The coal power plant was built at estuary water around Cimandiri River
located in Palabuhanratu Bay, West Java since 2008 and actively operating since
2014. A number of coals falls into the sea water due to the existence of coal
power plant. The purposes of this research is to test heavy metals Lead (Pb) and
Nickel (Ni) concentration in dissolved sea water, suspended solid, and sediment at
estuary water around Cimandiri River, and also to test the solubility of Pb and Ni
from the coal resuspension as simulation of heavy metal release. Sampling was
held on coal cargo area, shift entry of bulk carrier area, and Cimandiri River. Coal
resuspension simulated using 10 gram of coal which dissolved into 300 ml of sea
water. Heavy metal content is analyzed using Flame Atomic Absorption
Spectrometer (FAAS). The result of heavy metals concentration Ni and Pb in
dissolved water was 1.07 - 2.89 μg/l and 2.73 - 3.00 μg/l, suspended solid was
1.06 - 3.16 mg/kg and 0.95 - 1.50 mg/kg, sediment was 26.70 - 30.35 mg/kg and
24.40 -35.55 mg/kg. Simulation of coal resuspention shows dissolved Ni was 4.29
μg/l, 5.70 μg/l, and 5.83 μg/l also dissolved Pb 7.45 μg/l, 7.20 μg/l, and 2.66 μg/l.
Estuary water around Cimandiri River Palabuhanratu Bay is considered to have
normal concentration of Pb and Ni, however coal release could possibly increase
the concentration of Ni and Pb at sea water environment.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Penelitian ini dilakukan untuk menguji nilai kandungan logam berat Pb yang
berupa unsur non essential dan logam Ni berupa essential pada fase air terlarut,
padatan tersuspensi, dan sedimen pada lima titik sampling yang berada di sekitar
PLTU Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Percobaan resuspensi batubara
skala laboratorium juga dilaksanakan untuk menguji kenaikan atau penurunan
kelarutan logam berat dalam kolom air oleh pengaruh turbulensi arus sebagai
simulasi aktivitas bongkar muat batubara di PLTU Teluk Palabuhanratu.
Tujuan Penelitian
METODE
Waktu, Lokasi, dan Penentuan Stasiun
Pengambilan sampel air, sedimen, dan batubara dilaksanakan pada tanggal 5-6
Juni 2016 di lima stasiun yaitu R1, R2, R3, R4, dan R5 (Gambar 1) di perairan
sekitar muara Sungai Cimandiri, Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.
berada di selatan lokasi jetty, sedangkan Stasiun 4 mewakili wilayah utara lokasi
jetty, serta wilayah antrean kapal tongkang sebelum masuk ke wilayah bongkar
muat. Stasiun 5 mewakili wilayah Sungai Cimandiri. Analisis laboratorium
dilakukan di Laboratorium Oseanografi Kimia, Laboratorium Produktivitas
Lingkungan Perairan (Proling) dan Laboratorium Ilmu Tanah, IPB.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Van Dorn Sampler, Petersen
grab, Conductivity Temperature and Depth (CTD), Electromagnetic Current Meter
(ECM), Power of Hydrogen (pH) meter, Dissolved Oxygen (DO) meter, botol
sampel High Density Poly Ethylene (HDPE) 1000 ml, jar sampel HDPE 250 ml,
corong pisah, oven, gelas beker, gelas erlenmeyer, pipet volumetrik, bulb,
pemanas, timbangan analitik, vacum pump, nalgen, gelas ukur 1000 ml, cawan uap,
shaker, dan Flame Atomic Absorbtion Spectrofotometer (FAAS) Pin Aacle 900 H.
Tabulasi alat tersebut ditampilkan pada Tabel 1 beserta kegunaannya. Bahan yang
digunakan dalam penelitian adalah larutan HNO3, larutan HCLO4, larutan Metil Iso
Butil Keton (MIBK), larutan Amonium Pirolidin Ditio Carbamat (APDC), larutan
akuades, larutan H2O2, dan kertas saring. Bahan yang digunakan tersebut
ditampilkan pada Tabel 2 beserta kegunaannya.
RPM = V ………..……………………………………….(1)
R x 0.10472
Keterangan
RPM : Kecepatan angular (Rounds per Minute)
V : Kecepatan linear (cm/s)
r : Radius wadah gelas erlenmeyer (cm)
Krelease = b – a …………………………………………………….…(2)
Keterangan
Krelease : Konsentrasi release logam berat (mg/l)
b : Konsentrasi logam berat tanpa simulasi kecepatan (mg/l)
a : Konsentrasi logam berat setelah simulasi kecepatan (mg/l)
Analisis Laboratorium
Analisis logam berat suspensi dalam air pada penelitian ini mengikuti prosedur
APHA (2012). Sampel air yang digunakan untuk analisis logam berat tersuspensi
sebanyak 150 ml. Sampel air disaring menggunakan kertas saring berbahan nitrat
selulosa berpori 0,45 μm untuk menyaring partikulat suspensi dalam air. Kertas
saring yang telah menampung partikulat suspensi dimasukan ke dalam gelas beker,
kemudian didestruksi dengan melakukan penambahan 5 ml HNO3 pekat. Larutan
dipanaskan dengan menggunakan pemanas hingga volume larutan menjadi 2 ml.
Sampel didinginkan dan ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 10 ml dan HCLO4
sebanyak 10 ml. Larutan diaduk dan dipanaskan kembali hingga volume larutan
menjadi 2 ml. Larutan diencerkan dengan menambahkan larutan akuades hingga
volume larutan menjadi 50 ml. Tahap ekstraksi dilakukan dengan penyaringan
larutan menggunakan kertas saring berpori 0,45 μm, dan sampel air hasil ekstraksi
dimasukan ke dalam wadah botol HDPE. Konsentrasi logam berat dianalisis
dengan menggunakan FAAS Pin Aacle 900 H dengan deteksi limit 0.001 mg/l.
Analisis logam berat terlarut dalam air pada penelitian ini mengikuti prosedur
APHA (2012). Pemekatan sampel air sebanyak 1800 ml dilakukan dengan
melakukan pemanasan menggunakan pemanas dengan suhu 80 °C hingga volume
6
sampel air menjadi 400 ml. Air yang digunakan untuk tahap ekstraksi adalah
sebanyak 150 ml, sedangkan sisanya disimpan sebagai cadangan. Tahap ekstraksi
dilakukan pada air 150 ml dengan penambahan APDC sebanyak 1.5 ml dan
penambahan MIBK sebanyak 15 ml di dalam corong pisah. Larutan dikocok
sebanyak 30 kali kemudian ditunggu beberapa saat hingga larutan terpisah menjadi
lapisan atas berupa ikatan kompleks organik dan lapisan bawah berupa ikatan
anorganik. Air yang berupa lapisan organik selanjutnya ditempatkan dalam wadah
tabung reaksi kemudian konsentrasi logam berat dianalisis dengan menggunakan
FAAS Pin Aacle 900 H dengan deteksi limit 0.001 mg/l.
Analisis logam berat dalam sedimen pada penelitian ini mengikuti prosedur
APHA (2012). Sedimen kering diambil sebanyak 1 gram kemudian didestruksi
dengan melakukan penambahan 5 ml HNO3 pekat. Larutan dipanaskan dengan
menggunakan pemanas hingga volume larutan menjadi 2 ml. Sampel didinginkan
dan ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 10 ml dan HCLO4 sebanyak 10 ml. Larutan
diaduk dan dipanaskan kembali hingga volume larutan menjadi 2 ml. Larutan
diencerkan dengan menambahkan larutan akuades hingga volume larutan menjadi
50 ml. Tahap ekstraksi dilakukan dengan penyaringan larutan menggunakan kertas
saring berpori 0,45 μm, dan sampel hasil ekstraksi dimasukan ke dalam wadah
botol HDPE. Konsentrasi logam berat dianalisis dengan menggunakan FAAS Pin
Aacle 900 H dengan deteksi limit 0.001 mg/l.
Fraksinasi Sedimen
hingga 100 ml menggunakan larutan akuades dan diamkan selama 24 jam. Larutan
H2O2 30 % ditambahkan kedalam larutan yang telah didiamkan selama 24 jam
sebanyak 25 ml, kemudian larutan ditera hingga 500 ml dengan larutan akuades.
Larutan dikocok sebanyak 10 kali secara vertikal, lalu ditunggu selama 45
detik dan larutan diambil sebanyak 25 ml dengan pipet volumetrik dengan jarak 10
cm dari permukaan, lalu diletakan pada cawan uap kosong yang telah timbang
bobot kering awalnya. Cawan beserta larutan pipet sebanyak 25 ml dikeringkan
menggunakan oven dengan suhu 80 °C, lalu ditimbang sebagai bobot akhir dan
dilakukan perhitungan menggunakan persamaan (4) dan persamaan (5) untuk dapat
menentukan jenis sedimen debu kasar. Larutan dikocok kembali sebanyak 10 kali
secara vertikal, lalu ditunggu selama 30 menit, 1 jam, 5 jam, dan 24 jam dan
dilakukan pengulangan penimbangan bobot cawan uap dengan larutan hasil pipet
sebanyak 20 ml. Hasil bobot tahap pipet yang ditunggu 30 menit, 1 jam, 5 jam, dan
24 jam tersebut dihitung menggunakan persamaan (4) dan persamaan (5) untuk
dapat menentukan jenis sedimen debu sedang, debu halus, liat kasar, dan liat halus.
Fp = Vt…………...………………………………….. (5)
Vp
Keterangan
Fp : Faktor pengencer
Vp : Volume larutan yang dipipet (ml)
Vt : Volume larutan sisa dalam gelas ukur (ml)
berat awal. Kertas saring yang telah digunakan untuk menyaring partikel suspensi
kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 80 °C selama 30 menit
kemudian dihitung bobot kertas tersebut sebagai berat akhir. Nilai TSS diperoleh
dengan menggunakan persamaan (6) untuk pengkonversian satuan mg/l
berdasarkan APHA (2012) mengenai Total Suspended Solids Analytical Method.
Data Penunjang
Data parameter TSS, suhu, pH, DO, kedalaman, serta kandungan logam berat
pada air terlarut, padatan tersuspensi, dan sedimen ditabulasi dengan menggunakan
Ms. Excel, selanjutnya hasil kandungan logam berat di visualisasikan menjadi
diagram batang dengan Ms. Excel. Data parameter fisik berupa kecepatan arus
diolah menggunakan World Tide World Current (WTWC) MATLAB, sedangkan
data fraksinasi sedimen ditabulasi menggunakan Ms Excel. Komposisi konsentrasi
logam Ni dan Pb pada seluruh fase materi, di tiap stasiun pengamatan
divisualisasikan secara bersamaan dengan diagram batang menggunakan
perangkat lunak MATLAB. Hasil percobaan resuspensi divisualisasikan dengan
diagram batang menggunakan Ms. Excel. Diagram tersebut menampilkan
kandungan logam berat Ni dan Pb yang larut dari batubara ke dalam kolom air
berdasarkan kecepatan 10 cm/s, 20 cm/s, dan 50 cm/s.
9
Lokasi pengambilan sampel berada pada stasiun R1, R2, R3, R4, dan R5
(Gambar 1) pada kedalaman yang berbeda memiliki karakteristik fisik dan kimia
berbeda-beda pula, antara lain berupa Total Suspended Solid (TSS), Suhu, pH,
dan Dissolved Oxygen (DO) yang dicantumkan pada Tabel 3. Kedalaman stasiun
pengambilan sampel adalah kisaran 5.8 sampai 8.8 meter pada stasiun R1-R4
perairan laut, sedangkan stasiun R5 memiliki kedalaman 3.0 meter di perairan
sungai.
Kisaran suhu hasil pengukuran di lapang adalah 28.90 sampai 30.9°C relatif
sama dengan hasil pengukuran yang dilakukan Santoso (2015) pada bulan Juni
dengan kisaran 29.35 - 30.13°C. Stasiun R3 dan R4 memiliki suhu yang lebih
tinggi dari stasiun R1 dan R2 oleh karena kedalaman perairannya lebih rendah,
penetrasi cahaya matahari lebih dalam, sehingga membuat suhu di stasiun tersebut
lebih tinggi. Stasiun R5 memiliki nilai suhu paling rendah yaitu 28.90°C
dikarenakan kondisi perairan sungai yang dangkal dan limpasan air tawar
sehingga suhu mudah berfluktuasi (Mony 2004), serta pengaruh waktu
pengambilan sampel yang dilakukan pada sore hari. Menurut Wulandari et al.
(2009) dalam aktivitas logam berat, parameter suhu yang sangat tinggi mampu
mempengaruhi peningkatan dalam pembentukan ion logam berat.
Nilai pH memiliki kisaran 7.83-7.94 dengan rata-rata 7.87 yang tergolong
stabil pada tiap stasiunnya dan tidak jauh berbeda dengan pengukuran yang
dilakukan Anindita (2002) yaitu 7.97-8.01. Menurut Atkinson et al. (2007)
parameter pH mempengaruhi aktivitas oksidasi logam serta pengikatan logam
terhadap ligan. pH yang sangat rendah akan menyebabkan tingginya oksidasi
logam, sehingga akan terjadinya peningkatan desorpsi logam ke kolom perairan.
Nilai DO memiliki kisaran 6.29 - 8.11 mg/l dengan rata-rata 6.90 mg/l relatif
normal karena pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Sanusi (2004) hasil
pengukuran DO memiliki kisaran 6.10 - 7.00 mg/l. Nilai DO pada pengukuran di
tiap stasiun cenderung seragam kecuali pada stasiun R5 memiliki nilai paling
besar yaitu 8.11 mg/l. Hal itu masih tergolong normal dikarenakan pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan Santoso (2015), hasil pengukuran di sungai juga
memiliki nilai yang lebih tinggi daripada pengukuran DO di laut lepas. Nilai DO
di sungai lebih tinggi dikarenakan perairan sungai memiliki perbedaan
karakteristik dengan perairan laut. Reaerasi oksigen yang terjadi di perairan
sungai terjadi secara intens oleh karena arus yang mengalir, serta nilai salinitas di
sungai yang lebih rendah menyebabkan ikatan H2O lebih mudah mengikat
oksigen, sehingga nilai DO di sungai akan lebih tinggi dibanding perairan laut.
Hasil analisis Total Suspended Solid (TSS) yang didapat dari tiap stasiun
pengamatan memiliki kisaran 46 - 80 mg/l. Kisaran tersebut tergolong tinggi oleh
karena stasiun pengamatan tersebar di perairan sekitar muara sungai dan stasiun
R4 merupakan nilai TSS yang paling tinggi yaitu 80 mg/l. Salah satu faktor yang
mempengaruhi keberadaan TSS di perairan Teluk Palabuhanratu khususnya
perairan sekitar muara Sungai Cimandiri adalah kecepatan arus yang dalam
pengukuran lapang menunjukan kisaran 0.11 - 17.42 cm/s dengan frekuensi arus
terbanyak pada kecepatan 4.00 - 8.00 cm/s dengan persentase 18.47 % ke arah
10
barat daya (Lampiran 3 dan 4). Kondisi tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sanusi (2004) pada musim timur bahwa arus menyebarkan TSS
dari Sungai Cimandiri ke arah tengah teluk, ke arah selatan, dan kearah barat daya
dan mampu menyebabkan TSS hingga 660 mg/l.
Arus Teluk Palabuhanratu juga dipengaruhi oleh karakteristik oseanografi
Samudera Hindia dan juga dipengaruhi pola pasang surut. Pasang surut di Teluk
Palabuhanratu merupakan katagori campuran cenderung ganda dimana dalam satu
hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang
berbeda. Menurut Seri (2014) Teluk Palabuhanratu memiliki tipe pasang surut
cenderung ganda dengan tunggang pasut 1.54 m.
Pasang surut berpengaruh terhadap sebaran dan distribusi material tersuspensi
di perairan. Pasang surut jenis semidiurnal cenderung mendistribusikan material
tersuspensi yang berasal dari input source dan resuspensi sedimen lebih lemah
dibanding pasang surut ganda ataupun tunggal. Menurut Siswanto dan Nugraha
(2004), sedimen teraduk akibat adanya kombinasi pengaruh arus yang terbentuk
karena pasang surut maupun arus kompleks lainnya. Kondisi ini akan
mempengaruhi fluktuasi TSS. Menurut Darlan dan Kamiludin (2008) pasang surut
merupakan salah satu parameter yang mengontrol dinamika lingkungan perairan.
Hasil pengukuran tiap parameter menunjukan nilai yang relatif sama dengan
penelitian yang dilakukan sebelumnya, yaitu Anindita (2002), Sanusi (2004), dan
Santoso (2015). Hasil pengukuran parameter antar stasiun cenderung seragam
kecuali pada stasiun R5 yang merupakan wilayah perairan sungai menghasilkan
nilai yang berbeda dengan hasil pengukuran di stasiun lainnya yang berupa
perairan laut, dikarenakan karakteristik sungai yang memiliki perbedaan dengan
karakteristik laut. Kondisi kimia dan fisik perairan sekitar muara Sungai
Cimandiri Teluk Palabuhanratu secara keseluruhan merupakan perairan yang
masih dalam kondisi baik dan normal.
Hasil analisis logam berat Ni pada air terlarut ditunjukan pada Gambar 2,
yaitu menunjukan kisaran 1.07 hingga 2.89 μg/l, sedangkan hasil analisis logam
berat Pb pada air terlarut menunjukan kisaran 2.73 hingga 3.00 μg/l. Logam Ni
terlarut menunjukan perbedaan konsentrasi yang cukup signifikan di tiap stasiun
pengamatannya. Hal itu disebabkan perbedaan kecepatan arus dan sumber
11
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
R1 R2 R3 R4 R5
Ni 1.14 1.53 2.21 2.90 1.07
Pb 2.92 3.01 2.89 3.07 2.74
Hasil analisis kisaran logam Ni tersuspensi memiliki kisaran yaitu 1.06 hingga
3.16 mg/kg, sedangkan Pb memiliki kisaran 0.95 hingga 1.50 mg/kg (Gambar 3).
Logam Pb tersuspensi pada tiap stasiun menunjukan nilai yang relatif seragam,
sedangkan logam Ni tersuspensi menunjukan nilai yang fluktuatif. Konsentrasi
TSS di seluruh stasiun pengamatan memiliki kisaran 53 hingga 80 mg/l (Tabel 1),
nilai TSS tersebut memberikan kontribusi pada keberadaan logam Pb maupun Ni
dalam tersuspensi.
12
3.0
Konsentrasi Logam Tersuspensi (mg/kg)
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
R1 R2 R3 R4 R5
Ni 1.28 3.17 1.06 1.29 1.93
Pb 1.50 1.33 1.44 0.96 1.50
Pb pada sedimen dengan kisaran yang tidak jauh berbeda dengan yang terukur
pada penelitian ini, yaitu Ni 13.27 - 26.59 mg/kg dan Pb 24.14 - 37.27 mg/kg.
Penelitian logam Ni dan Pb pada sedimen yang dilakukan Kusuma (2015) di
Teluk Jakarta memiliki kisaran yang lebih tinggi dibanding pada penelitian ini
yaitu terukur logam Ni 33.18 - 49.39 mg/kg dan Pb 38.62 - 99.43 mg/kg. Kisaran
konsentrasi logam Ni dan Pb pada sedimen di perairan sekitar muara Sungai
Cimandiri masih normal bila dibandingkan dengan konsentrasi di wilayah alami
yaitu Samudera Atlantik Ni 79 mg/kg dan logam Pb 45 mg/kg, lalu sedimen di
perairan Samudera Pasifik Ni 293 mg/kg dan logam Pb 162 mg/kg (Chester dan
Jikells 2012).
40.0
Konsentrasi Logam Sedimen (mg/kg)
35.0
30.0
25.0
20.0
15.0
10.0
5.0
0.0
R1 R2 R3 R4 R5
Ni 29.15 30.35 27.45 27.85 26.70
Pb 35.55 33.95 34.35 27.35 24.40
Resuspensi Batubara
10.0
Konsentrasi Ni (μg/l)
9.0
8.0
7.0 5.71 5.84
6.0 4.30
5.0
4.0
3.0
2.0
10 20 50
Kecepatan (cm/s)
Gambar 5 Konsentrasi Ni hasil simulasi resuspensi batubara menurut kecepatan
10.0
Konsentrasi Pb (μg/l)
9.0 7.45
8.0 7.21
7.0
6.0
5.0
4.0 2.66
3.0
2.0
10 20 50
Kecepatan (cm/s)
Gambar 6 Konsentrasi Pb hasil simulasi resuspensi batubara menurut kecepatan
teradsoprsi kembali oleh partikel batubara. Hal itu sesuai menurut Woosley dan
Millero (2013) yang menyatakan bahwa logam Pb berikatan dengan ligan klorida
dan karbonat di perairan pada umumnya yang menjadikan daya larut Pb air
rendah.
Menurut penelitian resuspensi batubara yang dilakukan Cabon et al. (2007)
mengalami hal yang sama yaitu penurunan konsentrasi kelarutan Pb dari batubara
seiring bertambahnya waktu yang digunakan dalam pengadukan. Menurut Saleh
dan Gupta (2012) kemampuan removal logam Pb yang rendah tidak hanya
disebabkan oleh waktu kontak logam dengan air tetapi juga disebabkan kecepatan
agitasi dan keberadaan scavenger pada lingkungan.
Konsentrasi logam berat yang larut dari batubara ke dalam kolom perairan
laut tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah jenis batubara,
konsentrasi logam yang terkandung pada batubara dan pada wilayah perairan itu
sendiri. Menurut Ohki (2004), yang mempengaruhi pelepasan logam berat dari
batubara ke kolom air adalah ukuran partikel batubara dan konten logam berat.
Menurut Cabon et al. (2007), faktor komponen batubara, sistem fisik dan kimia
dari batubara, jumlah massa batubara, durasi resuspensi, serta agitasi saat proses
pengadukan batubara dalam air yang akan menentukan jumlah konsentrasi logam
yang larut dari batubara.
Logam berat pada seluruh stasiun pengamatan pada air terlarut, tersusupensi,
dan sedimen telah terdeteksi, adapun beberapa kegiatan di perairan sekitar muara
Sungai Cimandiri Teluk Palabuhanratu yang berkontribusi pada kandungan logam
berat yang terdeteksi yaitu berasal dari luar sistem laut itu sendiri (aloton) dan
juga dari dalam sistem laut (autoton) (Sanusi 2006). Sumber autoton di perairan
sekitar muara Sungai Cimandiri adalah konsentrasi alami yang terakumulasi di
wilayah perairan sungai. Menurut Alif (2011) substrat Sungai Cimandiri berasal
dari endapan sedimentasi aktivitas vulkanik di masa lampau dan erosi lahan yang
terjadi di sekitarnya. Logam Ni dan Pb secara alami juga dihasilkan dari peristiwa
geologis seperti erosi dan pelapukan batuan daratan dan sungai yang kemudian
mengalami pengenceran (diosolusi) lalu terbawa ke perairan laut (Kusuma 2015).
Sumber aloton di perairan sekitar muara Sungai Cimandiri antara lain lalu
lintas kapal tongkang pembawa batubara dan aktivitas bongkar muat bahan bakar
batubara PLTU. Lalu lintas kapal tongkang yang menggunakan bahan bakar
berupa Bahan Bakar Minyak (BBM), memiliki kandungan alami berupa logam
Ni. Logam Pb sengaja ditambahkan dalam BBM untuk meningkatkan mutu oktan,
sehingga dalam aktivitas kapal di perairan dapat menyebabkan pencemaran logam
ke kolom air. Berdasarkan penelitian Echeandia et al. (2008) logam yang
terkandung dalam minyak bumi yang tertinggi salah satunya adalah logam Ni.
Menurut Putri et al. (2015) logam Pb ditambahkan dalam penggunaan BBM
karena mampu meningkatkan mutu BBM, anti letup, pencegah korosi, diafaktor
logam, dan zat pewarna. Aktivitas PLTU juga berperan dalam distibusi
kandungan logam Ni dan Pb di perairan, menurut Jafrennou et al. (2007) batubara
yang digunakan sebagai bahan bakar mengandung unsur major yang salah satunya
adalah logam Pb dan unsur minor salah satunya logam Ni.
16
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad F. 2013. Distribusi dan prediksi tingkat pencemaran logam berat (Pb, Cd,
Cu, Zn, dan Ni) dalam sedimen di perairan Pulau Bangka menggunakan
indeks beban pencemaran dan indeks geoakumulasi. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis. 5(1): 170-181
Alif SA. 2011. Geologi sejarah daerah Sukabumi-Pelabuhan Ratu. Bulletin of
Scientific Contribution. 9(1): 42-48
Anindita. 2002. Kandungan Logam Berat Cd, Cu, Ni, Pb dan Zn Terlarut dalam
Badan Air dan Sedimen pada Perairan Sekitar Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan Ratu, Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[APHA] American Public Health Association. 2012. Standard Methods for the
Examination of Water and Wastewater 22nd ed. Washington (US):
APHA, AWWA, WEF.
Atkinson CA, Jolley DF, Simpson SL. 2007. Effect of overlying water pH,
dissolved oxygen, salinity and sediment disturbances on metal release
and sequestration from metal contaminated marine sediments.
Chemosphere. 69: 1428-1437.
Beltrame MO, Marco SGD, Marcovecchio JE. 2009. Dissolved and particulate
heavy metals distribution in coastal lagoons: A case study from Mar
Chiquita Lagoon, Argentina. Estuarine, Coastal, and Shelf Science. 85:
45–56.
Cabon JY, Burel L, Jaffrennou C, Giamarchi P, Bautin F. 2007. Study of trace
metal leaching from coals into seawater. Chemosphere. 69: 1100-1110.
19
LAMPIRAN
Lampiran 1 Karakteristik fraksi dan tipe sedimen
Total 100
23
RIWAYAT HIDUP