin terikat menjadi asam gluku-ronat di retikulum endoplasmik retikulum melalui


reaksi yang dikatalisis oleh uridin difosfoglukuronil transferase (UDPGT). Konjugasi
bilirubin mengubah molekul bilirubin yang tidak larut air menjadi molekul yang larut
air. Setelah diekskresi-kan kedalam empedu dan masuk ke usus, bilirubin direduksi dan
menjadi tetrapirol yang tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Sebagian dekonjugasi
terjadi di dalam usus kecil proksimal melalui kerja B-glukuronidase. Bilirubin tak
terkonjugasi ini dapat diabsorbsi kembali dan masuk ke dalam sirkulasi sehingga
meningkatkan bilirubin plasma total. Siklus absorbsi, kon-jugasi, ekskresi, dekonjugasi,
dan reabsorb-si ini disebut sirkulasi enterohepatik. Proses ini berlangsung sangat
panjang pada neo-natus, oleh karena asupan gizi yang ter-batas pada hari-hari pertama
kehidupan.

E. PATHWAY

Globin
Hemoglobin Feco
Heme
Biliverdin

Peningkatan destruksi eitrosit (gangguan konjugasi bilirubin/ gangguan transport


bilirubin/ peningkatan siklus enteropatik) Hb dan eritrosit abnormal

Pemecahan bilirubin yang berlebih bilirubin yang tidak berikan dengan albumin
meningkat

Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian kembali ke siklus emerohepatik

Peningkatan bilirubin unkonjugasi dalam darah pengeluara


meconium terlambat obstruksi usus tinja berwarna pucat

Hiperbilirubine Ikterus pada sklera dan badan Peningkatan


mia neonatus bilirubin indirect >12 mg/dl

Indikasi fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resiko mata Ketidakefektifan


kering termoregulasi
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
1) Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14
mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang
tidak fisiologis.
2) Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
3) Protein serum total.
4) USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
5) Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan
atresia billiari.
2. Pemeriksaan Radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

5. PENATALAKSANAAN
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, dan
Therapi Obat.
1. Fototerapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti
untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas
yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini
terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan
ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan
dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu
dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh hati.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin,
tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat
menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar
Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari
1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa
ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama
pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
a. Persiapan alat
1) Penutup mata
2) Penutup plastic
3) Lampu fluorense
4) Box bayi
5) Alas box bayi
b. Cara kerja
1) Berikan salam, perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
2) Jelaskan prosedur, tujuan dan lamanya tindakan pada keluarga
3) Berikan kesempatan keluarga untuk bertanya
4) Berikan petunjuk alternatif komunikasi jika keluarga merasa tidak nyaman
dengan prosedur yang dilakukan
5) Jaga privasi pasien
6) Cuci tangan dengan air mengalir dan keringkan tangan dengan handuk
7) Siapkan box dengan penutup plastik dibawahnya untuk menghindari cedera
apabila lampu pecah
8) Hangatkan ruangan box dengan menyalakan lampu sehingga suhu dibawah
sinar lampu hingga suhu 28-30°C
9) Nyalakan lampu dan pastikan semua lampu fluorense menyala
10) Ganti tabung lampu yang sudah terbakar' pemakaian 2000 jam atau 3 bulan
walaupun lampu masih bekerja
11) Pasang sprei putih/ alas kasur pada pelbet, tempat tidur bayi atau inkubator
dan letakkan tirai putih disekitarnya untuk memantulkan kembali sinar ke bayi
sebanyak mungkin
12) Letakkan bayi dibawah sinar fototerapi
13) Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi.
14) Jika berat bayi diatas 2 kg, letakkan bayi telanjang
15) Tutupi mata bayi dengan penutup mata
16) Ubah posisi bayi setiap 3 jam
17) Pastikan bayi juga diberi makan/ minum
18) Ukur suhu bayi' bila lebih dari 37,5°C hentikan sementara
19) Cek kadar billirubin setelah 12 jam
20) Hentikan bila selama 3 hari billirubin tidak terukur
21) Rapikan alat
22) Cuci tangan
2. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1) Titer anti Rh lebih dari 1:16 pada ibu.
2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4) Tes Coombs Positif
5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :


1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel
darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan
Bilirubin

Ada beberapa macam penggolongan darah. Yang paling terkenal dan paling besar
penggolongan darah ABO dan rhesus. Penggolongan tersebut dilakukan berdasarkan
zat-zat yang ada dalam darah masing-masing individu.Setiap jenis darah (A, B, AB,
dan O) memiliki antigen khusus dalam sel-sel darah merah dan antibodi khusus
dalam darah. Orang dengan golongan darah A berarti mempunyai antigen A.
Golongan darah B memiliki antigen B. Jika orang bergolongan darah AB berarti
mempunyai antigen A dan B. Sedangkan yang bergolongan darah O (nol) tidak
mempunyai antigen.

Ketidakcocokan golongan darah ABO sering terjadi pada ibu yang mempunyai
golongan darah O. Misalnya, golongan darah ibu O (nol) dan pasangannya
mempunyai golongan darah B. Jika anaknya mempunyai golongan darah B, maka ibu
itu akan membentuk zat anti B.Golongan darah O bisa ditransfusikan pada golongan
darah lainnya, asalkan mempunyai rhesus yang sama. Tak heran kalau ada kasus
seperti gangguan pembekuan darah saat transfusi dilakukan dengan golongan darah
yang sama. Artinya golongan darah yang sama tidak selalu memiliki rhesus sama.

3. Terapi obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan
konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu
hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
penobarbital pada post natal masih menja dipertentangan karena efek sampingnya
(letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat
urinesehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

4. KOMPLIKASI
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak.
Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi tidak mau
menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary
movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan
Rasional
& Data Penunjang NOC NIC
Hiperbilirubinemia Setelah dilakukan Fototerapi Neonatus Fototerapi Neonatus
neonatus tindakan keperawatan 1. Monitor warna dan 1. Mengetahui keadaan
selama ….x 24 jam, keadaan kulit setiap kulit bayi dan
diharapkan integritas kulit 4-8 jam menilai warna
kembali normal dengan 2. Ubah posisi miring kekuningan pada
kriteria hasil: atau tengkurap. kulit bayi.
1. Kadar bilirubin dalam Perubahan posisi 2. Menghindari adanya
batas normal (< 5 setiap 2 jam. penekanan pada kulit
mg/dl) 3. Jaga kebersihan yang terlalu lama dan
2. Kulit tidak berwarna kulit dan supaya semua
kuning/ warna kuning kelembaban kulit anggota tubuh bayi
mulai berkurang dapat terpapar sinar
Terapi intravena dari fototerapi.
1. Berikan cairan IV 3. Kulit bersih dan
pada suhu ruang lembab memabantu
2. Monitor kecepatan memberi rasa
aliran selama nyaman dan
pemberian menghindari kulit
3. Monitor tanda-tanda bayi mengelupas atau
vital iritasi.
Terapi intravena
1. Memenuhi kebutuhan
cairan bayi
2. Mencegah terjadinya
kelebihan /
kekurangan cairan.
3. Mengetahui kondisi
umum bayi
Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Perawatan Demam Perawatan Demam
termoregulasi keperawatan selama …x 1. Monitor TTV 1. Mengetahui kondisi
24 jam suhu tubuh dalam 2. Monitor warna dan suhu tubuh bayi
batas normal dengan tubuh 2. Mencegah terjadinya
kriteria hasil: 3. Kompres pasien pada hipertermi
1. Suhu tubuh normal lipat paha dan aksila 3. Menurunkan suhu
(36,5-37,5°C) 4. Kolaborasi pemberian tubuh dengan metode
2. Nadi dan respirasi anti piretik non farmakologi
normal (N: 120- Pengaturan Suhu 4. Membatu
160x/menit, RR: 30-60 1. Monitor suhu setiap 2 mempercepat
x/menit) jam penurunan suhu tubuh
2. Selimuti bayi berat Pengaturan Suhu
badan lahir rendah 1. Mencegah terjadinya
3. Tempatkan bayi hipotermi atau
dibawah penghangat, hipertermi
jika diperlukan 2. Memberikan rasa
nyaman serta
menjaga suhu tubuh
bayi tetap hangat
3. Memberikan rasa
nyaman serta
memberikan suhu
lingkungan yang
hangat

Resiko mata kering Setelah dilakukan tindakan Perawatan Mata Perawatan Mata
keperawatan selama …x 1. Monitor kemerahan 1. Monitor tanda
24 jam diharapkan mata 2. Pakai penutup mata terjadinya mata
kering tidak terjadi dengan yang sesuai kering
kriteria hasil: 3. Beri salep mata yang 2. Mencegah terjadinya
1. Tidak ada kemerahan sesuai iritasi pada mata
pada mata 3. Mengurangi iritasi
2. Kelopak mata tidak Pencegahan Mata Kering pada mata
sepenuhnya menutup 1. Monitor reflex
berkedip Pencegahan Mata
2. Monitor tanda gejala Kering
mata kering 1. Mengetahui kondisi
3. Tutup mata saat akan mata terhadap reflex
melakukan fototerapi 2. Mencegah terjadinya
mata kering pada
pasien
3. Mencegah terjadinya
iritasi saat dilakukan
fototerapi.

6. DAFTAR PUSTAKA
Mathindas, Stevry. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus. Jurnal Biomedik, Volume 5, Nomor
1, Suplemen, Maret 2013, hlm. S4-10.
Wong RJ, Stevenson DK, Ahlfors CE, Vreman HJ. Neonatal Jaundice: Bilirubin
physiology and clinical chemistry. NeoReviews 2007;8:58-67.
Sukadi A. Hiperbilirubinemia. In: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A,
penyunting. Buku Ajar Neonatologi (Edisi Ke-1). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2010; p. 147-53.

Banjarmasin, 12 Juli 2019


Preseptor Akademik Preseptor Klinik,

(……………………………) (………………………………)

Anda mungkin juga menyukai