Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Disusun Oleh:
Yosep Andrianu Loren
I4061172089

Pembimbing:
dr. Ranti Waluyan

ILMU KEDOKTERAN KEGAWATDARURATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RSUD DR. ABDUL AZIZ SINGKAWANG
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Diskusi Topik dengan judul:

Sepsis

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Emergensi di Rumah Sakit Abdul Aziz Singkawang

Singkawang, Agustus 2019

Pembimbing Lapkas, Disusun oleh

dr. Ranti Waluyan Yosep Andrianu Loren

2
BAB I
PENYAJIAN KASUS

I. ANAMNESIS
Nama : Tn. SH
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 53 tahun
Tanggal masuk IGD : 23 juli 2019

1. Primary survey
Keluhan Utama : Kejang
Airway : Stridor (-), Gargling (+), Snoring (-), Choking (-)
Breathing : Bernafas spontan, simetris saat statis dan dinamis, frekuensi
nafas 30x/menit, retraksi subcostal (-), suara nafas dasar
vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), saturasi oksigen
97% tanpa O2
Circulation : Nadi teraba kuat dengan frekuensi 86x/menit reguler, CRT < 2
detik, akral hangat
Disability : Kesadaran apatis, GCS : E3V4M5, pupil isokor OD/OS
2mm/2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), lateralisasi (-)
Exposure : Jejas (-), suhu tubuh 36,2oC
2. Secondary Survey
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa keluarga dengan keluhan kejang 1 kali dirumah sejak pukul 1
subuh kejang disertai keluar air liur, kejang berhenti beberapa saat kemudian, saat
kejang tubuh pasien kelojotan, saat dibawa ke IGD pasien kembali kejang tetapi tidak
lama kurang lebih 1 menit, disertai dengan badan lemah dan tampak sesak.
Kurang lebih 1 jam kemudian pasien tampak gelisah, napas menjadi kusmaul (+),
keluar keringat dingin, akral dingin.
Pasien post kll dengan linear fracture cranii (5/7/2019). Pada tanggal (22/7/2019)
pasien datang ke IGD untuk berobat dengan keluhan keluar nanah dari lutut sebelah
kanan. Keluhan lain demam (-), mual(-), muntah(+) 1 kali isi makanan. Badan pasien
juga kuning sejak 1 hari yang lalu, Makan dan minum tidak ada keluhan, BAB dan
BAK tidak ada keluhan.

3
Riwayat Penyakit Dahulu
Diabetes militus (-), Hipertensi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan yang sama dengan pasien (-)
II. PEMERIKSAAN FISIK
 Status Generalis:
 Sakit sedang
 Level kesadaran : E4V5M6  1 jam kemudian E2V3M4
 Tanda Vital
Saat datang pertama di IGD
 RR : 30x/min
 Suhu : 36.30C
 HR : 86x/min
 TD : 110/70 mmHg
 SpO2 : 97% tanpa oksigen
1 jam kemudian
 RR : 45 x/min
 Suhu : 360C
 HR : 110 x/min
 TD :80/palpasiLoading RL 1,5L 100/70 mmHg
 SpO2 : 89%  98% dengan O2 10 lpm NRM

 Kepala :
 Normocephal, Fracture basis Cranii (+)
 Mata:
 Konjungtiva anemis (+/+)
 Sklera ikterik (-/-)
 Jaundice (-/-)
 Refleks pupil (+/+) isokhor
 THT:
 Tonsil T1/T1
 Faring Hiperemis (-)

4
 Leher:
 Pembesaran Kelenjar limpa (-)
 Massa (-)
 Sikatriks (-)
 JVP normal
 Paru:
 Bentuk dada simetris, retraksi dinding dadat (-), perkusi paru sonor.
 Suara vesicular di kedua lapang paru (+), Whz (-), Ronkhi (-)
 Jantung:
 S1/S2, regular, gallop (-), murmur (-)
 Abdomen:
 Massa (-), sikatriks (-), datar
 Nyeri tekan di daerah epigastrium
 Liver span dbn
 Ekstremitas:
 Femur Sinistra
 L : Swelling (-), deformitas (-)
 F : akral dingin, CRT < 2 detik
 M : ROM dalam batas normal
 Femur dextra
 L : Swelling (+), deformitas (+)
 F : akral dingin, CRT < 2 detik
 M : ROM terbatas

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan darah lengkap
 RBC 3,02 juta/μL
 WBC 20.440/μL
 Hb 9.3 gr/dL
 HCT 28,2%
 PLT 391.000/μL
 GDS 368 mg/dL  488 mg/dL
 Kimia darah:
 Ureum 72 mg/dl

5
 Kreatinin 1.17 mg/dl
 Elektrolit
 Natrium 131,99 mmol/L
 Kalium 4,97 mmol/L
 Klorida 97,12 mmol/L
 Urinalisa
Makroskopis
 Warna kuning
 Berat jenis 1.020
 pH 6,0
 Protein (-)
 Keton (-)
 Urobilinogen 1,0 μmol/L
 Leukosit (-)
 Nitrit (-)
 Glukosa 2+
 Darah (-)
Mikroskopis
 Epitel 1-2 /lpb
 Leukosit 2-3 /lpb
 Silinder (-)
 Kristal (-)
 Bakteri (-)
 Foto Rontgen
 Foto Rongten Thorax

6
 Foto Rongten Genu

IV. DIAGNOSIS
- Sepsis e.c Infected wound regio frontal + Selulitis Genu dextra
- Hiperglikemia
V. TATALAKSANA
- IVFD RL 20 tpm Macro  1 jam kemudian loading IVFD RL 2 L  maintenance
IVFD Futrolit 20 tpm Macro
- Oksigen NRM 15 lpm
- Inj. Insulin 10 iu/iv  diulangi 1 kali lagi  Insulin sc/6 jam
- Inj. Ciprofloxacin 2 x 200mg iv
- Inj. Ranitidin 2 x 500 mg iv
- Jika TD < 90 mmHg inj. Norepineprine dosis titrasi
- Observasi vital sign /20 menit
VI. PROGNOSIS
- Ad Vitam : dubia ad malam
- Ad Functionam : dubia ad malam
- Ad Sanactionam : dubia ad malam
VII. RESUME
Laki-laki usia 53 tahun datang dibawa keluarga dengan keluhan kejang 1 kali dirumah
sejak pukul 1 subuh kejang disertai keluar air liur, kejang berhenti beberapa saat
kemudian, saat kejang tubuh pasien kelojotan, saat dibawa ke IGD pasien kembali

7
kejang tetapi tidak lama kurang lebih 1 menit, disertai dengan badan lemah dan
tampak sesak. Kurang lebih 1 jam kemudian pasien tampak gelisah, napas menjadi
kusmaul (+), keluar keringat dingin, akral mulai dingin.
Pasien post kll dengan linear fracture cranii (5/7/2019). Pada tanggal (22/7/2019)
pasien datang ke IGD untuk berobat dengan keluhan keluar nanah dari lutut sebelah
kanan. Keluhan lain demam (-), mual(-), muntah(+) 1 kali isi makanan. Badan pasien
juga kuning sejak 1 hari yang lalu, Makan dan minum tidak ada keluhan, BAB dan
BAK tidak ada keluhan.
Pada pemeriksaan fisik: fracture basis cranii, konjugtiva anemis (+/+), femur dextra
didapatkan swelling, deformitas, akral dingin, ROM terbatas.
Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap ditemukan adanya penurunan
hemoglobin, peningkatan dan jumlah leukosit, pemeriksaan kimia darah didapatkan
peningkatan di atas kadar normal pada Ureum dan kreatinin, sedangkan pada
pemeriksaan urinalisa didapatkan glukosa pada urin 2+ .

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sepsis
1. Definisi
Sepsis adalah adanya respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh
yang dapat berkembang menjadi sepsis berat dan syok septik. Sepsis juga
merupakan komplikasi infeksi yang berpotensi mengancam nyawa. Sepsis
berat merupakan keadaan sepsis yang diikuti dengan gangguan fungsi organ,
hipotensi atau hipoperfusi jaringan. Sedangkan sepsis dengan hipotensi ialah
sepsis dengan tekanan sistolik <90mmHg atau rata-rata tekanan arteri (Mean
Arterial Pressure) <70 mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40mmHg.1
Perkembangan dari Multiple Organ Dysfunction / Multiple Organ
Failure (MODS/MOF) akan menyebabkan suatu keadaan yang dinamakan
syok septik. Syok septik didefinisikan sebagai suatu keadaan kegagalan
sirkulasi akut yang ditandai dengan hipotensi arteri persisten meskipun dengan
resusitasi cairan yang cukup ataupun adanya hipoperfusi jaringan
(dimanifestasikan oleh konsentrasi laktat yang >4mg/dL) yang tidak dapat
dijelaskan oleh sebab-sebab lain.1
2. Patofisiologi
Sepsis sekarang dipahami sebagai keadaan yang melibatkan aktivasi
awal dari respon pro-inflamasi dan anti-inflamasi tubuh.2 Bersamaan dengan
kondisi ini, abnormalitas sirkular seperti penurunan volume intravaskular,
vasodilatasi pembuluh darah perifer, depresi miokardial, dan peningkatan
metabolisme akan menyebabkan ketidakseimbangan antara penghantaran
oksigen sistemik dengan kebutuhan oksigen yang akan menyebabkan hipoksia
jaringan sistemik atau syok.3 Presentasi pasien dengan syok dapat berupa
penurunan kesadaran, takikardia, penurunan kesadaran, anuria. Syok
merupakan manifestasi awal dari keadaan patologis yang mendasari. Tingkat
kewaspadaan dan pemeriksaan klinis yang cermat dibutuhkan untuk
mengidentifikasi tanda awal syok dan memulai penanganan awal.4
Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi.
Hal ini akan memicu respon neurohumoral dengan adanya respon
proinflamasi dan antiinflamasi, dimulai dengan aktivasi selular monosit,
makrofag dan neutrofil yang berinteraksi dengan sel endotelial. Respon

9
tubuh selanjutnya meliputi mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil dari
aktivasi selular dan disrupsi endotelial. Isi Plasma ini meliputi sitokin-sitokin
seperti tumor nekrosis faktor, interleukin, caspase, protease, leukotrien, kinin,
reactive oxygen species, nitrit oksida, asam arakidonat, platelet activating
factor, dan eikosanoid.5 Sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor α,
interleukin-1β, dan interleukin-6 akan mengaktifkan rantai koagulasi dan
menghambat fibrinolisis. Sedangkan Protein C yang teraktivasi (APC), adalah
modulator penting dari rantai koagulasi dan inflamasi, akan meningkatkan
proses fibrinolisis dan menghambat proses trombosis dan inflamasi.6
Aktivasi komplemen dan rantai koagulasi akan turut memperkuat
proses tersebut. Endotelium vaskular merupakan tempat interaksi yang paling
dominan terjadi dan sebagai hasilnya akan terjadi cedera mikrovaskular,
trombosis, dan kebocoran kapiler. Semua hal ini akan menyebabkan terjadinya
iskemia jaringan. Gangguan endotelial ini memegang peranan dalam
terjadinya disfungsi organ dan hipoksia jaringan global. (Keterangan lebih
lanjut dapat dilihat pada gambar di bawah ini)5

10
3. Etiologi
Sepsis merupakan respon terhadap setiap kelas mikroorganisme. Dari
hasil kultur darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari sepsis.
Bakteri gram negatif dan gram positif merupakan 70% dari penyebab infeksi
sepsis berat dan sisanya jamur atau gabungan beberapa mikroorganisme. Pada
pasien yang kultur darahnya negatif, penyebab infeksi tersebut biasanya
diperiksa dengan menggunakan kultur lainnya atau pemeriksaan mikroskopis.8
Penelitian terbaru mengkonfirmasi bahwa infeksi dengan sumber lokasi
saluran pernapasan dan urogenital adalah penyebab paling umum dari sepsis.7

11
Tabel 1. Penyebab umum sepsis pada orang sehat

Tabel 2. Penyebab umum sepsis pada pasien yang dirawat


4. Tanda dan gejala
Manifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan
tanda-tanda penyakit yang mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana
tanda dan gejala berkembang mungkin berbeda dari pasien dan pasien lainnya,
dan gejala pada setiap pasien sangat bervariasi. Sebagai contoh, beberapa
pasien dengan sepsis adalah normo-atau hipotermia, tidak ada demam paling
sering terjadi pada neonatus, pada pasien lansia, dan pada orang dengan
uremia atau alkoholisme.8
Pasien dalam fase awal sepsis sering mengalami cemas, demam,
takikardi, dan takipnea.9 Tanda-tanda dari sepsis sangat bervariasi.
Berdasarkan studi, demam (70%), syok (40%), hipotermia (4%), ruam
makulopapular, petekie, nodular, vesikular dengan nekrosis sentral (70%

12
dengan meningococcemia), dan artritis (8%). Demam terjadi pada <60% dari
bayi dibawah 3 bulan dan pada orang dewasa diatas 65 tahun.11 Infeksi
menjadi keluhan utama pada pasien.Perubahan status mental yang tidak dapat
dijelaskan.12 juga merupakan tanda dan gejala pada sepsis. Adanya tanda dan
gejala disseminated intravascular coagulation (DIC) meningkatkankan angka
mortalitas.13
Pada sepsis berat muncul dampak dari penurunan perfusi
mempengaruhi setidaknya satu organ dengan gangguan kesadaran, hipoksemia
(PO2 <75 mmHg), peningkatan laktat plasma, atau oliguria (≤30 ml / jam
meskipun sudah diberikan cairan). Sekitar satu perempat dari pasien
mengalami sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) dengan infiltrat paru
bilateral, hipoksemia (PO2 <70 mmHg, FiO2 >0,4), dan kapiler paru tekanan
<18 mmHg .Pada syok septik terjadi hipoperfusi organ.14
Diagnosis sepsis sering terlewat, khususnya pada pasien usia lanjut
yang tanda-tanda klasik sering tidak muncul. Gejala ringan, takikardia dan
takipnea menjadi satu-satunya petunjuk, Sehingga masih diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut yang dapat dikaitkan dengan hipotensi, penurunan
output urin, peningkatan kreatinin plasma, intoleransi glukosa dan lainnya.
5. Diagnosis
Tindakan tes diagnostik pada pasien dengan sindrom sepsis atau
dicurigai sindrom sepsis memiliki dua tujuan. Tes diagnostik digunakan untuk
mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan tingkat
keparahan infeksi untuk membantu dalam memfokuskan terapi.7
Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, sebelum evaluasi
diagnostik dimulai lakukan penilaian awal dari pasien yang sakit perhatikan
jalan nafas (perlu untuk intubasi), pernapasan (laju pernafasan, gangguan
pernapasan, denyut nadi), sirkulasi (denyut jantung, tekanan darah, tekanan
vena jugularis, perfusi kulit), dan inisiasi cepat resusitasi.15 Kemudian
dilakukan anamnesis riwayat penyakit dan juga beberapa pemeriksaan fisik
untuk mencari etiologi sepsis.
Sistem pernapasan adalah sumber yang paling umum infeksi pada
pasien sepsis. Riwayat batuk produktif, demam, menggigil, gejala pernapasan
atas, masalah tenggorokan dan nyeri telinga harus dicari. Kedua, adanya
pneumonia dan temuan takipnea atau hipoksia telah terbukti merupakan alat

13
prediksi kematian pada pasien dengan sepsis. Pemeriksaan fisik juga harus
mencakup evaluasi rinci untuk infeksi fokal, misalnya tonsilitis eksudatif,
nyeri pada sinus, injeksi membran timpani, dan ronki atau dullness pada
auskultasi paru.
Sistem pencernaan adalah yang kedua paling umum sumber sepsis.
Sebuah riwayat nyeri perut, termasuk deskripsi, lokasi, waktu, dan faktor
pemberat harus dicari. Riwayat lebih lanjut, termasuk adanya mual, muntah,
dan diare harus dicatat. Pemeriksaan fisik yang cermat, mencari tanda-tanda
iritasi peritoneal, nyeri perut, dan bising usus , sangat penting dalam
mengidentifikasi sumber sepsis perut. Perhatian khusus harus diberikan
temuan fisik memberi kesan sumber umum infeksi atau penyakit tanda
Murphy menunjukkan kolesistitis, nyeri pada titik McBurney menunjukkan
usus buntu, nyeri kuadran kiri bawah menunjukkan divertikulitis, dan
pemeriksaan rektal mengungkapkan abses rektum atau prostatitis.
Sistem neurologis diperiksa dengan mencari tanda-tanda meningitis,
termasuk kaku kuduk, demam, dan perubahan kesadaran. Pemeriksaan
neurologis terperinci adalah penting. Letargi atau perubahan mental mungkin
menunjukkan penyakit neurologis primer atau hasil dari penurunan perfusi
otak dari keadaan shock.
Riwayat urogenital termasuk pertanyaan mengenai adanya nyeri
pinggang, disuria, poliuria, discharge, pemasangan kateter, dan instrumentasi
urogenital. Riwayat seksual untuk menilai resiko penyakit menular seksual.
Alat kelamin juga harus diperiksa untuk melihat apakah ada bisul, discharge,
dan lesi penis atau vulva. Pemeriksaan dubur harus dilakukan, menentukan
ada nyeri, pembesaran prostat, konsisten dengan prostatitis. Nyeri adneksa
pada wanita berpotensi abses tuba-ovarium.
Riwayat muskuloskeletal adanya gejala ke sendi tertentu. Kemerahan,
pembengkakan, dan sendi terasa hangat, terutama jika ada berbagai penurunan
kemampuan gerak sendi, mungkin tanda-tanda sepsis arthritis dan mungkin
arthrocentesis. Pasien harus benar-benar terbuka dan kulit diperiksa untuk
melihat selulitis, abses, infeksi luka, atau trauma. Luka yang mendalam, benda
asing sulit untuk mengidentifikasi secara klinis. Petechiae dan purpura
merupakan infeksi Neisseria meningitidis atau DIC. Ruam seluruh tubuh

14
merupakan eksotoksin dari pathogen seperti Staphylococcus aureus atau
Streptococcus pyogenes.7
Pada pasien sepsis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis.Pada tabel dibawah
dijelaskan hal-hal yang menjadi indikator laboratorium pada penderita sepsis.

Tabel 3. Pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan penunjang yang digunakan foto toraks, pemeriksaan
dengan prosedur radiografi dan radioisotop lain sesuai dengan dugaan sumber
infeksi primer.16
6. Tatalaksana
Menurut Opal (2012), penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi
menjadi :
1. Nonfarmakologi
Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi >70% dengan
melakukan ventilasi mekanik dan drainase infeksi fokal.

15
2. Sepsis Akut
Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan IV dan
vasopressor yang bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65 mmHg,
menurunkan serum laktat dan mengobati sumber infeksi.
a. Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi
cairan.
b. Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin) bila
rata-rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat dipertahankan
oleh hidrasi saja. Penelitian baru-baru ini membandingkan vasopresin
dosis rendah dengan norepinefrin menunjukkan bahwa vasopresin dosis
rendah tidak mengurangi angka kematian dibandingkan dengan
norepinefrin antara pasien dengan syok sepsis.
c. Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan
dilakukan ventilasi mekanik ,bukan dengan memberikan bikarbonat.
d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering sebagai
rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan antibiotik
spektrum luas dari bakteri gram positif dan gram negative.cakupan yang
luas bakteri gram positif dan gram negative (atau jamur jika terindikasi
secara klinis).
e. Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa
genetika aktifasi protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien
dengan sepsis berat dengan multiorgan disfungsi (atau APACHE II skor
>24); bila dikombinasikan dengan terapi konvensional, dapat menurunkan
angka mortalitas.
3. Sepsis kronis
Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi
dilanjutkan minimal selama 2 minggu.

7. Prognosis
Dokter harus mengidentifikasi tingkat keparahan penyakit pada pasien
dengan infeksi dan memulai resusitasi agresif bagi pasien dengan potensi
tinggi untuk menjadi kritis. Meskipun pasien telah memenuhi kriteria SIRS,
ini sendiri hanya mampu memberikan sedikit prediksi dalam menentukan
tingkat keparahan penyakit dan mortalitas. Angka Mortalitas di Emergency

16
Department Sepsis (MEDS) telah membuat skor sebagai metode untuk
mengelompokkan resiko mortalitas pasien dengan sepsis. Skor total dapat
digunakan untuk menilai risiko kematian. Jadi, semakin besar jumlah faktor
risiko, semakin besar kemungkinan pasien meninggal selama di ICU/UPI.7

Tabel 4. Prognosis Mortalitas di Emergency Department Sepsis


(MEDS)

B. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah lebih dari
normal, bilamana dengan kadar glukosa darah sesaat ≥ 200 mg/dL dan kadar
glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL merupakan kriteria DM. Pada keadaan
normal, glukosa darah berfungsi sebagai stimulator terhadap sel β pankreas
dalam produksi insulin. Glukosa ekstraseluler akan masuk ke dalam sel β
dengan bantuan GLUT 2, kemudian glukosa akan mengalami fosforilasi dan
glikolisis untuk membentuk adenosin triphosphate (ATP). ATP akan
menyebabkan menutupnya kanal ion K+ sehingga terjadi depolarisasi pada
pankreas, yang diikuti masuknya Ca2 ke dalam sel β pankreas, sehingga
menyebabkan peningkatan sekresi insulin.17

17
Stres oksidatif adalah kondisi berlebihnya jumlah radikal bebas
reactive oxygen spesies (ROS) dan reactive nitrogen spesies (RNS) yang dapat
merusak sel namun tidak diimbangi oleh antioksidan. Radikal bebas yang
dihasilkan oleh hiperglikemia adalah jenis ROS. Kondisi Hiperglikemia kronis
akan meningkatkan terbentuknya ROS melalui berbagai cara antara lain
aktivasi jalur poliol fluks, reaksi oksidasi glukosa akan menghasilkan radikal
superoxida yang merupakan jenis ROS, reaksi reduksi glukosa menyebabkan
menurunnya glutahione yang merupakan antioksidan alami, peningkatan
pembentukan advanced glycation end products (AGEs), aktivasi protein
kinase C (PKC) dan aktivitasi dari jalur hexosamine.
Meningkatnya ROS akan menyebabkan kerusakan pada sel β pankreas
sehingga produksi insulin akan menurun. Selain itu hiperglikemia kronis juga
menyebabkan glucose toxicity yang dapat mengakibatkan menurunnnya
aktivitas insulin receptor substrat-1 (IRS-1) yang akan menyebabkan
terjadinya resistensi pada insulin.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Irvan, Febyan, Suparto. 2018. Sepsis Dan Tata Laksana Berdasar Guideline Terbaru.
Volume X, Nomor 1, Tahun 2018.
2. Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Hari MS, Annane D, Bauer M, et al. The
third international concensus definitions for sepsis and septic shock (sepsis-3). JAMA.
2016: 315 (8): 801-10.
3. Rivers, E, Nguyent B, Havstad S, Ressler J, Muzzin A, Knoblich B, et al. Early goal
directed therapy in the treatmenr of severe sepsis and septic shock. N Eng J Med.
2001; 345 (19): 1368-77.
4. Dries JD, editors. Fundamental Critical Care Support. 5nd ed. Mount Prospect: Third
Printing; 2014.
5. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa S, Dhainaut JP, Rodriguez AL, et al.
Efficacy and safety of recombinant human activated protein c for severe sepsis. N Eng
J Med. 2001; 344 (10): 699-709.
6. Nguyen BH, Rivers EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham E, Trzeciak S, et al.
Severe sepsis and septic shock: review of the literature and emergeny department
management guidelines. Annals of Emergency Medicine. 2006; 48(1): 28-50.
7. Shapiro, N.I., Zimmer, G.D., and Barkin, A.Z., 2010. Sepsis Syndromes. In: Marx et
al., ed. Rosen’s Emergency Medicine Concepts and Clinical Practice. 7th ed.
Philadelphia: Mosby Elsevier.
8. Munford, R.S., 2008. Severe Sepsis and Septic Shock. In: Fauci et al., ed. Harrison,s
Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: Mc Graw Hill.
9. Dasenbrook, E., and Merlo, C., 2008. Critical Care. In: Le, T., Hong, P.C., and
Baudendistel, T.E., ed. First Aid for The Internal Medicine Boards. 2nd ed. USA: Mc
Graw Hill.
10. Moss, P.J., Langmead, L., Preston, S.L., Hinds, C.J., Watson, D., Pearse, R.M., 2012.
Kumar and Clark’s Clinical Medicine. 8th ed. Spanyol: Saunders Elsevier.
11. Gossman, W.G., and Plantz, S.H., 2008. Pearls of Wisdom Emergency Medicine Oral
Board Review. 5th ed. USA: Mc Graw Hill.
12. LaRosa, S.P., 2010. Sepsis. In: Gordon, S., ed. Current Clinical Medicine. 2nd ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier, 720-725.
13. Saadat, S., 2008. Deja Review Internal Medicine. USA: Mc Graw Hill.

19
14. Weber, R., and Fontana, A., 2007. Fever. In: Siegenthaler, W., ed. Differential
Diagnosis in Internal Medicine from Symptom to Diagnosis. Stuttgart: Thieme, 106-
203.
15. Russell, J.A., 2012. Shock Syndromes Related to Sepsis. In: Goldman, L., and
Schaffer, A.I., ed. Goldman’s Cecil Medicine. 24th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders, 658-665.
16. Opal, S.M., 2012. Septicemia. In: Ferri et al., ed. Ferri’s Clinical Advisor 2012: 5
Books in 1. Philadelphia: Elsevier Mosby, 924-925.
17. American Diabetes Association (ADA). 2010. Diabetes Care. Dilansir dari
http://care.diabetesjournals.org/content/27/supp11/s5.

20

Anda mungkin juga menyukai