ID2 - 19740906200212100114091311938buku Saraf Perifer PDF
ID2 - 19740906200212100114091311938buku Saraf Perifer PDF
Editor:
Co Editor:
Tjokorda G. A. Senapathi, dr. SpAnKAR
Prakata:
Prof. Darto Satoto, dr. SpAn-KAR
PT Indeks, Jakarta
2013
All rights reserved. No part of this book may be reproduced or transmitted, in any
form or by any means, electronic or mechanical including photocopying, recording or
Di dalam buku teks yang sangat komprehensif ini pembaca
by any information storage retrieval system, without permission in writing from the
publisher or copyrights holder. dapat mengikuti pengetahuan yang paling baru fisiologi dan anatomi
anestesia regional dan penanganan nyeri dan informasi secara evidence-
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memin- based yang melingkupi banyak topik termasuk embriologi susunan
dahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis saraf dan anatomi, histologi dan patologi yang relevan. Pada topik
maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman neurofisiologi dan farmakologi dari obat-obat analgesik sangat esensial
lainnya, tanpa seizin tertulis dari penerbit atau pemegang hak cipta. untuk dimengerti untuk pendekatan yang optimal pada prosedur teknik
anestesia regional pada pembedahan dan pencegahan nyeri pasca
operasi dan sindroma nyeri kronis.
ISBN 10 979-062-
13 9 7 8 - 9 79- 0 6 2 - Pengetahuan mengenai terjadinya dampak penyakit-penyakit pe-
nyerta dan usia tua pada praktek anestesia regional sangat penting untuk
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 mendapatkan teknik yang aman dan efektif terutama pada penanganan
nyeri pada kasus-kasus risiko tinggi. Pemakaian opioid dan non opioid
Cetakan I, 2013 pada teknik penanganan nyeri multimodal juga dibahas dalam buku
teks ini karena pentingnya mendapatkan hasil yang memuaskan pasien.
Kemajuan-kemajuan masa kini dalam pemakaian alat-alat modern
dalam prosedur anestesia regional: stimulator saraf, jarum-jarum sti-
mulasi, USG, kateter disposibel dan lain-lain, yang memungkinkan ahli
anestesi lebih trampil dalam melakukan blok saraf, memperpanjang du-
rasi analgesia dengan teknik infus dan mengurangi komplikasi (trauma
saraf dan infeksi). Juga dibahas prosedur anestesia regional pada
kasus-kasus spesifik misalnya pada pasien-pasien ambulatory, geriatri,
pasien-pasien obstetri, dan nyeri akut dan kronis, dan pada kasus-kasus
emergensi.
Penulis
vii
Serta
Tjokorda GB Mahadewa
Om Swastyastu,
Pertama-tama marilah kita bersama memanjatkan puji syukur
kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas
terbitnya buku ini, yang merupakan kumpulan makalah, tentang cedera
saraf tepi dilihat dari aspek klinis dan penatalaksanaannya.
Sebagai Rektor Universitas Udayana (UNUD), saya bangga atas apa
yang telah dikerjakan oleh staf Satuan Medik Fungsional (SMF) Bedah
Saraf, Anestesi, Saraf dan Rehabilitasi Medis Fakultas Kedokteran (FK)
UNUD/Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah-Denpasar. Buku ini
merupakan bukti bahwa dokter Universitas Udayana bisa memberikan
sumbangsihnya untuk khasanah ilmu kedokteran.
Pada prinsipnya saya menyambut baik diterbitkannya buku ini,
karena semua hal tersebut sangat penting diketahui oleh mahasiswa,
paramedis, dokter umum maupun dokter residen, yang bertugas di
Puskesmas maupun Rumah Sakit Daerah. Mudah-mudahan apa yang
didapatkan dari buku ini dapat menambah pengetahuan para pembaca
dan dapat bermanfaat dalam tugas sehari-hari di tempat tugas masing-
masing.
Om Shanti Shanti Shanti Om
xi
xiii
Dr. Thomas Eko Purwata, dr.SpS(K) Kata Sambutan Rektor UNUD .....................................................................
Konsultan SMF Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah-Bali Daftar Kontributor ..........................................................................................
xv
xix
S araf tepi terdiri dari saraf kranial dan spinal yang menghubungkan
otak dan medula spinalis ke jaringan tepi. Medula spinalis terdiri
dari 31 pasang saraf spinal yang mengandung campuran serabut-se-
rabut sensorik dan motorik. Dalam saraf tepi, serabut disusun dalam
berkas terpisah yang dikenal dengan fascikel. Kurang dari setengah
saraf dilapisi oleh lapisan myelin. Serabut-serabut yang tak bermyelin
berjalan sepanjang permukaan sel-sel Schwann. Tiap sel Schwann dike-
lilingi jaringan serabut-serabut kolagen retikular, yaitu endoneurium.
Cedera saraf tepi biasanya sebagai akibat dari kecelakaan kendara-
an bermotor, laserasi oleh benda tajam, penetrasi trauma, trauma pe-
regangan dan penekanan dan fraktur, dan luka tembak. Cedera saraf
terjadi pada laki-laki muda dan sebagian besar kelompok umur pro-
duktif. Cedera saraf yang berhubungan dengan trauma menjadi ber-
kurang setelah umur tujuh puluhan. Cedera saraf sebagian besar ter-
jadi pada ekstremitas atas dan sebagian besar mengenai saraf ulnar,
radial, dan digital. Pada negara berkembang kecelakaan kendaraan
bermotor adalah penyebab tersering cedera saraf tepi, cedera saraf yang
disebabkan oleh injeksi intramuscular yang kurang aman juga masih
sering terjadi (Eser dkk, 2009).
Kerusakan saraf akibat trauma tergantung pada jenis, letak ser-
ta besarnya cedera pada saraf yang bersangkutan. Terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan timbulnya cedera saraf tepi, namun tiga pe-
nyebab paling sering yang menimbulkan cedera adalah luka terbuka,
traksi, patah tulang serta cedera sendi. Lebih jarang lagi adalah ke-
rusakan yang disebabkan oleh jepitan atau tekanan pada saraf kare-
na pemasangan bidai atau bebat yang terlalu kencang, torniket, atau
sebanyak 51% berupa cedera saraf soliter dan saraf aksilari terdapat pada
42% pasien. Cedera saraf tepi biasanya akibat kecelakaan kendaraan
bermotor. Sebagian besar faktor etiologi adalah trauma musculoskeletal
Bab 3
dan penyebab tersering trauma skeletal adalah kecelakaan kendaraan
bermotor. Cedera saraf kemungkinan berhubungan dengan trauma
langsung dan peregangan. Penyebab tersering kedua cedera saraf tepi
Anatomi dan Fisiologi
adalah laserasi oleh benda tajam. Trauma penetrasi oleh benda tajam
atau tumpul biasanya menyebabkan transeksi atau leserasi saraf dan
Sistem Saraf Tepi
rekonstruksi dini diindikasikan untuk cedera saraf tepi oleh benda DPG Purwa Samatra
tajam. Pada beberapa studi 11,2% penyebab adalah iatrogenik. Setengah
dari cedera saraf sciatika berhubungan dengan injeksi intragluteal
atau antroplasti pinggul. Pada negara berkembang, cedera saraf yang
disebabkan oleh injeksi intramuskular yang kurang aman masih sering
terjadi (Eser dkk, 2009).
Mekanisme cedera saraf yang berhubungan dengan injeksi me-
liputi trauma jarum langsung, iskemia saraf, konstruksi melingkar dari
jaringan parut, dan cedera serabut saraf langsung oleh agen neurotoksik. S istem persarafan terdiri dari neuron dan neuroglia yang tersusun
membentuk sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Susunan saraf
pusat terdiri dari otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi
Selama prosedur injeksi, faktor-faktor penting meliputi titik tempat
masuknya jarum, ukuran jarum, dan sudut tempat masuknya jarum. merupakan sistem saraf di luar sistem saraf pusat yang membawa pesan
Luka tembak menyebabkan cedera saraf tepi sebesar 83,3% cedera pada dari dan menuju sistem saraf pusat untuk menjalankan otot dan organ
studi di Pakistan dan 7,4% pada studi di Kanada dan sebesar 9,3% pada tubuh. Tidak seperti sistem saraf pusat, sistem saraf tepi tidak dilindungi
studi di Turki. Pada negara berkembang, kecelakaan kendaraan ber- tulang, sehingga rentan terhadap trauma (Snell,2006).
motor adalah penyebab tersering. Kecelakaan ini sebagian besar me- Sistem saraf tepi terbagi menjadi sistem saraf somatik dan sistem
nyebabkan cedera Pleksus brakhialis dan Pleksus lumbalis. Faktor lain saraf otonomik. Saraf-saraf tersebut mengandung serabut saraf aferen
meliputi tarikan dan tekanan pada Pleksus brakhialis dan luka tembak dan eferen. Pada umumnya serabut eferen terlibat dalam fungsi motorik,
pada cedera Pleksus lumbalis. Luka tembak adalah faktor penyebab lain seperti kontraksi otot atau sekresi kelenjar sedangkan serabut aferen
dari cedera Pleksus brakhialis. Selain karena trauma, cedera saraf te- biasanya menghantarkan rangsang sensorik dari kulit, selaput lendir
pi juga dapat disebabkan oleh infeksi (difteri, TBC, lepra), keracunan dan struktur yang lebih dalam (Groot ,1997).
(kemoterapeutik, antibiotik, logam berat, gas CO), dan gangguan me- Stimulasi diterima oleh reseptor sistem saraf tepi yang selanjut-
tabolik (diabetes militus, leukemia) (Eser dkk, 2009; Robinson, 2005). nya akan dihantarkan oleh sistem saraf sensoris dalam bentuk impuls
listrik ke sistem saraf pusat. Pada sistem saraf pusat impuls diolah
dan diinterpretasi untuk kemudian jawaban atau respons diteruskan
kembali melalui sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai
pencetus jawaban akhir. Sistem saraf yang membawa jawaban atau
respons adalah sistem saraf motorik. Jawaban yang terjadi dapat berupa
jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (volunter) dan jawaban
yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (involunter). Jawaban volunter
melibatkan sistem saraf somatik sedangkan yang involunter melibatkan
sistem saraf otonom. Efektor dari sistem saraf somatik adalah otot
rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot
polos, otot jantung dan kelenjar sebasea (Ganong,2003).
NEURON
Nucleus
Dendrites
(receivers)
Axon Terminals Cell
(transmitter) Body Schwann-cell
Myelin nucleus
Schwan’s Cells sheath
(they make the myelin)
Nodes of Axon
Node of Ranvier
Ranvier Nucleus
Schwann-cell Cross-section
nucleus
Axon Axon
(the conducting Axon terminals
Myelin Sheath
fiber)
(insulating fatty layer that
speeds transmision)
Gambar 3.1. Struktur neuron (Sumber dari http://www.brianjogrady.com/braincongenital.html). Gambar 3.2. Serabut saraf bermielin di susunan saraf tepi (Sumber dari http://www.cell.com/
trends/biotechnology//retrieve/pii/S0167779997011657).
Layers of myelin
Axon
Schwann
cell
Gambar 3.4. Serabut saraf bermielin yang memperlihatkan nodus Ranvier (Sumber dari http://
www.mcatzone.com/glosslet.php?letter=n&pagenum=2).
Bipolar Unipolar Multipolar Piramidal
(Interneuron) (Sensory Neuron) (Motoneuron) Cell
Schwann yang berdekatan berakhir dan selubung mielin menjadi lebih
tipis. Nodus ini memainkan peranan penting dalam perkembangan
efek rangsangan dari reseptor ke medula spinalis atau sebaliknya, de-
ngan mengadakan konduksi cepat impuls melalui konduksi saltatori
Gambar 3.3. Jenis neuron pada susunan saraf tepi (Sumber dari http://dsc.discovery.com/tv-
shows/curiosity/topics/nervous-system-pictures.htm). dari potensial aksi. Makin tebal selubung mielin makin cepat kon-
duksi serat saraf (Snell,2006).
Sel-sel Schwann dilapisi oleh selapis jaringan ikat, yaitu endo-
Pembentukan mielin pada susunan saraf tepi neurium. Jaringan ikat yang melapisi beberapa berkas serat saraf di-
sebut perineurium dan jaringan ikat yang membungkus saraf lebih be-
Mielin adalah campuran dari lipid dan protein. Pada susunan sa-
sar disebut epineurium. Lapisan jaringan ikat ini melindungi saraf da-
raf tepi, selubung mielin diproduksi oleh sel Schwann dan hanya ter-
ri cedera mekanis dan kontak langsung dengan bahan yang merusak
dapat satu sel Schwann untuk setiap segmen serabut saraf. Mula-
saraf. Jaringan ikat membawa pembuluh darah yang memberi makan
mula serabut saraf atau akson membentuk lekukan di tepi sebuah sel
serat saraf (Duus,1996).
Schwann. Lalu membran eksternal sel Schwann membentuk mesakson
yang menggantung akson di dalam sel Schwann saat akson menya-
tu dengan sel Schwann. Selanjutnya sel Schwann berotasi mengelilingi Komponen sistem saraf tepi
akson sehingga membran plasma membungkus akson berbentuk seperti Susunan saraf tepi terdiri dari susunan saraf motorik dan saraf sensorik.
spiral. Arah spiral sesuai dengan arah jarum jam pada beberapa seg- Susunan saraf ini dimulai dari neuron motorik dan neuron sensorik
men, dan berlawanan arah dengan jarum jam pada segmen lain. Awal- menuju ke neuromuscular junction dan otot. Terdapat 31 pasang nervus
nya selubung ini longgar, namun sitoplasma antar lapisan membran spinalis yang meninggalkan medula spinalis dan berjalan melalui
menghilang secara bertahap. Yang tertinggal hanya sitoplasma yang foramina intervertebralis di kolumna vertebralis. Masing-masing nervus
ada di dekat permukaan dan daerah nukleus. Selubung menjadi ke- spinalis berhubungan dengan medula spinalis melalui 2 radiks yaitu
tat dengan maturasi serabut saraf. Ketebalan mielin bergantung pada radiks anterior dan radiks posterior. Radiks anterior terdiri dari berkas
jumlah spiral membran sel Schwann. Selubung sel Schwann dan mielin serabut saraf yang membawa impuls saraf dari SSP (serabut eferen).
yang dikandungnya, diselingi setiap 1-2 mm oleh konstruksi berben- Radiks posterior terdiri dari berkas serabut saraf yang membawa im-
tuk cincin yang disebut nodus Ranvier. Pada nodus Ranvier, dua sel
impuls yang datang dari otot, sendi, fascia dan jaringan lain mencapai
Skeletal muscle of back
tingkat kesadaran, kebanyakan melayani kontrol otomatis aktivitas
Dorsal Root Ganglion motorik yang diperlukan untuk berjalan dan berdiri (Duus,1996).
Sensory receptors
Dorsal Horns Dorsal of back Ke arah tepi dari saraf, serat aferen yang berasal dari satu radiks
Sensory Root dorsalis bergabung dan mensuplai daerah segmen tertentu dari ku-
neuron Spinal Nerve
MIXED
Dorsal Ramus MIXED lit disebut dermatom. Jumlah dermatom adalah sebanyak radiks seg-
Ventral Ramus MIXED mental. Karena dermatom berhubungan dengan berbagai segmen ra-
diks medula spinalis maka mempunyai nilai diagnostik yang besar
Sensory receptors dalam menentukan tingkat ketinggian dari kerusakan medula spinalis
Ventral Root of limbs and trunk
Ventral horn (Duus,1996).
Ventral Horns
motor neurons Serat yang membentuk saraf tepi berasal dari berbagai radiks. Aki-
batnya, hilangnya sensorik yang disebabkan oleh kerusakan saraf tepi
memperlihatkan pola yang sangat berbeda dengan yang disebabkan
Gambar 3.5. Segmen radiks spinalis (Sumber dari http://www.med.umich.edu/lrc/coursepages/ oleh kerusakan radiks spinalis. Tumpang tindih daerah sensorik dari
m1/anatomy2010/html/modules/spinal_cord_module/spinalcord_12.html). saraf yang berdekatan agak terbatas dibandingkan dengan tumpang
tindih daerah sensorik radikular. Keadaan ini sangat mempermudah
deteksi adanya gangguan sensorik (Duus,1996).
puls menuju SSP (serabut aferen). Badan sel serabut saraf ini terletak
dalam pembesaran radiks posterior yang disebut ganglion spinalis. Ra-
diks anterior bergabung dengan radiks posterior tepat di distal gang-
lion spinalis, dan keduanya membentuk saraf tepi spinalis. Jadi setiap
segmen tubuh mempunyai pasangan saraf spinalisnya masing-masing
(Snell,2007).
Dalam perjalanannya, saraf tepi bercabang dan bergabung de-
ngan saraf tepi di dekatnya sehingga membentuk jaringan saraf yang
disebut pleksus nervosus. Pleksus memungkinkan redistribusi serabut
saraf di dalam saraf tepi yang berbeda. Pembentukan pleksus-pleksus ini
menyebabkan serat-serat dari setiap pasang radiks bercabang menjadi
saraf-saraf tepi yang berbeda, artinya setiap saraf tepi dibuat dari serat
beberapa radiks segmental yang berdekatan (Duus,1996).
Jika saraf tepi rusak, daerah hipestesia umumnya lebih besar da- mempunyai tingkat kepekaan di antara keduanya. Kecepatan hantar-
ripada daerah hipalgesia. Yang mungkin sulit adalah membedakan an saraf yang normal 50-60 m/d pada nervus ulnaris dan nervus media-
gangguan sensorik yang disebabkan oleh cedera radikular C8 dari nus dan 45-55 m/d pada nervus peronealis komunis. Kecepatan han-
gangguan sensorik yang disebabkan oleh kerusakan saraf ulnaris, dan taran saraf dapat melambat secara mencolok akibat penurunan suhu,
gangguan sensorik cedera radikular L5-S1 dengan gangguan senso- kompresi dan kondisi yang lain. Kecepatannya mungkin berkurang 2
rik yang disebabkan oleh kerusakan saraf peronealis, karena daerah m/d setiap penurunan suhu 1 derajat celcius. Kecepatan hantaran paling
yang terlibat hampir sama. Setiap saraf sensorik tepi memiliki daerah cepat terjadi pada serabut bermielin (sampai 50 kali lebih cepat daripada
yang pasti untuk inervasinya memungkinkan untuk mengidentifikasi serabut yang tidak bermielin) (Groot,1997).
kerusakan saraf melalui pemeriksaan yang cermat (Duus,1996).
Serabut saraf dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan diameter-
Susunan saraf tepi motorik
nya, kecepatan hantarannya, dan ciri-ciri fisiologisnya. Serabut A ada-
lah serabut yang besar dan bermielin dengan hantaran yang cepat dan Susunan saraf tepi motorik dimulai dari motor neuron di kornu an-
menghantarkan berbagai impuls motorik atau sensorik. Serabut ini terior medula spinalis. Neuron-neuron yang menyalurkan impuls mo-
paling peka terhadap gangguan akibat tekanan mekanik atau keku- torik dari medula spinalis ke sel otot skeletal dinamakan lower motor
rangan oksigen. Serabut B lebih kecil daripada serabut A dan bermielin, neuron. LMN dengan aksonnya dinamakan final common pathway im-
serabut ini menghantarkan dengan lambat dan berfungsi otonom. puls motorik. LMN dibedakan menjadi alfa motorneuron (berukuran
Serabut C adalah serabut yang paling kecil dan tidak bermielin, serabut besar dan menjulurkan aksonnya yang tebal ke serabut otot ekstrafu-
ini menghantarkan impuls paling lambat dan menghantarkan rasa sal) dan gamma motorneuron (berukuran kecil, aksonnya halus dan
nyeri dan berfungsi otonom (Snell,2007). mensarafi otot intrafusal). Tiap motorneuron menjulurkan hanya satu
Serabut yang berdiameter besar paling mudah dirangsang dengan akson yang ujungnya bercabang-cabang sehingga setiap akson dapat
rangsangan listrik. Saraf itu sendiri paling peka terhadap perangsang- berhubungan dengan sejumlah serabut otot. Penghambatan gerakan
an dan otot paling kurang peka, sedangkan sambungan mioneural dilakukan oleh interneuron (sel Renshaw). Akson menghubungi sel
serabut otot melalui sinaps. Bagian otot yang bersinap itu dikenal se-
bagai motor end plate, yang merupakan penghubung antar neuron
Tabel 3.1. Klasifikasi serabut saraf (Sumber dari Snell,2007). dan otot. Setiap serabut otot memiliki satu motor end plate. Ujung-ujung
terminal dari akson mengandung mitokondria dan gelembung-ge-
Tipe serabut Kec.hantar Diameter Fungsi Mielin
lembung sinaptik yang mengandung asetilkolin. Pelepasan asetilkolin
(m/dt) (µm)
melalui membran presinaptik terjadi saat potensial aksi tiba di mem-
Serabut tipe A bran tersebut. Terlepasnya asetilkolin mengakibatkan depolarisasi pada
Alfa 70-120 12-20 Motorik,otot rangka Ya membran postsinaptik. Interaksi antara asetilkolin dengan reseptornya
menghasilkan perubahan pada konduktans di membran postsinaptik,
Beta 40-70 5-12 Sensoris, raba, tekan, Ya
getar yang mempermudah permeabilitas bagi ion natrium dan kalium.
Ion-ion mengalir melalui kanal yang dibuka oleh interaksi reseptor
Gamma 10-15 3-6 Muscle spindle Ya
asetilkolin mengakibatkan depolarisasi setempat pada motor end
Delta 6-30 2-5 Nyeri (tajam, lokal), Ya plate, sehingga melepaskan potensial aksi yang membuat serabut
suhu, raba otot berkontraksi. Aksi asetilkolin pada membran postsinaptik ber-
Serabut tipe B 3-15 <3 Otonom praganglion Ya langsung sangat cepat. Penghentian aksi dilakukan oleh enzim asetil-
kolinesterase yang membelah molekul menjadi 2 bagian kolin dan ase-
Serabut tipe C 0,5-2,0 0,4-1,2 Nyeri (difus, dalam), Tidak
suhu, otonom post- tat (Mardjono,2006).
ganglion
bulan agar akson mencapai organ akhir yang sesuai, tergantung pada kan saraf lebih cepat daripada yang berdiameter lebih kecil. Serabut
tempat cedera. Kecepatan pertumbuhan diperkirakan sekitar 2-4 mm per motorik besar (serabut alfa) dapat mencapai kecepatan 70-120 meter
hari. Filamen akson yang membesar dalam tabung endoneurial hanya per detik. Pada serabut saraf yang bermielin, selubung mielin berfungsi
mencapai sekitar 80% dari diameter awalnya. Akibatnya kecepatan sebagai insulator. Akibatnya serabut saraf bermielin hanya dapat di-
konduksi saraf tidak sebesar kecepatan konduksi semula (Sukardi,1985). stimulasi pada nodus ranvier tempat akson terbuka dan potensial aksi
melompat dari satu nodus ke nodus berikutnya (saltatory conduction).
Mekanisme ini lebih cepat daripada mekanisme konduksi pada saraf
III.2 FISIOLOGI SARAF TEPI yang tidak bermielin (Ganong,2003).
Transmisi Sinaptik Neurotransmiter yang digunakan untuk melanjutkan impuls ke
otot skletal adalah asetilkolin. Asetilkolin dibentuk dalam mitokondria
Neuron menghasilkan dan menghantarkan potensial aksi ke neuron lain
dari persenyawaan kolin dan asetil-koA, dengan bantuan asetil kolin
melalui sinaps. Bentuk yang paling umum adalah sinaps yang terjadi
transferase. Asetil kolin disimpan dalam vesikel sinaptik pada ujung-
antara akson sebuah neuron dengan dendrit atau badan sel neuron
ujung saraf. Bila suatu impuls sampai pada membran presinaptik maka
kedua. Ketika akson mendekati sinaps, maka dapat terjadi pelebaran
permeabilitas dari membran tersebut akan bertambah untuk Ca++. In-
terminal (bouton terminal) atau perluasan serial yang membentuk
fluks dari Ca++ ini menyebabkan terlepasnya asetilkolin di dalam celah
hubungan sinaps. Transmisi impuls pada sebagian besar sinaps me-
sinaptik. Dalam waktu singkat asetilkolin itu dapat sampai pada mem-
libatkan pelepasan dari neurotransmiter (Groot,1997).
bran postsinaptik dan diterima oleh reseptor tertentu. Tertangkapnya
Pada keadaan istirahat dan tidak dirangsang, sebuah serabut
asetilkolin oleh membran postsinap itu menyebabkan permeabilitas
saraf berada terpolarisasi dengan perbedaan potensial sekitar -80 Mv
dari membran itu bertambah untuk ion Na dan K. Meningkatnya ion Na
dengan bagian dalam lebih negatif daripada bagian luar. Potensial
di dalam otot akan menimbulkan depolarisasi yang kemudian meluas
membran istirahat ini disebabkan oleh difusi ion natrium dan kalium
keseluruh otot dan terjadilah kontraksi otot. Asetilkolin kemudian
melalui kanal pada membran plasma dan dipertahankan oleh pom-
diuraikan oleh asetilkolinesterase menjadi kolin dan asetat, sehingga
pa Natrium-Kalium (Na-K) dengan melibatkan transpor aktif yang
membran post sinaptik itu menjadi sensitif kembali terhadap rangsang
membutuhkan Adenosine Tri Phospate (ATP) (Snell,2006).
yang berikutnya. Selain neurotransmiter utama, dari membran pra-
Sebuah potensial aksi dimulai oleh sebuah stimulus yang adekuat
sinaps ke celah sinaps juga dikeluarkan zat-zat yang mampu me-
pada permukaan neuron pada segmen inisial akson yang merupakan
modulasi dan memodifikasi aktivitas neuron postsinaps dan disebut
bagian akson yang paling peka. Stimulus mengubah permeabilitas
neuromodulator, seperti: asetilkolin (muskarinik), serotonin, histamin,
membran terhadap ion Na sehingga ion Na masuk ke akson dengan
neuropeptida, dan adenosin. Fungsi neuromodulator ini menguatkan,
cepat. Ion-ion positif diluar aksolema berkurang dengan cepat hingga
memperpanjang, menghambat atau membatasi efek neurotransmiter
mencapai nol disebut dengan depolarisasi. Potensial istirahat -80 mV
utama di membran postsinaps (Ngoerah,1991; Ganong,2003).
dengan bagian luar membran lebih positif daripada bagian dalam,
Inhibisi presinaptik dan postsinaptik biasanya disebabkan oleh
potensial aksi sekitar +40 mV dengan bagian luar membran lebih negatif
adanya perangsangan pada sistem tertentu yang bersinap konvergen
daripada bagian dalam. Potensial aksi saat ini bergerak sepanjang se-
pada suatu neuron post sinaptik (inhibisi aferen). Neuron-neuron ju-
rabut saraf, ion Na yang masuk kedalam akson berkurang dan permea-
ga dapat menghambat dirinya sendiri dalam bentuk umpan balik ne-
bilitas aksolema terhadap ion K meningkat. Sekarang ion K berdifusi
gatif (inhibisi umpan balik negatif). Setiap neuron motorik spinal
keluar akson dengan cepat sehingga potensial membran istirahat kem-
biasanya memberikan satu cabang kolateral yang bersinap dengan in-
bali seperti semula ion Na keluar akson dan ion K kedalam akson.
terneuron inhibisi yang bersinap di badan sel neuron spinal itu dan
Permukaan luar aksolema kembali lebih positif daripada permukaan
neuron motorik spinal lain. Neuron inhibisi itu dinamakan sel Renshaw,
dalamnya (Hackett,1992).
sesuai nama penemunya. Neurotransmiter yang digunakan dalam
Kecepatan konduksi serabut saraf sebanding dengan daerah pe-
sinaps sel Renshaw dengan sel motoneuron adalah Gamma Amino
nampang melintang akson, serabut saraf yang lebih tebal menghantar-
Butiric Acid (GABA). GABA ini dibentuk di dalam mitokondria dari sel
Renshaw dan disimpan dalam vesikel sinaptik pada ujung-ujung akson sarafan yang utuh diregangkan maka akan timbul kontraksi yang di-
sel itu. Bila ada impuls yang sampai pada ujung akson, maka GABA sebut refleks regang. Rangsangannya adalah regangan pada otot dan
dilepas dicelah sinap dan menyebrang ke membran postsinap. GABA responsnya berupa kontraksi otot yang diregangkan. Reseptornya
menambah permeabilitas dari membran postsinaptik, tapi hanya bagi adalah kumparan otot (muscle spindle). Impuls yang timbul akibat
ion kalium dan tidak bagi ion natrium. Kadar kalium dalam sel otot peregangan dihantarkan ke SSP melalui serat saraf sensorik cepat yang
akan menurun sehingga potensial membran dari otot itu akan me- langsung bersinap dengan neuron motorik otot yang teregang (Ganong,
ningkat (hiperpolarisasi). Impuls yang berasal dari neuron motorik 2003).
menggiatkan interneuron inhibisi untuk melepaskan mediator inhibisi, Beberapa persarafan segmental menimbulkan refleks otot seder-
yang memperlambat atau menghentikan pelepasan impuls dari neuron hana yaitu: refleks tendon biceps brakhii C5-6 (fleksi sendi siku), refleks
motorik. Inhibisi presinaptik yang disebabkan oleh adanya jalur de- tendon triceps C7-8 (ekstensi sendi siku), refleks abdominalis super-
senden yang berakhir di jalur aferen kornu dorsalis mungkin berperan fisial atas (T6-7), tengah (T8-9), bawah (T10-12), refleks tendon patella
dalam pengaturan gerbang pada transmisi nyeri (Ganong,2003). (KPR) L2,3,4 (ekstensi sendi lutut), refleks tendon achilles (APR) S1-2
Setiap serabut saraf bermielin alfa besar yang masuk ke otot (plantar fleksi) (Duus,1996).
rangka bercabang-cabang dan selanjutnya berakhir pada sambungan Serat otot ekstrafusal berada dalam panjang yang tetap selama
neuromuskular atau motor end plate. Impuls saraf (potensial aksi) istirahat. Bila otot teregang, demikian juga gelendong otot, maka ujung
mencapai membran prasinaps motor end plate, membuka kanal-kanal saraf anulospiral segera bereaksi terhadap peregangan dengan me-
voltage gate calcium (Ca) yang memungkinkan ion Ca masuk kedalam ngirimkan potensial aksi ke motoneuron besar dalam medulla spinalis
akson. Keadaan ini menstimulasi penggabungan beberapa vesikel si- melalui serat aferen Ia konduksi cepat dan serat eferen tebal alfa1 yang
naptik yang menyebabkan pelepasan asetilkolin ke celah sinap. Jika konduksinya juga cepat ke otot ekstrafusal. Begitu otot berkontraksi,
saraf tepi campuran terganggu, hanya otot yang dipersarafi oleh sa- maka panjang asalnya akan kembali. Setiap regangan otot akan sege-
raf ini yang mengalami paralisis, dan paralisis akan berhubungan de- ra mencetuskan mekanisme ini. Dengan dikirimnya impuls ke moto-
ngan gangguan sensorik yang disebabkan oleh interupsi serat aferen.
Paralisisnya bersifat flaksid. Otot tidak hanya paralisis, tapi juga hipo-
tonik dan arefleks, karena interupsi dari refleks regangan monosinap- dorsal root
tik. Atrofi dari otot yang paralisis dimulai setelah beberapa minggu, cerebro-spinal ruid
menggambarkan bahwa sel kornu anterior mempunyai pengaruh pada Spinal Nerve
serat otot, yang merupakan dasar dalam mempertahankan fungsi otot
normal. Dengan menggunakan Electromyography (EMG) untuk me- ventral root relay neuron
neuron kornu anterior, perangsangan ini segera menyebabkan kon- yang tangkas diangkat (fleksi) dan berat badan dipindahkan ke tung-
traksi singkat. Arkus refleks melibatkan tidak lebih dari 1 atau 2 seg- kai lain. Perpindahan segera akan menyebabkan jatuh bila otot-otot
men medulla spinalis, sehingga merupakan nilai diagnostik yang nyata tubuh, bahu, leher dan lengan tidak segera mengkompensasi ke-
dalam menentukan lokasi cedera (Duus, 1996). tidakseimbangan dan memastikan posisi tegak dari tubuh. Peristiwa
ini membutuhkan sirkuit yang agak rumit di medula spinalis yang
berhubungan dengan daerah di pusat otak dan serebelum. Seluruh
Refleks Polisinaptik: Refleks Fleksor (Withdrawal Reflex)
urutan ini terjadi dalam waktu 1 detik, dan tidak terjadi sampai terasa
Jalur refleks polisinaps bercabang secara kompleks dan jumlah adanya nyeri. Bagian impuls dari otot, tendon, sendi dan jaringan
sinaps di tiap cabang bermacam-macam. Refleks fleksor merupakan yang lebih dalam, menuju serebelum melalui traktus spinoserebelaris
refleks polisinaps khas yang terjadi sebagai jawaban terhadap rangsang (Duus,1996).
nosiseptif dan biasanya nyeri di kulit, jaringan subkutan serta otot. Suatu refleks yang dibangkitkan pada satu sisi tubuh akan me-
Respons yang timbul berupa kontraksi otot fleksor dan inhibisi otot nyebabkan reaksi yang berlawanan pada ekstremitas sisi kontrala-
ekstensor, sehingga bagian yang terkena melakukan fleksi dan tertarik teral. Refleks ekstensor silang menunjukkan stimulasi aferen pada
dari rangsang tersebut. Respons ekstensor menyilang (crossed extensor lengkung refleks, menyebabkan fleksi pada ekstremitas ipsilateral dan
response) merupakan bagian dari refleks fleksor. Refleks ekstensor silang ekstensi pada ekstremitas sisi kontralateral (Duus,1996).
menunjukkan stimulasi aferen pada lengkung refleks menyebabkan
fleksi pada ekstremitas ipsilateral dan ekstensi pada ekstremitas sisi
kontralateral (Ganong, 2003).
Berjalan di atas batu yang tajam dan runcing akan menyebab- ���
kan rasa sakit yang segera menimbulkan gerakan terprogram. Kaki
interneurons
Efferent
Afferent Efferent fiber
fiber fiber
Extensor Flexor
inhibited inhibited
Arm
Flexor movements
Extensor
stimulated stimulated
Key:
+ Excitatory synapse Right arm Left arm (site of
– Inhibitory synapse (site of stimulus) reciprocal activation)
Copyright ©2004 Pearson Education, Inc., publishing as Benjamin Cummings
PATOFISIOLOGI CEDERA
SARAF TEPI
Nyoman Golden
25
ini meliputi ‘Saturday Night palsy’ yang disebabkan oleh kompresi saraf
radialis dan juga entrapment neuropathi dan tidak meliputi pemotongan
Epineurium atau robekan elemen saraf. Kehilangan total fungsi motorik dan sensorik
Blood supply Perineurium Schwann cell dapat terjadi, namun patofisiologi terjadinya hal ini masih belum
Endoneurium
jelas karena kontinuitas saraf masih terjaga. Dua mekanisme patologi
Perineurium
Myelin dipercaya berperan pada cedera ini: kompresi mekanik dan iskemia.
Setidaknya kompresi dalam waktu yang singkat, iskemia dan tidak
Axon
hanya penekanan saja yang menyebabkan blokade konduksi fisiologikal
secara resultan. Secara nyata iskemia jangka pendek dapat meningkatkan
Axon blokade yang tidak dapat ditentukan, namun serabut-serabut besar
Schwann cell
bermyelin terlihat lebih rentan terhadap efek iskemik daripada serabut-
serabut kecil tak bermyelin. Terjadi sedikit atau tidak terjadi perubahan
histologikal pada cedera ini, dan efeknya reversibel kecuali jika iskemia
Gambar 4.1. Struktur mikroskopis saraf grup A, B, dan C (Sumber dari Osbourne, 2007). menetap selama lebih dari kira-kira 8 jam (Burnett dan Zager, 2004).
Deformasi mekanik merupakan mekanisme primer pada kasus-
kasus yang lebih berat pada cedera kompresi seperti Saturday Night
palsy yang mana fungsinya dapat hilang selama beberapa minggu
Patofisiologi dan penyembuhan secara penuh tidak selalu terjadi. Eksperimen de-
Respon saraf terhadap cedera tidak hanya pada tempat cedera, namun ngan pneumatic cuff untuk membuat cedera kompresi jangka pendek
juga meliputi tubuh sel yang terdapat pada medula spinalis dan gang- memperlihatkan bahwa saraf menglami perubahan degeneratif pada
lion. Di mana yang paling berperan adalah sel Schwann, makrofag pinggir area kompresi dan tidak di bawah pusat cuff di mana iskemia
dan sel-sel inflamasi (Burnett dan Zager, 2004). lebih berat. Pemeriksaan ultrastruktural dari saraf memperlihatkan bah-
wa aksoplasma dan myelin di bawah cuff terdorong menjauhi tempat
kompresi yang terbesar dan menuju pinggir cuff, deformasi mekanik
Dasar Tipe Cedera bertanggung jawab terhadap cedera ini (Burnett dan Zager, 2004).
Cedera yang berhubungan dengan peregangan merupakan tipe cedera
yang umum terjadi. Saraf tepi secara herediter elastis karena endoneu-
Klasifikasi Cedera Saraf
rium kolagennya, namun saat tarikan memaksa secara berlebihan ka-
pasitas saraf untuk meregang, maka akan terjadi cedera. Jika paksaan Cedera saraf tepi dapat diklasifikasikan dengan menggunakan klasifi-
tersebut besar, akan terjadi hilangnya kontinuitas secara komplet pada kasi Seddon. Seddon membagi cedera saraf berdasar tingkat keparah-
robekan terbuka Pleksus Brakhialis. Cedera pada tipe ini dapat dilihat annya menjadi tiga kategori: neurapraksia, aksonotmesis, dan neurot-
pada isolasi (sebagai contoh pada Erb palsy dan cedera Pleksus Brakhialis mesis.
saat lahir) atau dalam hubungannya dengan fraktur ekstremitas pada
tempat di mana saraf dan tulang sangat berdekatan (sebagai contoh,
Neuropraksia
cedera saraf radial setelah fraktur humeral) (Burnett dan Zager, 2004).
Laserasi seperti yang disebabkan oleh goresan pisau merupakan Neurapraksia, yaitu tipe cedera paling ringan. Dimana terjadi sedikit
tipe cedera saraf tepi yang sering lainnya, meliputi 30% cedera serius. atau tidak terjadi cedera struktural karena tidak adanya kehilangan
Di mana cedera ini dapat dilakukan transeksi komplet, sehingga lebih kontinuitas saraf, sehingga tidak terjadi kehilangan kemampuan fung-
sering beberapa elemen saraf masih ada yang mamiliki kontinuitas. sional. Gejala-gejalanya bersifat sementara dan sebagian besar disebab-
Kompresi merupakan tipe tersering ketiga dari cedera saraf tepi. Cedera kan oleh blokade konduksi lokal yang diinduksi oleh ion pada tem-
pat cedera, meskipun terjadi sedikit perubahan dari struktur myelin,
Endoneurium
Axon Myelin
Gambar 4.2. Neuropraksia(Sumber dari www.fotosearch.com). Gambar 4.3. Aksonotmesis (Sumber dari www.fotosearch.com).
sebagai akibat dari kombinasi kompresi mekanik dan iskemia. Tidak Neurotmesis
ada pemotongan atau robekan pada elemen-elemen neural dan terdapat
Terjadi saat saraf, bersama dengan stroma yang mengelilinginya ter-
sedikit atau tidak ada terlihat perubahan histologikal. Efeknya bersifat
putus. Kehilangan fungsi terjadi secara komplet. Pada tipe ini tidak
reversibel, kecuali jika iskemia menetap selama kurang lebih 8 jam.
terjadi kesembuhan spontan dan bahkan setelah operasi prognosisnya
Sebagai contoh dari tipe cedera ini meliputi entrapment neuropathi, seperti
buruk karena pembentukan jaringan parut dan hilangnya mesenkimal
carpal tunnel syndrome, dan Saturday night palsy, yaitu paralisis saraf
dan penyembuhan tanpa operasi biasanya tidak terjadi. Tipe cedera ini
radial yang disebabkan oleh penekanan pada lengan setelah seseorang
hanya terlihat pada trauma mayor.
terjatuh pada posisi tidur. Terjadi penyembuhan yang sempurna dari
Sistem klasifikasi Sunderland menyesuaikan tiga tipe cedera oleh
neuropraksia yang secara normal dalam beberapa minggu atau bulan
Seddon dengan lima kategori berdasarkan tingkat keparahannya. Ce-
(Robinson, 2005; Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004).
dera tingkat pertama sama dengan neurapraksia Seddon dan cede-
ra tingkat kedua sama dengan aksonotmesis. Cedera saraf tingkat
Aksonotmesis ketiga tejadi saat terjadi disrupsi akson (aksonotmesis) dan juga ce-
dera parsial pada endoneurium. Kategori ini menempati tingkat ke-
Adalah istilah yang digunakan saat terjadi intrupsi komplet dari saraf
tiga antara aksonotmesis dan neurotmesis Seddon. Tergantung dari
akson dan lapisan myelinnya, namun struktur-struktur mesenkimal
seperti perineurium dan epineurium seluruhnya atau sebagian utuh.
Tipe cedera ini kemungkinan terlihat pada isolasi, seperti pada cedera
Pleksus Brakhialis dihubungkan dengan kelahiran, atau dalam hubung-
annya dengan fraktur seperti cedera saraf radial sekunderi terhadap
fraktur humerus. Laserasi seperti yang disebabkan oleh pecahan kaca,
juga merupakan tipe cedera yang sering menyebabkan aksonotmesis.
Prognosis dari aksonotmesis tergantung dari luasnya cedera.
Degenerasi akson dan myelin terjadi di bagian distal dari cedera, me-
nyebabkan tidak terjadinya inervasi secara komplet. Penyembuhan
untuk kedepannya sangatlah bagus pada cedera tersebut karena sisa
mesenkimal yang tidak mengalami cedera menyediakan bagian untuk
tunas akson selanjutnya untuk menginervasi kembali organ targetnya
Gambar 4.4. Neurotmesis(Sumber dari www.fotosearch.com).
(Robinson, 2005; Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004).
luasnya cedera endoneurial, penyembuhan fungsi kemingkinan terjadi. Pada degenerasi Wallerian, perubahan histologikal meliputi frag-
Sunderland membagi neurotmesis Seddon menjadi cedera tingkat mentasi fisikal dari akson dan myelin, di mana proses ini terjadi dalam
keempat dan kelima. Pada cedera tingkat keempat, seluruh bagian dari beberapa jam setelah cedera. Secara ultrastruktur, neurotubulus dan
saraf mengalami disrupsi kecuali epineurium. Penyembuhannya tidak neurofilamen akan menjadi kacau dan bentuk akson menjadi tidak
mungkin tanpa operasi. Cedera tingkat kelima meliputi semua bagian rata, dimana ini disebabkan oleh pembengkakan varicose. Dalam 48
saraf secara lengkap (Robinson, 2005; Osbourne, 2007; Burnett dan sampai 96 jam setelah cedera, kontinuitas akson menghilan dan kon-
Zager, 2004). duksi dari rangsangan tidak dimungkinkan terjadi dalam waktu lama.
Disintegrasi myelin sedikit terlambat di bawah akson namun masih
baik pada 36 sampai 48 jam. Sel-sel Schwann mempunyai peranan da-
Respon Jaringan Saraf Terhadap Cedera lam degenerasi Wallerian. Secara dini sel ini akan aktif dalam 24 jam
Sebelum regenerasi serabut-serabut saraf terjadi, beberapa proses de- setelah cedera, menunjukkan pembesaran nuclear dan sitoplasma
generasi harus terjadi, di antaranya direct prelude menuju regenerasi. dan juga peningkatan mitosis. Se-sel ini membelah secara cepat untuk
Keberhasilan dari regenarasi sangat tergantung pada beratnya cedera membentuk sel anak dediferensiasi yang meng-up-regulasi ekspresi
awal dan perubahan degenerasi yang terjadi selanjutnya. Perubahan gen untuk memperbanyak molekul agar dapat membantu degenerasi
patologikal yang terjadi ringan atau tidak ada pada cedera tingkat dan proses perbaikan. Peran awal sel Schwann adalah membantu me-
pertama dimana mekanismenya yaitu hanya blokade konduksi, dan mindahkan akson yang mengalami degenerasi dan debris myelin dan
tidak ada degenerasi atau regenerasi yang nyata. Pada cedera tingkat kemudian membawanya ke makrofag. Makrofag bermigrasi menuju
kedua (aksonotmesis) terjadi sedikit perbahan histologikal pada atau bagian yang mengalami trauma, terutama melalui jalur hematopoietik,
bagian proksimal tempat cedera. Pada bagian distal dari tempat cedera melintas melalui dinding kapiler-kepiler, dimana menjadi permeabel
terjadi proses yang dimediai kalsium yang dikenal dengan degerasi pada zona cedera. Sel-sel Schwann dan makrofag bekerja bersama-sama
Wallerian (atau anterograd) (Osbourne, 2007) untuk memfagosit dan membersihkan tempat cedera dalam proses yang
membutuhkan waktu 1 minggu sampai beberpa bulan (Osbourne, 2007;
Burnett dan Zager, 2004).
Sel-sel mast endoneural juga sangat berperan penting dalam pro-
ses ini, berproliferasi secara nyata dalam 2 minggu pertama setelah ce-
dera. Sel ini melepaskan histamine dan serotonin, dimana meningkat-
kan permeabilitas kapiler dan memfasilitasi migrasi makrofag. Selama
stadium awal, tubulus endoneurial membengkak sebagai respons ter-
hadap trauma, namun setelah 2 minggu pertama diameternya akan
mengecil. Dalam 5 sampai 8 minggu, proses degeratif biasanya sudah
lengkap, dan sisa serabut saraf terdiri dari sel-sel Schwann dalam la-
pisan endoneurial. Pada cedera tingkat ketiga, terjadi reaksi lokal yang
diinduksi trauma yang lebih bermakna. Cedera intravascikular meli-
puti retraksi dari ujung-ujung serabut saraf karena endoneurium yang
elastis. Trauma vaskular local akan menyebabkan pendarahan dan
edema, yang akan menyebabkan respons peradangan yang berat. Pro-
liferasi fibroblas, dan dense fibrous scar menyebabkan pembengkakan
fusiform dari segmen yang cedera. Jaringan parut interfascikular juga
terjadi (Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004).
Gambar 4.5. Degenerasi wallerian (Sumber dari Ousborne, 2007).
1. Segmen distal cedera asli, perluasan pembentukan jaringan parut, dan perlambatan
sebelum akson mencapai tempat cedera. Seperti pada cedera tingkat
Bagian distal dari segmen yang cedera, degenerasi Wallerian sa- ketiga, tubulus endoneural tidak ditempati selama periode yang panjang
ngat mirip dengan yang terjadi pada cedera tingkat kedua. Satu per- yang akan berlanjut menjadi berkerut dan fibrosis secara progresif, dan
bedaan penting adalah dimana cedera intrafascikular mengganggu akan secara komplet mengalami obliterasi oleh adanya serabut-serabut
regenerasiaksonal dan oleh karena itu tubulus endoneurial tetap tidak kolagen (Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004).
mendapatkan inervasi dalam periode yang lama. Saat tidak menda-
patkan inervasi, tubulus endoneural mulai mengkerut dalam proses
yang mencapai maksimum kira-kira 3 sampai 4 bulan setelah cedera. 2. Segmen proksimal dan tubuh sel
Lapisan endoneurial secara progresif menebal secara sekunder tar- Perubahan tubuh sel neuronal dan dalam serabut-serabut saraf
hadap penumpukan kolagen sepanjang permukaan terluar dari mem- proksimal terhadap tempat cedera tergantung pada beratnya cedera dan
brane basal sel Schwann. Jika tubulus endoneurial tidak mendapatkan dekatnya segmen cedera dengan tubuh sel. Sel-sel Schwann mengalami
regenerasi akson, fibrosis progresif menyebabkan terjadinya obliterasi degradasi sepanjang segmen proksimal dekat area cedera, dan akson-
pada tubulus. Susunan proses-proses sel Schwann menunjukkan me- akson serta myelin diameternya mengecil. Degradasi proksimal ini
ngempisnya tubulus endoneurial yang terlihat secara mikroskopis pada dapat minimal (terentang dari tempat cedera sampai kembali ke nodus
progresi degenerasi Wallerian pada cedera yang lebih bermakna. Kolum- Ranvier berikutnya) atau dapat meluas ke semua jalur dan kembali
kolum sel Schwann yang dikenal dengan band of Bungner dan menjadi ke tubuh sel. Jika tubuh sel secara aktual mengalami degenerasi, di-
pedoman penting untuk tunas akson selama inervasi kembali. Band mana dapat terjadi pada trauma yang beat, segmen proksimal akan
menyediakan ilustrasi awal peranan kedua dari sel-sel Schwann setelah mengalami degenerasi Wallerian dan akan difagosit. Setelah terjadi ce-
cedera saraf, yaitu yang berperan neurosuportif untuk pertumbuhan dera bermakna, segmen proksimal akson diameternya akan mengecil,
kembali akson (Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004). khususnya jika koneksi fungsional terhadap organ yang sesuai tidak
Pada cedera tingkat keempat dan kelima adalah reaksi lokal ditemukan. Kemampuan konduksi saraf akan mengalami penurun-
terhadap trauma berat. Tubulus endoneurial, dan juga fascikuli meng- an. Seperti proses regenerasi, diameter akson membesar, namun tidak
alami disrupsi. Epineurium juga mengalami cedera dan fibroblas epi- akan mencapai seperti saat belum terjadi cedera. Saling ketergantungan
neurial reaktif juga terdapat pada ujung potongan saraf dalam 24 jam. definitif terjadi antara tubuh sel dan akson pada istilah penyembuhan:
Ini diikuti oleh proliferasi sel-sel Schwann dan fibroblas perineurial dan tubuh sel tidak akan sembuh secara penuh tanpa terjadi koneksi fungsi
epineurial. Puncak proliferasi selular dalam 1 minggu dan berlanjut se- tepi, dan diameter akhir akson tergantung pada luasnya penyembuhan
lama periode yang panjang. Seperti cedera ringan, permeabilitas kapiler tubuh sel (Burnett dan Zager, 2004).
mengalami peningkatan, kemungkinan sebagai akibat dari degranulasi Tubuh sel saraf sendiri bereaksi terhadap cedera aksonal. 6 jam
sel mast, dan edema serta infiltrasi makrofag yang mengikuti. Besarnya setelah cedera, nukleus bermigrasi ke tepi dari sel dan granula-granula
respons ini berhubungan dengan beratnya trauma saraf dan jaringan Nissle, endoplasmic reticulum kasar, pecah dan berpencar. Proses
sekelilingnya (Burnett dan Zager, 2004). ini disebut sebagai kromatolisis. Secara simultan, respons proliferasi
Pada cedera tingkat keempat dan kelima, ujung-ujung saraf men- cepat dari sel glial granul-granul Nissl, endoplasmic reticulum kasar,
jadi masa yang membengkak dari sel-sel Schwann, kapiler-kapiler, fi- pecah dan berpencar. Proses ini disebut sebagai kromatolisis. Secara
broblas, makrofag, dan serabut kolagen yang tidak terorganisir. Re- simultan, respons proliferasi cepat dari sel glial perineuronal, sebagian
generasi akson mencapai ujung proksimal yang membengkak dan besar kemungkinan mendapatkan tanda pada beberapa keadaan oleh
membuat barier yang hebat untuk pertumbuhan selanjutnya. Beberapa proses kromatolisis. Proses sel glial meluas ke neuron yang terkena
akson membentuk lingkaran dalan jaringan parut atau membelok ke dan mengalami interupsi koneksi sinaptik, yang memungkinkan ter-
belakang sepanjang segmen proksimal atau keluar menuju jaringan jadinya isolasi saraf pada fase penyembuhan. Kemampun hidup sel
sekitar. Beberapa akson yang mengalami regenerasi dapat mencapai tidak dapat dipastikan setelah cedera saraf. Insiden apoptosis yang
ujung distal, hasilnya tergantung dari banyak faktor, meliputi beratnya berhubungan dengan kematian sel pada radiks dorsalis saraf ganglion
pada aksonotmesis sebesar 20-50%. Kematian terjadi lebih sering jika adalah perubahan yang terlihat pada tubuh sel yang merupakan tan-
aksonotmesis terjadi secara prksimal dan pada cedera yang meliputi da pembalikan kromatolisis. Nukleus kembali ke pusat sel dan nuk-
saraf cranial dan sensori. Saraf sentral memiliki kapasitas untuk ber- leoprotein mengalami organisir kembali menjadi granul-granul Nissl
generasi kembali dalam lingkungan tepi, dan saraf tepi kehilangan yang kompak. Setelah cedera, beberapa fungsi metabolik subselular
kemampuannya saat berada dalam lingkungan sentral (Burnett dan mengalami perubahan selama kromatolisis. Demikian juga sintesis Ribo
Zager, 2004). nucleic acid (RNA) mengalami peningkatan dan sintesis neurotransmit-
ter menurun. Kromatolisis menunjukkan pergeseran pada fungsi sel
dari transmisi sinaptik menuju perbaikan selular. Metabolisme tubuh
Regenerasi Saraf telah deprogram sehingga sel mampu menghasilkan sejumlah besar
Pada kasus yang berat regenerasi saraf dimulai hanya setelah de- protein dan lipid yang diperlukan untuk pertumbuhan kembali akso-
generasi Wallerian, namun pada cedera ringan proses regenerasi dan nal selama fase regenerasi. Aksoplasma digunakan untuk regenerasi
perbaikan dimulai secara dini. Untuk cedera tingkat pertama dan ke- ujung akson, yang diperoleh dari segmen proksimal akson dan tubuh
dua (neurapraksia dan aksonotmesis), biasanya dilakukan pemulihan sel. Komponen cepat dan lambat dari aksoplasma mengangkut suplai
fungsi. Ini terjadi secara awal melalui pembalikan blokade konduksi material dari tubuh sel menuju tempat regenerasi aksonal. Tingkat
atau secara lambat melalui regenerasi aksonal. Penyembuhan fungsi- peningkatan sintesis protein dan lipid pada tubuh sel memengaruhi
onal terjadi secara komplet pada tipe cedera tingkat lebih ringan. Per- percepatan dan diameter akhir dari akson yang beregenerasi. Kapasi-
ubahan morfologikal dan fisiologikal secara penuh reversibel. Pada tas saraf tepi manusia untuk mengawali respons regeneratif menetap
kasus cedera yang lebih berat, dimana tubulus endoneurial disrupsi, selama sekurang-kurangnya 12 bulan setelah cedera, dan respons kuat
regenerasi akson tidak dalam waktu lama terjadi, dapat membelok dapat ditimbulkan bahkan setelah cedera berulang (Osbourne, 2007;
menuju jaringan sekitar atau menuju tubulus andoneurial yang kurang Burnett dan Zager, 2004).
tepat, jadi gagal untuk menginervasi kembali organ akhirnya yang Panjang segmen antara ujung akson yang beregenerasi dan tem-
sesuai (Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004). pat cedera tergantung pada beratnya cedera dan akibat degradasi re-
Penyembuhan fungsional setelah cedera saraf meliputi beberapa trograd. Tanda pertama dari pertumbuhan kembali akson pada seg-
step, tiap step dapat melambat atau mengganggu proses regeneratif. men ini kemungkinan terlihat dalam 24 jam setelah cedera, atau dapat
Pada kasus yang termasuk salah satu tingkat cedera, ini digunakan mengalami perlambatan selama beberapa minggu pada cedera berat.
secara awal untuk mengkategorikan step-step regeneratif ini secara Tingkat pertumbuhan kembali aksonal ditentukan oleh perubahan da-
anatomik pada tingkat secara kasar. Rangkaian regenerasi dapat dibagi lam tubuh sel, aktivitas dari pertumbuhan kerucut khusus pada ujung
menjadi zona-zona anatomik: tiap tunas akson, dan resistensi dari jaringan yang cedera antara tubuh
sel dan organ akhir. Kemungkinan multiplikasi tunas akson dalam tiap
1. Tubuh sel saraf lapisan endoneurial, meskipun pada cedera yang lebih ringan, yang
2. Segmen antara tubuh sel dan tempat cedera tidak meliputi destruksi lapisan itu sendiri. Waktu proses degeratif dan
3. Tempat cedera sendiri regeneratif harus tumpang tindih antara beberapa segmen. Sebagai
4. Segmen distal antara tempat cedera dan organ akhir contoh, pada cedera yang lebih ringan dimana tidak ada perlambatan
5. Akhir organ sendiri. yang bermakna pada regenerasi di daerah tempat cedera, pertumbuhan
kerucut pada ujung akson harus bertemu dengan debris degenerasi
Regenerasi yang terlambat atau regenerasi yang tidak berhasil Wallerian pada segmen distal. Debris ini tidak menggang regerasi,
kemungkinan sebagai akibat perubahan patologikal yang mengganggu kemungkinan karena pertumbuhan kerucut mensekresi protease yang
proses perbaikan pada satu atau lebih zona ini (Osbourne, 2007; dapat membantu material yang terlarut memblok jalurnya (Osbourne,
Burnett dan Zager, 2004). 2007; Burnett dan Zager, 2004).
Fase regenerasi dan perbaikan setelah cedera saraf dapat ber- Pada cedera sangat proksimal dimana dipertimbangkan terjadi
akhir sampai beberapa bulan. Tanda yang paling awal dari fase ini perlambatan sebelum ujung akson mencapai segmen distal, tubulus
endoneurial yang kosong di bagian distal diameternya mengecil. Faktor terjadi. Perkembangan dan maturasi akson gagal jika organ akhir, ka-
ini kemungkinan bertanggung jawab sebagai bagian dari perlambatan rena tidak mendapat inervasi, mengalami perubahan yang tidak meng-
pengakhiran pertumbuhan kembali akson. Intervensi operasi yang izinkan terjadinya koneksi secara fungsional. Jika masuknya akson
menghentikan masuknya nutrisi arteri tidak terlihat menunjukkan yang berregenerasi menuju segmen distal terlambat lebih dari kira-kira
gangguan pada regenerasi aksonal, hal ini menunjukkan bahwa ar- 4 bulan, akson akan memasuki tubulus endonerial dengan diameter
teri longitudinal dalam saraf itu sendiri tidak mengalami interupsi. kecil, umumnya 3µm atau kurang. Pengerutan ini dapat membuat lebih
Pada cedera yang lebih berat yang mengganggu tubulus endoneurial, sulit untuk tunas akson untuk menempati dan memasuki tubulus neu-
fascikel saraf, atau tulang belakang, menjadi rintangan yang berat ronal, namun ini tidak menunjukkan gangguan pada pertumbuhan
untuk regenerasi akson mencapai tempat cedera. Kemungkinan di si- kembali akson segera setelah tunas-tunas memasuki tubulus. Ini di-
ni terjadi gap antara ujung saraf yang yang terganggu, mengizinkan sebabkan oleh endoneurium yang elastis. Kembalinya fungsi tidaklah
tunas akson yang mengalami regenerasi sampai berjalan menuju ja- membutuhkan penyembuhan yang absolute dari arsitektur saraf. Efek
ringan sekitar. Pembentukan jaringan parut pada tempat cedera yang dari tidak mendapatkan inervasi dalam jangka panjang, dimana akan
berat, perluasannya tergantung pada multipel faktor meliputi waktu mengganggu penyembuhan fungsional, pada tempat cedera men-
terjadinya regenerasi tunas setelah cedera (Osbourne, 2007; Burnett dan cegah regenerasi akson dari masuknya pada tubulus endoneurial yang
Zager, 2004). sesuai atau pada organ akhir. Akhir organ mengalami perubahan ka-
Sebelumnya akson yang tak bermyelin dapat mengalami rege- rakteristik histologikal dengan degenerasi saraf dan inervasi kembali.
nerasi menuju lapisan endoneurial yang mengandung akson yang Atrofi serabut-serabut otot sangat cepat dan nukleus sel cenderung
bermyelin (dan vice versa). Resistensi bahwa akson ditemukan pada pada daerah sentral daripada posisi normalnya di tepi (Osbourne, 2007;
tempat cedera menyebabkan pembentukan tunas-tunas akson kecil. Burnett dan Zager, 2004).
Anak-anak akson ini tidak semua membuat jalurnya menuju segmen Proliferasi hebat fibroblas juga menjadi karakteristik gambaran
distal. Tidak ada neurotropisme spesifik yang diketahui dapat memacu histologikal dari saraf yang tidak mendapatkan inervasi. Kolagen baru
pertumbuhan akson yang berregenerasi menuju tubulus endoneurial, menumpuk pada endomysium dan perimysium. Umumnya, serabut otot
namun beberapa bentuk pengaruh neurotropik masih diperlihatkan tidak diganti oleh jaringan ikat namun serabut-serabut mengalami atrofi
pada paradigma eksperimental. Pembentukan jaringan parut pada ja- yang dipisahkan oleh jaringan ikat tebal, sehingga semua pola internal
ringan mengganggu regenerasi dan tunas akson yang misindirek me- dari serabut-serabut otot masih ada. Terkadang pengeluaran serabut
nuju tubulus endoneurial yang tidak berhubungan secara fungsional. otot terjadi. Ini merupkn fenomena yang lambat, umumnya terjadi pada
Sisa jaringan parut juga mengganggu proses maturasi akson. Akson 6 dan 12 bulan setelah tidak mendapatkan inervasi. Regenerasi tunas-
yang berhasil memasuki tubulus endoneurial pada segmen distal me- tunas akson mengikuti sel-sel Schwann asli untuk tidak menginervasi
nuju tempat cedera memberikan pencapaian yang bagus pada organ motor endplate untuk pembentukan kembali neuromuscular junction. Per-
akhir, memberikan kondisi pertumbuhan. Tingkat regenerasi distal tunasan kolateral juga terjadi, menghasilkan kelompok serabut saraf
melambat jika tubulus endoneurial terganggu karena tunas akson per- yang mendapat inervasi kembali. Ini merupakan karkteristik penemu-
tama kali menemukan jalurnya menuju tubulus sebelum tumbuh. Per- an otot yang mengalami inervasi kembali, bertolak belakang dengan
tumbuhan kerucut khusus pada ujung tiap tunas akson mengandung pola acak yang ditemukan pada otot normal. Penyembuhan motorik
filopodia multipel yang melekat ke lamina basalis sel Schwann dan yang terjadi tidak komplet setelah cedera sedang sampai berat. Ini di-
menggunakannya sebagai panduan. Panduan kontak dan kemotaksis sebabkan oleh beberapa faktor dalam otot itu sendiri dan dalam saraf
penting pada pertumbuhan kerucut. Karena beberapa tunas akson kecil yang berregenerasi. Fibrosis intramuskular dapat membatasi kegunaan
dapat masuk pada tubulus endoneurial yang sama, serabut saraf yang kontrksi yang dihasilkan oleh rangsangan saraf. Terapi fisik yang tepat
berregenerasi dapat mengandung lebih dari satu akson daripada saraf dapat membantu menjaga otot yang tidak mendapatkan inervasi da-
asli (Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004). lam kondisi optimal untuk menerima akhiran akson yang beregenerasi.
Jika organ akhir yang tidak berhubungan secara funsional dicapai, Penyembuhan motorik fungsional secara nyata terganggu jika beberapa
perkembangan selanjutnya dari akson dan myelinisasi kembali tidak akson tidak dapat membentuk koneksi fungsional kembali dengan
otot. Meskipun dengan jumlah yang cukup, kesalahan inervasi kembali 3. Teknik-teknik untuk pengukuran regenerasi berbede-beda (se-
yang menyilang dapat mnghasilkan fungsi suboptimal: otot “cepat” bagai contoh, tanda Tinel dibandingkan dengan penyembuhan
yang asli kemungkinan mendapatkan inervasi kembali dari akson yang fungsional).
sebelumnya menginervasi otot “lambat”, dan akibatnya kemungkinan
bentuk campuran dengan kontraksi yang tidak efisien (Osbourne, 2007;
Tingkat regenerasi dapat tergantung pada beratnya cedera saraf,
Burnett dan Zager, 2004).
durasi tidak mendapatkan inervasi, dan kondisi dari jaringan tepi. Re-
Pada kasus-kasus dimana penyembuhan motorik bermakna ter-
generasi setelah perbaikan operasi saraf lebih lambat daripada rege-
jadi, hasil fungsional kemungkinan diganggu oleh deficit sensori yang
nerasi yang tidak terkomplikasi, sebagian besar kemungkinan sebagai
mengikuti, khususnya proprioseptif. Reseptor sensori yang tidak men-
akibat dari beratnya cedera yang terjadi. Penuaan juga menyebab-
dapatkan inervasi tetap hidup dan dapat membuat penyembuhan
kan perlambatan tingkat pertumbuhan kembali aksonal (Burnett dan
fungsional setelah satu tahun dan kemungkinan setelah beberapa ta-
Zager, 2004).
hun. Pada cedera tingkat pertama dan kedua dan kedua, kembalinya
Regenerasi aksonal tidak sama dengan pengembalian fungsi. Pro-
sensasi terjadi secara komplet, meskipun setelah 6 sampai 12 bulan
ses maturasi mendahului pengembalian fungsi. Perubahan morfologi
tidak mendapatkan inervasi. Ini disebabkan oleh inervasi yang baik oleh
dari maturasi yang mengawali sepanjang akson yang berregenerasi
akson aslinya terhadap reseptor sensori (Burnett dan Zager, 2004).
terjadi secara lambat daripada pertumbuhan akson dan berlanjut selama
Setelah cedera berat dan perbaikan saraf, penyembuhan sensori
periode proteksi. Myelinisasi kembali berkembang pada keadaan yang
tidak terjadi secara komplet. Hal ini dihubungkan dengan kombinasi
sama dengn perkembangan serabut-serabut saraf, meliputi pelurusan
faktor, meliputi kegagalan akson sensori untuk mencapai kulit, pe-
sel-sel Schwann dan pelingkaran akson untuk membentuk lapisan
nyilangan inervasi kembali (akson biasanya dari satu tipe reseptor
multilamela. Proses ini dimulai dalam 2 minggu dari onset regenerasi
membuat hubungan dengan tipe reseptor lain), dan kemungkinan de-
aksonal dan menyebabkan akson yang bermyelin sangat mirip dengan
generasi reseptor sensori. Inervasi kembali sensori menunjukkan se-
aslinya kecuali terjadinya pemendekan antarnodus. Diameter akson
bagai modal spesifik, namun ini lebih jarang daripada inervasi kembali
meningkat secara progresif sampai dimensi normal dicapai, namun
motorik, dimana ini berarti penyilangan inervasi kembali sensori lebih
pelebarannya tergantung pada terjadinya koneksi fungsional antara
sering terjadi. Terjadi kematian reseptor-reseptor sensori berkapsul
ujung akson dan organ akhir yang sesuai (Burnett dan Zager, 2004).
yang tidak mendapatkan inervasi, seperti korpuskel Pacini, korpuskel
Meissnerr, dimana secara cepat mengadaptasi reseptor-reseptor yang
memediai sentuhan cahaya dan vibrasi, dan juga sel-sel Merkel, dimana Faktor Faktor Neurotropik
secara lambat mengadaptasi reseptor-reseptor yang memediai sentuh-
Tedapat kaskade cell-signaling molecule dan faktor tropik yang mirip
an konstan dan tekanan. Dipercaya bahwa pengkhususan reseptor-
dengan respons peradangan. Faktor-faktor neurotropik seperti Neural
reseptor tetap ada pada keadaan atrofi selama periode yang panjang,
Growth Factor (NGF), brain-derived neurotrophic factor, faktor siliari neu-
menunggu kedatangan akhiran saraf yang sesuai. Sensasi proteksi,
rotropik, dan lainnya yang penting dalam proses perbaikan saraf. Fak-
dimana penyembuhan beberapa tahun setelah tidak mendapatkan
tor pertumbuhan saraf merupakan molekul neurotropik pertama yang
inervasi, dimediai oleh reseptor-reseptor sensori. Tingkat regenerasi
teridentifikasi dan tetap sebagai karakteristik terbaik. Ini meliputi ke-
aksonal cenderung konstan. Laporan tingkat regenerasi bervariasi dari
mampuan hidup dan pemeliharaan sel saraf dalam keadaan normal
0,5 sampai 9 mm per hari. Keragaman ini disebabkan oleh beberapa
dan menjadi komponen penting dari proses perbaikan saraf. Faktor-
faktor:
faktor seperti NGF secara kuat dilepaskan dari target organ saraf tepi
1. Tingkat pertumbuhan akson menurun dengan peningkatan
dan diangkut menuju tubuh sel saraf melalui pengankutan aksonal
jerak dari tubuh sel menuju ujung akson.
retrograd. Ini kemungkinan bahwa penurunan NGF dan faktor topik
2. Pengukuran regenerasi akson dibuat dalam jenis yang ber- lainnya mencapai tubuh sel disebabkan oleh disrupsi aksonal yang
beda setelah metode-metode yang berbeda dari cedera saraf. terjadi secara dini setelah cedera saraf memerlukan signal molecular
Rangsangan pertumbuhan
Gambar 4.6. Skema faktor neurotropik (Sumber dari Burnett dan Zager, 2004).
P enyembuhan sering terhambat oleh hilangnya kemampuan fung-
sional secara menetap dan oleh nyeri neurotropik. Nyeri neurotro-
pik biasanya terjadi hanya setelah cedera dan menetap selama bebe-
rapa minggu atau bahkan tahun, dan sangat tidak menyenangkan dan
resisten terhadap sebagian besar strategi terapiutik, sehingga menu-
untuk memacu proses perbaikan. Segera setelah cedera, jumlah NGF runkan kualitas hidup. Mekanisme yang menyebabkan terjadinya nyeri
dan NGF messenger RNA sangat meningkat, sejalan dengan perannya neuropatik kurang dimengerti namun kemungkinan oleh mekanisme
sebagai faktor neurotropik. Meskipun invasi makrofag merangsang sentral dan tepi. Gejala-gejala pertama dapat disebabkan oleh reaksi
produksi NGF malalui pelepasan interleukin-1β, dimana mengesankan peradangan lokal yang dapat mengiritasi saraf. Transeksi saraf memacu
bahwa makrofag berperan pada pagositosis dan regenerasi. Sel-sel kaskade beberapa selular dan humoral. Makrofag dan sel-sel mast
Schwann menghasilkan faktor-faktor neurotropik meliputi NGF pada menginvasi tempat cedera dan menghasilkan sitokin dan faktor-faktor
tempat cedera (Burnett dan Zager, 2004). yang memacu pembentukan jaringan ikat parut. Beberapa dari sitokin
Faktor-faktor neurotropik, seperti molekul signaling lainnya, ber- ini dan faktor lainnya seperti histamine atau serotonin bertanggung
ikatan dengan reseptor-reseptor inase tirosin spesifik dan mentransmi- jawab terhadap produksi nyeri. Bagaimanapun reaksi peradangan ha-
si signal yang mengatur aktivitas gen. konsentrasi reseptor faktor per- nya berakhir dalam beberapa minggu, namun nyeri neurotropik ber-
tumbuhan saraf pada sel-sel Schwann membentuk band of Bungner sifat kronis, kemungkinan disebabkan oleh aktivitas ektopik serabut-
yang meningkat setelah cedera. NGF yang berikatan dengan reseptor- serabut C yang tersensititasi, permintaan ektra nosiseptor, dan aktivitas
reseptor ini pada sel-sel Schwann terjadi untuk pertumbuhan kembali abnormal spontan pada tunas-tunas saraf yang beregenerasi. Baru-baru
tunas akson. NGF ini diambil oleh akson kemudian diangkut secara ini difokuskan perhatian tarhadap neuroma dan mikroneuroma yang
retrograd dari kerucut yang tumbuh menuju tubuh sel, menyediakan berkembang pada tempat cedera yang kemungkinan sebagai penye-
rangsangan berkelanjutan untuk pertumbuhan dan juga panduan untuk bab nyeri neuropatik (Robinson, 2005).
akson yang tumbuh (Burnett dan Zager, 2004). Nyeri neuroma merupakan gejala sisa yang paling sering pada
cedera saraf, dimana biasanya tidak mempan terhadap pengobatan
��� farmakologikal dan membutuhkan indikasi operasi. Neuroma dapat
terjadi setelah biopsi diagnostik saraf oleh karena itu neuroma harus
dipertimbangkan sebagai masalah klinis serius karena tidak dapat
41
sembuh meski dengan operasi mikro. Neuroma merupakan penebalan berlangsung beberapa minggu setelah perbaikan elektrofisiologis
berbentuk pentolan yang terbentuk oleh tidak tepatnya dan tidak rata- yang ditunjukkan oleh kontraksi otot yang kuat pada stimulasi saraf
nya serabut-serabut saraf yang beregenerasi. Diagnosis cedera saraf tepi peroneal: (1) tepat di belakang kepala fibula, atau (2) tepat di dalam
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksa- hamstring lateral, di mana batang saraf mudah dipalpasi.
an penunjang (Kowalik dkk, 2006)
2. Tanda Tinel
Bila parestesi dihasilkan oleh perkusi saraf distal dari cedera, ini
Anamnesis menunjukkan beberapa akson sensori utuh dari titik perkusi me-
Pada anamnesis dapat diketahui dengan pasti lokasi dan saraf yang lalui cedera ke egati saraf pusat. Bila respons selanjutnya berge-
terkena cedera, bisa didapatkan macam dan jenis kelainan patologik, rak ke distal dengan berjalannya waktu, terutama bila berkaitan
sedangkan dengan pemeriksaan neurologik akan menentukan lokasi dengan berkurangnya parestesi sebagai respons atau ketukan pa-
kerusakanya. Riwayat trauma baik yang lama ataupun baru harus di- da daerah cedera, membuktikan regenerasi serabut saraf terus ber-
telusuri dengan teliti karena penting sekali mengetahui dengan pasti langsung melewati egativ distal terjadi (tanda Tinel positif). Tan-
penyebab kerusakan. Dari pemeriksaan neurologik lengkap, gangguan da Tinel positif hanya menunjukkan regenerasi serabut halus dan
motorik, sensorik, dan refleks harus dianalisis dan dikaitkan sehing- tidak menunjukkan apa pun tentang kuantitas dan kualitas yang
ga dapat ditentukan berat dan luasnya kerusakan. Gejala klinis dari sebenarnya dari serabut yang baru. Di sisi lain, interupsi saraf to-
cedera pada saraf tepi tergantung dari saraf yang terkena. Cedera pada tal ditunjukkan oleh tiadanya respons sensori distal (tanda Tinel
saraf motorik menyebabkan hilangnya fungsi otot, sedangkan cedera egative) setelah waktu yang memadai telah berlalu untuk terjadinya
pada saraf sensoris menyebabkan hilangnya sensasi dari distribusi regenerasi serabut halus (4-6 minggu). Tanda Tinel negatif lebih
sensori saraf yang terkena dan atau neuromatous atau nyeri kausalgia bernilai dalam penilaian klinis dibanding tanda Tinel positif.
(Sjamsuhidajat dan Dong, 2004).
3. Berkeringat
Kembalinya keringat didaerah otonom menunjukkan regenerasi
Pemeriksaan fisik serabut simpatis bermakna. Pemulihan ini mungkin mendahului pe-
Permeriksaan fisik untuk cedera saraf tepi meliputi pemeriksaan pada mulihan motori atau sensoris dalam beberapa minggu atau bulan,
semua otot yang dipersarafi oleh saraf tepi. karena serabut otonom pulih dengan cepat. Pemulihan berkeringat
tidak selalu berarti akan diikuti fungsi motorik atau sensoris.
1. Pemeriksaan motor
4. Pemulihan sensoris
Penekanan atas pemeriksaan motor secara klinis untuk cedera sa-
raf spesifik adalah tahap terpenting dalam mengelola semua ce- Pemulihan sensori sejati adalah tanda yang berguna, terutama bila
dera saraf, adalah pemeriksaan teliti anggota, dengan perhatian terjadi didaerah otonom di mana tumpang tindih saraf berdekatan
besar pada semua fungsi motor dan sensori. Pemeriksaan harus minimal. Daerah otonom saraf median adalah permukaan volar
menentukan apakah kehilangan distal sisi cedera lengkap atau ti- dan dorsal telunjuk dan permukaan volar jempol. Saraf radial ti-
dak. Pemeriksaan motor cukup sebagai bukti regenerasi bila pe- dak mempunyai daerah otonom yang tegas. Bila terjadi kehilangan
mulihan jelas. Pengamatan klinis fungsi motor volunter dapat juga sensoris pada distribusi ini, biasanya mengenai sejumput daerah
ditentukan dengan respons motor terhadap stimulasi. Stimulasi anatomis tertentu. Daerah otonom saraf ulnar adalah permukaan
saraf terutama berguna dalam pengenalan awal adanya pemulihan palmar 11 falang distal kelingking. Daerah otonom saraf tibial ada-
peroneal memadai dan mencegah perlunya operasi. Pasien dengan lah tumit dan sebagian telapak kaki, sedang saraf peroneal adalah
cedera saraf peroneal tidak mampu memulai aksi volunter pada tengah dorsal kaki. Sayangnya pemulihan sensoris, bahkan pada
otot peroneal dan tibial anterior (eversi dan dorsofleksi kaki). Ini daerah otonom, tidak pasti diikuti pemulihan motorik.
(Rengachary dan Wilkin, 1994; 2000)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologis, meliputi:
2. Mielografi
Menjadi bagian penting dalam mengelola pasien dengan cedera
regang Pleksus Brakhialis berat. Biasanya tidak diindikasikan untuk
cedera pleksus di tingkat infraklavikuler atau aksiler (kebanyakan
luka tembak pada pleksus), kecuali ada bukti radiologis kerusakan
tulang belakang servikal atau trayeknya supraklavikuler medial.
Mielografi modern dengan kontras larut air bisa menampilkan akar-
akar pada ruang subarakhnoid, dan membandingkan sisi terkena
dan sisi sehat menentukan daerah disrupsi akar. Mielografi tetap
berguna membantu perencanaan pada cedera pleksus (Edward,
2000).
kan kelemahan aduksi policis dan dikompensasikan dengan fleksor berhubungan dengan posisi siku yang khas, misalkan pasien tidur
policis longus (Froment’s sign). dengan posisi terlentang dengan posisi siku fleksi atau ketika me-
megang koran. Pada kasus yang lanjut akan tampak kelemahan
4. Cedera Nervus Medianus dalam memegang, ‘slight clawing’, hilangnya otot intrinsik, dan
Cedera yang sering terjadi di dekat pergelangan tangan atau pada menurunan sensibilitas pada daerah nervus ulnaris. Froment’s sign
lengan bawah. Cedera yang ringan disebabkan oleh pemotongan dan kelemahan abduksi digiti minimi sering tampak. Tes Tinel’s
di depan pergelangan tangan atau dislokasi carpal. Pasien tidak Percussion, nyeri tekan pada saraf di belakang epikondial media-
bisa abduksi dari ibu jari dan kehilangan sensasi pada radial dan lis, reproduksi gejala dengan fleksi dari siku, kelemahan flekors
setengah dari jari. Sedangkan cedera yang lebih berat disebabkan carpi ulnaris dan fleksor digitorium profunda ke jari kelingking,
oleh fraktur pada lengan bawah atau dislokasi siku, namun tikam- diperkirakan akibat kompresi pada siku. Diagnosis dikonfirmasikan
an dan luka tembakan dapat membahayakan saraf pada berbagai dengan tes konduksi saraf (Solomon dkk, 2003).
tingkat. Tandanya sama seperti pada cedera ringan namun terdapat
tambahan berupa flexi panjang ke ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, 7. Thoracic Outlet Syndrome
pergelangan radial serta otot pronasi lengan bawah mengalami Gejala neurologis dan vaskular serta tanda pada lengan atas di-
paralisis. Khas terdapat ’tanda pointing’ yaitu tangan memegang jari sebabkan oleh kompresi pada trunkus bawah dari Pleksus Brakhialis
ulnaris dan jari telunjuk lurus (Solomon dkk, 2003). (C8-T1) dan pembuluh darah subklavian antara klavikula dan kos-
ta pertama. Kelainan ini merupakan kelainan kongenital dan ja-
5. Carpal Tunnel Syndrome rang terjadi sebelum umur 30 tahun. Hal ini dikarenakan dengan
Sindrom ini biasanya terjadi pada usia menopause, atritis rema- peningkatan umur, shouder sag, akan menyebabkan traksi lebih be-
toid, kehamilan dan myxoedema. Adanya nyeri dan parastesia pada sar pada kumpulan saraf dan pembuluh darah; sehingga jatuhnya
nervus median di tangan. Setiap malam penderita terbangun karena bahu akan meyebabkan sindrom dan gejala berhubungan dengan
rasa terbakar pada tangan, kesemutan dan mati rasa. Mengantung- postur tubuh. Pada pasien wanita usia tiga puluhan biasanya nyeri
kan tangan pada sisi atas tempat tidur dirasakan dapat mengurangi dan parastesia dari bahu, bagian dalan ulnar dan lengan hingga dua
keluhan. Pada tingkat yang lebih tinggi mungkin terdapat kekaku- jari medial dirasakan, nyeri tersebut terasa lebih berat pada ma-
an dan kelemahan, terutama pada tugas yang memerlukan mani- lam hari dan diperparah dengan pemberian beban pada bahu. Tan-
pulasi seperti mengikat kancing. Delapan kali lebih banyak terjadi da dan gejala vaskuler jarang ditemukan, berupa sianosis, coldness,
pada perempuan daripada laki-laki, dengan usia berkisar 40 sampai dan hipersekresi keringat pada jari tangan. Gejala berupa fenomena
50 tahun. Gejala sensoris sering disebabkan oleh pukulan di atas Raynaund‘s. Pada Adson’s test leher pasien ekstensi dan mengarah
nervus medialis (Tinel’s sign) atau dengan memegang pergelangan ke sisi yang terkena, pasien disuruh bernapas dalam, sehingga ter-
tangan yang difleksikan dalam satu atau dua menit (Phalen’s test). jadi kompresi ruang interskalin yang menyebabkan parastesia dan
Pada kasus yang lanjut terdapat hilangnya otot thenar, kelemahan obliterasi pulsasi radialis. Tes Wright lengan mengalami abduksi dan
abduksi ibu jari dan hilangnya sensorik pada daerah nervus media- rotasi eksternal. Kemudian bisa juga dilakukan tes Root’s dimana
lis. Pada tes elektrodiagnostik menunjukkan pergerakan lambat pasien diminta mengangkat lengannya tinggi di atas kepala, dan
dari konduksi saraf melewati pergelangan tangan, dan merupakan membuka dan menutup jari-jari tangan dengan cepat, menyebab-
gejala tidak khas. Gejala radikuler dari spondilosis cervikal mung- kan kram pada sisi yang terkena. Pada pemeriksaan rontgen leher
kin meragukan diagnosis dan bersamaan dengan Carpal Tunner tampak adanya abnormalitas sepanjang C-7. Tes elektrodiagnostik
Syndrome (Solomon dkk, 2003). berfungsi untuk megeksklusi cedera saraf tepi seperti kompresi
pada nervus medialis atau ulnaris (Solomon dkk, 2003).
6. Cubital Tunnel Syndrome
Pasien mengeluhkan adanya rasa kesemutan dan mati rasa pada
setengah ulnar dari jari manis, gejala mungkin hilang timbul dan
Konservatif
��� Biasanya dilakukan pada cedera yang terjadi akibat hilangnya fungsi
pada saraf tepi, atau yang dikenal dengan neuropraksia. Terapi awal biasa-
nya untuk melindungi sendi, termasuk sekeliling ligamen dan tendon
dari stresor lebih jauh. Splint, sling atau keduanya digunakan pada
kasus ini. Sebagai contoh, pada cedera nervus radialis dengan hilangnya
ekstensi pada pergelangan tangan dan jari, lemah pada pergelangan
tangan. Splint pada pergelangan tangan dapat dipergunakan untuk
menyokong lengan dalam posisi netral dan menempatkan tangan pada
posisi yang lebih fungsional. Pada pasien dengan cedera Pleksus Brakhialis,
terutama ketika segmen C5-6 terkena, tekanan lebih lanjut pada sendi
glenohumeral dapat menyebabkan sendi tersebut mengalami subluksasi
tanpa sokongan dari otot rotator. Sling berguna untuk merelaksasikan
sendi tersebut, mencegah dislokasi bahu dan mengurangi nyeri. Hor-
53
mon eritropoitin telah berhasil digunakan untuk meningkatkan fungsi dan bersih sebelum reparasi primer dilakukan. Bila dijumpai saraf yang
setelah Cedera. Terapi fisik dimulai pada tahap awal setelah cedera transeksi, faktor berikut menunjuang reparasi primer:
nervus untuk menjaga ‘ROM’ pada sendi yang terkena dan untuk mem-
pertahankan kekuatan otot pada otot yang terkena (Osbourne, 2007; 1. Puntung saraf mudah ditentukan tempatnya dan hubungan-
Robinson, 2005). nya dengan jaringan sisi cedera lain biasanya utuh.
2. Puntung saraf mengalami retraksi minimal.
3. Tindakan operasi tunggal adalah definitif dan mungkin me-
Pembedahan rupakan satu-satunya operasi yang diperlukan untuk memper-
Dalam mengelola pasien dengan cedera saraf tepi perlu mengetahui baiki cedera jaringan lunak dan saraf.
mekanisme cedera, respons patologis, dan kapasitas regenerasi yang (Osbourne, 2007; Brandon dkk, 2008; Rochkind, 2009).
akan terjadi. Terdapar beberapa faktor yang menentukan apakah cedera
saraf akan dioperasi atau tidak, yaitu:
Reparasi sekunder
1. mekanisme cedera,
2. beratnya kehilangan neurologis, Biasanya terjadi dalam beberapa minggu atau bulan, diindikasikan ka-
3. adanya nyeri yang hebat. rena adanya:
Tabel 6.1 (lanjutan) dimana dikumpulkan dengan sel-sel Schwann yang dikelilingi oleh
lamina basalis. Banyaknya nerve graft menyebabkan co-morbiditi meli-
Neuropraksia Aksonotmesis Neurotmesis puti pembentukan jaringan parut, kehilangan sensasi, dan kemungkin-
an pembentukan neuroma yang sangat nyeri. Graft yang digunakan
Konduksi saraf distal Ada Tidak ada Tidak ada biasanya dari sural nerve (Osbourne, 2007).
terhadap cedera Suatu nervus graft jenis autogenous bisa digunakan untuk me-
Fibrilasi pada EMG Tidak ada Ada Ada nyambung suatu celah hingga suatu jarak. Nervus suralis adalah jenis
yang sering digunakan, hingga sepanjang 40 cm dan bisa digunakan pa-
Penyembuhan Cepat,komplet 1mm per hari, 1mm per hari,
bagus biasanya tidak da kedua kaki. Karena diameter saraf tersebut kecil maka perlu diguna-
komplet kan beberapa lapis (sering disebut cable graft). Graft yang digunakan ha-
rus panjang agar bisa diletakkan tanpa tekanan, dan harus berada pada
daerah dengan vaskularisasi yang baik. Sangat penting setiap fasikulus
motorik dan sensorik dihubungkan secara tepat pada graft. Sedangkan
Waktu saat operasi perbaikan saraf sangatlah penting untuk
vascularized graft hanya digunakan pada situasi tertentu, misal pada saat
penyembuhan yang optimal. Pada setiap kasus cedera akut, ahli bedah
kedua nervus ulnaris dan medianus terkena kerusakan (Vollkasmasn
saraf harus memutuskan apakah primary repair atau early secondary
iskemia), suatu pedicle graft digunakan untuk menyambung celah di
repair yang menjadi pilihan pengobatan. Waktu dapat dibagi menjadi
median, selain itu juga mungkin digunakan pada Cedera Pleksus brachial
immediate, early (1 bulan), delayed (3-6 bulan), dan late (1-2 tahun atau
(Osbourne, 2007).
lebih). Immediate repair dianjurkan saat saraf terpotong. Ujung saraf
Delayed reconstruction dianjurkan saat tingkat cedera belum dapat
harus intact jika terjadi cedera mengelilingi saraf, operasi harus ditunda
diketahui. Sebagai contoh, jika perluasan aksonotmesis tidak diketahui,
(delayed) sampai proses peradangan sekitarnya berkurang (Osbourne,
kemudian akan direkomendasikan untuk menunda operasi, karena
2007).
penyembuhan alami lebih baik dibandingkan dengan perbaikan melalui
Early reconstruction dianjurkan untuk cedera yang disebabkan
operasi. Bagaimanapun, kualitas dari penyembuhan motorik menurun
oleh trauma tumpul atau robekan terbuka, dimana dapat menyebabkan
setelah 6 bulan keterlambatan perbaikan. Late reconstruction umumnya
destruksi saraf komplet. Tindakan operasi yang dilakukan adalah neu-
rolysis (internal/eksternal), nerve repair yaitu end to end repair (epineural
dan fasikuler) dan autologus nerve graft. Nerve graft biasanya diindikasi-
kan karena ujung saraf biasanya berkontraksi dan /atau jaringan parut
ingin direseksi. Autologous nerve graft memberikan regenerasi akson,
Gambar 6.1. Autologous nerve graft (Sumber dari Osbourne, 2007). Gambar 6.2. Ilustrasi Epineural repair (Sumber dari Osbourne, 2007).
cara bermakna setelah perbaikan operasi kecil. Setelah operasi, area yang
terkena tidak boleh bergerak selama 6 minggu. Setelah ini, pergerakan
dianjurkan dan fisioterapi sebagian besar digunakan. Pergerakan me-
regang kemungkinan dilakukan saat menggunakan electro-stimulating
device. Setelah beberapa minggu, otot hipertropi serabut otot akan me-
ningkatkan kekuatan. Pasien harus di follow-up secara teratur setalah
periode operasi untuk mengukur tingkat penyembuhan. Dimana ini
harus meliputi pemeriksaan fisik dan electromyography (EMG) (Osbourne,
2007; Roganovic dan Pavlicevic; 2006).
Rehabilitasi
Semenjak terjadinya Cedera, ekstrimitas dijaga dalam posisi fungsio-
Gambar 6.3. lustrasi Fascicular repair (Sumber dari Osbourne, 2007).
nal dan dinamik. Jaringan fibrotik di kencangkan dan di mobilisasi.
Prinsip pergerakan aktif tidak bisa ditinggalkan dan aktivitas sehari-
hari harus bisa dilakukan. Aspek yang paling penting dari terapi adalah
hanya digunakan untuk pengontrolan nyeri, seperti reseksi neuroma. penggunaan splint dinamik yang harus di fabrikasi untuk setiap pasien
Standar operasi baru-baru ini adalah perbaikan epineural dengan jahitan dan berubah kapan pun ada indikasi. Pada ekstrimitas atas, fungsi
nilon (Osbourne, 2007). akan di tingkatkan dengan program reedukasi motorik dan sensibilitas.
Keberhasilan dari operasi sangat bervariasi dan luas. Penyembuh- Reedukasi motorik berfungsi untuk mencegah kebiasaan motorik ab-
an sensori terlihat sama pada semua saraf. Bagaimanapun, fungsi moto- normal yang terdiri dari dua fase, yaitu monitoring visual dari pola
rik bervariasi berdasarkan saraf individu itu sendiri. Pada sebuah studi, aktivitas serta transfer tendon yang awal. Prinsip dari transfer tendon
penyembuhan motorik pada saraf ulnar 71% lebih rendah dibanding- awal adalah menggunakan hanya satu tendon dan menggunakan
kan dengan saraf median. Umur (umur yang lebih muda lebih baik), transfer yang tidak menyebabkan deformitas, terjadi pernyembuhan sa-
tempat, cedera saraf, dan keterlambatan mempengaruhi prognosis se- raf secara spontan. Reedukasi sensibilitas terdiri dari kesadaran dalam
memegang objek ketika membuka mata kemudian menutup mata.
Tujuan dari reedukasi ini adalah agar hal tersebut dapat dipergunakan
dalam pekerjaan pasien. Reedikasi sensibilitas tidak akan efektif bila
pasien tidak dapat mengenal sensasi vibratori di atas zona autonomi
dari saraf yang terlibat. Tes picking up timed akan meningkat secara
kuantitatif pada pasien dengan palsy median atau ulna (Osbourne, 2007;
Roganovic dan Pavlicevic; 2006).
Prognosis
Pada kerusakan aksonotmesis dan neurotmesis, regenerasi akson ber-
langsung dengan kecepatan 1 cm per bulan sampai 1 mm per hari,
tergantung pada letak kerusakannya. Oleh karena itu biasanya per-
baikan tidak akan terlihat sampai beberapa bulan. Faktor yang dapat
memperlambat proses penyembuhan adalah terlibatnya saraf moto-
Gambar 6.4. Ilustrasi Nerve graft (Sumber dari Osbourne, 2007).
rik dan sensorik sekaligus, usia lanjut, cedera yang terletak proksimal,
besarnya serabut saraf yang cedera, dan adanya kerusakan jaringan
sekitar (Robinson, 2005; Roganovic dan Pavlicevic; 2006).
Bab 7
PENDAHULUAN
Pada daerah leher, banyak terdapat jaringan yang bisa menjadi sumber
terjadinya nyeri. Biasanya rasa nyeri berasal dari jaringan lunak atau
ligamen, akar saraf, faset artikular, kapsul, otot serta duramater. Nyeri
bisa diakibatkan oleh suatu proses degeneratif, infeksi atau inflamasi,
iritasi serta trauma. Selain itu perlu juga diperhatikan timbulnya nye-
ri alih dari organ atau jaringan lain yang merupakan distribusi der-
matomal yang dipersarafi oleh saraf servikal. Beberapa orang bisa meng-
alami nyeri leher yang bisa merambat ke bahu atau bahkan tangan.
Nyeri yang timbul ini sering disebabkan oleh adanya cedera pada atau
dekat dengan akar dari saraf spinal. Nyeri pada leher ini sering di-
sebut dengan cervical root syndrome. Cervical root syndrome adalah suatu
keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf servikal
oleh penonjolan diskus invertebralis. Gejala yang ditimbulkan berupa
nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas dan bawah, parasthesia,
dan kelemahan atau spasme otot. Salah satu contoh penyakitnya adalah
radikulopati servikal. Radikulopati berarti radiks posterior dan anterior
yang mengalami suatu proses patologik (Eubanks, 2010; Carette dkk,
2005; Melanga, 2009).
Nyeri pada leher sering menjadi keluhan pasien, selain nyeri juga
dikeluhkan adanya rasa lemah dan lemas dari pasien. Cervical root syn-
drome merupakan kumpulan gejala yang sangat mengganggu aktivitas
pasien, sehingga penanganan yang tepat sangat diperlukan oleh pa-
sien. Penanganan yang dapat diberikan bisa berupa penanganan non-
61