Anda di halaman 1dari 18

STEP 7

1. Apa hubungan pasien mengeluhkan nyeri pinggang dengan kencing berwarna merah
setelah kejadian kecelakaan ?
 Memar/bruisessuatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit atau kutis akibat
pecahnya kapiler dan vena yang di sebabkan oleh kekerasan benda tumpul.
Diakibatkan oleh adanya tekanan atau pukulan, namun dapat juga timbul secara
spontan, yang dapat terjadi pada orang lanjut usia dan pada orang memiliki
kelainan pembekuan darah misalnya pada hemophilia. Ekstravasasi darah
berdiameter lebih dari beberapa millimeter disebut memar atau kontusio, ukuran
yang lebih kecil disebut dengan ekimosis dan yang terkecil seukuran ujung peniti
disebut dengan petekie.
Proses degrasasi hemoglobin yaitu Hb akan mengalami oksidasi spontan
atau oksidasi yang dipacu nitric oxide (NO) menjadi MetHb. Peroksidasi dari Hb
dan MetHb oleh H2O2 atau lipid hidroperoxidase (LOOH) memacu pembentukan
ferryHb, yang merupakan gabungan globin radicals, porphyrin radicals dan
covalently cros-linked Hb multimers. Haptoglobin (Hp) mengikat ekstraselular
Hb dan memfasilitasi proses internalisasi oleh makrofag. MetHb dan ferryHb
dapat menghasilkan heme dan memacu modifikasi oksidatif dari lemak misalnya
low density lipoprotein (LDL). Ferry Hb meripakan zat proinflamasi yang
memilik target pada sel endotelial.

Oksidasi HbKulit normal dan Memar(kontusio)


Produk awal yang dibebaskan dari disintegrasi sel darah merah adalah
hemoglobin. Namun, dalam beberapa jam hemoglobin yang mengalami
fagositosis akan memproduksi hemosiderin, dan akan menimbulkan warna
kuning-coklat. Perubahan warna dan memudarnya memar adalah waktu yang
saling berkaitan. Namun, perubahan warna tersebut tidak konstan. Urutan warna
biasanya dari merah gelap, kemudian biru, biru tua-ungu, coklat, kuning dan hijau
kekuningan.
Hemoglobin akan didegradasi oleh makrofag, sehingga memar akan
menjalani perubahan warna, proses ini digunakan untuk menentukan umur luka
memar. Persepsi mengenai luka memar dipengaruhi oleh sejumlah faktor yaitu
salah satunya warna cahaya berpengaruh terhadap pengamatan. Warna memar
dapat diperkiraan dari waktu sejak cedera, karena banyak variabel yang terlibat.
Hemoglobin bebas tampak berwarna merah. Biliverdin dan bilirubin memberikan
warna hijau dan kuning. Warna gelap, seperti biru dan ungu, mengindikasikan
darah yang memantulkan cahaya pada berbagai kedalaman kulit, warna hijau bisa
menjadi kombinasi warna biru dan kuning. Umumnya, merah, ungu, atau hitam
merupakan perubahan warna yang terjadi secara langsung yaitu dalam waktu
periode-24 jam setelah cedera. Dalam waktu 24 sampai 72 jam menyebabkan luka
memar menjadi biru, ungu tua, atau coklat. Adanya luka berwarna kuning dapat
dilihat pada tahap ini, dan berlangsung selama berhari-hari.degradasi HB

 Hematuriabila mengalami hematuria baik makroskopis maupun mikroskopis


tanda ini merupakan tanda utama dari cedera tractus urinarius. Dimana bila
terkena trauma:
a. Trauma tumpulmengalami hematuria mikroskopis tanpa adanya syok
dan tidak perlu pencitraan kecuali erdapat trauma penyerta seperti trauma
intraabdominal atau trauma deselerasi cepat
b. Trauma tajammengalami hematuria baik gross hematuria maupun
hematuria mikroskopis.
Perlu diingat bila tidak ditemukan adanya hematuria bisa waspada ke
cedera berat, contoh putusnya pedikel dari ginjal atau ureter dari pelvis renalis
tetap ada. Dan perlu dipastikan juga apakah ada trauma lain selain di ginjal/ren,
karena bisa jadi hematuria yang terjadi pada pasien dikarenakan perdarahan dari
organ lain sesuai keluhan pasien.
trauma deselaasi trauma tumpul
 Nyeri pinggangdimana cedera ginjal itu ada 2 secara langsung maupun tidak
langsung.
a. Cedera langsungakibat benturan pada daerah pinggang
b. Cedera tidak langsungcedera deselarasi akibat pergerakan ginjal secara
tiba-tiba di dalam rongga peritoneum
Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka
tusuk, atau luka tembak. Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum
menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika
intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan darah yang
selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabangcabangnya.
Cedera ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal,
seperti hidronefrosis, kista ginjal atau tumor ginjal
Curiga trauma ginjal:
a. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, abdomen
bagian atas, disertai nyeri dan didapatkan jejas di daerah lokasinya.
b. Ada hematuria
c. Ada fraktur costa 11/12, atau terjadi fraktur proc.spinosus
d. Trauma yg menembus abdomen/pinggang (luka tusuk, tembak)
e. Cedera deselarasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian , kecelakaan lalu
lintas
Pasien ini mengalami cedera langsung karena terkena benturan di daerah
pinggangsaat terkena benturanmerangsang nosiseptornyeri
Nosiseptor adalah ujung saraf tidak bermielin A delta dan ujung saraf C
bermielin. Distribusi nosiseptor bervariasi di seluruh tubuh dengan jumlah
terbesar terdapat di kulit. Nosiseptor terletak di jaringan subkutis, otot rangka, dan
sendi. Nosiseptor yang terangsang oleh stimulus yang potensial dapat
menimbulkan kerusakan jaringan. Stimulus ini disebut sebagai stimulus noksius.
Selanjutnya stimulus noksius ditransmisikan ke sistem syaraf pusat, yang
kemudian menimbulkan emosi dan perasaan tidak menyenanggan sehingga timbul
rasa nyeri dan reaksi menghindar.
Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif terdapat empat
proses tersendiri: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi
a. Transduksi Transduksi nyeri adalah rangsang nyeri (noksius) diubah
menjadi depolarisasi membran reseptor yang kemudian menjadi impuls
saraf reseptor nyeri. Rangsangan ini dapat berupa rangsang fisik (tekanan),
suhu (panas), atau kimia. Adanya rangsang noksius ini menyebabkan
pelepasan asam amino eksitasi glutamat pada saraf afferent nosisepsi
terminal menempati reseptor AMPA (alpha-amino-3-hydroxy-5- methyl-
D-aspartate), akibat penempatan pada reseptor menyebabkan ion Mg2+
pada saluran Ca2+ terlepas masuk ke dalam sel, demikian juga ion Ca2+,
K+, dan H+. Terjadi aktivasi protein kinase c dan menghasilkan NO yang
akan memicu pelepasan substansi p dan terjadi hipersensitisasi pada
membran kornu dorsalis. Kerusakan jaringan karena trauma, dalam hal ini
odontektomi, menyebabkan dikeluarkannya berbagai senyawa biokimiawi
antara lain: ion H, K, prostalglandin dari sel yang rusak, bradikinin dari
plasma, histamin dari sel mast, serotonin dari trombosit dan substansi P
dari ujung saraf. Senyawa biokimiawi ini berfungsi sebagai mediator yang
menyebabkan perubahan potensial nosiseptor sehingga terjadi arus
elektrobiokimiawi sepanjang akson. Kemudian terjadi perubahan
patofisiologis karena mediator-mediator ini mempengaruhi juga nosiseptor
di luar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya terjadi
proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang
nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator tersebut di atas dan
penurunan pH jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsang
yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya rabaan. Sensitisasi
perifer ini mengakibatkan pula terjadinya sensitisasi sentral yaitu
hipereksitabilitas neuron pada korda spinalis, terpengaruhnya neuron
simpatis, dan perubahan intraselular yang menyebabkan nyeri dirasakan
lebih lama.
b. Transmisi Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari
nosiseptor saraf perifer melewati kornu dorsalis menuju korteks serebri.
Saraf sensoris perifer yang melanjutkan rangsang ke terminal di medula
spinalis disebut neuron aferen primer. Jaringan saraf yang naik dari
medula spinalis ke batang otak dan talamus disebut neuron penerima
kedua. Neuron yang menghubungkan dari talamus ke korteks serebri
disebut neuron penerima ketiga.
c. Modulasi Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara
sistem analgesi endogen yang dihasilkan oleh tubuh dengan impuls nyeri
yang masuk ke kornu posterior medula spinalis. Sistem analgesi endogen
ini meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin memiliki efek
yang dapat menekan inpuls nyeri pada kornu posterior medula spinaslis.
Proses modulasi ini dapat dihambat oleh golongan opioid.
d. Persepsi Proses persepsi merupakan hasil akhir proses interaksi yang
kompleks dan unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan
modulasi yang pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang
subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri.
2. Bagaimana interpretasi dari tanda vital pasien ?
 RR 18 x/minutenormal A person's respiratory rate is the number of breaths
you take per minute. The normal respiration rate for an adult at rest is 12 to 20
breaths per minute. A respiration rate under 12 or over 25 breaths per minute
while resting is considered abnormal. Among the conditions that can change a
normal respiratory rate are asthma, anxiety, pneumonia, congestive heart failure,
lung disease, use of narcotics, or drug overdose.
 TD 110/70 mmHgnormalmasuk kategori minimalpenurunan Blood
pressure is the measurement of the pressure or force of blood against the walls of
your arteries. Blood pressure is written as 2 numbers, such as 120/80 millimeters
of mercury (mm Hg). The first number is called the systolic pressure and
measures the pressure in the arteries when the heart beats and pushes blood out to
the body. The second number is called the diastolic pressure and measures the
pressure in the arteries when the heart rests between beats. Healthy blood pressure
for an adult, relaxed at rest, is considered to be a reading less than 120/80 mm Hg.
A systolic pressure of 120-139 or a diastolic pressure of 80-89 is considered
"prehypertension" and should be closely monitored. Hypertension (high blood
pressure) is considered to be a reading of 140/90 mm Hg or higher. Blood
pressure that remains high for an extended period of time can result in such health
problems as atherosclerosis, heart failure, and stroke.

 Nadi was 90 x/minutenormal Pulse rates vary from person to person. Your
pulse is lower when you are at rest and increases when you exercise (because
more oxygen-rich blood is needed by the body when you exercise). A normal
pulse rate for a healthy adult at rest ranges from 60 to 90 beats per minute.
Women tend to have faster pulse rates than men. Your pulse can be measured by
firmly but gently pressing the first and second fingertips against certain points on
the body — most commonly at the wrist or neck (but can also be measured at the
bend of the arms, in the groin, behind the knees, inside the ankles, on the top of
the feet, or at the temple area of the face) — then counting the number of heart
beats over a period of 60 seconds. A faster than average pulse can indicate such
health problems as infection, dehydration, stress, anxiety, a thyroid disorder,
shock, anemia, or certain heart conditions. A lower than average pulse may also
be a sign of a heart condition. Some medications, especially beta blockers and
digoxin, can slow your pulse. A lower heart rate is also common for people who
get a lot of exercise or are athletic.
3. Mengapa diberi oksigen, 1-liter RL iv dan kateter ?
 Ringer laktat(RL)cairan fisiologis yang dapat diberikan pada kebutuhan volume
dalam jumlah besar, biasa digunakan sebagai replacement therapy untuk kasus
syok hipovolemik, diare, trauma dan luka bakar. Pada RL mengandung laktat
yang akan dimetabolismeoleh hepar menjadi bicarbonate yang berguna untuk
memperbaiki keadaan seperti asidosis metabolic. Larutan RL mengandung
kalium, tetapi kaliumnya tidak cukup untuk pemeliharaan sehari-hari terutama
pada kasus defisit kalium. RL tidak mengandung glukosa sehingga aman
digunakan sebagai cairan rumatan dan dapat ditambahkan glukosa untuk
mencegah terjadinya ketosis.
RL dapat mengembalikan sequestrasi atau third space loss yang terjadi saat
perdarahan atau syok, jumlah darah yang hilang:
a. Preshockhilang hingga 10%
b. Syok ringan10-20% hilang, tekanan darah menurun, nadi meningkat,
perfusi dingin, basah, dan puca
c. Syok sedang20-30% hilang, tekanan darah menurun hingga 70 mmHg,
nadi meningkat diatas 140, perfusi buruk, urine berhenti
d. Syok berat>35% hilang, tekanan darah tidak erukur, nadi tidak teraba
Berkurangnya volume cairan intersisial ditandai denganturgor kulit
jelek, mata cekung, selaput lender kering
Berkurangnya volume plasma ditandai dengantakikardi, oligouri, syok.
Pasien mengalami syok tepatnya ke syok hipovolemik:
a. Absolut
 Kehilangan volume darah: trauma, pembedahan, pendarahan sal
cerna
 Kehilangan plasma: luka bakar, lesi yang luas
 Kehilangan cairan tubuh lainnya: muntah berat, diare berat,
diuresis berat
b. Relatif
 Kehilangan integritas intravaskular: ruptur limpa, fraktur pelvis
dan femur, pankreatitis hemoragik, hemothoraks, hemoperitoneum,
arterial dissection
 Peningkatan permeabilitas membran kapiler: sepsis, anafilaksis,
luka bakar
 Penurunan tekanan osmotik koloid: kekurangan sodium berat,
hipopituitarism, sirosis, obstruksi intestinal

 Oksigenasikarena terjadi penurunan suplai O2 pada sel diberikan oksigen untuk


meningkatkan O2 pada sel
 Kateterpemasangan pada kateter berguna untuk membantu pasien bila pasien
tidak bisa mengeluarkan urin maupun untuk pengambilan sampel dari urin,
dimana sesuai scenario pasien mengamali nyeri dan tidak bisa untuk berjalan
menuju ke kamar mandi maupun melakukan aktivitas sangat mengganggu.
Sehingga dilakukan pemasangan kateter pada pasien untuk membantu dalam
mengeluarkan urin, setelah kateter dipasang perlu diingat setiap seminggu sekali
wajib diganti kateternya karena bila tidak diganti akan menyebabkan infeksi
nosokomial/ISK.
ISKInfeksi saluran kemih (ISK) adalah adanya pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih meliputi infeksi pada parenkim
ginjal sampai infeksi di kandung kencing dengan jumlah bakteriuria yang
bermakna. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari
ISK atau kontaminasi dari uretra, vagina ataupun dari flora di periuretral. Dalam
keadaan normal,urin baru dan segar adalah steril. Bakteriuria bermakna yaitu bila
ditemukan jumlah koloni > 105 /ml spesies yang sama pada kultur urin dari
sampel midstream. Ini merupakan gold standard untuk diagnostik ISK. Infeksi
saluran kemih memiliki kontribusi terhadap infeksi yang didapat di rumah sakit
sebanyak 40% sampai 60%. ISK yang berhubungan dengan penggunaan kateter
merupakan penyebab infeksi yang sering dijumpai yaitu lebih dari 40% dari
seluruh infeksi yang didapat dirumah sakit. Kateter urin yang paling umum
digunakan adalah indweling folley kateter, dimana sistem steril tertutup terdiri
dari selang yang dimasukkan melalui uretra dan dilekatkan oleh balon tiup untuk
memungkinkan drainase urin kandung kemih.
Ada dua cara masuknya kuman yang dapat menimbulkan ISK pada pasien
dengan penggunaan kateter yaitu: secara jalur ekstraluminal dan intraluminal.
Jalur ekstraluminal dapat terjadi pada awal pemasangan kateter dimana hal ini
disebabkan oleh inadekuat antiseptik atau faktor kontaminasi, atau dikarenakan
kolonisasi kuman di meatus yang menyebabkan naiknya mikroorganisme dari
permukaan kateter ke perineum. Jalur intraluminal berasal dari sistem drainase
tertutup yaitu melalui irigasi kandung kemih tanpa tindakan asepsis yang tepat
atau lebih umumnya karena adanya kontaminasi kantung penampung urin oleh
petugas kesehatan karena tidak membersihkan tangan pada saat akan
mengosongkan kantung urin atau mengganti tas penampung urin.
Biofilm adalah komunitas bakteri yang melekat pada substrat atau
permukaan. Bakteri gram positif dan gram negatif dapat membentuk biofilm pada
peralatan medis. Bakteri pembentuk biofilm yang paling sering Enterococcus
faecalis, staphylococcus aerius, staphylococcus epidermidis, streptococcus
viridans, escherichia coli, klebsiella pneumonia, proteus mirabilis, dan
pseudomonas aeroginosa
4. Apa saja klasifikasi trauma pada ginjal ?
 Penyebab utama trauma ginjal:
a. Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian atas atau
pinggang merupakan 10 – 20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia.
b. Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau
radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,
percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin
meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas, insidens trauma iatrogenik
semakin meningkat , tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL.
Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal .
c. Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan
lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian
trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat.
Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma
langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau
perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ
organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan
pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian ini dapat
menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang
menimbulkan trombosis.
 Patologis
a. Kontusioterdapat perdarahan di parenkim ginjal tanpa adanya
kerusakan kapsul, kematian jaringan maupun kerusakan calyx. Sekitar
80% trauma tumpul ginjal akan menjadi kontusio
b. Laserasiadanya robekan parenkim mulai dari kapsul ginjal dan
berlanjut sampai pelviocalyx, bila laserasi mengenai pelvis biasanya
disertai hematuria
c. Cedera pedikelcedera pada arteri maupun vena renalis atau cabang
segmentalnya
 American Association for Surgery of Trauma
a. Derajat 1Kontusio ginjal /subkapsular hematom, Tidak meluas, Hematuria
dengan normal imaging
b. Derajat 2Hematom perineal, Tdk meluas ke retroperitonium, Laserasi
superficial ( < 1cm), Tdk melibatkan collecting systim
c. Derajat 3Renal laserasi ( > 2cm ), Sub capsular hematom, Perinephric
hematom, Tdk melibatkan collecting systim
d. Derajat 4Laserasi yang meluas ke collecting system, Extravasasi, Trauma
vasculer  segmental infark
e. Derajat 5Shattered kidney, Devaskularisasi / oklusi / trombosis arteri / vena
utama, Laserasi komplit, Extravasasi, UPJ avulsi
5. Bagaimana pathogenesis dari penyakit di scenario ?
Trauma Tumpul
6. Apa pemeriksaan penunjang pada scenario ?
 Pemeriksaan Fisik
a. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut
bagian atas dengan disertai nyeri ataupun didapati adanya jejas pada
daerah tersebut
b. Hematuria
c. Fraktur kosta sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus spinosus
vertebra
d. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang
e. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan
lalu lintas
 Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
Urinalisa, darah rutin dan kreatinin merupakan pemeriksaan
laboratorium yang penting. Urinalisa merupakan pemeriksaan penting
untuk mengetahui adanya cedera pada ginjal. Hematuria mikroskopis atau
gross, sering terlihat tetapi tidak cukup sensitif dan spesifik untuk
membedakan apakah suatu trauma minor atau mayor. Tambahan pula,
untuk trauma ginjal yang berat seperti robeknya ureteropelvic junction,
trauma pedikel ginjal, atau trombosis arteri dapat tampil tanpa disertai
dengan hematuria.
Hematokrit serial dan vital sign merupakan pemeriksaan yang
digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma. Penurunan hematokrit dan
kebutuhan untuk transfusi darah merupakan tanda kehilangan darah dan
respon terhadap resusitasi akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan
keputusan. Peningkatan kreatinin dapat dikatakan sebagai tanda patologis
pada ginjal.
B. Pemeriksaan Pencitraan
Indikasi untuk melakukan pemeriksaan radiologi pada trauma
ginjal adalah gross hematuria, hematuria mikroskopik yang disertai syok,
atau cedera pada organ lain. Pada luka tembus, setiap kecurigaan adalah
luka yang mengarah pada ginjal maka perlu melakukan pemeriksaan
radiologi tanpa memperhatikan derajat hematuria.
• Intravenous Ultrasonografi (IVU)/Intravenous Pyelografi
(IVP) Pemeriksaan IVP adalah foto yang dapat mengambarkan
keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras( dengan
menyuntikkan bahan kontras dosis tinggi ±2ml/kgBB) digunakan
untuk menilai tingkat kerusakan ginjal dan menilai keadaan ginjal
kontralateral. Pemeriksaan IVU dilakukan apabila diduga terdapat :
 Luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal
 Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda
hematuria makroskopik
 Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda
hematuria mikroskopik dan disertai syok
• Ultrasonografi (USG) pemeriksaan penunjang apabila diduga
cedera tumpul pada ginjal yang menunjukkan tanda hematuria
mikroskopik tanpa disertai syok. Pemeriksaan USG ini dapat
menemukan adanya kontusio parenkim ginjal atau hematoma
subkapsuler. Dengan pemeriksaan ini dapat juga diperlihatkan ada
atau tidak robekan kapsul ginjal. Pemeriksaan USG pada ginjal
dipergunakan :
 Untuk mendeteksi keberadaan dan keadaan ginjal
(hidronefrosis, kista, massa, atau pengkerutan ginjal) yang
menunjukkan nonvisualized pada pemeriksaan IVU
 Sebagai penuntun pada saat melakukan pungsi ginjal, atau
nefrostomi perkutan
Pada color Droppler ginjal dan arteri renalis, dapat
menentukan adanya penyempitan (stenosis) karena arteriosklerosis
menyebabkan aliran darah ke ginjal menurun
• Computed Tomography (CT) teknik pencitraan non invasive,
yang lebih superior daripada USG. Pemeriksaan CT scan ini
dilakukan untuk menerangkan kelainan pada ginjal, arteri dan vena
renalis, vena kava, dan massa di retroperitoneal. Pemeriksaan CT
scan dapat menunjukkan adanya robekan jaringan ginjal,
ekstravasasi kontras yang luas, dan adanya nekrosis jaringan ginjal.
Selain itu, pemeriksaan CT scan juga dapat mendeteksi adanya
trauma pada organ yang lain. Alat CT scan ini dapat mendeteksi
kelainan dalam waktu cepat (< 30 detik), sehingga dapat dipakai
untuk menilai penyebab kolik ureter atau ginjal. Pemeriksaan CT
scan merupakan pemeriksaan radiologi yang utama bagi pasien
trauma ginjal dengan hemodinamik stabil.

7. Apa diagnosis dan DD dari scenario ?


8. Bagaimana tindakan prosedur ABCD yang dilakukan ?
9. Bagaimana tatalaksana dari scenario ?
 Konservatif Ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan
observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, dan suhu tubuh), kemungkinan adanya
penambahan massa di pinggang, adanya pembesaran lingkaran perut, penurunan
kadar hemoglobin darah, dan perubahan warna urine pada pemeriksaan urine
serial.Jika selama observasi didapatkan adanya tanda-tanda perdarahan atau
kebocoran urine yang menimbulkan infeksi, harus segera dilakukan tindakan
operasi seperti terlihat di bawah ini.

 Operasi Operasi ditujukan pada trauma ginjal major dengan tujuan untuk segera
menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debridement,
reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang
harus dilakukan nefroktomi parsial bahkan nefroktomi total karena kerusakan
ginjal yang sangat berat.
10. Bagaimana prognosis dari scenario ?

Anda mungkin juga menyukai