Anda di halaman 1dari 3

Bahan ajar pengelolaan

Termin

Ilustrasi Termin Pembayaran Kontrak Lump


Sum dalam Pekerjaan Konstruksi
Di dalam pekerjaan konstruksi secara umum menggunakan kontrak jenis lump sum. Kontrak
lumpsum berorientasi pada penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu sebagaimana
yang telah ditetapkan di dalam kontrak. Sehingga dapat diartikan bahwa untuk lump sum dikenal
tahapan output yang disepakati dalam kontrak. Output based berarti semua ukuran berdasarkan
output fisik pekerjaan dengan tahapan termin. Sehingga untuk pembayaranpun hanya dapat dibayar
sesuai besaran yang telah ditetapkan dalam kontrak (termin pembayaran) apabila tahapan output
fisik pekerjaan telah diselesaikan dan sesuai dengan besaran yang output yang ditetapkan dalam
kontrak (termin fisik pekerjaan).
Berikut ini ilustrasi dari bentuk termin pembayaran kontrak lump sum dalam sebuah pekerjaan
konstruksi dengan nilai kontrak senilai Rp. 1.000.000.000,00

Pembayaran termin tidak sekaligus awal dan tidak sekaligus akhir.


Pembayaran termin sesuai dengan kesepakatan pemilik dengan kontaktor

Termin Jumlah % penyelesaian Dibayar Rp. (belum include


kumulatif termin pekerjaan PPN dan Pph)
Uang muka 10% 100.000.000
Termin 1 = 20% 30% 20% 200.000.000
Termin 2 = 30% 60% 50% 300.000.000
Termin 3 = 25% 85% 75% 250.000.000
Termin 4 = 10% 95% 100% 100.000.000
FHO = 5% 100% Pemeliharaan 50.000.000

Ket :
Khusus untuk pekerjaan konstruksi, serah terima pekerjaan dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu serah
terima pertama (PHO) dan serah terima akhir (FHO) setelah dilakukan pemeliharaan. Untuk
menjamin penyedia barang/jasa melaksanakan pemeliharaan, maka diwajibkan jaminan
pemeliharaan atau retensi sebesar 5% dari nilai kontrak.

Contoh Skema Termin seperti dibawah ini :

Pembayaran termin 1 = (20% x kontrak )


= (20% x 1 Miliar)
= Rp. 200.000.000

Pembayaran termin 2 = (30% x kontrak )

= (30% x 1 Miliar)
= Rp. 300.000.000

Pembayaran termin 3 = (25% x kontrak )


= (25% x 1 Miliar)
= Rp. 250.000.000

Pembayaran termin 4 = (10% x kontrak )


= (10% x 1 miliar)
= Rp. 100.000.000

Atau penyedia menyerahkan jaminan pemeliharaan (retensi) senilai 5% dari nilai kontrak, yaituRp.
50.000.000,00 sehingga penyedia dibayar Rp 225.000.000,00. Sifat dari retensi ini berkaitan dengan
Serah Terima Akhir (FHO) setelah dilakukan pemeliharaan. Apabila rekanan tidak melaksanakan
pemeliharaan, maka jaminan atau retensi ini akan disita dan dicairkan ke kas negara/daerah.
Ketentuan pencairan ini tertuang dalam kontrak. Apabila masa kontrak = masa pelaksanaan
pekerjaan, maka tentu saja setelah serah terima pertama, kontrak sudah dinyatakan tidak berlaku
karena masa berlakunya telah selesai sehingga penyedia tidak terikat lagi pada kontrak tersebut. Hal
ini berarti penyedia yang tidak melaksanakan pemeliharaan tidak dapat dihukum atau dikenakan
sanksi sesuai ketentuan dalam kontrak.

Demikianlah ilustrasi mengenai pembayaran kontrak lump sum berdasarkan output based yang telah
ditetapkan dalam kontrak (termin pembayaran).

Ket :
Khusus untuk pekerjaan konstruksi, serah terima pekerjaan dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu serah
terima pertama (PHO) dan serah terima akhir (FHO) setelah dilakukan pemeliharaan. Untuk
menjamin penyedia barang/jasa melaksanakan pemeliharaan, maka diwajibkan jaminan
pemeliharaan atau retensi sebesar 5% dari nilai kontrak.

Contoh Skema Termin seperti dibawah ini :

Pembayaran termin 1 = (20% x kontrak ) – (potongan uang muka)


= (20% x 1 Miliar) – ( 20% x 100 Juta)
= Rp. 180.000.000

Pembayaran termin 2 = (30% x kontrak ) – (potongan uang muka)

Anda mungkin juga menyukai