Referat Kejang
Referat Kejang
KEJANG
Oleh :
Bayu Prasetyo P.
Divia Oktari K.
Fani Santika
Pembimbing :
dr. Toni Prasetya, Sp.PD, FINASIM
1.2.Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui tatalaksana kejang pada anak
1.2.2. Tujuan Khusus
Mengetahui definisi dan klasifikasi kejang
Mengetahui etiologi kejang
Mengetahui pendekatan diagnosis kejang pada anak
Mengetahui diagnosis banding kejang pada anak
Mengetahui tatalaksana kejang pada anak
1.3.Manfaat Penulisan
1.3.1. Manfaat akademik
Mengetahui tatalaksana yang sesuai untuk kasus kejang pada anak
1.3.2. Manfaat bagi masyarakat
Memberikan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat mengenai
pentingnya mengetahui tanda – tanda kejang dan tatalaksana yang tepat untuk
kejang pada anak
1.3.3. Manfaat bagi pengembangan penelitian
Menambah data dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi
Kejang adalah perubahan aktivitas motorik abnormal yang tanpa atau disertai
dengan perubahan perilaku yang sifatnya sementara yang disebabkan akibat
perubahan aktivitas elektrik di otak5. Epilepsi adalah kondisi dimana terjadi kejang
berulang karena ada proses yang mendasari6. Sedangkan intractable seizure adalah
kejang dimana penggunaan obat - obatan tidak cukup kuat untuk menangani kejang7.
2. Kejang Umum
Kejang umum adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibata kedua
hemisfer serebri. Kejang umum disertai dengan perubahan kesadaran. Kejang
umum dapat dikelompokkan menjadi :
1. Kejang tonik klonik (grand mal seizure)
Kejang tonik klonik adalah bentuk kejang umum yang paling sering terjadi
pada anak. Kebanyakan kejang ini memiliki onset yang tiba – tiba, namun
pada beberapa anak kejang ini didahului oleh aura (motorik atau sensorik).
Pada awal fase tonik, anak menjadi pucat, terdapat dilatasi kedua pupil, dan
kontraksi otot – otot yang disertai dengan rigiditas otot yang progresif. Sering
juga disertai dengan inkontinensia urin atau inkontinensia tinja. Kemudian
pada fase klonik, terjadi gerakan menghentak secara ritmik dan gerakan fleksi
yang disertai spasme pada ekstremitas. Terjadi perubahan kesadaran pada
anak selama episode kejang berlangsung dan bisa berlanjut hingga beberapa
saat setelah kejang berhenti.
2. Kejang tonik
Bentuk kejang ini sama seperti kejang tonik klonik pada fase tonik. Anak
tiba – tiba terdiam dengan seluruh tubuh menjadi kaku akibat rigiditas otot
yang progresif.
3. Kejang mioklonik
Kejang mioklonik ditandai dengan gerakan kepala seperti terjatuh secara
tiba – tiba dan disertai dengan fleksi lengan. Kejang tipe ini dapat terjadi
hingga ratusan kali per hari.
4. Kejang atonik
Kejang atonik ditandai dengan kehilangan tonus otot secara tiba – tiba.
5. Kejang absens
Kejang absens dapat dibagi menjadi kejang absens simpel (tipikal) atau
disebut juga petit mal dan kejang absens kompleks (atipikal). Kejang absens
tipikal ditandai dengan berhentinya aktivitas motorik anak secara tiba – tiba,
kehilangan kesadaran sementara secara singkat, yang disertai dengan tatapan
kosong. Sering tampak kedipan mata berulang saat episode kejang terjadi.
Episode kejang terjadi kurang dari 30 detik. Kejang ini jarang dijumpai pada
anak berusia kurang dari 5 tahun. Kejang absens atipikal ditandai dengan
gerakan seperti hentakan berulang yang bisa ditemukan pada wajah dan
ekstremitas, dan disertai dengan perubahan kesadaran7.
3. Kejang tak terklasifikasi
Kejang ini digunakan untuk mengklasifikasikan bentuk kejang yang tidak
dapat dimasukkan dalam bentuk kejang umum maupun kejang parsial. Kejang ini
termasuk kejang yang terjadi pada neonatus dan anak hingga usia 1 tahun6.
2.3. Etiologi
Penyebab kejang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu intrakranial dan
ekstrakranial.
1. Intrakranial
Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer dan
sekunder. Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkan
sekunder dapat disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenital
seperti hidrosefalus, infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, dan trauma kepala.
2. Ekstrakranial
Penyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena gangguan metabolisme
seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hepatik ensefalopati, uremia,
hiperproteinemia, hiperlipidemia, hipotiroid, dan hipoksia. Penyebab
ekstrakranial dapat juga disebabkan oleh metastasis keganasan ke otak9.
2.4. Diagnosis
2.4.1. Anamnesa
1. Kejadian Pre-Iktal
Berikut ini adalah pertanyaan yang perlu ditanyakan mengenai
kejadian sebelum episode kejang terjadi :
Apakah ada kejadian yang merangsang terjadinya kejang seperti
keadaan stres, rangsangan nyeri, dan sebagainya?
Apakah sebelum kejang terjadi, terdapat aura seperti mencium bau
– bauan, melihat cahaya yang sangat terang, mendengar suara –
suara, mual, merasa ketakutan dan sebagainya?
Apa yang dilakukan anak sesaat sebelum kejang terjadi?
Apakah beberapa jam atau beberapa menit sebelum kejang anak
mengkonsumsi obat – obatan tertentu?
Apakah anak sedang menderita penyakit tertentu? Apakah anak
sedang demam sebelum kejang terjadi?
Apakah anak pernah mengalami kejang sebelumnya?
Jika anak pernah mengalami kejang, apakah bentuk kejang terdahulu
sama seperti bentuk kejang yang baru saja terjadi?
Jika anak pernah mengalami kejang, apakah anak berobat rutin dan
mengkonsumsi obat anti kejang secara teratur?
Apakah anak pernah mengalami trauma, terutama di bagian kepala,
beberapa jam atau hari sebelum kejang?
2. Kejadian saat kejang
Berikut ini adalah pertanyaan yang perlu ditanyakan mengenai
kejadian saat episode kejang terjadi :
Berapa lama kejang berlangsung?
Seperti apa bentuk kejang yang terjadi?
Apakah anak kehilangan kesadaran saat kejang?
Berapa kali kejang terjadi dan berapa lama setiap satu episode kejang
terjadi?
Apabila kejang terjadi lebih dari satu kali, apakah anak tetap sadar
atau tidak sadar, di antara epdisode kejang yang terjadi?
3. Kejadian post – iktal
Apakah anak langsung sadar setelah kejang berhenti?
Apakah anak merasa lemas, mual, muntah setelah kejang berhenti
atau anak tampak seperti tidak terjadi apa – apa?
Apakah anak mengingat kejadian saat kejang berlangsung?
2.6. Tatalaksana
2.6.1. Penilaian Awal
Langkah pertama dalam pengelolaan pasien yang mengalami kejang
adalah untuk menilai dan mendukung saluran napas, pernapasan dan
sirkulasi. Ini akan memastikan bahwa kejang tidak membahayakan pasokan
darah beroksigen ke otak dan tidak menyebabkan cedera sekunder terhadap
hipoksia dan atau iskemia.2,4 Penilaian awal terdiri dari :
1. Airway
Saluran napas yang bebas adalah syarat pertama. Lakukan
penilaian patensi jalan napas dengan metode look, listen dan feel. Jika
jalan napas tidak bebas, maka kita harus membuka dan menjaganya
dengan cara head tilt- chin lift atau jaw thrust manuver dan memberikan
ventilasi dengan bag-valve-mask jika perlu. Jika jalan napas terganggu
karena kejang, mengendalikan kejang dengan antikonvulsan umumnya
akan mengontrol jalan napas. Bahkan jika jalan napas telah bebas,
orofaring mungkin perlu dibersihkan dari sekret oleh suction. 2,4
2. Breathing
Penilaian kemampuan pernapasan dilihat dari laju pernapasan,
suara napas yang merintih, ekspansi dada, denyut jantung dan warna
kulit. Pemantauan saturasi oksigen dilakukan dengan menggunakan
pulse oksimetry. Jika anak menderita hipoventilasi, respirasi harus
didukung dengan oksigen melalui perangkat bag-valve - mask. 2,4
3. Circulation
Menilai kecukupan sirkulasi dilakukan dengan palpasi denyut
nadi. Capillary refill time yang lebih dari dua detik, pucat, sianosis serta
akral yang dingin menunjukkan sirkulasi perifer yang tidak adekuat. Jika
perlu, lakukan pemberian cairan intravena. Jika akses pembuluh darah
tidak dapat diperoleh, pemberian antikonvulsan harus diberikan melalui
rektal, intramuskular atau rute bukal. Intraosseous acces (IO)
dipergunakan pada anak-anak dengan tanda-tanda syok jika akses
intravena tidak dapat diperoleh. Akses IO mungkin dibutuhkan untuk
administrasi long acting antikonvulsan jika tidak ada akses intravena
setelah dua dosis benzodiazepin. Berikan 20 mL/kg BB bolus cepat
normal saline untuk setiap pasien dengan tanda-tanda syok, lalu periksa
tekanan darah segera setelah pemberian normal saline atau setelah
kejang selesai. Pengambilan tes glukosa darah dan uji laboratorium tetap
diperlukan. Jika terdapat hipoglikemi berikan dextrose 10% sebanyak 5
mL/kg untuk pasien yang hipoglikemi tersebut. 2,4
4. Disability
Menilai fungsi neurologis dengan skor AVPU (Alert, Voice, Pain,
Responsive) tidak dapat diukur secara bermakna selama kejang yang
disertai dengan penurunan kesadaran. Ukuran dan reaksi pupil harus
diperhatikan. Perubahan pupil dapat terjadi selama kejang tetapi
mungkin juga hasil dari keracunan opiat, amfetamin, atropin dan trisiklik
atau peningkatan tekanan intrakranial.2,4 Perhatikan tanda-tanda defisit
neurologis fokal, baik selama atau setelah kejang dan perhatikan postur
anak, apakah terdapat dekortikasi atau deserebrasi sikap dimana
sebelumnya postur anak normal. Hal ini menunjukan bahwa terdapat
peningkatan tekanan intrakranial, tetapi postur ini kadang dapat keliru
untuk fase tonik-klonik. Carilah kaku kuduk pada anak dan fontanelle
yang membubung pada bayi, yang dapat menunjukkan tanda – tanda
meningitis. Perlu diingat bahwa penggunaan berkepanjangan atau
berulang-ulang dari obat anti konvulsan dapat menyebabkan depresi
kesadaran. 2,4
5. Exposure
Carilah ruam dan memar sebagai tanda-tanda cedera. 2,4
2.6.2. Menilai kembali ABC
Tanda-tanda vital harus dinilai ulang setiap 15 menit sementara kejang
berlangsung atau setiap 30 menit setelah kejang sampai tingkat kesadaran
kembali ke normal atau setelah setiap pemberian dosis obat anti – epilepsi.
Jika memungkinkan beri pula pemantauan dengan ECG dan pulse-oksimetri.
2,4
2.6.3. Medikasi pada kejadian akut (first dan second line anticonvulsant)
Pengobatan dengan obat anti kejang diberikan setelah ABC di stabilisasi.
Dahulu di tahun 1960an obat antiepilepsiyang digunakan dalam pengelolaan
kejang telah berkembang karena ketersediaan obat diazepam intravena.
Sekarang obat anti kejang yang menjadi pilihan pertama adalah
benzodiazepin. Hal ini dikarenakan benzodiazepin dapat dengan cepat
mengkontrol kejang dengan efek samping yang minimal. Selain itu
benzodiazepin dapat diberikan dari beberapa rute dan dapat diberikan
kembali dalam waktu singkat.2
Obat anti kejang yang menjadi pilihan kedua, untuk kejang refrakter harus
kompatibel dengan obat pilihan pertama. Idealnya bekerja secara sinergis
tanpa efek samping dan menjadi lebih efektif dalam mencegah berkelanjutan
kejang. Pilihan obat lini kedua tersebut adalah fenitoin dan fenobarbital.2
Dalam pemilihan obat anti konvulsan, hasil yang diinginkan adalah yang
paling cepat menghentikan kejang akut dengan efek samping terkecil dan
biaya yang minimal. Persyaratan obat tersebut belumlah cukup karena harus
pula meliputi kemudahan pemberian dan tersedianya obat tersebut di pasaran.
Pengobatan dini sangat penting,karena setelah kejangditetapkan selama lebih
dari 15 menit, penangannanya akan lebih sulit. Protokol penanganan kejang
berbasis lini ini digunakan di tiga rumah sakit anak-anakdi New South Wales.
Protokol inipun telah di akui oleh Advance Paediatric Life Support (APLS)
di Inggris pada tahun 2000.2
2.6.3.1. Terapi lini pertama:
1. Diazepam
Digunakan secara intravena dan rectal sejak 1965. Pemberian
intravena menghasilkan kontrol kejang yang cepat pada sekitar 80%
pasien. Setelah pemberian rektal, kadar serum terapeutik terlihat
dalam lima menit dan kontrol kejang yang cepat terjadi pada hingga
80%. Sementara mungkin ada manfaat dari diazepam intravena
berikutnya di pasien yang tidak responsif terhadap terapi, kejang
menetap terhadapdosis rektal tunggal (kejang resisten) maka pasien
tersebut membutuhkan pengobatan lini kedua 2
2. Midazolam
Midazolam sekarang telah menggantikan diazepam sebagai obat
pilihan pertama sebelum akses vena dapat diperoleh, karena rute
pemberian yang lebih disukai yaitu melalui bukal tidak seperti
diazepam yang melalui rektal. Midazolam sangat efektif sebagai lini
pertama antikonvulsan karena menghentikan sebagian besar kejang
dalam satu menit setelah injeksi intravena dari 0,1-0,3 mg/kg dan
secara intramuskular dalam waktu 5-10 menit. Dosis tunggal
midazolam bukal 0,5mg /kg telah terbukti meminimalisir risiko
depresi pernapasan.2
3. Paraldehyde
Paraldehyde telah digunakan sebagai supposituria untuk
pengobatan kejang sejak awal 1930. Paraldehyde sekarang
diberikan secara rektal Administrasi dubur dapat ditoleransi dengan
baik dan menghasilkan onset kontrol kejang yang cepat dan efek
depresi pernafasan yang kurang minimal.2
2.6.3.2. Terapi lini kedua (epilepsi status refraktori) :
1. Fenitoin
Fenitoin dikenal sebagai non sedating anti - convulsant pertama.
Dalam dosis intravena 20 mg/kg untuk anak-anak, kejang terkontrol
dengan baik di 60-80% pasien dalam 20 menit. Fenitoin memiliki
efek depresi pernapasan yang lebih kecil daripada fenobarbital.
Fenitoin telah diakui sebagai pilihan pertama anti konvulsan lini
kedua oleh British Working Party.2
2. Fenobarbital
Fenobarbital telah digunakan dalam kontrol kejang sejak tahun
1912 dan digunakan di seluruh dunia. Jika dibandingkan dengan anti
konvulsan yang lainnya, fenobarbital dianggap lebih murah dan
sangat efektif. Setelah pemberian intravena terdapat distribusi
bifasik dan sangat menyebar melalui seluruh pembuluh darah
termasuk pembuluih darah otak. Meskipun penetrasi ke otak telah
dilaporkan terjadi 12-60 menit setelah pemberian, penetrasi ini
terjadi lebih cepat dalam status epileptikus karenapeningkatan aliran
darah otak. Fenibarbital digunakan sebagai anti konvulsan lini kedua
pada periode neonatal. Dosis pemberian adalah 5-10 mg/kg.2
Gambar 1. Assesment and Initial Management of Seizures in Children2
2.6.7. Rekurensi
Risiko untuk terjadinya kekambuhan setelah kejang pertama adalah
sekitar 33%. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan
kekambuhan meliputi kejang demam pertama pada usia muda, riwayat
keluarga kejang demam, durasi pendek demam sebelum kejang atau demam
yang relatif rendah pada saat kejang awal. Terdapat faktor genetik yang
mempengaruhi terjadinya kejang. Hal ini terlihat dari risiko saudara kandung
untuk menderita kejang adalah sekitar 10-20% dan dapat lebih tinggi jika
orang tua juga memiliki riwayat kejang. Profilaksis terus menerus dengan
obat antiepilepsi tidak dianjurkan.1
2.6.8. Penanganan pertama saat di rumah
Hal yang harus dilakukan pertama saat dirumah dan berhadapan dengan
anak yang sedang kejang adalah tetap tenang dan jangan panik, jangan
memaksa atau memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Pastikan pasien aman
dengan menempatkan mereka pada lantai dan menyingkirkan benda-benda
yang bisa melukai mereka. Perhatikan waktu saat mulai dan berhentinya
kejang, karena hal ini penting untuk diketahui dokter. Setelah kejang berhenti,
tempatkan pasien dalam posisi tidur pada salah satu sisinya dan membuat
mereka nyaman. Jangan mengguncang pasien untuk membangunkan mereka
atau menahan pasien saat pasien mengalami kejang aktif. Bawalah pasien ke
dokter atau instansi kesehatan setempat sesegera mungkin.14
DAFTAR PUSTAKA