Anda di halaman 1dari 7

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS

GASTROENTRITS AKUT

1 Pengertian (Definisi) Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung


dan usus halus yang di tandai dengan muntah-muntah dan
diare yang berakibat kehilangan cairan elektrolit yang
menimbulkan dehidrasi dan gejala keseimbangan elektrolit.
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan
konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan
terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam.
2 Anamnesis Keluhan:
1. Feses semakin cair
2. Mual
3. Muntah
4. Badan terasa lemas
5. Berat badan menurun (bila dehidrasi berat)
6. Turgor kulit berkurang
7. Bibir kering
8. Bab lebih dari 4x dengan konsistensi encer
3 Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa :

a. Keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis


sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan
lemah,pernapasan agak cepat.

b. Tanda utama : keadaan umum gelisah/cengeng atau


lemah/letargi/koma, rasa haus, turgor kulit abdomen
menurun

c. Tanda tambahan : ubun-ubun besar, kelopak mata, air


mata, mukosa bibir, mulut dan lidah

d. Mata cekung, membrane mukosa kering, anus kemerahan

e. Terdengar bising usus lebih dari 12x/ menit

f. Berat badan

g. Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit


seperti napas cepat dan dalam (asidosis metabolik),
kembung (hipokalemia), kejang (hipo atau hipernatremia)

h. Penilaian derajat dehidrasi

i. Pemeriksaan ekstremitas (Perfusi dan capillary refill


time) perlu karena dapat menentukan derajat dehidrasi.
5 Diagnosis Kerja Gastroenteritis Akut
6 Diagnosa Banding a. Demam Tifoid
b. Dengue Fever
c. Kolitis Pseudomembran
7 Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaaan tinja
a. Makroskopis : bau, warna, lendir, darah ,
konsistensi
b. Mikroskopis : eritrosit, lekosit, bakteri, parasit
c. Kimia : PH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
d. Biakan dan uji sensitivitas
e. Pemeriksaan darah: Darah lengkap, analisis gas
darah dan elektrolit (terutama Na, K, Ca, dan P
serum pada diare yang disertai kejang), kadar
ureum dan kreatinin darah.
f. Pemeriksaan urin: urin rutin
1. Pemeriksaan Makroskopik
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah
biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus,
protozoa atau infeksi diluar saluran
gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa
disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan
sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus
seperti: E. Histolytica, B. Coli dan T. Trichiura.
Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam
tinja kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica
darah sering terdapat pada permukaan tinja dan
pada infeksi EHEC terdapat garis – garis darah
pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan
pada infeksi dengan Salmonella, Giardia,
Cryptosporidium dan Strongyloides.
2. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya
lekosit dapat memberikan informasi tentang
penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses
peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja
diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon.
a) Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau
kuman yang memproduksi sitotoksin
seperti Shigella, Salmonella, C. Jejuni,
EIEC, C. Difficile, Y. Enterocolitica, V.
Parahaemolyticus, dan kemungkian
Aeromonas atau P. Shigelloides.
b) Kultur tinja harus segera dilakukan bila
dicurigai terdapat hemolytic Ureum
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila
terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan
pada penderita immunocompromised.

8 Tata Laksana 1. Pengobatan Cairan


Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan
kepada penderita diare, harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus
diberikan sama dengan
b. jumlah cairan yang telah hilang melalui diare
dan/muntah muntah PWL (Previous Water
Losses) ditambah dengan banyaknya cairan
yang hilang melalui keringat, urin dan
pernafasan NWL (Normal Water Losses).
c. cairan yang hilang melalui tinja dan muntah
yang masih terus berlangsung CWL
(Concomitant water losses) (Suharyono dkk.,
1994 dalam Wicaksono, 2011)
Ada 2 jenis cairan yaitu:
1. Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit
yang dianjurkan oleh WHO-ORS, tiap 1 liter
mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L,
Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85 cal/L. Elektrolit
yang dikandung meliputi sodium 90 mEq/L,
potassium 20 mEq/L, Chloride 80 mEq/L,
bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro et.al., 2005). Ada
beberapa cairan rehidrasi oral:
2. Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl,
KCL, NaHCO3 dan glukosa, yang dikenal
dengan nama oralit.
3. Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung
komponen-komponen di atas misalnya: larutan
gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di
rumah dan lain-lain, disebut CRO tidak
lengkap.
4. Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan
Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi
parenteral tunggal. Selama pemberian cairan
parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan
evaluasi:
a. Jumlah cairan yang keluar bersama tinja
dan muntah
b. Perubahan tanda-tanda dehidrasi
(Suharyono, dkk., 1994 dalam Wicaksana,
2011).
2. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang
diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40%
kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di
indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda
diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit
pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada
diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien
immunocompromised. Contoh antibiotic untuk diare
Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 – 5 hari),
Tetrasiklin 500 mg (oral 4x sehari, 3 hari), Doksisiklin
300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg,
Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14
hari oral atauIV).
3. Obat anti diare
a. Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai
tersedianya secara luas racecadotril yang bermanfaat
sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase
sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara
normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi
dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat
dikembalikan secara normal.
b. Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat,
loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan
atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-
60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan
lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat
tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan
absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki
konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila
diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman
dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%.
Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom
disentri obat ini tidak dianjurkan.
c. Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin,
kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi
bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau
toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa
usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang
dapat merangsang sekresi elektrolit.
d. Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago
oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla,
Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid
dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi
frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat
mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit.
Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan
dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau
tablet.
e. Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus
dan Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila
mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna
akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi
untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat
penggunaan dan keberhasilan
mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan
dalam jumlah yang adekuat.
9 Komplikasi a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Malnutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
10 Edukasi Pada kondisi gastroenteritis yang ringan, diberikan edukasi
(Hospital Health Promotion) kepada keluarga untuk membantu asupan cairan. Edukasi juga
diberikan untuk mencegah terjadinya GE dan mencegah
penularannya.
12 Tingkat Evidens I/II/III/IV
14 Penelaah Kritis Dokter :
1. Prof.dr.H.Zuljasri Albar, Sp.PD
2. Prof. dr. Endang Susalit, Sp.PD,KGH
3. Tim Mutu dan Tim CP (Clinical Pathway )
15 Indikator Klinis dan laboratorium
16 Kepustakaan Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
(terjemahan). Jakarta:EGC
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA).
2015. Diagnosis Keperawatan 2014-2015. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai